• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Metode Analisis Data

4. Uji Hipotesis

Untuk pengujian hipotesis perbandingan antara bank syariah di Asia Tenggara ini akan dilakukan dua alat uji, yaitu uji ANOVA dilakukan apabila pada uji normalitas data ditemukan bahwa data terdistribusi dengan normal. Jika data tidak terdistribusi dengan normal maka pengujian atas hipotesis perbandingan dilakukan dengan menggunakan alat uji Kruskal-Wallis.

a. Uji ANOVA

Uji ANOVA adalah uji yang digunakan untuk menguji rata-rata pengaruh perlakuan dari suatu percobaan yang menggunakan satu faktor, di mana satu faktor tersebut memiliki tiga atau lebih kelompok (Siregar, 2013: 14). Asumsi yang digunakan pada pengujian ANOVA adalah sebagai berikut:

1. Data dari sampel berjenis interval atau rasio.

2. Sampel yang akan diuji lebih dari dua sampel.

3. Sampel yang akan diuji berdistribusi normal.

4. Varian setiap sampel h narus sama.

Berikut akan dijelaskan langkah-langkah uji statistik menggunakan metode ANOVA.

1. Menentukan hipotesis dan . 2. Menentukan taraf signifikansi atau . 3. Menghitung nilai .

4. Menentukan kriteria pengujian.

Jika , maka terima . Jika , maka tolak . Atau jika menggunakan nilai signifikansi:

Jika , maka terima . Jika , maka tolak . 5. Membuat kesimpulan.

b. Uji Kruskal Wallis

60

Uji Kruskal Wallis diperkenalkan oleh William Hendry Kruskal dan Wilson Allen Wallis pada tahun 1952 yang merupakan alternatif dari uji F untuk menguji kesamaan nilai rata-rata dari 2 sampel atau lebih dalam analisis variansi (Qadratullah, 2017: 27). Uji ini adalah turunan dari uji Wilcoxon untuk 3 sampel atau lebih. Metode ini adalah metode statistika non-parametrik dimana prosedurnya dapat dilakukan untuk bentuk data apapun, tipe data apapun, dan ukuran data apapun. Asumsi yang digunakan pada uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut (Siregar, 2013: 97).

1. Data merupakan sampel acak hasil pengamatan.

2. Sampel tidak berdistribusi tertentu.

3. Jumlah sampel tidak besar.

4. Skala pengukuranang dipakai ordinal.

5. Ketiga sampel tidak saling memengaruhi.

6. Variabel yang diamati yaitu variabel acak kontinu.

Berikut akan dijelaskan langkah-langkah uji statistik menggunakan metode Kruskal Wallis.

1. Menentukan hipotesis dan . 2. Menentukan taraf signifikansi atau . 3. Menghitung nilai .

Kruskal Wallis merumuskan statistic uji H sebagai berikut:

[ ]

Dimana:

= Banyak baris dan table

= Jumlah ranking dalam kolom ke . 4. Menentukan kriteria pengujian.

Jika , maka terima . Jika , maka terima . Atau jika menggunakan nilai signifikansi:

Jika , maka terima . Jika , maka tolak . 5. Membuat kesimpulan.

61

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian

ASEAN (Assciation of Southeast Asian Nation) adalah asosiasi negara-negara yang terbentuk pada kawasan Asia Tenggara diantaranya adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Myanmar. Dengan total lebih dari 620 juta jiwa dan nilai ekonomi sebesar USD 2,6 triliun, diperkirakan kawasan ASEAN dapat menjadi kawasan ekonomi kelima terbesar pada tahun 2020 (ICD, 2017: 76).

Kawasan Asia Tenggara menjadi pusat dunia dalam perkembangan industri perbankan syariah dan keuangan syariah. Indonesia dan Malaysia menjadi dua negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi pendorong berkembangnya industri tersebut. Dengan perkembangan sistem perbankan dan keuangan syariah di dunia, kedua negara tersebut mendorong negara-negara di ASEAN untuk berkontribusi dalam mengembangkan industri keuangan syariah (Rama, 2015: 175).

