• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN KEBUN SAWIT YANG

BERKELANJUTAN*

ABSTRAK

Peningkatan produksi minyak sawit melalui ekspansi luas kebun (factor-driven) makin terbatas ke depan. Oleh karena itu perkebunan sawit Indonesia harus naik kelas yakni bergeser kepada peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas secara berkesinambungan (capital-driven/innovation-driven). Strategi peningkatan produksi minyak sawit Indonesia ke depan yakni menggunakan pertama, Strategi peningkatan produktivitas, untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit eksisting yakni kebun-kebun TM (7,5 juta hektar) kelompok umur Muda, Remaja, dan Dewasa dapat dilakukan dengan peningkatan pemupukan, perbaikan kultur teknis kebun (best practices) dan perbaikan teknologi proses pada PKS. Kedua, Strategi replanting dengan varietas unggul terbaru (produktivitas sekitar 8 ton per hektar) bagi kebun-kebun sawit eksisting yang tergolong umur tua dan renta. Peningkatan produksi minyak sawit melalui peningkatan produktivitas minyak baik melalui Perbaikan Kultur Teknis dan Replanting Berkelanjutan, akan membawa perkebunan kelapa sawit Indonesia pada fase yang lebih berkualitas dan berkelanjutan yakni pada fase capital-driven sekaligus fase innovation-driven. Kedua strategi tersebut akan meningkatkan produksi minyak sawit Indonesia dua kali lipat dari tahun 2016 yakni menjadi 70,2 juta ton dengan areal yang tetap.

Keywords : produktivitas, replanting, innovation-driven, capital-driven

*) Dimuat pada PASPI Monitor, Volume 3 No. 27/2017

Pendahuluan

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia. Dengan luas kebun sawit sekitar 11,6 juta hektar (2016) Indonesia mampu menghasilkan sekitar 35,5 juta ton minyak sawit yang terdiri atas 32,5 juta ton minyak sawit mentah (CPO) dan 3,05 juta ton minyak inti (PKO). Dengan produksi tersebut pangsa Indonesia mencapai sekitar 65 persen dari produksi minyak sawit dunia.

Untuk mempertahankan posisi sebagai produsen minyak sawit terbesar tersebut, produksi minyak sawit Indonesia diperlukan peningkatan produksi sekitar 2,5 juta ton setiap tahun (tambahan konsumsi minyak sawit dunia setiap tahun sekitar 3,5 juta ton). Jika ingin meningkatkan pangsa lebih besar, tentunya produksi minyak sawit Indonesia harus bertumbuh lebih dari 2,5 juta ton tersebut setiap tahun. Apakah masih mungkin produksi minyak sawit Indonesia meningkat?

Untuk meningkatkan produksi minyak sawit dapat dilakukan melalui tiga cara yakni memperluas kebun sawit, meningkatkan produktivitas minyak per hektar kebun dan kombinasinya. Memperluas Kebun sawit ke depan makin terbatas akibat keterbatasan lahan.

Meningkatkan produksi minyak sawit dengan cara memperluas Kebun sawit (ekstensifikasi) tidak lagi seleluasa masa sebelumnya.

Cara kedua yakni meningkatkan produktivitas minyak per hektar kebun yang ada (existing). Cara kedua ini masih terbuka luas, mengingat produktivitas kebun sawit yang

ada masih di bawah potensinya. Hitung-hitungan sederhana saja jika 0,5 ton minyak saja per hektar kebun meningkat produktivitasnya, maka tambahan sekitar 5 juta ton setiap tahun tidak sulit dihasilkan Indonesia.

Tulisan ini akan menganalisis peluang dan strategi peningkatan produktivitas minyak sawit Indonesia ke depan. Juga dianalisis bahwa peningkatan produktivitas merupakan sumber pertumbuhan yang lebih berkualitas dan berkelanjutan kebun sawit Indonesia ke depan.

GAP Produktivitas Masih Besar

Menurut data Kementerian Pertanian (2015) luas kebun sawit Indonesia tahun 2016 mencapai 11,6 juta hektar, terdiri atas kebun sawit rakyat 4,8 juta hektar, kebun sawit swasta 6,2 juta hektar dan kebun sawit BUMN 755 ribu hektar. Produksi minyak sawit nasional mencapai 35,5 juta ton yang terdiri atas CPO 32,5 juta ton dan PKO 3,05 juta ton.

