• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian terhadap Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dalam buku Kegiatan Pelatihan Teknik dan Metode Pengumpulan Data

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KERUSAKAN SITU RAWA BADUNG

DAFTAR LAMPIRAN

2.3 Penilaian terhadap Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dalam buku Kegiatan Pelatihan Teknik dan Metode Pengumpulan Data

Valuasi Ekonomi disebutkan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan merupakan aset kehidupan memiliki nilai intristik. Hal ini merupakan bentuk dari nilai ekonomi secara intristik (intristic value) dari eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan (Adrianto dkk., 2007).

Penilaian kerusakan adalah proses yang sistematis dalam menentukan dan menilai sejauh mana kerugian dan penderitaan yang diterima masyarakat sebagai akibat kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh manusia. Menurut Precht, et al.

(2000), penilaian kerusakan SDAL merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mengukur injury sumberdaya alam, menentukan kerusakan akibat injury serta mengembangkan dan melaksanakan restorasi sesuai tindakan.

Penilaian kerusakan SDAL ini digunakan untuk menentukan apakah sumberdaya alam telah terluka (injured) dan menghitung kompensasi kerugian

12 moneter yang akan digunakan untuk mengembalikan kondisi sumberdaya alam tersebut. Sebagai tambahan terhadap biaya restorasi, kerusakan dapat meliputi biaya untuk melakukan penilaian kerusakan dan kompensasi untuk kerugian sementara dari hilangnya jasa sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi sebelum pemulihan sumberdaya selesai (Martin Marietta Energy System, Inc, 1993).

Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan ditandai dengan penurunan yang terjadi pada SDAL baik kualitas maupun kuantitasnya. Menurut Suparmoko (2006), penurunan kualitas SDAL dapat diukur dengan menggunakan metode

before dan after project, penilaian untuk waktu atau tahun yang berbeda atau

secara kuantitatif, dinilai secara ekonomi (valuasi ekonomi) dengan menggunakan teknik penilaian tergantung pada jenis dan manfaat atau pelayanan jasa lingkungan yang ada. Penghitungan biaya kerusakan menggunakan asumsi bahwa SDAL memberikan pelayanan atau jasa secara langsung maupun tidak langsung dimana perhitungan kerusakan ditentukan oleh bagaimana rehabilitasi dilakukan. 2.4 Pencemaran Air

Pencemaran air didefinisikan sebagai kondisi berkurangnya nilai guna sebuah perairan yang diakibatkan oleh masuknya bahan ke perairan dalam tingkat yang tak mampu dinetralisasi oleh alam. Bahan pencemar yang masuk ke dalam suatu perairan biasanya berupa limbah suatu aktivitas. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan menjadi limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium dan rumah sakit, limbah pertanian dan perternakan serta limbah pariwisata. Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, limbah cair, dan limbah gas serta campuran dari limbah tersebut. Menurut

13 jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau beracun (Manik, 2003).

Menurut Wardhana (1995), indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: 1. Adanya perubahan suhu air;

2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen; 3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air;

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut; 5. Adanya mikroorganisme;

6. Meningkatnya radoiaktivitas air lingkungan.

Limbah organik dan non organik seperti bahan berbahaya dan beracun, di darat telah mencemari sumber air permukaan hingga mengancam kesehatan makhluk hidup termasuk manusia dan kelangsungan hidupnya. Dampak negatif yang sama juga terjadi di wilayah perairan yang memunculkan fenomena eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan salah satu dampak pencemaran limbah organik dari kegiatan manusia terhadap ekosistem danau, waduk, pesisir, dan laut. Definisi eutrofikasi adalah pengayaan perairan oleh unsur inorganik yang pada saatnya akan mengakibatkan berbagai konsekuensi berupa peningkatan kesuburan perairan secara berlebihan dan membawa berbagai konsekuensi negatif seperti tumbuh secara berlebih tanaman air atau fitoplankton. Hal ini disebut sebagai

14 Pencemaran air oleh logam sangat membahayakan bagi kehidupan. Sunu (2001) pencemaran logam pada dasarnya tidak berdiri sendiri, namun terbawa oleh air maupun udara. Berbagai logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan baik berupa pencemaran udara maupun pencemaran air antara lain: merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam berat yang sering terkontaminasi air yaitu merkuri dan timbal.