Perkembangan sistem perbankan syariah dan keuangan syariah di negara-negara kawasan Asia Tenggara memiliki variasinya tersendiri.

Malaysia menjadi negara yang paling cepat dalam mengembangkan insdustri tersebut dengan total pangsa pasar perbankan syariah yang sudah mencapai sekitar 26% dari keseluruhan aset perbankan nasional. Secara historis Malaysia sudah mengembangkan konsep keuangan syariah sejak tahun 1963 dengan mendiikan Tabugan Haji Malaysia (Rama, 2015: 178).

Indonesia termasuk negara di Asia Tenggara yang saat ini sedang gencar dalam pengembangan sistem perbankan syariah dan keuangan syariah.

Berbeda dengan Malaysia yang menggunakan pendekatan state driven, industri perbankan syariah di Indonesia lebih banyak digerakkan oleh masyarakat market driven. Perbankan syariah di Indonesia mengalami momentum percepatan pertumbuhan sejak diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah (Rama, 2015: 106)

62

Selain di Indonesia dan Malaysia, perbankan syariah juga berkembang di Brunei Darussalam yang mayoritas penduduknya merupakan Muslim, sehingga perkembangan industri keuangan syariah cukup intens.

Thailand dan Filipina juga menjadi negara di Asia Tenggara yang mengembangkan sistem perbankan syariah dan keuangan syariah. Kedua negara tersebut sudah memiliki bank syariah yang secara khusus melayani penduduk Muslim yang menetap di negara tersebut. Sistem regulasi di negara Filipina dan Thailand sudah mengakomodir keberadaan bank syariah dengan cara menerapkan undang-undang tentang perbankan syariah di negara masing-masing (Rama, 2015: 107).

1. Indonesia

Negara indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia berpotensi untuk menjadi pusat pertumbuhan industri keuangan syariah.

Posisi Indonesia dalam industri keuangan syariah menunjukkan perkembangan yang positif dan meningkat diantara negara-negara lain seperti GCC, MENA dan Malaysia. Berdasarkan pada Global Religius Future, penduduk Muslim Indonesia pada tahun 2010 berjumlah 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi. Pada tahun 2020, penduduk Indonesia yang beragama Islam diperkirakan akan mencapai 229,62 juta jiwa (Kusnandar, 2019: 1).

Grafik 4. 1 Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia

Sumber: LKPSI OJK 2019

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Aset 12.42% 8.99% 20.28% 18.97% 12.57% 9.93%

Pembiayaan 8.37% 7.06% 16.42% 15.24% 12.21% 10.89%

Dana Pihak Ketiga 18.53% 6.35% 20.84% 19.89% 11.14% 11.94%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

Pertumbuhan tahunan (yoy)

Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia

Indonesia dapat dilihat bahwa kondisi aset perbankan syariah di Indonesia mengalami perlambatan dalam tiga tahun sebelumnya. Penyaluran pembiayaan perbankan syariah pada 2019 tumbuh 10.89% yang berarti mengalami perlambatan jika dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 12.21%. perlambatan dalam pembiayaan disebabkan oleh masih terfokusnya industri perbankan melakukan konsolidasi untuk memperbaiki kualitas pembiayaan. Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah tumbuh 11.94% dibandingkan periode sebelumnya sebesar 11.14% (OJK, 2019:

14-20).

Dalam pengukuran kesehatan keuangan bank, Bank Indonesia sebagai bank sentral mengeluarkan kebijakan tentang penilaian kesehatan bank umum berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011.

Kebijakan tersebut merupakan penilaian terhadap empat faktor, yang terdiri dari Profil Risiko (Risk Profile), Good Corporate Governance, Rentabilitas (Earnings), dan Permodalan (Capital) atau RGEC. Ketentuan pelaksanaan penilaian RGEC selengkapnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tentang penilaian kesehatan bank umum (Suhadak & Rizkiyah, 2017: 164).

