• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PROSES PRODUKSI

4.2. Proses Pengolahan

4.2.2. Robusta Dry Process (Pengolahan Kering)

4.2.2.1. Penjemuran

4.2.2. Robusta Dry Process (Pengolahan Kering)

Pengolahan kering ini untuk mengolah buah kopi hijau atau buah kopi yang tidak lulus dari sortasi basah. Perbedaan dari pengolahan basah adalah pengolahan kering tidak melalui tahap sortasi basah atau bak sypon dan raung pulper atau tahap pengupasan serta pengeringannya mengguna panas dari sinar mahatari. Hasil dari pengolahan kering ini biasanya disebut kopi RDP. Ada beberapa tahap dalam proses pengolahan kopi secara kering di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Pabrik Kopi Banaran:

4.2.2.1. Penjemuran

Pabrik Kopi Banaran memilki 3 lantai penjemuran dengan kapasitas berbeda. Lantai penjemuran yang pertama dan kedua berkapasitas 15 ton, sedangkan lantai penjemuran ketiga berkapasitas 10 ton. Buah kopi hijau langsung diletakkan dilantai penjemuran, dan langsung dipaparkan di bawah sinar matahari dengan ketebalan maksimal 10 cm.

Ketebalan dalam pemaparan kopi lebih baik tidak boleh melebihi 10 cm karna jika melebih dapat menimbulkan kelembapan yang dapat memicu timbulnya jamur. Proses pembalikan buah kopi hijau yang dijemur dilakukan 3 jam sekali secara manual.

Penjemuran ini membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 10-15 hari.

Penjemuran ini mengakibatkan perubahan warna dari buah kopi yakni berubah dari hijau menjadi kecoklatan. Proses penjemuran sangat bergantung dengan cuaca cerah yakni sinar matahari, sehingga jika sinar matahari tidak ada maka pengeringan ini dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan viss dryer. Pengeringan menggunakan viss dryer juga kadang sering dilakukan jika setelah penjemuran yang cukup lama dan kadar air dari buah kopi hijau tidak mencapai standar yaitu kadar sekitar 9-12%.

4.2.2.2. Pengeringan

Proses pengeringan ini biasanya menggunakan viss dryer IV karena viss dryer IV biasa digunakan untuk pengeringan buah kopi hijau atau inferior. Cara kerja pengeringan ini sama seperti pengeringan dalam pengolahan basah yang menggunakan viss dryer, hanya saja yang berbeda adalah kopi yang dikeringkan dalam pengolahan kering masih ada kulit luarnya.

4.2.2.3. Bordes Kering (Pendinginan)

Proses pendinginan pada pengolahan kering ini sama seperti pengolahan basah. Buah kopi yang sudah melalui proses pengeringan langsung dimasukkan ke dalam karung dan didiamkan kurang lebih 24 jam sebelum digerbus dengan tujuan menyeragamkan suhu dan kadar air dari buah kopi yang sudah dikeringkan agar tidak pecah saat digerbus.

Gambar 42. Buah Kopi Hijau yang Sudah Kering

4.2.2.4. Penggerbusan

Proses penggerbusan dalam pengolahan kering sama seperti pengolahan basah yang berbeda hanya pengaturan dalam pisau yang ada disilindernya. Proses penggerbusan dalam pengolahan kering memiliki waktu pengerjaan yang lebih lama dan dilakukan berkali-kali karna kualitas inferior atau buah kopi hijau saat masuk ke dalam tahap penggerbusan ini masih memiliki kulit luar atau kulit buah, sedangkan pada pengolahan basah sudah tidak memiliki kulit luar karena sudah melalui proses pulping atau raung pulper.

