• Tidak ada hasil yang ditemukan

GURU Faktor Individu:

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Upaya untuk Peningkatan Persepsi guru tentang penyelenggaraan PLH

PLH bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kesadaran, pengetahuan, sikap dan keterampilan serta peran serta dalam memecahkan permasalahan lingkungan dan mencegah timbulnya permasalahan baru. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang penuh rasa ingin tahu dan minat, yang secara alamiah senang belajar dan memiliki hasrat untuk menjadikan pengetahuan, budaya dan nilai-nilai yang ada di sekitarnya sebagai bagian internal dari dirinya (Niemic dan Ryan 2009). Cara guru menyampaikan PLH bisa memberikan pengaruh positif ataupun negatif terhadap perilaku lingkungan dari anak didiknya (Desjean-Perrotta et al. 2008). Darner (2009) merangkum dari berbagai sumber bahwa PLH dapat berhasil meningkatkan kemauan/keinginan siswa untuk bertindak dengan cara yang ramah lingkungan apabila dalam proses belajar-mengajar PLH tersebut siswa dilibatkan sebagai peserta aktif. Menurut Niemic dan Ryan (2009) dalam dunia pendidikan guru seringkali menggunakan kendali eksternal, supervisi dan monitoring yang ketat, serta evaluasi yang dibarengi penghargaan dan hukuman untuk memastikan siswanya belajar, yang menyebabkan rasa senang, antusiasme dan minat belajar seringkali berubah menjadi keresahan, kejenuhan dan rasa keterasingan, sehingga siswa tidak lagi tertarik pada materi yang diajarkan dan guru harus menggunakan kendali eksternal untuk memastikan terjadinya pembelajaran.

Ryan dan Brown (2005) diacu dalam Niemic dan Ryan (2009) menyatakan bahwa penyebab utama guru menggunakan strategi pengajaran terkendali dibandingkan strategi pengajaran yang mendukung otonomi siswa di kelas adalah adanya tekanan eksternal pada guru. Pelletier et al. (2002) diacu dalam Niemic dan Ryan (2009) menyatakan bahwa semakin besar tekanan yang dirasakan oleh guru dari atas (misalnya, harus mengejar target kurikulum, adanya tekanan dari standar kinerja), guru akan semakin kurang mendukung otonomi siswa dalam pengajarannya, dan lebih mengendalikan siswanya. Padahal motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik tipe otonomi (motivasi otonomi) sangat mendukung keterlibatan dan pembelajaran optimal siswa dalam konteks pendidikan (Niemic dan Ryan 2009).

Roth et al. (2007) menyatakan bahwa motivasi otonomi untuk mengajar berhubungan positif dengan motivasi otonomi siswa untuk belajar, artinya motivasi otonomi untuk mengajar akan meningkatkan pengajaran yang mendukung otonomi siswa sehingga meningkatkan motivasi otonomi siswa untuk belajar yang selanjutnya akan meningkatkan respon pembelajaran siswa. Roth et

al. (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa motivasi otonomi untuk mengajar

meningkatkan pengajaran yang mendukung otonomi siswa dengan melibatkan beberapa proses, yaitu:

1. Proses pertama melibatkan peningkatan pemahaman guru akan nilai materi yang mereka ajarkan dan keragaman cara untuk menguasai materi tersebut. Guru yang termotivasi secara otonomi akan mengembangkan pemahaman yang mendalam akan manfaat dari materi yang mereka ajarkan dan metode yang digunakan, sehingga mereka dapat memberikan penjelasan dan contoh yang meyakinkan bagi siswa mereka mengenai nilai dan relevansi materi tersebut dan metode pengajaran yang digunakan. Pemahaman guru tersebut terhadap materi yang diajarkan juga akan membuat mereka memahami berbagai faset/bagian dari materi tersebut dan berbagai cara untuk mempelajarinya, sehingga guru dapat memberikan pilihan bagi siswa mereka. 2. Proses kedua melibatkan pemahaman guru terhadap motivasi otonomi dan manfaatnya berdasarkan pengalaman pribadi guru. Guru yang telah merasakan manfaat motivasi otonomi akan menginginkan siswanya juga

79

bertindak dan belajar dengan motivasi otonomi karena guru tersebut memahami bahwa tipe motivasi tersebut akan mengarah pada pembelajaran yang berkualitas tinggi dan meningkatkan apresiasi terhadap materi yang mereka ajarkan dan cintai. Guru tersebut akan melakukan tindakan pengajaran yang mendukung otonomi siswa, seperti menjelaskan relevansi berbagai materi dengan tujuan siswa, dan mengijinkan siswa memilih aktivitas belajar yang mereka sukai.