Dari luas kebun sawit tersebut, sekitar 25 persen merupakan tanaman belum menghasilkan (TBM) sedangkan sisanya 75 persen merupakan tanaman menghasilkan (TM). Dengan demikian, secara umum produktivitas minyak yang dihasilkan secara nasional masih sekitar 3,8 ton minyak per hektar. Produktivitas tertinggi dicapai kebun sawit swasta yakni 4,2 ton minyak per hektar, kemudian disusul kebun sawit BUMN 3,9 ton minyak per hektar, sedangkan kebun sawit rakyat masih mencapai 3,3 ton minyak per hektar.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang merupakan pemimpin teknologi sekaligus produsen terbesar bibit kelapa sawit, telah menghasilkan varietas-varietas baru dengan potensi produksi yang makin meningkat (Tabel 8.1).

Jika dibandingkan dengan rataan produktivitas varietas yang ada (PPKS, 2017) yakni 7,8 ton minyak per hektar (rataan varietas 1990-2010) capaian produktivitas kebun sawit nasional tersebut masih relatif rendah (Gambar 8.1). Gap produktivitas (produktivitas standar varietas dikurang realisasi) pada kebun sawit rakyat 4,5 ton per hektar, kebun sawit swasta 3,6 ton per hektar dan kebun sawit BUMN 3,9 ton per hektar.

Dengan demikian, secara nasional dengan luas kebun sawit eksistingpotensi produksi minyak sawit yang belum terealisasikan masih sekitar 34,8 juta ton yakni dari kebun rakyat 15,5 juta ton, dari kebun sawit swasta 17,1 juta ton dan kebun BUMN 2,3 juta ton.

Tabel 8.1. Perkembangan Potensi Produksi Varietas Tanaman Kelapa Sawit Hasil PPKS

Tahun Tipe Rerata TBS

(ton/ha/tahun) Rendemen (%) CPO (ton/ha/tahun)

1960 DxD, DxT, TxD 23,1 18,8 4,3

1970 DxT, TxD, DxP 23,9 22,6 5,4

1980 DxP 27,2 23,5 6,4

1990 DxP 29,8 23,8 7,1

2000 DxP 30,6 25,8 7,9

2010 DxP 32,0 26,0 8,3

2017* DxP, Klon 35-36 27,0 10-12

Sumber : PPKS (2017)

Gambar 8.1. GAP Produktivitas antara Potensi Varietas dengan Realisasi Kebun Sawit Rakyat, Swasta dan BUMN.

Terjadinya gap produktivitas antara potensi varietas dengan realisasi kebun tentu banyak faktor penyebabnya.

Diantaranya yang penting adalah komposisi tanaman, penggunaan pupuk, kultur teknis non pupuk (seperti manajemen pruning dan gulma, manajamen panen), efisiensi rendemen pabrik (PKS). Komposisi tanaman yang dimaksud adalah komposisi TM muda, remaja, dewasa, tua/renta yang masing-masing memiliki tingkat produktivitas yang berbeda-beda. Secara umum kurva produktivitas kelapa sawit menurut golongan umur adalah seperti gambar 8.2 dan komposisi ideal tanaman (agar rerata produktivitas stabil dan berkelanjutan) adalah seperti Gambar 8.3.

Variabel yang sangat menentukan produkstivitas adalah pupuk. Dalam perkebunan sawit dikenal dengan pemupukan 6-Tepat (jumlah, kualitas, waktu, tempat/lokasi, kontinuitas, harga). Perbedaan

0 1 2 3 4 5 6 7 8

PPKS Swasta BUMN Rakyat

7.8

3.6 3.9 4.5

ton cpo/ha

produktivitas baik antar kebun maupun dibandingkan dengan potensi varietas, banyak disebabkan 6-Tepat penggunaan pupuk ini. Secara umum penggunaan pupuk pada kebun-kebun swasta besar berkisar antara 10-13 kg per pokok sementara kebun sawit rakyat hanya sekitar 3-5 kg per pokok. Jadi wajar saja produktivitas sawit rakyat masih rendah dibandingkan kebun sawit swasta.