4.2.2.5. Sortasi Kering

Sortasi kering dalam pengolahan kering memilki tujuan dan cara kerja yang sama dengan sortasi dalam pengolahan basah. Sortasi kering dalam pengolahan kering biasanya dilakukan setelah sortasi kering dalam pengolahan basah telah selesai. Sortasi kering untuk RDP hanya dibedakan menjadi 2 mutu yaitu mutu RDP 1 dan mutu RDP lokal. Karakteristik dari kedua mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

4.2.2.6. Pengayakan

Proses pengayakan ini sama dengan pengayakan dalam pengolahan basah.

Perbedaannya hanya terletak pada jenis ayakan yang digunakan dan pengelompokkan ukurannya. Jenis ayakan yang digunakan adalah ayakan tromol. Ayakan tromol memiliki cara kerjanya dengan menggunakan system rotary atau berputar. Kopi beras RDP berdasarkan ukurannya hanya dibedakan menjadi 2 yakni ukuran L (large) dan S (small).

4.2.2.7. Penyimpanan

Penyimpanan kopi beras RDP dilakukan sama seperti penyimpanan kopi beras RWP atau pengolahan basah. Kopi beras RDP langsung dimasukkan ke dalam karung goni lalu diletakkan diatas papan yang berjarak 10 cm dari lantai dan 50 cm dari dinding serta disimpan di gudang penyimpanan yang sudah memenuhi standar yang ada dengan metode first in first out dan diberi papan keterangan.

Gambar 43. Papan Keterangan 4.2.3. Pengolahan Kopi Bubuk

Pengolahan ini merupakan pengolahan dari kopi beras menjadi kopi bubukyang disertai adanya perubahan total dari segi bentuk, rasa, dan aroma. Ada beberapa tahap dalam pengolahan kopi bubuk di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Pabrik Kopi Banaran:

4.2.3.1. Penimbangan

Kopi beras yang digunakan dalam pengolahan kopi bubuk adalah RWP dan AWP. Kopi beras yang digunakan merupakan mutu 1 dengan ukuran M dan S. Persentase pencampurannya M sebesar 20% dan S sebesar 80%. Kopi beras di stok dengan cara di simpan dalam box besar dengan adanya sekat-sekat untuk membedakan jenis dan ukurannya. Kemudian kopi beras ditimbang sebanyak 12 kg menggunakan wadah yang terbuat dari rajutan kayu yang telah diletakkan diatas timbangan.

Gambar 44. Box Penyimpanan Kopi Beras

4.2.3.2. Penyangraian (Roasting)

Setelah ditimbang, kopi beras dimasukkan ke dalam ke corong roaster. Roaster adalah mesin yang digunakan dalam proses penyangraian. Penyangraian merupakan proses

penggorengan biji kopi yang dapat merubah tesktur menjadi lebih kering, merubah warna, serta membentuk citarasa. Kapasitas dari mesin roaster yang ada di Pabrik Kopi Banaran adalah 15 kg dalam sekali peyangraian tetapi saat menggunakan mesin tersebut tidak pernah dimaksimalkan. Sebelum mesin ini digunakan, pertama-tama mesin ini dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit hingga mencapai suhu 150℃. Setelah mencapai suhu tersebut, kopi beras langsung masuk ke dalam mesin roaster.

Proses penyangraian pertama kali memerlukan waktu sekitar 40 menit, sedangkan untuk proses pengyangraian berikutnya memerlukan waktu sekitar 30-35 menit. Tanda proses penyangraian sudah selesai dapat dilihat dari suhu yang telah mencapai 180 ℃ atau disesuaikan dengan hasil warna kopi yang diinginkan. Selama proses penyangraian juga dilakukan pengontrolan dengan cara pengecekan warna kopi. Ketika proses penyangraian selesai, maka kopi beras yang baru langsung masuk ke dalam mesin roaster dan suhu langsung turun kembali menjadi 150℃.

