• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

A. Penyebar Berita Bohong di Pidana dalam Hukum Pidana Positif

Menurut Lukman Hakim Syaifuddin Penyebaran hoax di Indonesia, mulai marak sejak media sosial popoler di gunakan oleh masyarakat Indonesia. Ini di sebabkan sifat dari media soial yang memungkinkan akun anonim untuk berkontribusi, juga setiap orang, tidak peduli latar belakangnya, punya kesempatan yang sama untuk menulis.

Beberapa orang yang tidak bertanggung jawab menggunakan celah ini untuk menggunakan media sosial dalam konteks negatif, yaitu menyebarkan fitnah, hasut dan hoax.33

Penyebar hoax dapat di pidana jika memenuhi unsur-unsur menyiarkan kabar yang tidak lengkap dan sumber nya tidak jelas, sedangkan pelaku paham, mengerti atau menduga bahwa kabar bohong yang di terbitkan di media sosial maupun media yang memungkinkan pelaku menerbitkan berita tersebut dapat menimbulkan keonaran, kegelisahan di tengah-tengah kalangan masyarakat. Pengertian dari kabar yang tidak pasti sendiri di jelaskan lebih lanjut dalam bagian penjelasan pasal XV Undang-Undang No 1 Tahun 1946 Tentang Pertauran Hukum Pidana.

33 Lukman Hakim Syaifuddin. Melawan Hoax Di Media Sosial Dan Media Massa.(Yogyakarta : Trusmedia Publishin, 2017) cetakan 1, h, 92.

Penyebaran berita bohong yang di lakukan melalui media internet juga dapat di jerat pidana, hal ini di atur dalam ketentuan pasal 45A Ayat (1) Undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik Selanjutnya di sebut UU ITE , UU ITE pada bab VII tentang perbutan yang di larang pasal 28 ayat (2) merumuskan tindak pidana pemberitaan atau penyebaran berita bohong sebagai berikut :

“Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak menyebarkan informasi yang ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyrakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golonngan (SARA)”

Selanjutnya Bab XI tentang ketentuan pidana pasal 45 ayat 2 UU-ITE menentukan sanksi bagi pelaku sebagai mana berikut :

“Setiap orang yang memenuhi unsur sebgaimana di maksud dalam pasal 28 ayat (1) dan (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/

atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dalam Undang-Undang ITE tidak di jelaskan mengenai defenisi dan ruang lingkup tentang “berita bohong dan menyesatkan” tersebut.

Padahal jika di kaji lebih lanjut, mengenai “berita bohong” juga memiliki pengertian yang berbeda-beda di setiap dalam konteks tertentu, maksudnya adalah bagaimana jika seseorang tidak mengetahui bahwa berita yang di sebenarnya merupakan berita bohong dan penerbit tidak sadar mengetahui

bahwa hal tersebut adalah berita bohong. Disisi lain ruang lingkup dari kalimat “menyesatkan” sangatlah luas, tidak di jelaskan sejauh apa efek dan dampak menyesatkan itu. Hal ini tentu saja menimbulkan terjadi nya multitafsir yang berujung terjadinya kekaburan norma.

Berita bohong (Hoax) berarti tipuan atau lelucon. Kegiatan seperti menipu, berbohong, dan menyampaikan sesuatu yang tidak benar atau tidak sesuai fakta. Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum pidana telah mengatur mengenai hoax sebagai suatu perbuatan pidana dalam beberapa pasal, yakni pasal 14 ayat:

a. Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tinnginya sepuluh tahun.

b. Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka penyebar berita hoax dapat dipidana jika memenuhi unsur-unsur menyirakan berita atau pemberitaan bohong, adanya kesengajaan, mengakibatkan, keonaran di kalangan rakyat, kata keonaran dan menyiarkan sendiri di jelaskan lebih lanjut dalam dalam bagian penjelasan pasal XIV Undang-Undang No.1 Tahun

1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegemparan, kerusuhan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Kekacauan juga memuat juga keonaran, menyiarkan artinya sama dengan “verspreiden” dalam pasal 171 kitab Undang-Undang Hukum Pidana.34

Kemudian pasal 15, yang menyatakan barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atu mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Penyebaran berita bohong (hoax) di Indonesia sendiri telah dikategorikan sebagai suatu perbuatan pidana. Moeljatno sebagaimana di kutip oleh Mahrus Ali mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang di larang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat di pidana adalah perbuatan seseorang yang di ancam pidana,perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat di peratanggung jawabkan atas perbuatannya.

34 Andreas Siambaton. Kajian Perbandingan Tentang pengaturan Penyebaran Berita Bohong (Hoax) sebagai Perbuatan Pidana Di Indonesia dibandingkan Dengan Negara Singapura. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana. Bali, h, 3.

Hoax sebagai suatu perbuatan pidana telah di atur dalam beberapa instrumen undang-undang di Indonesia. Kendati telah memiliki sanksi pidana, penyebaran hoax masih dengan mudah ditemukan, hukum pidana tidak saja bertujuan untuk memperbaiki pelaku kejahatan agar tidak melakukan lagi kejahatan, tetapi juga untuk mencegah masyarakat untuk melakukan kejahatan.

Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa Penyebaran berita bohong merupakan sutau kejahatan yang konvensional. Kejahatan konvensional adalah suatu kejahatan terhadap jiwa, harta benda, dan kehormatan yang menimbulkan kerugian baik fisik maupun psikis yang baik dilakukan dengan cara-cara biasa maupun dimensi baru, yang terjadi di dalam negeri. Penyebaran berita bohong (haox) tidak hanya sekedar menyebarkan berita bohong yang menyesatkan, seringkali ada motif tersendiri dalam penyebaran Hoax yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Masyarakat yang tidak paham mengenai suatu berita sering menyebarkan ulang berita hoax, sehingga penyebaran Hoax semakin cepat. Perlunya pembahasan mengenai pengaturan hoax sebagai suatu pebuatan pidana untuk dapat menacari tahu apakah pembuat hoax dan penyebar hoax dengan materi-materi tertentu dapat di jerat hukum demi keamanan dan kenyamanan masyarakat.

