SUB DAS CIASEM HULU KABUPATEN SUBANG
Peta Jawa Barat Lokasi 785000 785000 790000 790000 795000 795000 800000 800000 805000 805000 92 55 0 00 92 550 00 92 60 0 0 0 92 60 0 0 0 92 65 0 0 0 9265 0 0 0 92 70 0 0 0 92 70 0 0 0 92 75 0 0 0 92 75 0 0 0 92 80 0 00 92 8 00 00 2 0 2 4 Kilometers Sumber :
- Peta Topografi (Bakosurtanal) Skala 1 : 50.000
- Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung Departemen Kehutanan U Cagar Alam Hutan Lindung Hutan Produksi Kebun Campuran Perkebunan
Pert. Lahan Basah (Sawah) Pemukiman
Alternatif Pola Tanam dan Agroteknologi
Berdasarkan hasil evaluasi pola tanam dan agroteknologi aktual, pada lahan tegalan umumnya didominasi oleh tanaman ubi kayu, dimana pengelolaannya belum memperhatikan tindakan konservasi tanah, akibatnya terjadi erosi aktual (A) lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (Atol).
Perubahan pola tanam dan agroteknologi alternatif yang ditawarkan, harus memberikan nilai erosi yang lebih kecil dibandingkan dengan laju erosi yang dapat ditoleransikan, selain itu petani harus dapat melaksanakannya secara mandiri atau swadaya, bantuan pemerintah sifatnya hanya sebagai stimulan.
Alternatif pola tanam yang dipilih, harus betul-betul dapat memperbesar proses infiltrasi air ke dalam tanah (terkait dengan fungsi hidrologis). Peruntukan lahan dalam perencanaan jangka panjang, sebaiknya lebih diarahkan pada penggunaan lahan dengan jenis tanaman atau vegetasi yang efektif untuk mencegah terjadinya kerusakan lahan, salah satunya adalah memperluas kawasan yang berfungsi sebagai hutan. Hasil analisis selengkapnya tersaji dalam Tabel 23.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kepada petani pada intinya petani memiliki itikad untuk mengelola lahannya secara berkelanjutan, asalkan dapat dikerjakan sendiri dan dengan biaya yang murah. Selain itu ada jaminan usaha jangka panjang, karena petani banyak yang berstatus sebagai petani penggarap. Apabila pola tanam dan agroteknologi alternatif tersebut dapat direalisasikan dengan baik, maka dalam jangka panjang akan terbentuk penggunaan lahan kebun campuran berpola tumpang sari dengan tanaman semusim.
Untuk lahan-lahan semak belukar, sebaiknya diubah menjadi lahan yang lebih produktif, melalui kegiatan rehabilitsi lahan menggunakan tanaman kayu- kayuan seperti tanaman sengon, mahoni dan tanaman multiguna (Multiple Puspose Trees Species/MPTS) terutama buah-buahan seperti sukun, jengkol, petai, nangka dan lain sebagianya. Penggunaan lahan lahan jenis semak belukar pada umumnya merupakan tanah-tanah negara yang kurang produktif. Implementasinya dapat bekerjasama dengan pemerintahan desa dan kelompok tani setempat.
Tabel 23 Pola Tanam dan Agoteknologi Alternatif pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif Di Wilayah Sub DAS Ciasem Hulu
No. Unit lahan
Pola tanam dan agroteknologi alternatif KKL Nilai CP aktual Nilai CP alternatif A (ton/ha/ thn) Atol (ton/ha/ thn) Tegalan 13 Rb+Ub+ Tg+ Ms + PMK III 0.200 0.0500 42.99 < 48.40 158 Sg+Jg+Cb+Tg+Ms+ PMK –diberakan (Tumpangsari) IV 0.200 0.0120 28.68 < 39.27 159 Sg+Kc+Cb+Tg+Ms+ PMK –diberkan (Tumpang sari) III 0.450 0.0300 16.74 < 37.38 Kebun campuran 81 Kp+Ck+Sg+Kr +perbaikan teras IV 0.070 0.0060 20.58 < 26.93 110 Dr+Ck+Nk+Ub +Perbaikan teras IV 0.105 0.0120 22.10 < 24.89 111 Ck+Dr+Nk+Ub +pebaikan teras IV 0.105 0.0120 25.02 < 27.92 127 Jk+Dr +Perbaikan teras IV 0.070 0.0100 23.94 < 26.79 128 Ck+Sg+Bb+Kr +Perbaikan teras IV 0.070 0.0040 25.33 < 25.66 Semak belukar 38 Kebun campuran + Penanaman rumput +Tgb+ pola penanaman barisan IV 0.300 0.0075 30.27 < 34.84 17 Kebun campuran + perbaikan teras+TPT IV 0.070 0.0100 21.97 < 44.85 18 Kebun campuran+ perbaikan terras+TPT III 0.070 0.0120 19.59 < 36.08 176 Kebun campuran+ perbaikan teras+TPT IV 0.105 0.0060 33.41 < 40.74 238 Kebun campuran + penanaman rumput +Tg IV 0.020 0.0130 17.01 < 23.94
Keterangan : Kelas kemampuan lahan (KKL), Faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi (CP), Laju erosi (A), Erosi yang dapat ditoleransi (Atol), Sengon (Sg), Kencur (Kc), Cabai (Cb), Ubi kayu (Ub),
Jagung (Jg), Rambutan (Rb), Jeruk (Jk), Durian (Dr), Cengkeh (Ck), Bambu (Bb), Nangka (Nk), Kayu rimba (Kr), Kopi (Kp), Teras gulud (Tg), Mulsa (Ms), Penanaman menurut kontur (PMK), Tanaman Penutup Tanah (TPT), Terras gulud bersaluran (Tgb)
Sumber : Hasil analisis
Berdasarkan Tabel 23 lahan tegalan diarahkan untuk pengembangan sistem agroforestri dengan tanaman kayu-kayuannya sengon dan rambutan. Sedangkan lahan semak belukar diarahkan pada pengembangan kebun campuran, dengan sistim tajuk bertingkat, komposisi tanamannya terdiri dari tanaman buah-buahan, perkebunan dan kehutanan. Hasil ekstrapolasi arahan penggunaan lahan, tersaji dalam Gambar 13.