Gambar 45. Mesin Roaster

Gambar 46. Biji Kopi Sangrai

4.2.3.3. Pendinginan

Setelah proses penyangraian selesai, selanjutnya dilakukan proses pendinginan. Proses pendinginan yang pertama dilakukan selama 15 menit disilinder pendingin yang terletak dibawah corong tempat keluarnya biji kopi yang sudah disangrai. Silinder pendingin tersebut juga dilengkapi dengan pengaduk, sehingga selama pendinginan 15 menit tersebut suhu biji kopi dapat menurun akibat uap panas tergantikan oleh udara dingin

yang ada disekitar. Setelah itu, kopi langsung dimasukkan ke dalam wadah alumunium minimal 6 jam sebelum digiling tetapi di Pabrik Kopi Banaran didiamkan lebih selama 24 jam. Pendinginan ini dilakukan untuk menyeragamkan warna dan suhu kopi, tidak merusak mesin penggiling, dan menghasilkan kopi bubuk yang tidak lengket.

Gambar 47. Plat Besi Gambar 48. Wadah Aluminium

4.2.3.4. Penggilingan

Sebelum proses penggilingan, dilakukan proses pencampuran atau blending kopi robusta dengan kopi arabika. Pencampuran ini dilakukan agar mendapatkan kopi bubuk dengan rasa yang lebih enak. Pencampuran antara kopi robusta dengan kopi arabika memiliki persentase yang berbeda yang nantinya menghasilkan produk yang berbeda.

Persentase 35% kopi arabika dan 65% kopi robusta akan dinamakan premium, 50%

kopi arabika dan 50% kopi robusta akan dinamakan classic, kopi robusta 100%

dinamakan original. Agar proses pencampuran merata, maka pencampuran ini dilakukan di silinder pendingin dan disertai pengadukan.

Pertama-tama dalam proses penggilingan, kopi langsung dimasukkan ke dalam corong yang ada pada mesin penggiling, kemudian mesin dinyalakan. Mesin yang digunakan untuk penggiling ini disebut grinder. Mesin ini berkapasitas 20 kg setiap satu kali penggilingan, tetapi kopi yang dimasukkan kedalam corong akan dua kali tahap yakni 10 kg dalam satu kali tahap. Grinder didiamkan selama 15 menit setelah satu kali penggilingan. Penggilingan ini membutuhkan waktu sekitar 1-1,5 jam setiap satu kali penggilingan. Penggilingan ini berfungsi untuk mengubah bentuk biji kopi menjadi partikel-partikel halus. Setelah terbentuk kopi bubuk, kopi bubuk tersebut langsung

didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam tong aluminium yang dilengkapi dengan penutup selama 1 hari dan kopi bubuk dalam tong tersebut dibentuk lubang-lubang yang dapat mempercepat pendinginan.

Gambar 49. Grinder

Gambar 50. Tong Aluminium

Gambar 51. Lubang-Lubang pada Kopi

4.2.3.5. Cup Taste

Setelah menjadi kopi bubuk dan sebelum pengemasan, terlebih dahulu dilakukan cup taste atau pengujian cita rasa. Cup Taste dilakukan agar dapat mendeteksi kecacatan pada kopi bubuk yang tidak dapat dilihat secara fisik, hal tersebut dapat mempengaruhi cita rasa. Cup Taste ini dilakukan dengan bantuan panca indra serta dilakukan sebelum diseduh dan sesudah diseduh. Pengujian sebelum diseduh disebut parameter fragrance.

Selain fragrance, ada juga beberapa parameter lain yaitu aroma, flavor, acidity, body, bitter, winey fruity, green/rasky, smokey, cereal woody, papery, chemical medicine,

fermented, earth mouldy, dan musty. Parameter selain fragrance akan diuji setelah kopi bubuk diseduh.

Setelah pengujian sebelum diseduh selesai, dilanjutkan pengujian sesudah di seduh.