3. Proses ketiga melibatkan daya tahan yang lebih besar, yang dimiliki oleh guru dengan motivasi otonomi, terhadap tekanan untuk pencapaian dan keprihatinan akan pembentukan kesan, serta investasi lebih besar yang dicurahkan guru dalam pembelajaran berkualitas tinggi. Guru yang lebih termotivasi secara otonomi akan lebih bersedia untuk memberikan pilihan bagi siswanya dan menggunakan lebih banyak waktu untuk menjelaskan relevansi berbagai materi karena mereka tidak terlalu merasakan tekanan untuk memberikan pencapaian formal yang cepat dan mengesankan, dan mereka lebih berkeinginan untuk memperdalam pemahaman akan materi yang mereka ajarkan.

Guru perlu menggunakan strategi pengajaran yang mendukung otonomi siswa dalam belajar untuk dapat mencapai pembelajaran PLH efektif. Hal tersebut dapat dilakukan jika guru memiliki motivasi intrinsik ataupun motivasi otonomi (motivasi eksternal yang bersifat otonomi) dalam mengajar PLH, serta sikap yang positif pula terhadap PLH. Motivasi intrinsik dan sikap positif berkaitan dengan pengajaran PLH berarti bahwa guru memiliki persepsi yang positif tentang efektivitas pengajaran PLH dan manfaat PLH baik bagi dirinya, siswanya, maupun lingkungannya, serta luaran pengajaran PLH yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru memiliki persepsi lingkungan yang terbatas, sebagian besar karena guru kurang mampu mengungkapkan gagasan/pemikiran melalui gambar dan tulisan, yang berarti bahwa kompetensi guru rendah dalam mengungkapkan pemikiran melalui gambar dan tulisan. Guru seharusnya memiliki kemampuan untuk mengungkapkan pemikirannya melalui berbagai macam cara, termasuk gambar dan tulisan, sehingga guru memiliki lebih banyak pilihan cara untuk mengungkapkan persepsi/pemikirannya mengenai

lingkungan dan materi terkait kepada siswanya. Hal ini lebih lanjut akan dapat meningkatkan persepsi guru tentang kompetensi dirinya dalam mengajar PLH. Persepsi positif tentang lingkungan yang diwujudkan dalam perilaku yang positif akan menjadikan guru sebagai teladan yang baik bagi siswanya dalam pembelajaran PLH.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa guru memiliki persepsi positif terhadap penyelenggaraan PLH, namun guru juga memiliki persepsi bahwa kompetensi dan efektivitas dirinya rendah dalam mengajar PLH. Guru seharusnya juga memiliki persepsi yang tinggi terhadap kompetensi dan efektivitas diri dalam mengajar PLH. Persepsi tinggi terhadap kompetensi dan efektivitas diri dalam mengajar PLH dapat berkembang jika guru memahami dasar-dasar PLH serta cara mengimplementasikan PLH, termasuk berbagai metode dan media yang sesuai untuk digunakan dalam pengajaran PLH. NAAEE (2004) menyatakan bahwa seorang tenaga pendidik lingkungan hidup seharusnya menguasai literasi lingkungan, menguasai dasar-dasar PLH, memahami tanggung jawab profesional seorang tenaga pendidik lingkungan hidup, mampu membuat perencanaan dan melaksanakan PLH, dapat membantu pembelajaran, dan memiliki pengetahuan, kemampuan dan komitmen untuk melakukan penilaian dan evaluasi.

Agar guru dapat memenuhi kriteria sebagai seorang tenaga pendidik lingkungan hidup yang berkualitas, maka perlu dilakukan peningkatan persepsi guru yang berarti peningkatan kapasitas guru berkaitan dengan PLH. Peningkatan kapasitas guru dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan dalam jalur pendidikan formal maupun non formal. Guru perlu diberikan kesempatan dan dukungan untuk dapat meningkatkan kompetensinya melalui PLH formal di perguruan tinggi, ataupun berbagai kegiatan PLH non formal.

Kenney et al. (2003) menguraikan bahwa ada beberapa unsur kunci yang perlu diperhatikan agar program pelatihan/pendidikan bagi guru efektif sehingga guru bisa mengaplikasikan hasil dari program tersebut kepada siswanya di sekolah, antara lain:

1. Pendidikan bagi guru sebaiknya didesain secara spesifik agar sesuai dengan karakteristik dan isu-isu lingkungan lokal, dan dapat memenuhi kurikulum sekolah dan standar PLH yang ditetapkan.

81

2. Materi yang diberikan mencakup materi-materi mengenai lingkungan hidup dan praktek-praktek instruksional/pengajaran yang efektif, termasuk cara mengajar di luar kelas. Guru diberi materi mengenai berbagai strategi pengajaran di luar kelas, seperti strategi mengendalikan perilaku siswa, melakukan peralihan antara satu kegiatan ke kegiatan lainnya, menjaga fokus pada tujuan pembelajaran, serta menjadi fleksibel/lentur dan kreatif pada kondisi luar kelas yang terus menerus berubah.

