• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: ANALISIS STRUKTUR TOKOH, PENOKOHAN SERTA LATAR

2.2 Analisis Penokohan

2.2.1 Penokohan Nayla

Sejak kecil Nayla diasuh oleh ibunya karena ayah dan ibunya berpisah sebelum Nayla dilahirkan. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(6) Ia meninggalkan kita begitu saja tanpa mengurus atau pun mendiskusikan terlebih dulu masalah perceraian. Aku yang merawatmu dengan penuh ketegaran sejak kamu berada di dalam kandungan. (hlm.6)

Sampai berusia sepuluh tahun Nayla masih mempunyai kebiasaan ngompol. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(7) Ia masih saja heran kenapa setiap malam ngompol di celana padahal sudah menjelang sepuluh tahun usianya. (hlm. 2)

Nayla mempunyai sifat sederhana, dan tidak senang menjadi pusat perhatian. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(8) Biasanya, saya akan berjalan kaki menuju sekolah dan berbaur dengan anak-anak lainnya. Saya merasa lebih nyaman seperti itu ketimbang turun dari mobil mewah,tepat di depan gerbang sekolah. (hlm.9)

Nayla juga digambarkan oleh pengarang sebagai seorang wanita yang tidak senang memperhatikan penampilannya. Ia lebih senang tampil apa adanya tanpa terikat oleh mode. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(9) Ritual wajib yang jarang dilakukan Nayla karena ia tak terlalu peduli dengan penampilan. Tak peduli dengan persaingan yang sifatnya hanya dipermukaan. Barang-barang bermerk atau pun perhiasan. Model rambut terbaru atau pun pakaian. (hlm.159)

Saat memutuskan hidup mandiri pada usia 14 tahun, Nayla menganut seks bebas. Ia sering melakukan hubungan intim dengan beberapa laki-laki untuk mendapatkan kepuasan. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(10) Setiap malam minggu saya punya janji. Setelah selesai menari, kami berdua menyelinap ke dalam kamar hotel. Melakukannya langsung tanpa perlu mengatasnamakan cinta sebagai embel-embel. Ia mau. Saya mau. Tak perlu malu-malu. (hlm 101)

(11) Saya butuh kepuasan rohani. Mendengar suara mereka mengerang. Merasakan tubuh mereka menggelinjang. Menyaksikan mereka tak lebih dari seekor binatang sangatlah menyenangkan. (hlm 101)

(12) Maka dituntunnya laki-laki itu menuju kamar mandi. Dicumbunya di depan pintu. Ditariknya masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi yang tak berlampu. Dibukanya ritsleuting celana laki-laki itu. Dilakukannya semua yang ingin ia lakukan saat itu, di kamar mandi tak berlampu, dengan laki-laki itu. (hlm 144)

Keputusan Nayla untuk melakukan seks bebas dipengaruhi oleh pengalamannya pada saat berusia sembilan tahun. Ia pernah diperkosa oleh kekasih ibu kandungnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah ini.

(13) Bodoh. Mereka mengira saya perawan. Padahal hati saya yang perawan, bukan vagina saya. Meskipun usia saya masih sangat muda. (hlm. 5)

(14) “Hah? Kamu kan baru empat belas tahun. Pertama kali ngelakuin umur berapa?”

“Sembilan tahun.” “Hah?! Sama siapa?” “Pacar nyokap gue!”

“Ya, diperkosa satu laki-laki sejak umur sembilan tahun. Gue nyoba beneran sembilan laki-laki lainnya sejak umur tiga belas tahun….” (hlm. 83-84) Kekerasan seksual yang pernah dialami dan kehidupan seks bebas yang dilakukan Nayla membuatnya menentang konsep masyarakat tentang virginitas. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode dramatik dalam kutipan di bawah ini.

(15) “Jadi Mbak tidak setuju dengan konsep masyarakat tentang virginitas?” “Tidak. Saya belum menikah. Dan saya sudah tidak perawan. Buktinya saya baik-baik saja.” (hlm. 117-118)

Untuk memperoleh kasih sayang yang tidak pernah diperolehnya saat tinggal bersama ibu kandungnya, Nayla menjalin hubungan dengan seorang rekan kerjanya di sebuah diskotek bernama Juli. Bersama Juli, Nayla merasa mendapat kasih sayang dan perhatian. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan dibawah ini.

(16) Bersama Juli, saya merasakan kehangatan kasih yang pernah ingin saya berikan kepada Ibu. (hlm 5)

(17) Tapi untuk urusan perasaan, saya lebih merasa nyaman dengan perempuan. Entah salah atau benar, saya menemukan Ibu di dalam dirinya. Saya rindu Ibu. (hlm 54-55)

Walaupun Nayla menjalin hubungan dengan Juli, tapi Nayla bukanlah seorang lesbian. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode dramatik dalam kutipan di bawah ini.