Pengujian tersebut dilakukan dengan cara 15 gram bubuk kopi dimasukkan ke dalam cangkir lalu ditambahkan air panas sebanyak 220 cc dan diaduk serta didiamkan selama 4 menit. Parameter fragrance, aroma, flavor, acidity, body, bitter, akan diberi nilai dari angka 1 sampai 10 yakni semakin tinggi angkanya menunjukkan semakin tinggi intensitasnya, sedangkan parameter lainnya hanya dicentang saja jika ada. Pemberian nilai tersebut hanya dilakukan oleh orang yang sudah ahli dalam cup taste, jika terdapat parameter fragrance kurang dari 6 serta memiliki parameter winey fruity, green/rasky, smokey, cereal woody, papery, chemical medicine, fermented, earth mouldy, dan musty maka kopi bubuk tersebut memiliki cacat citarasa dan harus direject serta tidak bole dikemas. Penjelasan dari parameter dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Parameter Uji Cita Rasa

Parameter Keterangan

Fragrance Uji mutu kopi sebelum diseduh dengan

cara mencium baunya

Aroma Aroma kopi setelah diseduh

Acidity Tingkat keasaman

Body Tingkat kenikmatan dari kopi bubuk

Bitter Tingkat kepahitan

Whiney Fruity Adanya bau/aroma buah

Green / Rasky Adanya bau langu akibat kontaminasi dari

daun/rumput

Smokey Adanya bau asap

Cereal Woody Adanya bau kayu

Papery Adanya bau kertas

Chemical medicine Adanya bau bahan kimia/ obat

Fermented Adanya bau kopi yang terfermentasi atau

bau busuk

Earthy Adanya bau tanah

Mouldy Adanya bau jamur

Musty Adanya bau apek

4.2.3.6. Pengemasan

Setelah lulus uji citarasa, maka kopi bubuk langsung dikemas. Pengemasan di PT.

Perkebunan Nusanatara IX (Persero) dilakukan dengan kombinasi yakni dengan cara manual dan otomatis. Cara manual ini dilakukan dengan bantuan pekerja, ada beberapa hal yang dilakukan secara manual yaitu proses penimbangan dan pemasukan kopi bubuk ke dalam kemasan, menutup kemasan, membentuk kardus, memasang plastik PVC pada kardus kecil. Kemasan yang digunakan juga bermacam-macam, hal itu tergantung dari produk dan disesuaikan dengan kebutuhan. Kemasan yang digunakan aluminium foil, plastic PVC, kardus kecil, kardus besar, gusset bag multilayer.

Aluminium foil dan gusset bag multilayer sebagai pengemas primer, kardus kecil sebagai pengemas sekunder, plastik PVC sebagai pengemas tersier, kardus besar sebagai pengemas kuartener. Fungsi pengemas tersebut dapat berubah karena disesuaikan dengan kebutuhannya. Plastik PVC hanya digunakan untuk melapisi kardus kecil dan kardus kecil tersebut tertera berat bersih serta tanggal expired, tetapi jika hanya menggunakan pengemas primer yakni menggunakan aluminium foil lalu dimasukkan ke dalam kardus besar maka aluminium oil tersebut diberikan tanggal expired. Pada kardus besar yang digunakan sebagai pengemas terakhir maka diberikan beberapa keterangan dan keterangan tersebut akan mempermudah proses penataan dan penyimpanannya. Keterangan yang ada dikardus besar antara lain, jumlah isi, netto, jenis gram, tanda jangan dibanting atau kena air, kode produksi.

Gambar 52. Aluminium Foil Gambar 53. Plastik PVC

Gambar 54. Kardus Kecil Gambar 55. Kardus Kecil + Plastik PVC

Gambar 56. Aluminium Foil Berlapis PET

Gambar 57. Gusset Bag Multilayer

Gambar 58. Kardus Besar Gambar 59. Keterangan Kardus

4.2.3.7. Penyimpanan

Setelah dikemas dalam kardus besar maka langsung masuk dalam tahap penyimpanan.

