• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Persediaan dalam Penilaian dan Pengungkapan

1. Penilaian Persediaan

SAK ETAP Bab 11 mengatur prinsip-prinsip pengakuan dan pengukuran persediaan. Persediaan menurut SAK ETAP Bab 11 (2013: ETAP.39) didefinisikan sebagi berikut :

“Persediaan adalah aset :

(a) untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;

(b) dalam proses produksi untuk kemudian dijual; atau

(c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.”

Pengertian persediaan menurut Indrajit dan Djokopranoto (2013: 3), “Barang persediaan atau disebut inventory adalah barang-barang yang biasanya dapat dijumpai di gudang tertutup, lapanga, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain, baik berupa bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, barang-barang untuk keperluan operasi, atau barang-barang untuk keperluan suatu proyek”.

b. Penggolongan Persediaan

SAK ETAP paragraf 3 menjelaskan bahwa standar ini diterapkan untuk semua jenis persediaan, kecuali:

1) Persediaan dalam proses (work in progress) dalam kontrak konstruksi termasuk kontrak jasa yang terkait secara langsung.

2) Efek tertentu (terdapat pada ETAP Bab 10 Investasi pada Efek Tertentu)

Penggolongan persediaan menurut Djokopranoto (2013: 8-9) dapat dibagi atas beberapa jenis atau klasifikasi utama yaitu:

a. Bahan baku (raw materials)

Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan.

b. Barang setengah jadi (semi finished product)

Hasil olahan barang mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang di jual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain.

c. Barang jadi (finished products)

Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan/dijual.

d. Barang umum dan suku cadang (general materials and

spare parts)

Segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan. Sering kali barang

persediaan jenis ini disebut juga barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi, atau MRO materials

(maintenance, repair and operation) e. Barang untuk proyek (work in progress)

Barang-barang yang akan ditumpuk menunggu pemasangan dalam suatu proyek baru.

f. Barang dagangan (commodities)

Barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.

Penggolongan persediaan menurut Haryono Jusup (2011: 418-419), tergantung jenis perusahaan yaitu perusahaan dagang atau perusahaan maufaktur. Perusahaan dagang biasanya memiliki berbagai jenis barang yang sangat banyak. Sebagai contoh, sebuah supermarket menjual ratusan bahkan mungkin ribuan jenis barang. Persediaan barang pada perusahaan dagang biasanya memiliki dua karakteristik umum, yaitu (1) barang-barang tersebut merupakan milik perusahaan, dan (2) barang-barang siap dijual kepada konsumen (umumnya tanpa diolah atau diproses lebih dahulu). Berdasarkan karakteristik tersebut perusahaan dagang hanya membutuhkan satu kelompok persediaan yaitu persediaan barang dagangan.

c. Nilai Realisasi Neto

SAK ETAP Bab 11 Paragraf 3 menjelaskan bahwa entitas harus mengukur nilai persediaan pada nilai mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual.

Pada keadaan tertentu persediaan bisa mengalami penurunan nilai karena persediaan rusak, seluruh atau sebaian persediaan telah usang, atau adanya penurunan harga jual. PSAK No. 14 paragraf 28 menjelaskan bahwa praktitk penurunan nilai persediaan di bawah biaya perolehan menjadi nilai realisasi neto konsisten dengan pandangan bahwa aset seharusnya tidak dinyatakan melebihi jumlah yang diharapkan dapat direalisasi dari penjualan atau penggunaannya.

d. Biaya Persediaan

SAK ETAP Bab 11 Paragraf 4 menjelaskan bahwa biaya perolehan persediaan mencakup seluruh biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lainnya yang terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi dan lokasi sekarang.

1) Biaya Pembelian

Biaya Pembelian SAK ETAP Bab 11 paragraf 3 menjelaskan biaya persediaan sebagai berikut:

“Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat direstitusi kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara

langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, potongan, dan lainnya yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.”