(18) “Yangku, saya bukan pencinta perempuan. Saya bukan lesbian. Tapi saya pencinta kehidupan”. (hlm.68)

Selain menganut seks bebas, saat Nayla berusia tiga belas tahun dan hidup mandiri ia sering mengkonsumsi minuman keras. Kebiasaan ini berasal dari keluarganya yang mengijinkannya minum minuman keras. Selain itu dengan minum minuman keras Nayla merasa dapat mengungkapkan dirinya yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode dramatik dalam kutipan di bawah ini.

(19) “Langsung aja ya, Mbak… Udah lama minum bir?” “Sejak empat belas tahun.”

“O ya? Gak apa-apa tuh Mbak sama orangtua?”

“Gak masalah. Minum alcohol dalam keluarga kami sudah menjadi kultur. Sejak kecil, setiap ada acara khusus makan malam, Ibu selalu menyediakan wine. Saya boleh minum satu gelas. Tapi tidak lebih. Dengan Ayah juga begitu.” (hlm 118-119)

(20) Waktu saya sudah mengenal minuman, saya tidak pernah tidak jujur. Saya marah ketika ingin marah. Saya memaki ketika ingin memaki. Saya melakukan apa yang saya anggap benar dan tidak mendendam. (hlm 162) Saat usia Nayla empat belas tahun, ia pernah bekerja sebagai juru lampu dan penari latar di sebuah diskotek. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(21) Saya punya teman yang bekerja jadi sopir antar jemput karyawan untuk sebuahdiskotek dan menawari saya pekerjaan. Diskotek itu kebetulan butuh juru lampu … Saya diterima, Ibu. (hlm 54)

(22) Diskotek itu sering mengundang pengisi acara. Penyanyi lengkap dengan penari ltar. Ternyata mereka kekurangan penari. Saya menawarkan diri. Saya pun diajari. Setelah beberapa kali latihan, saya resmi bergabung dengan mereka. (hm 54)

Nayla mempunyai hobi menulis. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode dramatik dan analitik dalam kutipan di bawah ini.

(23) “Tolong Mbak ceritakan, sejak kapan mulai nulis.” “Sejak kecil.” (hlm 120)

(24) Betapa leganya bertemu dengan kertas dan pensil. Saya sering menulis puisi dan Bu Lina menyukainya. Kadang ia minta dibuatkan puisi cinta untuk dikirim ke kekasihnya yang bertugas di Sumatera. (hlm 21)

Dari hobinya menulis tersebut, saat Nayla telah dapat hidup mandiri ia menjadi seorang penulis cerpen. Bahkan ia ditawari menulis skenario berdasarkan cerpen yang ditulisnya.hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah ini.

(25) Itu benar-benar namanya! Nayla Kinar! Tidak mungkin kesalahan cetak. Karena tidak namanya saja yang tercantum di sana, tapi juga cerita pendeknya!… Yang Nayla peduli adalah akhirnya cerita pendeknya dimuat, setelah bertahun-tahun mencoba mengirim dan ditolak. (hlm 152)

(26) Kebetulan saat itu Nayla baru ditawari seorang produser untuk menggarap skenario dari bukunya. (hlm 172)

(27) “Loh, kok jadi gitu? Kan udah jelas-jelas film ini adaptasi dari bukumu, Mah.”

“Gue kan baru sekali nulis skenario, Nak. Gak tau efeknya begini. Nulis cerpen kan tekstual. Film kan visual. (hlm 173)

Cerpen yang ditulis Nayla menceritakan tentang seksualitas dan dunia perempuan. Ia menulis hal-hal tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode dramatik. Terdapat dalam kutipan di bawah ini.

(28) “Apa yang menjadi inspirasi Mbak ketika nulis?”

“Apa ya? Gak tentu. Saya pikir semua hal menjadi inspirasi saya. Saya punya pengalaman harafiah dan non harafiah sejak dilahirkan sampai detik ini. Referensi inilah yang saya tuangkan ke dalam tulisan.” (hlm 116)

(29) “Masalah seksualitas seperti apa yang mbak maksud?’

“Tubuh perempuan direpresi dan hanya difungsikan sebagai alat reproduksi. Tubuh perempuan tidak diberi hak bersenang-senang atau disenangkan. Perempuan harus perawan. Perempuan harus bisa hamil dan melahirkan. Perempuan harus menyusui. Perempuan harus pintar memuaskan laki-laki di ranjang. Perempuan hanya masyarakat nomor dua setelah laki-laki. Coba bayangkan, banyak sekali perempuan yang tidak tahu seperti apa orgasme. Inikan menyedihkan sekali?!” (hlm 117)

Kekerasan fisik dan pelecehan seksual yang pernah dialami Nayla semasa kecilnya membuat Nayla takut, dendam dan sakit hati kepada ibu kandung dan kekasih ibunya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(30) Rasa sakit di hatinya pun kerap menusuk setiap kali melihat sosok ibu tak ubahnya monster. (hlm 2)