Tahap penyimpanan ini terletak di gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan kopi bubuk terpisah dengan gudang penyimpanan kopi beras, tetapi secara garis besar memiliki desain yang sama. Kardus besar berisi kopi bubuk akan disimpan dan ditata berdasarkan metode first in first out serta kardus besar diletakkan diatas papan atau rak yang berjarak 10 cm dari lantai dan 50 cm dari dinding.

Gambar 60. Mesin Vacuum Sealer Gambar 61. Mesin Labelling

Gambar 62. Mesin Packaging Press Gambar 63. Mesin Sealer

Gambar 64. Proses Memasukkan Kopi Bubuk

Gambar 65. Gudang Penyimpanan Gambar 66. Rak Penyimpanan

43 5.1. Pengolahan Biji Kopi Menjadi Kopi Bubuk

PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) mengolah 2 jenis produk yakni kopi beras dan kopi bubuk. Kopi beras yang dihasilkan berasal dari buah kopi yang telah melalui beberapa proses yang cukup panjang hingga menjadi kopi beras, sedangkan kopi bubuk merupakan hasil dari proses lanjutan dari kopi beras. Menurut Mulato et al., (2007) kopi bubuk adalah biji kopi yang telah melalui proses penggorengan serta penghalusan sehingga didapatkan kopi dengan bentuk butiran-butiran kecil atau serbuk. Biji kopi atau kopi beras yang digunakan sebagai bahan baku untuk dijadikan kopi bubuk harus memiliki kualitas yang baik, sehingga di Pabrik Kopi Banaran menggunakan kualitas mutu 1 dengan kopi beras dari proses pengolahan basah (RWP). Biji kopi yang digunakan terdiri dari 2 jenis kopi yaitu kopi robusta dan kopi arabika dengan ukuran M dan S. Kedua jenis kopi tersebut berasal dari kebun-kebun yang dimiliki oleh PT.

Perkebunan Nusantara IX (Persero).

Demi menghasilkan kopi bubuk yang enak dengan kualitas yang baik maka selama proses pengolahannya harus benar-benar diperhatikan dan paham dalam setiap prosesnya. Selain dari proses pengolahannya juga harus diperhatikan bahan baku yang digunakan. Bahan baku atau kopi beras harus benar-benar memiliki kualitas yang baik sehingga dapat menghasilkan kopi bubuk yang enak serta memiliki citarasa yang maksimal. Menurut Mulato et al., (2007) kopi beras yang dipakai sebagai bahan baku kopi bubuk harus terbebas dari jamur dan kotoran. Kopi beras yang digunakan harus melewati masa penyimpanan minimal 6 bulan sebelum disangrai. Ada beberapa tahap dalam proses pengolahan kopi bubuk yakni penyangraian atau penggorengan, pendinginan, penggilingan, pengemasan, dan penyimpanan. Proses pengolahan kopi bubuk di Pabrik Kopi Banaran menggunakan 2 kombinasi yakni mekanik dan manual.

Sebelum proses penyangraian, kopi beras ditimbang terlebih dahulu. Kemudian kopi beras dimasukkan ke dalam corong yang ada di mesin roaster. Roaster adalah mesin yang biasa digunakan untuk menyangrai kopi beras. Alat ini berbentuk kotak seperti oven dan ada drum yang nantinya berputar disertai adanya pemanasan. Penyangraian

adalah proses pemanasan atau penggorengan biji kopi yang dapat merubah sifat fisik, kimia, dan membentuk citarasa khas pada kopi. Proses penyangraian juga merupakan tahapan proses yang paling penting dalam proses pengolahan kopi bubuk. Di Pabrik Kopi Banaran, sangrai yang dilakukan sudah sesuai dengan teori Siswoputranto (1978) dalam Aprilia (2013) yang mengatakan sangrai dilakukan pada tekanan atmosfer disertai adanya udara panas dan kontak dengan metal yang panas. Mesin roaster yang ada di Pabrik Kopi Banaran memiliki kapasitas sebesar 15 kg dalam sekali penyangraian, tetapi kapasitas yang dipakai hanya 12 kg. Pemakaian mesin roaster pertama kali harus dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit hingga mencapai suhu 150℃. Setelah mencapai suhu tersebut maka kopi beras yang berada pada corong langsung masuk ke dalam mesin roaster.

