• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terdapat berbagai istilah dalam judul disertasi ini yang memerlukan penjelasan, tanpa penjelasan niscaya akan menyulitkan bagi pembaca,

30

sehingga akhirnya tidak akan memahami maksud dan tujuan dari penulisan ini, untuk itu penulis perlu menjelaskan batasan-batasan istilah yang termuat dalam judul penelitian disertasi ini, yakni :

1. Pertanggungjawaban Pidana

“Pertanggungjawaban” merupakan kata majemuk yang terbentuk dari kata dasar “tanggung-jawab”, sedangkan kata tanggung-jawab merupakan suatu istilah yang bahasa Inggrisnya disebut liability dan istilah bahasa Belandanya disebut aansprakelijkheid yaitu suatu kondisi harus/wajib menanggung/menahan seluruh halakibat berbentuk sebagai tuntutan, diperkarakan/dipermasalahan dan dipersalahkan bagai dampak sikap/perlakudiri ataupun pihak lainnya.50 Sementara itu, pada kamus hukum tanggung jawab dimaknai selaku satu kewajiban/keharusan terhadap peroranganguna melakukan dengan selayaknya perbuatan yang sudah diharuskan terhadap dirinya.51 Kata gabung “tanggung-jawab” adalah jenis kata-benda abstrak/ringkasan yang dapat dimaknai dengan dari tingkah laku, perbuatan, dan prilaku. Selanjutnya, dasar kata “tanggung jawab” memberoleh imbuhan awalan “per” serta akhir “an” sehingga jadi “pertanggungjawaban” yang memiliki pengertian perbuatan/tindakan bertanggung jawab ataupun suatu hal yang dipertanggung jawabkan.52

Adanya kata tambahan pidana menjadi pertanggungjawaban pidana berarti pertanggungjawaban tersebut erat kaitannya sebagai halnya yang diatur/ditetapkan pada hukum pidana/kejahatan baik pidana Islam maupun pidana nasional yaitu orang yang melakukan suatu tindakan yang tergolong pada lingkupan hukum pidana/kejahatan, berhubung di Indonesia terdapat hukum pidana positif yang berasal dari buatan di zaman Hindia Belanda yang sekarang tersebut pada UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), serta hukum pidana Islam, maka

50

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2009), h. 1139.

51Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 570.

52

Ibid.Bandingkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen Pendidikan

31

makna pertanggungjawaban dalam konsep pidana KUHP dengan konsep pidana Islam tentulah berbeda.

Pertanggungjawaban pidana dalam konsep Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Rahmat Hakim53 adalah kebebasan seseorang dalam melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan sesuatu (ommission), termasuk didalamnya dampak yang terjadi dari perbuatan ataupun tidak melakukan perbuatan yang terjadi berdasarkan kehendak diri-sendiri disebabkan pelaku/pelaksana sudah sadar konsekwensi tindakan/perbuatannya. Jadi yang dimaksud dengan pertanggung jawaban pidana di sini adalah pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pelaku poliandri dan Kepala KUA dalam menerbitkan akta nikah bagi pelaku poliandri sementara itu pembuatan akta-nikah tidak disertai dengan akta cerai maupun akta kematian bagi suami pelaku poliandri. Oleh kadrenanya pertanggung jawaban pidana dalam batasan istilah disertasi ini adalah pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku poliandri dan pihak yang terlibat yang dalam hal ini adalah Kepala KUA.

2. Atas Terbitnya

Atas terbitnya yaitu sesuatu yang terbit (keluar) dalam hal ini berupa Akta Nikah yang dilakukan oleh petugas yang memiliki wewenang seperti pada Pasal 3 Ayat 1 huruf “a” Peraturan Menteri Agama RI No. 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan menyebutkan bahwa Pada saat bertugas Kantor Urusan Agama Kecamatan melaksanakan berperan sebagai pelaksanaan-pelayanan-pengawasan-pencatatan, serta pengaduan pernikahan serta kembali bersatu (rujuk). Akta/buku nikah merupakan surat tanda bukti (akta) pejabat (ampelijk), yakni akta yang dibuat selaku petugas umum yang pada kasus tersebut mrupakan PPN (Pegawai Pentata Nikah), sepenuhnya menjadi kehendak pejabat tersebut. PPN berkewajiban membuat Akta Nikah dan memberikan kutipannya berupa buku nikah kepada suami isteri, baik diminta atau tidak, dan apabila PPN tidak mencatat pernikahan tersebut dalam Akta Nikah,

53

32

tidak memberikan atau sengaja memperlambat proses penyerahan buku nikah ini, maka pejabat tersebut dapat dijatuhi sanksi maksimal 3 bulan penjara.