(31) Saya terlalu takut dan Ibu semakin kuat. Saya tidak mampu lagi menanggulangi ketakutan dan penyesalan ini. Saya harus pergi. Saya akan mencari Ayah yang selama ini Ibu benci. (hlm 114)

(32) Saya cuma pura-pura baik padahal mendendam. Dendam pada Ibu, dendam pada pacar-pacar Ibu, dendam pada Om Indra, dan dendam pada keadaan. (hlm 162)

Walaupun Nayla sering mendapat kekerasan fisik dari Ibu kandungnya saat tinggal bersama ibu kandungnya, tetapi secara materi kebutuhannya terpenuhi. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunaka metode analitik dalam kutipan di bawah ini

(33) Aku memberimu tempat berteduh yang nyaman. Aku menyediakanmu segala kebutuhan sandang dan pangan. (hlm 6)

(34) Kusekolahkan kamu di sekolah yang cukup mahal. Kamu tinggal menghempaskan pantatmu di atas jok mobil yang berpendingin dan sampailah kamu di sekolah dalam sekejap. Kamu tinggal membuka mulut dan menyuap makanan bergizi penuh variasi tanpa perlu susah-susah memutar otak. (hlm 7)

Walaupun Nayla tidak mendapat kasih sayang dan selalu mendapat kekerasan fisik dari ibunya tapi Nayla berusaha selalu menghormati ibunya. Nayla selalu memberikan kabar tentang dirinya kepada ibunya, dan ia juga selalu berusaha menjaga nama baik ibunya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(35) Saya minta maaf, Bu, karena di luar pun saya masih saja merepotkan. Saya tidak bermaksud melibatkan ibu… saya sama sekali tidak marah karena ibu tidak pernah memberi tanggapan. (hlm 53)

(36) … Semoga bisa membuat ibu sedikit tenang, teriring terima kasih sedalam-dalamnya untuk semua petuah dan prinsip yang pernah ibu ajarkan dan cinta yang ibu berikan. (hlm 55)

(37) Saya diam dan menerimanya demi Ibu. Karena Ibu mencintainya. Karena sudah selayaknya seorang anak berbakti kepada ibunya. (hlm114)

Saat Nayla berusia sekitar tiga belas tahun, ia memutuskan untuk mencari ayahnya karena selama tinggal bersama ibunya Nayla tidak pernah mendapatkan kasih sayang dan perhatian. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan

menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(38) Saya melayang di atas bus kota itu. Saya terbang melewati mobil-mobil yang merayap sepanjang Blok M, menuju Sudirman. Menelikung di bundaran patung api. Berhenti di sebuah halte bus di bilangan Thamrin. Berjalan beriringan mencari satu alamat. Mengetuk di depan satu pintu rumah. Mencari Ayah. (hlm 10)

(39) Saya terlalu takut dan Ibu semakin kuat. Saya tidak mampu lagi mananggulangi ketakutan dan penyesalan ini. Saya harus pergi. Saya akan mencari Ayah yang selama ini Ibu benci. (hlm 114)

Selama dua bulan tinggal bersama ayahnya, Nayla merasa bahagia dan ia sangat mencintai ayahnya walaupun tidak ditunjukkan secara langsung. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan menggunakan metode analitik dalam kutipan di bawah ini.

(40) Saya tetap merasa asing. Tapi saya merasa tenang di rumah ini. Bukan isapan jempol. Buktinya saya berhenti ngompol. Saya tak tahu seperti apa bahagia. Tapi saya yakin, saya sedang mengetuk di depan pintunya. (hlm 20) (41) Kamu juga gak akan berhenti mencari figur bapakmu yang sebenarnya kamu

cintai walaupun kamu gak pernah akui. (hlm 49)

(42) Tapi di sisi lain, saya bersyukur kita diberi kesempatan bersama selama dua bulan sebelum Ayah meninggal. Saya juga menyesal karena sering mengatakan kalau saya tak pernah mencintai Ayah. Saya sama sekali tak bermaksud begitu. (hlm 56)

Sejak kematian Ayahnya, saat Nayla berusia dua belas tahun, ia dimasukkan ke dalam Rumah Rehabititasi Anak Nakal dan Narkoba oleh Ibu tirinya karena diduga menggunakan narkoba dan sering mabuk. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan mengunakan metode dramatik dan analitik. Terdapat dalam kutipan di bawah ini.

(43) Umurnya dua belas tahun. Kasusnya, kenakalan remaja dan penggunaan narkoba. Tapi ia tak pernah mengakuinya. (hlm 18)

(44) “Enggak, Mbak. Saya Cuma mau laporan tentang perkembangan Nayla dan mendiskusikannya. Saya takut kecurigaan saya gak benar karena saya pun tidak punya bukti obat apa yang Nayla pakai. Tapi saya yakin, Mbak ibunya. Mbak pasti lebih tau. Jadi kalau mbak sependapat dengan saya, bahwa Nayla memakai obat-obatan, saya sudah punya solusi. Dan inilah yang akan saya sampaikan. Saya butuh bantuan Mbak.” (hlm141)

Dokumen terkait