Peta Jawa Barat Lokasi 785000 785000 790000 790000 795000 795000 800000 800000 805000 805000 92 5 5 0 00 92 55 0 00 92 60 0 00 92 60 0 00 92 65 0 0 0 92 6 50 00 92 70 0 00 92 7 00 00 92 75 0 0 0 927 50 00 92 80 0 0 0 92 80 0 0 0 2 0 2 4 Kilometers Sumber :
- Peta Topografi (Bakosurtanal) Skala 1 : 50.000
- Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung Departemen Kehutanan U Keterangan A < Atol A > Atol Tidak dianalisis
Dengan mengkaji, bahwa Sub DAS Ciasem Hulu merupakan bagian DAS Ciasem, dimana fungsi utamanya sebagai daerah tangkapan air atau resapan air, maka apabila kondisi sekarang tidak dilakukan perubahan atau perbaikan, dampak kerusakan pada daerah hilir akan semakin membahayakan.
Dampak di daerah hilir, salah satunya yang telah terjadi adalah pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan aliran air lainnya. Menurut BAPEDA (2001), selama kurun waktu 16 tahun (1984-2000) di wilayah Subang telah kehilangan 31 buah situ/danau. Dampak lainnya adalah terjadi banjir dan kekeringan. Di wilayah Subang, ada 3 kecamatan yaitu Pamanukan, Legon Kulon dan Blanakan yang rawan banjir dan kekeringan (BAPEDA, 2001). Hal ini sesuai dengan Arsyad (1989), bahwa dampak terjadinya erosi secara tidak langung di tempat kejadian, berupa berkurangnya alternatif penggunaan lahan, sedangkan di luar lokasi kejadian dengan meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir.
Dengan kondisi lahan yang demikian, maka sangat perlu adanya upaya- upaya yang dilakukan untuk menahan atau mengurangi laju erosi yang sangat tinggi. Secara institusi pemerintah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang sangat besar.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kelestarian penggunaan lahan adalah kegiatan budidaya pertanian harus didukung dengan tindakan konservasi tanah. Kegiatan lainnya adalah pengembangan hutan rakyat dengan pola tumpang sari, terutama pada lahan-lahan tegalan dan semak belukar, serta pengembangan pemanfaatan lahan bawah tegakan pada lahan-lahan kebun campuran.
Tindakan konservasi tanah yang perlu dimasyarakatkan dapat berupa pembuatan guludan, penanaman dalam strip, penanaman menurut kontur atau yang lebih baik lagi dengan pembuatan teras.
Keberhasilan kegiatan-kegiatan di atas, harus didukung oleh pemantapan kelembagaan, yang dapat berfungsi sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan sumber daya petani.
Dalam jangka panjang, pemerintah harus dapat menyusun rencana program dan kegiatan yang dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada sumber daya lahan. Pada wilayah Sub DAS Ciasem Hulu, salah satu potensi yang dapat
digali dalam rangka pengembangan wilayah andalan adalah membangun lokasi- lokasi andalan agrowisata dan ekowisata.
Analisis Usaha Tani Aktual
Analisis usaha tani hanya dilakukan pada penggunaan lahan berupa tegalan, dimana tanaman yang dikembangkan merupakan tanaman semusim. Pengambilan contoh petani di lapangan ditentukan secara purposive sampling berdasarkan pola tanam dan agroteknologi yang diterapkan.
Petani pada lahan tegalan, banyak yang merupakan petani penggarap dengan luas lahan garapan relatif sama yaitu rata-rata 0.286 Ha. Dalam mengelola lahan garapannya, kendala yang hadapi petani adalah kurangnya informasi pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan lahan garapan yang dikelola, akibatnya hasil tanaman tersebut kurang menguntungkan.
Analisis usaha tani ini terdiri atas analisis biaya (pengeluaran) yang meliputi komponen tenaga kerja, bibit/benih, peralatan, pupuk dan pestisida. Analisis pendapatan yang dihitung berdasarkan total produksi, harga dan biaya yang dikeluarkan seperti tersaji dalam Lampiran 21. Untuk memperoleh nilai pendapatan, dihitung dulu pendapatan kotor, caranya dengan menghitung total produksi dikali harga. Pendapatan diperoleh dari hasil perhitungan pendapatan kotor dikurangi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, termasuk upah tenaga kerja dalam keluarga. Pendapatan kotor ini merupakan jumlah hasil penjualan dari semua komponen usaha selama satu tahun.