 Bank Syariah Mandiri (BSM)

PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi pada 1 November 1999/25 Rajab 1420 H Bank Syariah Mandiri tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan harmonisasi idealisme dengan nilai-nilai spiritual yang melandasi kegiatan operasionalnya.

Harmonisasi idealisme usaha dan nilai-nilai spiritual inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. Per Desember 2017 Bank Syariah Mandiri memiliki 737 kantor layanan di seluruh Indonesia, dengan akses lebih dari 196.000 jaringan ATM (Bank Syariah Mandiri, 2017)

Bank Syariah Mandiri pernah mengganti nama sebanyak 5 (lima) kali, sejak pertama kali berdiri, dari semula bernama PT Bank Industri Nasional (BINA) berdasarkan Akta No. 115 tanggal 15 Juni

64

1955 dihadapan Notaris Meester Raden Soedja, S.H,. Kemudian, berubah nama dari PT Bank Industri Nasional (BINA) menjadi PT Bank Maritim Indonesia berdasarkan Anggaran Dasar No. 12 tanggal 06 April 1967.

Selanjutnya, terjadi perubahan nama kembali dari PT Bank Maritim Indonesia menjadi PT Bank Susila Bakti (BSB) sesuai dengan Akta Berita Acara Rapat No. 146 tanggal 10 Agustus 1973 dibuat di hadapan Notaris Raden Soeratman, S.H,. Pada tahun 1999, PT Bank Susila Bakti mengalami perubahan kegiatan usaha dari Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah.

Perubahan tersebut, mengakibatkan terjadi perubahan nama PT Bank Susila Bakti menjadi PT Bank Syariah Sakinah Mandiri berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 29 tanggal 19 Mei 1999 di hadapan Notaris Machrani Moertolo Soenarto,S.H.

Pada tahun 1999, mengalami perubahan nama kembali dari PT Bank Syariah Sakinah Mandiri menjadi PT Bank Syariah Mandiri sesuai dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perubahan Anggaran Dasar No. 23 tanggal 08 September 1999. Selanjutnya Bank telah mendapatkan izin usaha dari Bank Indonesia (BI) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No.

1/24/ KEP.BI/1999, tanggal 25 Oktober 1999 sebagai bank umum berdasarkan prinsip syariah. Kemudian, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri.

Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 01 November 1999 (PT Bank Syariah Mandiri, 2018: 62).

2. Malaysia

Malaysia termasuk dalam negara dengan industri keuangan syariah yang maju secara global bersama dengan Saudi Arabia dan Iran. Di wilayah Asia, perbankan syariah di Malaysia merupakan yang paling maju

peraturan yang ketat, serta infrastruktur penunjang lainnya. Malaysia bahkan sampai menerapkan undang-undang baru yakni UU komprehensif

& UU Jasa Keuangan Islam yang telah berlaku sejak Juni 2013 dengan tujuan untuk meningkatkan industri perbankan. Pangsa pasar Malaysia pada tahun 2000 diperkirakan 5,3%, kemudian pada tahun 2017 pembiayaan syariah tercatat menyumbang 34,9% dari total pinjaman dan pembiayaan. Bank syariah di Malaysia pun menawarkan kepada masyarakat berbagai produk yang inovatif dan kompetitif. Pada tahun 2017, bank syariah mencatat laba sebelum pajak yang lebih tinggi yakni sebesar RM 6,7 miliar jika dibandingkan pada tahun 2016 yang sebesar RM 5,6 miliar (BNM, 2018: 51).

Dalam mengukur kesehatan keuangan perbankan syariah, Bank Negara Malaysia (BNM) sebagai bank regulasi negara Malaysia menerapkan regulasi UU Islamic Financial Services (IFSA) Act 2013 dan Financial Services Act 2013. UU tersebut memberikan kewenangan dalam penilaian kesehatan bank syariah supaya terdapat persaingan yang sehat.