Penyangraian di Pabrik Kopi Banaran untuk pertama kali memerlukan waktu sedikit lebih lama yakni sekitar 40 menit, tetapi untuk penyangraian berikutnya hanya memerlukan waktu sekitar 30-35 menit. Jika proses penyangraian sudah selesai maka ditandai dengan suhu yang telah mencapai 180℃ atau bisa juga disesuaikan dengan warna biji kopi yang diinginkan, sehingga selama proses penyangraian berlangsung dilakukan pengecekan warna biji kopi. Pada saat proses penyangraian sudah selesai, suhu langsung menurun menjadi 150℃ dikarenakan kopi beras yang baru masuk ke mesin roaster. Berdasarkan warna biji kopi yang dihasilkan maka lama waktu penyangraian sering disebut dengan derajat sangrai yakni semakin lama waktu penyangraian maka biji kopi yang hasilkan akan memiliki warna yang semakin gelap (Mulato, 2002 dalam Andriani, 2014).

Suhu dan waktu merupakan faktor yang sangat mempengaruhi hasil penyangraian yakni salah satunya adalah warna, sehingga menurut Varnam & Sutherland (1994) dalam Andriani (2014) suhu penyangraian diibagi menjadi 3 yaitu suhu 193-199℃ disebut light roast, suhu 204℃ disebut medium roast, dan suhu 213-221℃ disebut dark roast.

Selama proses penyangraian terjadi beberapa perubahan yakni diawali dengan penguapan air lalu penguapan senyawa volatile dan pirolisis. Pirolisis adalah proses dekomposisi bahan organik yang disebabkan oleh panas. Kadar air yang hilang pada light roast sekitar 3-5%, pada medium roast sekitar 5-8%, dan dark roast sekitar 8-14%

(Varnam & Sutherland, 1994 dalam Andriani, 2014). Jadi berdasarkan dari teori Varnam & Sutherland (1994) dalam Andriani (2014) suhu yang digunakan untuk menyangrai di Pabrik Kopi Banaran belom sesuai dengan teori yang ada, tetapi cara penyangraian yang dilakukan sudah sesuai yakni proses sangrai dilakukan dalam kondisi tertutup. Menurut Ciptadi & Nasution (1985) dalam Andriani (2014) sangrai yang dilakukan secara tidak terbuka menghasilkan kopi yang sedikit asam yang disebabkan oleh air dan beberapa asam yang tertahan. Waktu yang dibutuhkan untuk menyangrai juga tergantung dari mesin yang dipakai serta hasil warna kopi yang diinginkan.

Menurut Elias (1979) dalam Braham & Bressani (1979) biji kopi yang disangrai pada light roast menghasilkan biji kopi berwarna coklat muda dengan tingkat keasaaman yang tinggi, biji kopi yang disangrai pada medium roast menghasilkan biji kopi berwarna coklat gelap dengan tingkat keasaaman pada pH 5,1, sedangkan pada dark roast menghasilkan biji kopi berwana coklat kehitaman dengan tingkat keasaman yang lebih rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka warna akan semakin gelap dan tingkat keasaman semakin rendah. Perubahan warna biji kopi menjadi warna coklat juga disebabkan oleh komponen karbohidrat dalam biji kopi yang terkaramelisasi (Sivetz & Foote, 1963 dalam Aprilia, 2013).