Akta Nikah atau buku nikah ini dibuat oleh PPN atas perintah undang-undang, sedangkan bentuk, format dan tata cara pembuatannya diserahkan kepada Menteri Agama. Menteri Agama kemudian mengatur tentang tata cara pembuatan Akta Nikah/buku nikah melalui produk PMA (Peraturan Menteri Agama) secara lengkap dan jelas baik syarat pembuatannya, formatnya, teknis pengisiannya dan penyerahannya.

Poliandri disebutkan dalam Qur‟an Surah An-Nisa‟ ayat 24 yang berarti secara lengkap :

Artinya : “Dan (di haramkan juga kamu mengawini) wanita yang

bersuami, kecuali budak- budak yang kamu miliki, Allah telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu campuri di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban, dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.

Sedangkan makna poliandri itu sendiri dikatakan Musfir al-Jahran adalah pernikahan satu orang perempuan dalam saat yang sama memilki suami lebih dari 1 (satu). Sesungguhnya bagi sejumlah insan/orang yang memiliki ketertarikan kenikmatan prose biolgi amat suka rupa poliandri tersebut.54Jika dilihat dari ayat qur‟an diatas yakni diantara sejumlah perempuan yang tidak sah (haram) untuk dikawini dengan cara dinikahi secara sementara waktu (temporer) serta pula tidak boleh (haram) untuk dilamar,55 adalah isteri laki-laki lainnya ataupun perempuan memiliki suami, perempuan tersebut masuk dalam klasifikasi tidak boleh (haram) dipersunting disebabkan berposisi di bawah tanggungan serta penjagaan

54

Musfir al-Jahrani, Poligami dari Berbagai Persepsi (Jakarta; Gema Insani Press, 1997), h. 32

55

M.Ali Ash-Shobuni, Perkawinan Islam, terj. Ahmad Nurrahim (Solo; Mumtaza,2008), h. 66.

33

lelaki lain. Sehingga, diharamkanlah perempuan-perempuan tersebut nikah/kawin terhadap lelaki lain, kecuali dengan laki-laki (suami) mereka serta haram bila dikawini/dinikahi lelaki yang lain.56

3. Akta Nikah Karena Poliandri.

Akta Nikah atau buku nikah merupakan akta pejabat (ampelijk akta), yakni buku yang dikerjakan/dibuat petugas/pejabat umum pada hal tersebut ialah PPN (Pegawai Pencatat Nikah) sepenuhnya menjadi kehendak pejabat tersebut.57 PPN berkewajiban membuat Akta Nikah dan memberikan kutipannya berupa buku nikah kepada suami isteri, baik diminta atau tidak, dan apabila PPN tidak mencatat pernikahan tersebut dalam Akta Nikah, tidak memberikan atau sengaja memperlambat proses penyerahan buku nikah ini, maka pejabat tersebut dapat dijatuhi sanksi maksimal 3 bulan penjara.58 Akta Nikah atau buku nikah ini dibuat oleh PPN atas perintah undang-undang, sedangkan bentuk, format dan tata cara pembuatannya diserahkan kepada Menteri Agama.

Sedangkan kata “Karena Poliandri” merupakan suatu penyebab yaitu pernikahan karena poliandri yang menyebabkan sehingga terjadinya sesuatu, misalnya terbitnya akta nikah, padahal poliandri merupakan suatu perbuatan yang dilarang baik menurut adat budaya masyarakat, ketentuan hukum normatif bahkan diharamkan menurut Islam karena bertentangan dengan akhlak. Larangan dan keharaman tersebut disebabkan karena perbuatan yang tidak dibenarkan bagi seorang perempuan yang telah menikah dan masih dalam ikatan perkawinan yang sah, lalu menikah lagi dengan laki-laki lain tanpa adanya perceraian terlebih dahulu, apakah cerai hidup melalui putusan Pengadilan Agama maupun cerai mati yang dibuktikan dengan Akta Kematian. Jadi yang dimaksud dengan “Akta Nikah Karena Poliandri” di sini adalah akta nikah yang diterbitkan oleh KUA merupakan akta nikah yang illegal disebabkan karena adanya poliandri yang

56Sayyid Qutub, Fi Zhilalil Qur’an, Loc. Cit.

57

Hari Sasangka, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata Untuk Mahasiswa dan Praktisi(Bandung: Mandar Maju, 2005), h. 52.

34

dapat terjadi karena beberapa hal sebagai penyebab, diantaranya karena adanya penipuan dari identitas si pelaku, pemalsuan surat, atau karena dalam proses pendaftaran perkawinan para pihak telah melanggar atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam PMA No. 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan yaitu tidak melengkapi dokumen-dokumen pernikahan, seandainya sebab-sebab sebagaimana yang disebutkan tersebut yaitu tidak ada penipuan, tidak ada pemalsuan surat dan semua persyaratan dokumen terpenuhi, maka niscaya tidak mungkin akta nikah tersebut diterbitkan oleh KUA setempat disebabkan karena si perempuan yang akan menikah tersebut masih dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki lain.