Keracunan merkuri yang akut dapat menyebabkan kerusakan perut dan usus, gagal kardiovaskuler (jantung dan pembuluh-pembuluhnya), dan gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian. Dampak utama pencemaran timbal terhadap kesehatan antara lain: kelambanan dalam pengembangan neurologis saraf dan fisik pada anak-anak; keguguran kandungan, dan kerusakan sistem reproduksi pria; penyakit saraf, perubahan daya pikir dan perilaku; tekanan darah tinggi; anemia (Sunu, 2001).

Djajadiningrat (2001) menyebutkan penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat timbul karena air tercemar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular dibagi dalam tiga kelompok yaitu:

1) Water-borne desease: kolera, tipus perut, hepatitis infeksiosa, disentri

basiler, polionelitis, penyakit cacing perut;

2) Water-washes desease: diare pada bayi, shigellosis, infeksi kulit dan mata,

scabies, “ratickel thypus”, penyakit cacing tambang;

3) Water-based desease: schistosomiasis (demam keong).

15 1) Keracunan akut karena minum air yang mengandung racun;

2) Gangguan saraf, kerusakan ginjal, otak, dan hati karena bioakumulasi logam berat melalui makan dan minuman;

3) Iritasi kulit dan “mucous membrance” karena terkena air yang mengandung iritan;

4) Kanker karena secara terus menerus minum air yang mengandung zat yang bersifat karsinogenik;

5) Gangguan terhadap gen yang menyebabkan cacat pada bayi yang dilahirkan karena sang ibu pada waktu hamil terpapar zat yang bersifat mutagenik dan teratogenik melalui air;

6) Tekanan darah tinggi, bila dalam air minum terkandung banyak garam (NaCl);

7) Batu ginjal, bila dalam air minum terkandung banyak kapur atau mineral lain dengan kadar yang melampaui batas;

Menurut Manik (2003), pencemaran air oleh limbah domestik dan industri atau kegiatan lainnya dapat dicegah atau diminimalkan dengan cara:

a) Mengumpulkan limbah padat domestik sehingga tidak masuk ke perairan umum;

b) Memanfaatkan limbah padat domestik untuk keperluan lain, seperti pengomposan untuk limbah bahan organik dan sistem daur ulang bagi limbah lainnya;

c) Memproses limbah padat domestik dengan sistem landfill sanitary (sistem penimbunan berlapis);

16 d) Memisahkan limbah padat dari limbah cair sehingga limbah padat tidak

bercampur dengan limbah cair;

e) Mengolah limbah cair industri sehingga dapat digunakan kembali (sistem daur ulang);

f) Membangun Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPLC) sehingga kualitas limbah cair yang dibuang ke perairan umum tidak melampaui baku mutu yang berlaku;

g) Mengurangi atau mengganti bahan kimia (penolong) dalam proses produksi sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan;

h) Mengumpulkan limbah bahan berbahaya dan beracun dan diolah secara khusus.

2.5 Banjir

Pengertian banjir menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2003), adalah aliran air di permukaan tanah (surface water) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan/aliran dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia. Yayasan IDEP (2005), menyebutkan bahwa banjir merupakan ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir juga merupakan ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi.

Menurut Naryanto dkk. (2009), penyebab banjir pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata

17 ruang dan berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada daerah aliran sungai, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya.

Masalah banjir cenderung meningkat dari tahun ke tahun terutama disebabkan oleh adanya perubahan watak banjir serta pesatnya pembangunan berbagai kegiatan manusia di dataran banjir. Perkembangan tersebut sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan di daerah dataran banjir.