Ciptadi & Nasution (1985) dalam Andriani (2014) mengatakan bahwa selama proses penyangraian perubahan fisik dan kimia meliputi penguapan air, swelling atau pengembangan, terbentuk senyawa volatile, karbohidrat terkaramelisasi, denturasi protein, pengurangan serat, terbentuk gas CO2 yang berasal dari oksidasi, dan terbetuk aroma khas kopi. Pengembangan atau swelling disebabkan oleh gas yang masuk ke dalam pori-pori kopi atau ruang sel pada biji kopi. Teori Ciptadi & Nasution (1985) dalam Andriani (2014) mengatakan bahwa aroma serta rasa yang khas pada kopi disebabkan oleh beberapa senyawa, antara lain golongan fenol dan asam tidak mudah menguap, karbonil, karbonil asam, asam amino, dan asam yang mudah menguap.

Golongan fenol dan asam yang tidak mudah menguap meliputi asam klorogenat, asam kofeat, asam ginat, dan riboflavin. Golongan senyawa karbonil meliputi propanon,

alkohol, asetaldehid, dan vanillin aldehid. Golongan senyawa karbonil asam meliputi aseto asetat, keton kaproat, hidroksi pirufat, oksasuksinat, mekoksalat, merkaptopiruvat, dan oksalasetat. Golongan senyawa asam amino meliputi hidroksiproline, alanin, threonin, glisin, leusin, iso leusin, variline, dan asam aspartate. Golongan asam yang mudah menguap meliputi asam asetat, butirat, volerat, dam propionat. Menurut Mulato (2002) dalam Andriani (2014) juga mengatakan bahwa seiring dengan terbentuknya aroma dan gas CO2 yang terlepas maka asam klorgenat langsung terdekomposisi.

Sebagian senyawa penyebab rasa asam hilang dan sebagian lagi bereaksi dengan asam amino untuk membentuk senyawa melanoidin. Senyawa melanoidin menghasilkan warna coklat. Kafein adalah senyawa penting ada yang dalam kopi. Kafein dalam kopi sebagai senyawa bebas ataupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat. Sepanjang proses penyangraian berlangsung, sebagian kafein yang terdapat dalam biji kopi juga langsung menguap dan membentuk senyawa furfural, aseton, trimethilamin, ammonia, asam asetat, dan asam format (Clacke & Macrae, 1987).

Setelah proses penyangraian selesai, maka dilanjutkan dengan proses pendinginan biji kopi. Menurut Panggabean (2012) dalam Andriani (2014) pendinginan biji kopi yang telah selesai disangrai sangat perlu dilakukan karena biji kopi yang tidak langsung didinginkan dapat mengalami perubahan warna, flavor, volume yang disebabkan oleh proses pemanasan yang tidak berhenti. Proses pendinginan di Pabrik Kopi Banaran dilakukan secara 2 tahap. Tahap yang pertama dilakukan dengan cara diletakkan dalam silinder pendingin selama 15 menit yang terletak di bawah corong tempat keluarnya biji kopi dari roaster.

Dalam pendinginan di silinder pendingin, pendinginan tersebut dilengkapi dengan pengaduk. Pengadukan tersebut membantu agar proses pendinginan dapat berlangsung cepat. Kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan pada tahap kedua yakni biji kopi yang telah melalui proses pendinginan tahap pertama langsung dimasukkan ke dalam wadah alumunium minimal 6 jam sebelum biji kopi digiling atau dihaluskan.

Proses pendinginan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori Mulato (2002) dalam Andriani (2014) juga mengatakan bahwa proses pendinginan biji kopi sangrai dengan

cara diletakkan pada plat metal yang disertai pengadukan dan proses pendinginan juga harus cepat-cepat dilakukan agar biji kopi tidak mengalami over cook atau over roasted

cara diletakkan pada plat metal yang disertai pengadukan dan proses pendinginan juga harus cepat-cepat dilakukan agar biji kopi tidak mengalami over cook atau over roasted

Dokumen terkait