2) Biaya Lain yang Termasuk dalam Persediaan

SAK ETAP Bab 11 paragraf 5 menjelaskan bahwa entitas harus memasukkan biaya-biaya lain ke dalam biaya persediaan hanya sepanjang biaya tersebut terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi dan lokasi sekarang. 3) Biaya yang Tidak Termasuk dalam Persediaan

Contoh biaya yang tidak termasuk dalam biaya persediaan dan biaya tersebut diakui sebagai beban pada periode terjadinya adalah:

a) Biaya bahan tidak terpakai, tenaga kerja dan biaya produksi lainnya yang tidak normal.

b) Biaya penyimpanan, kecuali biaya yang diperluikan dalam proses produksi sebelum tahap produksi selanjutnya.

c) Biaya overhead administratif yang tidak berkontribusi untuk membuat persediaan ke kondisi dan lokasi sekarang

d) Biaya penjualan e. Metode Pencatatan Persediaan

Sistem pencatatan persediaan barang dagang pada umumnya dilakukan dengan dua metode yaitu sistem periodik

(physical) dan sistem perpetuan. Sistem pencatatan persediaan Menurut Agus, Wibowo, dan Hexana (2016: 97-98) :

1) Sistem Periodik

Dalam pencatatan persediaan berdasarkan sistem periodik, mutasi barang tidak ditelusuri lebih lanjut. Pada pembelian barang dicatat dalam akun Pembelian Barang sebesar biaya perolehannya, sedangkan pada saat penjualan, barang dicatat dalam akun Penjualan Barang sebesar harga jualnya. Oleh karena tidak dicatatnya, mutasi barang, maka beban pokok penjualan tidak dapat diketahui setiap kali transaksi penjualan barang terjadi.

2) Sistem Perpetual

Pada sistem perpetual, tiap-tiap jenis barang dicatat secara detail dalam kartu persediaan (sebagai kartu pembantu persediaan). Pada kartu tersebut, mutasi tiap-tiap jenis barang dicatat secara kontinyu, baik kuantitas maupun biaya perolehannya. Pada saat terjadi pembelian barang dagang, hal tersebut dicatat di posisi debit akun Persediaan Barang sebesar biaya peolehannya dan posisi kredit akun Utang Usaha atau Kas. Pada saat Penjualan Barang sebesar biaya perolehannya dicatat dalam dua jurnal. Jurnal pertama mencatat akun Penjualan Barang diposisi kredit sebesar nilai penjualan dan posisi debit akun Piutang Usaha atau Kas,

sedangkan jurnal kedua mengkredit akun Persediaan Barang dan mendebit akun Beban Pokok Penjualan. Oleh karena beban pokok penjualan dapat diketahui langsung, maka penyesuaian pada akhir periode tidak perlu dilakukan. f. Rumus Biaya

SAK ETAP 11.14 menjelaskan bahwa entitas harus mengukur biaya persediaan untuk jenis persediaan yang normalnya tidak dapat dipertukarkan, dan barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu dengan menggunakan identifikasi khusus atas biayanya secara individual.

Entitas harus menentukan biaya persediaan, selain yang terkait dengan paragraf 11.14 dengan menggunakan rumus biaya Masuk-Pertama Keluar-Pertama (MPKP) atau dengan rata-rata tertimbang. Rumus biaya yang sama harus digunakan untuk seluruh persediaan dengan sifat dan pemakaian yang serupa. Persediaan dengan sifat atau pemakaian yang berbeda, penggunaan rumus biaya yang berbeda dapat dibenarkan. Metode masuk terakhir keluar pertama (MTKP) tidak diperkenenkan oleh SAK ETAP.

Kieso dkk (2013 : 270-272) mejelaskan bahwa metode penilaian persediaan terbagi atas dua, yaitu :

1) First-In, First-Out (FIFO)

Metode ini mengasumsikan persediaan barang dagangan yang paling awal dibeli merupakan persediaan barang dagangan yang pertama terjual. Pada umumnya ini merupakan praktik bisnis yang baik dengan menjual barang yang paling lama/tua terlebih dahulu. Kos barang yang dibeli paling awal merupakan kos pertama yang merupakan penentuan pengakuan Harga Pokok Penjualan (HPP) dalam metode ini.

2) Average Cost.

Metode average-cost mengalokasikan barang yang tersedia di jual atas dasar weighted-average unit cost (kos unit rata-rata tertimbang) yang terjadi. Rumus yang dapat digunakan yaitu dengan membagi Cost of Goods Available for Sale dengan Total Units Available for Sale.

g. Penurunan Nilai

SAK ETAP Bab 11 paragraf 16 menjelaskan bahwa jika suatu jenis dari persediaan menurun nilainya (misalnya karena kerusakan, keusangan, atau penurunan harga jual), maka persediaan harus diukur pada harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual, serta mengakui kerugian penurunan nilai.

h. Pengakuan Sebagai Beban

SAK ETAP Bab 11 paragraf 17 menjelaskan standar pengakuan sebagai beban yaitu jika persediaan dijual, maka jumlah tercatatnya diakui sebagai beban periode di mana pendapatan yang terkait diakui.

Dokumen terkait