UU ini turut mengembangkan perbankan syariah Malaysia dan memberikan aturan tentang tata kelola lembaga keuangan syariah (Rama, 2015: 117)

Terdapat enam belas bank syariah di Malaysia, diantaranya adalah Affin Islamic Bank, CIMB Islamic Bank Berhad, Al Rajhi Islamic Bank, AmBank Islamic Behard, HSBC Amanah, Bank Islam Malaysia Berhad, Allliance Islamic Bank, Hong Leong Islamic Bank, Bank Muamalat Malaysia Berhad, Kuwait Finance House Berhad, OCBC Al Amin, Maybank, Public Islamic Bank, Standard Chartered Saadiq Berhad, MBSB Bank Berhad dan RHB Islamic Bank. Terdapat bank syariah dengan perolehan total aset tertinggi di Malaysia yaitu CIMB Islamic Bank Berhad.

 CIMB Islamic Bank Berhad (CIBB)

CIMB Islamic Berhad yang berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia merupakan waralaba layanan perbankan syariah dan keuangan

66

syariah global dari CIMB Group. CIMB Islamic Bank Berhad termasuk kedalam grup perbankan terbesar kelima di Asia Tenggara, dengan lebih dari 39.000 staff di 15 negara di kawasan Asia Tenggara, kawasan Asia dan sekitarnya. Hal ini memungkinkan CIMB Islamic Bank Berhad untuk memberikan berbagai jenis produk dan layanan kepada pelanggan komersil, perusahaan, dan institusi di seluruh kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Utara, Timur Tengah, dan pusat keuangan internasional. Produk dan operasional CIMB Islamic Bank Berhad dikelola dengan sangat ketat sesuai prinsip-prinsip Syariah di bawah bimbingan Komite Syariah CIMB, yang terdiri dari para cendekiawan Islam terkemuka di dunia (CIMB Islamic Bank, 2020: 1).

CIMB Islamic Bank diresmikan pada 2 Juni 2003 oleh Zeti Akthar Aziz yang menjabat sebagai Gubernur Bank Negara Malaysia pada saat itu. Kemudian pada 6 Juni 2005 CIMB Islamic Bank Berhad bergabung dengan Commerce Tijari Bank. Setahun kemudian, CIMB Group memulai rebranding dan CIMB Islamic diganti merek dan meluncurkan logo baru berwarna hijau. Pada tahun yang sama yakni pada tahun 2005, CIMB Islamic mulai dibuka di Singapura. Pada 2008 CIMB bermitra dengan Principal Financial Group (PFG) untuk mendirikan joint veture dalam pengelolaan dana syariah. Berpusat di Kuala Lumpur, CIMB-Principal Islamic Asset Management yang merupakan unit manajemen dana Syariah global PFG dengan kredensial kuat dari CIMB Islamic Bank Berhad untuk memanfaatkan selera institusional global yang berkembang untuk investasi yang sesuai dengan Syariah. Di Indonesia, Niaga Syariah dan Lippo Salam bergabung menjadi CIMB Niaga Syariah. Setelah berjalan dua tahun, CIMB Islamic Bank Berhad memodifikasi logo CIMB Islamic Bank Berhad yang sekarang berwarna merah. Pendapatan CIMB Islamic menembus angka RM 1 miliar untuk pertama kalinya. Pada tahun 2013, CIMB Islamic menutup tahun sebagai bank syariah terbesar kedua di kawasan Asia tenggara (CIMB Islamic Bank, 2020: 2)

Brunei Darussalam adalah negara anggota ASEAN yang menganut sistem pemerintahan monarki kesultanan dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Sejalan dengan filosofi Monarki Islam Brunei, perbankan dan keuangan Islam telah menjadi salah satu sektor utama yang fokus dalam industri jasa keuangan. Saat ini, sektor jasa keuangan syariah meliputi perbankan, takaful, manajemen aset, reksadana dan trust services (AMBD, 2020: 1).