Gambar 8.2. Kurva Produktivitas Kebun Sawit Menurut Umur Tanaman

Gambar 8.3. Komposisi Umur Kebun Sawit : Ideal/Berkelanjutan vs Realisasi Nasional 2016

Strategi Peningkatan Produktivitas

Untuk meningkatkan produktivitas sawit nasional menyangkut dua kelompok sasaran yakni (1) kebun sawit nasional berkategori tua dan renta saat ini yakni sekitar 1,3 juta hektar dan (2) kebun sawit kategori umur Muda, Remaja dan Dewasa yang luasnya sekitar 7,5 juta hektar.

Peningkatan kebun-kebun sawit kedua kelompok tersebut perlu dilakukan secara simultan dan berkelanjutan yang bermuara pada kenaikan produktivitas sawit nasional saat ini dan ke depan.

Sesuai dengan kondisi perkebunan sawit nasional tersebut, untuk meningkatkan produktivitas dapat dilakukan dengan dua startegi utama. Pertama, Strategi peningkatan produktivitas (S1) untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit eksisting (S0) yakni kebun-kebun TM kelompok umur Muda, Remaja, dan Dewasa dapat dilakukan dengan peningkatan pemupukan, perbaikan kultur teknis kebun (best practices) dan perbaikan teknologi proses pada PKS. Strategi ini dalam bahasa ilmu ekonomi disebut juga strategi peningkatan produktivitas parsial karena tidak mengganti varietas.

Strategi S1 (Gambar 8.4) ini menaikkan produktivitas semua kelompok umur TM eksisting dari rataan produktivitas saat ini 3,8 ton minyak/hektar mendekati produktivitas potensi varietas eksisting misalnya rata-rata 6 ton minyak /hektar saja.

Gambar 1.18. Perubahan Produktivitas Kebun Sawit

Setiap Umur Tanaman dengan Strategi Peningkatan Produktivitas Parsial (S1) dan Strategi Raplanting (S2)

Strategi S1 ini untuk tahun 2017 ini misalnya diimplementasikan pada 7,5 juta hektar kebun sawit eksisting nasional (kelompok umur Muda, Remaja, Dewasa). Strategi S1 ini potensial menghasilkan tambahan minyak sawit nasional sebesar 16,5 juta ton. Jika hal ini dapat dilakukan maka produksi minyak sawit nasional akan meningkat dari 35 juta ton (2016) menjadi 51,5 juta ton.

Kedua, Strategi replanting dengan varietas unggul terbaru bagi kebun-kebun sawit eksisting yang tergolong umur tua dan renta (S2). Strategi ini dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai strategi peningkatan produktivitas total melalui penggantian varietas baru/unggul disertai dengan perbaikan kultur teknis sehingga akan menggeser kurva produktivitas S1 ke S2 dengan produktivitas yang lebih tinggi misalnya sekitar 8 ton per hektar. Strategi S2 ini diperuntukkan bagi kebun-kebun sawit kategori umur tua dan renta yakni untuk tahun 2017/2018 misalnya terdapat

sekitar 1,3 juta hektar. Hasil strategi S2 ini baru akan terlihat mulai tahun ke-4 setelah replanting dilakukan.

Kedua strategi tersebut dilaksanakan secara simultan dan berkelanjutan. Setiap tahun pasti ada kebun-kebun yang sudah memasuki umur renta yang perlu direplanting.

Untuk mencapai komposisi tanaman kelapa sawit nasional yang ideal, memerlukan replanting teratur setiap tahun sekitar 4 persen dari luas areal. Demikian juga, perbaikan kultur teknis secara berkesinambungan perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas TM. Jika semua kebun sawit nasional berhasil menghasilkan produktivitas 8 ton/hektar, maka produksi minyak sawit nasional akan mencapai 70,2 juta ton (dengan luas TM 8,7 juta hektar).