Pendapatan petani ini, nantinya digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani, dengan semakin tinggi pendapatan petani maka tingkat kesejahterannya pun akan meningkat. Hasil perhitungan usaha tani pada lahan tegalan dengan tanaman semusim dapat dilihat pada Tabel 18.
Oleh karena itu, apabila pola tanam yang dipakai/diterapkan memberikan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan standar hidup masyarakat dan memberikan pengelolaan yang berkelanjutan, maka pola tanam tersebut akan menjadi salah rekomendasi dalam perencanaan penggunaan lahan.
Tabel 18 Hasil Usaha Tani Berdasarkan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual pada Penggunaan Lahan Tegalan
No Unit lahan Penggunaan lahan Kelas kemampuan lahan
Pola tanam dan agroteknologi aktual
Rata-rata pendapatan bersih
per tahun (Rp)
13 Tegalan III Ubi kayu + diberakan 992 800.00
158 Tegalan IV Padi gogo + cabai –
diberakan
1.927.800.00
159 Tegalan III Kencur + cabai-
diberakan
3.985.200.00
Sumber : Hasil analisis
Berdasarkan Tabel 18 pendapatan petani per tahun dari pemanfaatan lahan garapannya sangat rendah, penyebab utamanya adalah karena: (1) luasan usaha tani yang sempit, (2) belum dilakukannya tindakan konservasi tanah, (3) belum ada kegiatan agroteknologi yang tepat, baik kegiatan pemeliharaan kesuburan tanah misalnya pemupukan, pengapuran dan juga pemberantasan hama penyakit, dan (4) berkaitan dengan hasil produksi, masih jarangnya industri yang mengolah hasil pertanian tersebut.
Untuk melihat standar hidup petani penggarap di wilayah tersebut, maka ditentukan nilai besaran standar hidup layak. Nilai standar hidup layak pada lokasi penelitian berdasarkan Sajogyo (1977), yaitu diperkirakan sebesar 320 x 4 x 2.500.00 x 2.5 = Rp8.000.000.00 dengan nilai ambang kecukupan pemenuhan kebutuhan rumah tangga rata-rata sebanyak 320 kg/orang/thn, jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang dan harga beras Rp2.500.00 dan indeks kompensasi 2.5 atau 250 %).
Berdasarkan hasil wawancara, profesi sebenarnya petani penggarap adalah buruh tani dengan rata-rata pendapatan tiap bulan Rp300.000.00 atau Rp3.600.000.00 per tahun. Apabila pendapatan petani sebagai buruh ditambah dengan hasil bertani pada lahan garapan, maka dari ketiga komposisi pola tanam pada lahan tegalan belum ada yang dapat memberikan pendapatan tambahan yang memenuhi standar hidup yang layak. Dengan demikian perlu adanya perbaikan pengelolaan lahan garapannya, sehingga diperoleh alternatif pola tanam yang dapat memberikan tambahan pendapatan yang layak, dan disertai dengan tindakan konservasi yang sesuai agar pemanfaatannya lestari.
Evaluasi Arahan Penggunaan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Subang
Tujuan dari analisis ini adalah untuk memberikan gambaran tentang penggunaan lahan pada RTRW dan mengkaji kecocokannya berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan.
Arahan Penggunaan Lahan Menurut RTRW Kabupaten Subang
Arahan Penggunaan lahan RTRW Kabupaten Subang pada Sub DAS Ciasem Hulu diprioritaskan pada penggunaan lahan kebun campuran dan pertanian lahan basah (sawah), seperti tersaji dalan Tabel 19 dan Gambar 12. Tabel 19 Luas Penggunaan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Subang pada Sub DAS Ciasem Hulu
No. Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Pertanian lahan basah (sawah) 4.314.25 26.44
2. Perkebunan 2.446.20 4.99 3. Pemukiman 951.13 5.83 4. Kebun campuran 7.084.08 43.41 5. Hutan produksi 288.03 1.76 6. Hutan lindung 170.71 1.05 7. Cagar alam 1.065.22 6.53 Jumlah 16.319.62 100.00
Sumber : Peta RTRW Kabupaten. Subang
Berdasarkan Tabel 19, penggunaan lahan pada Sub DAS Ciasem Hulu pada dasarnya dialokasikan untuk daerah bervegetasi tanaman kayu-kayuan yang dapat berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) dan sudah lebih dari 45%. Tetapi luas hutannya masih sangat kecil yaitu hanya 9.34%, terdiri atas hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam.
Keterangan
PETA