Dalam mengukur kesehatan keuangan bank, Autoriti Monetari Brunei Darussalam (AMBD) sebagai bank sentral Negara Brunei Darussalam menerapkan regulasi yang mengatur bahwa Bank harus menetapkan fungsi audit internal yang efektif yang memiliki sumber daya yang memadai dan independen dari kegiatan yang diaudit. Fungsi audit internal harus memberikan jaminan independen kepada manajemen dewan dan harus mendukung dewan dalam mempromosikan proses tata kelola yang efektif dan kesehatan jangka panjang bank (AMDB, 2017: 4).

Bank pertama di Brunei berdiri sejak sebelum terjadinya kolonisasi oleh Inggris pada tahun 1935 bernama Post office Saving Bank. Pada pertengahan tahun 1980 bank National of Brunei melakukan merger dengan Islamic Development bank (IDB) menjadi international Bank of Brunei. Bank ini menjadi pionir bank lokal yang ada di Brunei pada saat itu (Rama, 2015: 119).

Berdasarkan laporan Autoriti Monetari Brunei Darussalam (AMBD), Perbankan Syariah pertama kali diperkenalkan di Brunei Darussalam pada awal 1990-an dan sejak saat itu mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Pada 2010, ia memegang peran penting dalam industri perbankan Brunei Darussalam dengan total aset B$ 6,36 miliar dan simpanan sebesar B$ 5,167 miliar yang menyumbang 37% dan 34,6% dari total pangsa pasar. Demikian pula industri takaful telah mampu menembus pasar asuransi dengan pangsa pasar yang cukup besar yaitu 42% (premi bruto) dan 20% (aset) pada akhir 2010. Pada tahun 2006, Pemerintah Brunei Darussalam meluncurkan Program Pasar Uang Sukuk Al-Ijarah

68

Jangka Pendek. Tujuan utama dari penerbitan sukuk perdana adalah untuk berkontribusi pada pengembangan awal pasar modal. Penerbitan ini juga berfungsi sebagai alat likuiditas dalam mengatur industri perbankan. Pada 2011, total sukuk B$ 3,651 miliar telah dikeluarkan dari Seri 1 hingga Seri 68 yang bertenor 91 hari dan 364 hari (www.ambd.gov.bn, 2020)

 Bank Islam Brunei Darussalam Berhad (BIBD)

Mayoritas warga negara Brunei Darussalam yang merupakan Muslim mendorong munculnya permintaan dan peluang bagi perbankan syariah. Pada tahun 1992 didirikanlah bank syariah pertama dengan nama Tabungan Amanah Islam Brunei (TAIB) yang pada awal mulanya merupakan sebuah group mutual fund untuk mengorganisir dana haji masyarakat dan juga sebagai lembaga tabungan dan pinjaman milik pemerintah Brunei Darussalam. Kemudian pada tahun 1993 dibentuk bank syariah kedua dengan nama Islamic Bank Brunei (CIBB) yang memberikan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah terkhusus dalam bidang keuangan komersil dan perdagangan.

Selain TAIB dan CIBB terdapat satu bank syariah lainnya yaitu Islamic Development Bank Berhard (IDBB) yang kemudian pada tahun 2005 melakukan merger dengan CIBB dan mengganti nama baru menjadi Bank Islam Brunei Darussalam Berhard (BIBD) (Rama, 2015: 119).

BIBD merupakan bank Islam terbesar di Brunei dan lembaga keuangan Islam unggulan yang diakui secara internasional yang diatur oleh praktisi terbaik global di bawah bimbingan tim manajemen yang berpengalaman. BIBD berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan nasabah dari semua lapisan masyarakat melalui inovasi layanan, produk dan teknologi yang berkelanjutan. Sebagai bank Islam andalan Brunei dan penyedia layanan keuangan terbesar, dengan sekitar 900 karyawan dan aset senilai B$ 10,7 miliar yang dikelola, BIBD dengan bangga melayani lebih dari 216.000 nasabah, termasuk klien ritel, korporat, dan internasional. Berkantor pusat di Bandar Seri Begawan, BIBD memiliki tujuh belas cabang di lokasi strategis di empat distrik Brunei dan

negara tersebut (www.bibd.com.bn, 2020).

