• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan dan Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Skema 1. Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat yang dialirkan menuju ke Balai PIALAM Sewon

C. Peningkatan dan Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Tata ruang di Yogyakarta menjadi salah satu elemen keistimewaan. Hal itu tentu tidak bisa lepas dari tata ruang Kasultanan Ngayogyakarta yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I. Dari kota istana itulah embrio dari Kota Yogyakarta. Kota adalah sebuah ekosistem artifisial yang diciptakan demi kelangsungan hidup para komunitas urban. Dalam perkembangannya, sebuah kota akan terus berbenah dan berusaha memenuhi kebutuhan para penghuninya, agar warga kota tersebut merasa nyaman. Hal itu akan tampak dari berbagai fasilitas kota seperti aspek pemerintahan, aspek perumahan, pusat ekonomi, bidang pendidikan, aspek religi, aspek pertahanan, bidang transportasi dan lainnya.

Dengan melihat dari fungsi itu maka kota tidaklah dibangun dalam masa yang singkat, namun dalam waktu yang panjang dan pertumbuhan atau perubahan-perubahan didalamnya sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang bersumber dari banyaknya aktivitas manusia yang berada didalamnya. Pertumbuhan dan perubahan-perubahan pada kota akibat dari jamaknya aktivitas manusia dapat diamati melalui keragaman bangunan, sarana dan prasarana lainnya yang dibangun untuk mendukung aktivitas manusia tersebut. Untuk menjamin kebutuhan warga maka tidak hanya sarana dan prasarana yang dibangun namun juga peraturan yang dibuat agar tata kelola dalam pemerintahan berjalan lancar. Seperti tata kelola yang berkaitan dengan sumber daya air yang menjadi kebutuhan setiap orang.

Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menandai secara formal pergeseran paradigma tata pengelolaan (governance) sumber daya air yang berlaku di Indonesia. Isi undang-undang ini merupakan bentuk pengakuan secara eksplisit bahwa, pertama air bukan saja merupakan barang sosial melainkan juga merupakan barang ekonomi yang untuk mendapatkannya memerlukan pengorbanan, sehingga pemanfaatannya harus mengikuti asas efisiensi dan keadilan.

Kedua, karena sifatnya sebagai “common pool resources131” maka di dalam pengelolaan sumber daya air diperlukan penerapan asas desentralisasi, partisipasi masyarakat dan keterpaduan. Dalam rangka memberi tempat bagi peran serta masyarakat, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 mengamanatkan pembentukan suatu wadah koordinasi (dewan sumberdaya air) pada berbagai strata wilayah administrasi-nasional, provinsi, kabupaten/kota atau tiap wilayah. Oleh karenanya, Pemerintah Kota dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana baik secara umum maupun yang berkaitan dengan pengelolaan limbah.

Kemudian, seperti yang kita tahu keberadaan sungai dalam kehidupan manusia memiliki banyak fungsi. Sungai tidak hanya berfungsi sosial, namun juga budaya, ekonomi, rekreasi, irigasi, bahkan untuk keperluan mandi cuci dan lainnya.Sungai adalah potret dari bagaimana perilaku manusia memperlakukan alam semesta dan sebagai salah satu wadah tempat berkumpulnya air dari suatu kawasan.132 Keberadaan sungai sebagai sumber kehidupan, membuat pemerintah memberikan perhatian lebih, khususnya terhadap pemukiman-pemukiman yang dilalui oleh aliran sungai-sungai besar. Untuk wilayah Yogyakarta misalnya Sungai Code, Gajah Wong, atau Kali Winongo. Perhatian ini ditunjukkan dengan peningkatan pembangunan sarana dan prasarana di pemukiman yang dilalui oleh aliran sungai-sungai tersebut.