Berita bohong dalam Hukum Pidana Islam. Sebenarnya banyak istilah dalam fiqih yang bisa dipadankan dengan berita bohong (hoax), seperti fitnah, adu domba, dan sebagainya. Tergantung konten berita dan

tujuannya. Namun sepanjang penulurusan penulis, istilah yang cukup padan dengan hoax dalah ghibah. Al-Ghazali dalam Bidayah al-Hidayah mendefinisikan dengan “cacat atau kekurangan yang di sebarluaskan yang jika si korban mendengar dia tentu merasa tidak nyaman.”35

Imam Nawawi al Bantani dalam syarah Bidayah al-Hidayah menjelaskan bahwa bentuk reaksi ghibah menurutnya adalah setiap perbuatan yang mengindikasikan bahwa pelaku ingin menujukkan kekurangan orang lain dalam berbagai hal seperti fisik, silsilah keluarga, perilaku, perbuatan, ucapan, agama, harta, pakaian, rumah dan kendaraan.

Telah di jelaskan bahwa segala tindak pidana yang tidak tergolong jarimah hudud/qisas/diat tergolong jarimah ta’zir merupakan jarimah yang pengaturan sepenuhnya di serahkan kepada ulil amri. Ulil amri di beri kewenangan seluas-luasnya, namun tetap dalam koridor syari’ah, untuk menentukan kejahatan apa saja yang sepadan dengan kejahatan tersebut.

Dengan pertimbangan maslahah bagi masyarakat.

Perbuatan menyebarkan berita bohong ini dapat dikatakan sebgai sebuah kejahatan jarimah, hal ini dapat dilihat dari terpenuhinya dari 5 macam jarimah yaitu :36

b. Dilihat dari berat ringannya jarimah ini termasuk dalam jarimah ta’zir, karena jarimah ini tidak di tentukan dalam ketentuan

35 A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Islam Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h, 31-32.

36 Abu Muhammad Zahrah, Al- Jarimah Wa Alqubahfi fiqh Al-Islami, (Kairo:

Dara al- Farabi, 1998), 57.

syara’. Kecuali dengan berita bohong yang brisi tentang menuduh wanita baik-baik melakukan zina.

c. Di lihat dari niat pelakunya jarimah ini termasuk dalam jarimah sengaja, karena dalam menyebarkan suatu informasi dalam media sosial di perlukan beberapa langkah yang di lakukan oleh seseorang.

d. Di lihat dari cara mengerjakannya dalam kasus ini termasuk jarimah positif, dimana pelaku penyebar berita bohong secara langsung menyebarkan berita tersebut hanya mendapat pesanan ataupun suruhan dari seseorang yang memiliki kepentingan dengan berita tersebut.

e. Di lihat dri segi korban jarimah ini dapat menjadi jarimah perseorangan ataupun masyarakat, karena memang berita bohong dapat memuat sebuah fitnah untuk seorang selain itu berita atau informasi yang tidak benar dapat membuat masyarakat secara umum sesat dan memiliki pemahaman yang tidak benar.

f. Dari segi tabiat khususnya jarimah ini termasuk dalam jarimah biasa ataupun politik, karena bila dalam pemberitaan tersebut hanya berniat untuk menjatuhkan ataupun menfitnah seseorang seperti contohnya pencemaran nama baik itu bisa masuk dalam jarimah biasa.

Para ulama membagi ta’zir kepada dua bagian, yaitu:

a. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah adalah semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum. Misalnya membuat kerusakan di muka bumi, penyelundupan, penimbunan bahan-bahan pokok sebagainya

b. Jarimah ta’zir hak perorangan, adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang tertentu. Misalnya penghinaan, penipuan, pemukulan, dan lain sebagainya.

Dari uraian di atas sanksi hukum penyebar berita bohong dapat diberikan sesuai dengan aturan-aturan di hukum pidana islam. Dimana penyebaran berita bohong termasuk dalam jarimah ta’zir dimana perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi seseorang, kelompok maupun masyarakat secara luas. Perbuatan tersebut dapat mengakibatkan kerusakan fisik maupun mental.

Namun jika di lihat dari jenis berita bohong yang sudah di tentukan dalam syara’ yaitu apabila seseorang menuduh wanita baik-baik melakukan zina. Dalam menuduh wanita baik-baik berbuat zina orang yanng menuduh atau menyebar berita tersebut harus dapat membuktikan kebenaran beritanya dengan mendatangkan emapat orang saksi. Apabila tuduhan itu tidak terbukti dan hanya berita bohong semata maka di kenakan sanksi had kepada si penuduh, dengan cara memberikan cambukan sebnyak delapan puluh kali.

Adapun jenis hukuman yang di berikan dari penyebar berita bohong (hoax) adalah seperti menyebarkan berita bohong di media sosial adlah hukuman penjara terbatas, dimana waktu hukuman tersbut di tentukan. Dengan adanya ketentuan tersebut maka perbuatan menyebarkan berita bohong di media sosial dapat di jatuhi hukuman atau sanksi penjara.

Dan untuk ketetapan hukuman atau vonis dari perbuatan tersebut di serahkan kepada pemimpin.

B. Pandangan Hukum Pidana tentang Penyebar Berita Bohong sebagai

Dokumen terkait