4. Filipina

Filipina adalah negara di kawasan Asia Tenggara yang 80%

penduduknya menganut penganut Kristiani, penduduk Muslim di negara tersebut hanya terdapat sekitar 8,5% atau sekitar 6 juta penduduk dari total jumlah populasi.

Menurut (Saharman, 2014: 50) perbankan syariah di Filipna kini sedang menghadapi berbagai macam tantangan diantaranya adalah: (i) ketiadaan kerangka regulasi yang mampu menyokong berdirinya jumlah bank dan produk keuangan syariah yang bervariasi lebih banyak. (ii) Minimnya sumber daya insani yang memadai dan ahli dalam bidang keuangan syariah. (iii) Kondisi perekonomian penduduk Muslim di beberapa wilayah di Filipina seperti Mindanau justru menjadi wilayah termiskin sebagai dampak dari peperangan. (iv) Lemahnya tingkat kesadaran masyarakat Muslim akan sistem keuangan syariah.

Untuk mengukur kesehatan keuangan perbankan, Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) sebagai bank sentral negara Filipina menerapkan regulasi sebagaimana diatur oleh BSP mulai Juli 2007 tentang kerangka kerja Basel II, untuk mempromosikan keselamatan dan kesehatan dalam sistem keuangan dan mempertahankan setidaknya tingkat keseluruhan modal saat ini dalam sistem, meningkatkan kesetaraan kompetitif, merupakan pendekatan yang lebih komprehensif untuk mengatasi risiko.

BSP berbasis risiko pengawasan, dimana tindakan penegakannya adalah bagian penting, berfokus pada keselamatan dan kesehatan operasional (BSP, 2017: 3).

 Al-Amanah Islamic Bank of the Philippines (AIBF)

Pada tahun 1973, Presiden Ferdinand Marcos meresmikan berdirinya Amanah Islamic Bank dengan kapitalisasi awal sebesar 50 Juta peso. Dimaksudkan untuk menjadi bank pembangunan, menginvestasikan 75% dari total dana pinjamannya untuk menyediakan fasilitas kredit jangka menengah dan panjang untuk masyarakat pada

70

provinsi yang didominasi oleh umat Muslim di Cotabato, Cotabato Selatan, Lanao del Sur, Lanao del Norte, Sulu, Basilan, Zamboanga del Norte, Zamboanga del Sur dan Palawan. Pada 1974, Keputusan Presiden No. 542 diterbitkan sebagai pedoman untuk mengimplementasikan prinsip syariah dalam sistem perbankan. Namun, pedoman tersebut tidak dijalankan secara komprehensif karena kurangnya pengakuan dan dukungan terhadap perbankan syariah di Negara tersebut membuat Bank kurang kompetitif dalam bersaing dengan perbankan konvensional yang lebih dominan di Filipina (www.amanahbank.gov.ph, 2020).

Filipina walaupun hanya terdapat satu bank syariah di negaranya, akan tetapi pada 20 tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Saat ini Al-Amanah Islamic Bank of the Philippines (AIBF) sudah memiliki 9 cabang yang tersebar di 8 kota strategis di wilayah Mindanau (Rama, 2015: 123).

5. Thailand

Muslim merupakan penduduk terbesar kedua di Thailand dengan persentase sekitar 10% atau sekitar 6 juta jiwa, umumnya penduduk Muslim tinggal di wilayah bagian Selatan Thailand. Menjadi minoritas dan berada ditengah mayoritas penduduk Thailand yang beragama Budha tidaklah mudah, Umat Islam di Thailand menghadapi kekurangan fasilitas yang memadai dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, termasuk dalam sektor ekonomi, perbankan dan keuangan syariah.

Keuangan syariah di Thailand sudah ada sejak tahun 1984 dalam bentuk tabungan koperasi dengan nama Pattani Saving Cooperative yang bertujuan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat khususnya yang tinggal di bagian selatan Thailand. Koperasi ini berdiri berdasarkan undang-undang koperasi (corporative act), Thailand Muamalat Law 1968 dalam ketegori tabungan koperasi dan di bawah pengawasan Lembaga Islam (Islamic Council) Provinsi Pattani. Pada akhir tahun 2001, jumlah aset dari Pattani Saving Cooperative mencapai sekitar USD 2,75 juta.