Beberapa kawasan yang dilalui oleh Kali Winongo menjadi sasaran utama program peningkatan sarana dan prasarana dari Pemerintah, khususnya pada 2019. Beberapa wilayah tersebut adalah Kelurahan Kricak, Bener, Tegalrejo, Bumijo, Pakuncen, Pringggokusuman, Ngampilan, Notoprajan, Wirobrajan, Patangpuluhan dan Gedongkiwo.133 Dengan adanya program ini, secara perlahan

131common pool resourcesberarti sumber daya bersama, yang bermanfaat bagi sekelompok orang, tetapi memberikan manfaat yang berkurang bagi setiap orang jika setiap individu mengejar kepentingannya sendiri.

132 Ekha Yogafanny (2015), Pengaruh Aktifitas Warga di Sempadan Sungai terhadap Kualitas Air Kali Winongo. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan , Volume 7, Nomor 1, Januari 2015 Hal. 41-50.

pemerintah meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana di 11 Kelurahan, yang salah satunya adalah Kelurahan Kricak, tempat dimana Bendolole berada. Di bawah ini merupakan pembangunan sarana dan prasaran yang dilakukan oleh pemerintah, baik secara umum maupun yang khusus mengenai pengelolaan air limbah/sanitasi di Yogyakarta.

1. Pembangunan Balai PIALAM (Balai Pengelola Infrastruktur Air Limbah dan Air Minum Perkotaan)

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pembangunan jaringan/saluran pembuangan air limbah sudah dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda sepanjang kurang lebih 110 km. Akan tetapi, dengan keadaan Kota Yogyakarta yang pada saat itu memiliki banyak pemukiman kumuh serta tingginya tingkat urbanisasi, pembangunan saluran tersebut belum menyelesaikan permasalahan pencemaran karena limbah masih dibuang secara langsung ke sungai-sungai yang melintasi kota.134

Dengan adanya hal ini, baik Pemerintah Kota Yogyakarta maupun Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berusaha untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Beberapa sarana dan prasarana dibangun untuk menyelesaikan permasalahan limbah di Yogyakarta. Salah satunya yakni dengan dibangunnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terpusat pada 1994-1995, yang berasal dari dana hibah pemerintah Jepang melalui Departemen Pekerjaan Umum senilai Rp. 59 milyar.135

Instalasi Pengolahan Air Limbah Terpusat ini dibangun di Sewon, Jalan Bantul KM.8, Dusun Cepit, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Balai IPAL Bantul ini mengalami beberapa kali perubahan nama. Pada Januari 2015 Balai IPAL berubah menjadi Balai PISAMP (Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi

134Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Balai PIALAM: Balai Pengelola Infrastruktur Air Limbah dan Air Minum Perkotaan, (Yogyakarta: Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, 2019) hlm. 3

dan Air Minum). Kemudian pada 1 Januari 2019, Balai PISAMP (Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum) berubah nama menjadi Balai PIALAM (Balai Pengelolaan Infrastruktur Air Limbah dan Air Minum Perkotaan).136

Gambar 12. Kondisi Balai PIALAM Bantul saat ini.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Balai PIALAM yang berdiri di atas lahan seluar 6,7 Ha ini, bertugas menyelenggarakan pelayanan pengelolaan air limbah domestik meliputi tiga daerah Kota dan Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul.137 Balai PIALAM ini didesain untuk melayani produksi limbah rumah tangga dari 125.000 jiwa atau dengan pelayanan Sambungan Rumah sebanyak 23,755 SR dengan kapasitas volume air masuk 15.500 m3/hari dan BOD IN 332 mg/liter.138

Secara administratif, Balai PIALAM berada di bawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Manusia (DPUP ESDM) Daerah Istimewa Yogyakarta Bidang Cipta Karya. Akan tetapi, pada praktiknya, Balai PIALAM masih memiliki keterkaitan dengan beberapa lembaga seperti;

136Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Op.Cit., hlm 1.

137Reza Zulvian Rismawanto, Op. Cit., hlm. 42

Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta, BAPPEDA Kabupaten/Kota, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan, Keindahan dan Pemakaman (DKKP), dan Kantor Pengendalian Lingkungan Hidup.139

Dokumen terkait