3. Model pelatihan on-the-job terbukti efektif dalam membangun kepercayaan diri guru untuk melaksanakan pengajaran PLH. Model ini memungkinkan guru mempelajari pola pengajaran PLH yang efektif dengan mengamati instruktur PLH berpengalaman dan kemudian mengambil alih praktek pengajaran dengan bimbingan instruktur tersebut. Dengan demikian guru tidak perlu meninggalkan kelas, mencurahkan waktu yang lama setelah selesai kegiatan di sekolah, atau menggunakan waktu yang biasanya diperuntukkan untuk membuat perencanaan kegiatan belajar mengajar di rumah untuk mengikuti pelatihan, dan pihak administrasi sekolah juga tidak perlu mencarikan guru pengganti untuk mengajar selama guru tersebut mengikuti pelatihan.

4. Lokakarya untuk memperkenalkan materi dan membahas berbagai proses terkait (misalnya, cara membantu siswa menemukan tempat untuk eksplorasi di luar kelas) harus dilakukan terlebih dahulu sebelum guru mengikuti kegiatan pengamatan dan praktek pengajaran.

5. Guru diakrabkan dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya dengan cara mengajak guru mengikuti kegiatan jalan-jalan singkat secara periodik dengan dipandu oleh instruktur berpengalaman.

Program-program pendidikan dan pelatihan yang diperuntukkan bagi guru dengan demikian seharusnya didesain tidak hanya memasukkan materi-materi lingkungan hidup yang spesifik sesuai lingkungan lokal guru ke dalam kurikulumnya, namun juga materi mengenai strategi pengajaran dan metode instruksional yang efektif untuk mengajarkan PLH, khususnya strategi pengajaran di luar kelas, sehingga guru dapat melaksanakan pengajaran PLH secara efektif. Program-program PLH untuk guru sebaiknya juga didesain untuk memberikan

kesempatan kepada guru agar dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar sehingga dapat meningkatkan pengalaman guru dengan hutan yang lebih lanjut diharapkan dapat meningkatkan kepekaan guru terhadap hutan dan permasalahannya.

Secara khusus pada sekolah sekitar hutan, peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang spesifik sesuai lingkungan lokal artinya meningkatkan pengetahuan dan sikap guru mengenai hutan, konservasi hutan dan berbagai permasalahan terkait, serta peningkatan keterampilan untuk melakukan upaya-upaya konservasi. Sebagai contoh, guru perlu dibekali pengetahuan mengenai cara melakukan penyelamatan terhadap satwa langka, sehingga dapat mengarahkan siswanya untuk melakukan tindakan yang tepat jika menemukan satwa langka yang perlu diselamatkan, seperti apa yang harus dilakukan, siapa yang harus dihubungi, dan sebagainya.

Guru SD sekitar hutan perlu dibekali keterampilan untuk dapat memanfaatkan kawasan hutan sebagai sarana dan media pembelajaran konservasi hutan bagi siswanya, seperti cara menemukan lokasi yang tepat untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan topik bahasan. Guru juga perlu dibekali keterampilan mengajar di hutan, seperti cara untuk mengendalikan perilaku siswa di hutan, bersikap fleksibel dalam menghadapi kondisi hutan yang selalu berubah, menjaga fokus pembelajaran pada tujuan dari topik bahasan yang sedang dipelajari, dan sebagainya.

Kemampuan guru untuk melakukan monitoring/pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM) yang diasuhnya juga perlu ditingkatkan. Evaluasi untuk materi-materi konservasi hutan mestinya tidak hanya diarahkan pada ranah kognitif saja. Evaluasi juga perlu dilakukan untuk melihat pencapaian ranah afektif dan psikomotorik, misalnya melalui pengamatan perilaku siswa sehari-hari di sekolah ataupun di rumah dengan melibatkan keluarga dan masyarakat sekitar.

Peningkatan kompetensi guru akan meningkatkan persepsi guru tentang kompetensi dan efektivitas dirinya dalam penyelenggaraan PLH, khususnya dalam mengajarkan berbagai materi tentang konservasi hutan. Hal tersebut akan mengarah pada terwujudnya pola pengajaran PLH yang lebih terpusat pada siswa,

83

melibatkan siswa sebagai peserta didik yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar PLH di sekolah, sehingga akan terwujud pengajaran PLH yang efektif Pada SD sekitar hutan, pengajaran PLH yang efektif, dengan fokus materi tentang konservasi hutan, akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa terkait berbagai permasalahan hutan dan konservasinya, serta menanamkan sikap dan motivasi untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan konservasi hutan sesuai tahapan perkembangan siswa tersebut.