Naik Kelas

Kedua strategi peningkatan produktivitas tersebut akan membawa perkebunan sawit nasional naik kelas yang lebih berkualitas dan berkelanjutan. Sipayung (2012) mengemukakan bahwa arah industrialisasi kebun Sawit yang makin berkualitas adalah bergerak dari perkebunan sawit (tahap awal) yang mengandalkan sumber daya alam dan SDM kurang terampil/ekstensifikasi (factor-driven), kepada perkebunan sawit yang memanfaatkan modal dan SDM lebih terampil untuk meningkatkan produktivitas parsial (capital-driven) dan kemudian naik kelas menjadi perkebunan sawit yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan SDM kreatif untuk meningkatkan produktivitas berkelanjutan (innovation-driven). Fase factor-driven dan capital-driven ada batas atau ruang geraknya terbatas.

Sedangkan fase innovation-driven hampir tidak berbatas.

Sepanjang kreativitas atau inovasi berkembang, produktivitas atau nilai tambah akan terus bertumbuh.

Sumber pertumbuhan minyak sawit yang selama ini berbasiskan perluasan areal kebun/ekstensifikasi (factor-driven) selain sudah makin terbatas dan menimbulkan biaya sosial dan ekologi yang relatif besar juga menciptakan kerentanan produksi minyak sawit pada perubahan lingkungan fisik (Sipayung, 2012). Oleh karena itu, sudah saatnya perkebunan sawit nasional naik kelas kepada fase pembangunan yang lebih berkualitas dan berkelanjutan.

Peningkatan produksi minyak sawit melalui peningkatan produktivitas minyak baik melalui Replanting Berkelanjutan dan Perbaikan Kultur Teknis sebagaimana dikemukakan di atas akan membawa perkebunan kelapa sawit pada fase yang lebih berkualitas dan berkelanjutan.

Melalui perbaikan kultur teknis untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit TM, akan menempatkan perkebunan sawit nasional pada fase capital-driven.

Sementara melalaui replanting yang tentunya disertai dengan perbaikan kultur teknis dan manajerial akan menempatkan perkebunan sawit nasional pada fase innovation-driven.

Dengan kata lain dua strategi yang dikemukakan diatas akan membawa perkebunan sawit nasional naik kelas dari factor-driven kepada fase capital-driven sekaligus fase innovation-driven. Suatu perkebunan sawit yang produktivitas dan nilai tambah yang makin berkualitas berkelanjutan.

Kesimpulan

Peningkatan produksi minyak sawit melalui ekspansi luas kebun (factor-driven) makin terbatas ke depan. Oleh karena itu perkebunan sawit Indonesia harus naik kelas yakni bergeser kepada peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas secara berkesinambungan (capital-driven/innovation-driven).

Strategi peningkatan produksi minyak sawit Indonesia ke depan yakni menggunakan pertama, Strategi peningkatan produktivitas, untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit eksisting yakni kebun-kebun TM (7,5 juta hektar) kelompok umur Muda, Remaja, dan Dewasa dapat dilakukan dengan peningkatan pemupukan, perbaikan kultur teknis kebun (best practices) dan perbaikan teknologi proses pada PKS. Strategi ini menaikkan produktivitas semua kelompok umur TM eksisting dari rataan produktivitas saat ini 3,8 ton minyak/hektar mendekati produktivitas potensi varietas eksisting misalnya rata-rata 6 ton minyak /hektar saja.

Tambahan produksi minyak sawit diperkirakan 16,5 juta ton.

Kedua, Strategi replanting dengan varietas unggul terbaru (produktivitas sekitar 8 ton per hektar) bagi kebun-kebun sawit eksisting yang tergolong umur tua dan renta. Strategi ini diperuntukkan bagi kebun-kebun sawit kategori umur tua dan renta yakni untuk tahun 2017/2018 misalnya terdapat sekitar 1,3 juta hektar. Hasil strategi ini baru akan terlihat mulai tahun ke-4 setelah replanting dilakukan.

Peningkatan produksi minyak sawit melalui peningkatan produktivitas minyak baik melalui Perbaikan Kultur Teknis dan Replanting Berkelanjutan, akan membawa perkebunan kelapa sawit Indonesia pada fase yang lebih berkualitas dan berkelanjutan yakni pada fase capital-driven sekaligus fase innovation-driven. Kedua strategi tersebut akan meningkatkan produksi minyak sawit Indonesia ke depan menjadi 70,2 juta ton dengan areal yang tetap seperti tahun 2016.

PERKEBUNAN SAWIT INKLUSIF DAN KEMITRAAN