4. Sumatera Utara

Sumut (Sumatera Utara) ialah salah satu wilayah provinsi yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ibu kotanya berada di Medan, dan merupakan jumlah penduduk pada urutan ke empat terbesar dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat (Bandung), Provinsi Jawa Timur (Surabaya) dan Provinsi Jawa Tengah (Semarang). Pada Tahun 1990, jumlah masyarakat Sumut berkisar 10,81 juta jiwa, serta pada Tahun 2010 terus mengalami peningkatan mencapai 2,98 juta jiwa. Sementara berdasarkan kepadatan penduduknya diSumutdiTahun 1990 ialah berkisar 143 jiwa/km² sertadi Tahun 2010 mengalami peningkatan mencapai 178 jiwa/km². berarti tingkat pertumbuhan (laju pertumbuhan) penduduknya dapat dihitung dari tahun 2000-2010 berkisar 1,10 %. Kemudian dari data survey jumlah (sensus) penduduk pada Tahun 2015, ternyata warga (penduduk)Sumut mengalami peningkatan sebanyak 13.937.797 jiwa, serta kepadatan penduduk 191 jiwa/km².59

5. Perspektif Hukum Islam

Makna perspektif adalah sudut pandang atau cara pandang terhadap sesuatu yang menjadi dasar. Al-Qur‟an serta Al-Hadis selaku acuan atau sumber hukum Islam tidak ada menyebutkan kata atau istilah Hukum Islam, namun

35

kedua sumber hukum Islam ini istilah yang digunakan adalah dengan nama “syariat” yang secara bahasa mengandung makna adalah lempang atau jalan yang dilalui air terjun.60 Para ulama juga sependapat bahwa dalam syariat Islam telah terdapat segala hukum yang mengatur segala aktivitas manusia, baik dalam perkataan maupun perbuatan, jadi untuk memahami hukum Islam itu dapat dilihat dari 2 (dua) bentuk : Pertama, Mengambil semua aturan-aturan yang terterapada al-Qur‟an serta al-Hadis dengan cara terang/jelasdan tegas, lalu diamalkan apa adanya sehingga tidak diperlukan

ijtihad karena baik al-Qur‟an serta al-Hadis sudah dianggap jelas sesuai

Syar‟i. Kedua, adanya aturan-aturan yang dianggap belum jelas dan tegas, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh oleh para Mujtahid (ijtihad) untuk menggali aturan-aturan yang terdapat pada nash Qur‟an serta Hadis.61 Lalu dalam kaitannya dengan perkawinan poliandri berarti Hukum Islam adalah hukum yang mengikat tentang Putusan Pengadilan Agama manakala terdapat perkara-perkara yang berkaitan dengan perkawinan poliandri. Di mana sumber hukum Islam yang akan dimuat dalam penelitian disertasi ini adalah berdasarkan pada sumber hukum Islam primer, yakni Al-Qur‟an serta Al-Hadis. Sedangkan sumber hukum Islam sekundernya adalah mengacu pada hasil Ijtima‟ para ulama.

6. Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Pematang Siantar No. 141/Pdt.G/2011/PA.PSt.

Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Pematang Siantar No. 141/Pdt.G/2011/PA.PSt, tertanggal 13 September 2011 adalah kasus yang terjadi di Pematang Siantar, dipilihnya kasus ini disebabkan karena didalam putusannya diperoleh bukti adanya Akta Nikah poliandri nomor : 058/04/VI/2011, tertanggal 03 Juni 2011. Meskipun kasus tersebut merupakan perkara gugatan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh anak kandung dari pelaku yang tidak dikenal dalam Islam, namun menurut

60TM. Hasbi Ashshiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985, h. 7.

61

36

ketentuan Pasal 73 huruf a Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 dibolehkan bagi keluarga untuk mengajukan pembatalan perkawinan.

Adanya pembatalan perkawinan dengan alasan poliandri dalam kasus tersebut tentu akan memberi peluang bagi pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan tuntutan secara pidana mengingat pada hukum/aturan Islam begitupunpada hukum/perundang-undanga negara telah mengatur adanya ancaman hukuman bagi pelaku poliandri maupun pihak-pihak yang terkait, sehingga putusan Pengadilan Agama Pematang Siantar tersebut akan dianalisis keterkaitannya dengan pertanggungjawaban pidana bagi si Pelaku dan pihak yang terlibat terbitnya akta nikah poliandri.