Selanjutnya, pada tahun 2004, empat koperasi tabungan syariah berdiri di

Tabungan As-Siddiq, Koperasi Tabungan Saqaffah, dan Koperasi Tabungan Al-Islamiah (Rama, 2015: 125)

Dalam mengukur tingkat kesehatan keuangan perbankan, Bank of Thailand (BOT) sebagai bank sentral bekerja sama dengan lembaga regulasi lainnya, melakukan pengawasan dan analisis mikro dan makroprudensial terpadu untuk mengidentifikasi, memantau dan menilai risiko, tren, dan konsentrasi di dalam dan lintas sistem perbankan menggunakan berbagai alat dan pendekatan. Sebagai contoh, informasi keuangan dari laporan peraturan, indikator kesehatan keuangan, dan hasil stress test dianalisa (mencakup area seperti kualitas aset, kecukupan modal, profitabilitas, dan likuiditas) untuk mengidentifikasi potensi risiko terhadap masing-masing bank dan sistem perbankan (IMF, 2019: 66).

 Islamic Bank of Thailand (IBT)

Pada tahun 2002 parlemen Thailand mengesahkan undang-undang perbankan syariah dengan nama The Islamic Bank of Thailand Act yang merupakan respon dari banyaknya bank pemerintah yang menawarkan produk keuangan syariah dan munculnya aspirasi untuk mendirikan bank yang seutuhnya beroprasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah secara legal berdasarkan hukum Thailand. Undang-undang tersebut menjadi dasar hukum dari pendirian bank syariah pertama di Thailand dengan nama Islamic Bank of Thailand (IBT) pada tahun 2003. IBT mendapatkan dana dari pemerintah Thailand sebesar 1 miliar Bath dan dikontrol secara langsung oleh Kementerian Keuangan Thailand. IBT terus melakukan ekspansi khususnya di Bangkok dan provinsi bagian Selatan Thailand. Pada tahun 2015 IBT telah memiliki 130 cabang di seluruh negeri. Selain sistem perbankan syariah, pemerintah Thailand juga mengembangkan pasar modal syariah pada tahun 2009, indeks syariah FTSE SET diluncurkan oleh Stock Exchanfe of Thailand yang terdiri dari 86 perusahaan yang sudah dianggap memenuhi standar syariah (Rama, 2015: 125).

72

B. Temuan Hasil Penelitian

1. Rasio Keuangan dengan Pendekatan RGEC a. Komponen Risk Profile

Komponen Risk Profile dalam penelitian ini digambarkan melalui dua aspek rasio, yaitu Non Performing Financing (NPF) dan Financing to Deposit Ratio (FDR).

1) Instrumen Variabel Non Performing Financing (NPF) Tabel 4. 1 Rerata Non Performing Financing 2014-2019

Nama Bank Kode Bank Rerata NPF

Bank Syariah Mandiri BSM 4.68%

CIMB Islamic Bank Berhad CIBB 0.02%

Al Amanah Islamic Bank Filipina AIBF 6.10%

Bank Islam Brunei Darussalam BIBD 4.15%

Islamic Bank Thailand IBT 16.90%

Sumber: Data sekunder diolah

Non Performing Financing (NPF) adalah salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank, karena NPF yang tinggi merupakan indikator kegagalan bank syariah dalam mengelola bisnisnya yang akan memberikan efek bagi kinerja bank. NPF dapat dihitung dengan membandingkan non performing financing terhadap

Non Performing Financing (NPF) adalah salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank, karena NPF yang tinggi merupakan indikator kegagalan bank syariah dalam mengelola bisnisnya yang akan memberikan efek bagi kinerja bank. NPF dapat dihitung dengan membandingkan non performing financing terhadap