Analisis Usaha Tani Alternatif
Seperti pada pola tanam dan agroteknologi aktual, analisis usaha tani pola tanam dan agroteknologi alternatif juga hanya dilakukan pada lahan tegalan. Komposisi pola tanam dan perhitungan analisis usaha tani, selengkapnya disajikan dalam Lampiran 22 dan Lampiran 23.
Berdasarkan kondisi alternatif untuk mendapatkan tambahan pendapatan yang mencapai standar hidup yang layak, dikarenakan luas lahannya sangat sempit (rata-rata 0.286 Ha), maka perlu adanya usaha tambahan lain, salah satunya dengan pemeliharaan hewan ternak (Lampiran 24). Hasil usaha tani ini tersaji dalam Tabel 24.
Analisis usaha tani ini sangat penting, karena dalam penyusunan perencanaan penggunaan lahan selain aspek fisik yang dominan juga masalah ekonomi. Hal ini didasarkan pada kenyataan di lapang, bahwa masyarakat sekarang terutama dipedesaan pemenuhan kebutuhan hidupnya sangat bergantung dari hasil pertanian yang dikelolanya.
Disisi lain pertambahan jumlah penduduk juga sangat mendorong adanya peningkatan tekanan terhadap sumber daya lahan. Menurut Balai Pengelolaa DAS Citarum Ciliwung (2004), tekanan penduduk pada DAS Ciasem mencapai 2.06 (>1), artinya tekanan penduduk sudah melebihi daya dukungnya.
Tabel 24 Hasil Usaha Tani Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif No
Unit lahan
Pola tanam dan agroteknologi
aktual
Pendapatan bersih per tahun
(Rp x 1.000)
Pola tanam dan agroteknologi
alternatif
Pendapatan bersih per tahun
(Rp x 1.000) *) 13 Ubi kayu 4 592.80 (3 600.00 + 992.80) Rb+Ub+ Tg+ Ms + PMK-diberakan (Tumpangsari) 6 830.20 (3 600.00 + 1.030.20+2 200.00) 158 Padi gogo + cabai – diberakan 5 527.80 (3 600.00+1 927.80) Sg+Jg+Cb+Tg+Ms + PMK - diberakan (Tumpangsari) 8 094.00 (3 600.00 + 2.294.00+2 200.00) 159 Kencur + cabai- diberakan 7 585.20 (3 600.00+3 985.20) Sg+Kc+Cb+Tg+Ms + PMK - diberakan (Tumpang sari) 10 772.70 (3 600.00 + 4.972.70+2 200.00)
Keterangan : Sengon (Sg), Kencur (Kc), Cabai (Cb), Ubi kayu (Ub), Jagung (Jg), Rambutan (Rb), Teras gulud (Tg), Mulsa (Ms), Penanaman menurut kontur (PMK),
*) sudah termasuk usaha tambahan Sumber : hasil analisis
Berdasarkan Tabel 24 dengan pola tanam dan agroteknologi alternatif serta ditambah dengan usaha tambahan ternak, pendapatan yang dapat mencapai
standar hidup layak (Rp 8.000.000), yaitu pada unit SLH 158 dan 159, sedangkan unit SLH 13 masih belum mencapai strandar hidup layak, oleh karena itu diperlukan kegiatan usaha lainnya, yaitu melalui pengembangan usaha pengolahan hasil (off farm), atau kegiatan non pertanian lainnya yang ramah lingkungan (agrowisata, ekowisata, industri kecil, perdagangan dan jasa).
Dengan melihat hasil analisis ini, pemerintah daerah dapat menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan. Kenyataan sekarang di lapangan banyak terjadi perubahan penggunaan lahan, salah satunya dengan bermunculannya tempat penambangan pasir (galian C). Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Subang (2004), memberikan ijin penggalian pasir di wilayah DAS Ciasem sebanyak 14 izin, walaupun kenyataannya banyak juga yang tidak berijin yang beroperasi diwilayah tersebut. Hal ini apabila terus dibiarkan akan semakin merusak kondisi lahan pada daerah tersebut dan juga wilayah lainnya terutama pada bagian hilir.
Untuk mengakomodasi berbagai kepentingan tersebut, maka dalam kegiatan pengembangan wilayah dengan wilayah pengelolaan DAS harus dilakukan secara terpadu. Hal ini dikarenakan beberapa alasan pokok (Mangundikoro,1985), yaitu antara lain :
1. Adanya keterkaitan antar berbagai sektor kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktifitas manusia dalam penggunaanya. 2. Pengelolaan DAS melibatkan berbagai disiplin ilmu, antara lain : ilmu
tanah, geomorfologi, hidrologi, kehutanan, pertanian, ekonomi dan sosiologi.
3. Pengelolaan DAS bersifat lintas sektoral.
Dengan kenyataan seperti itu, maka untuk memberikan hasil yang maksimal pengelolaan DAS harus dilakukan secara terpadu. Artinya terjadi keserasian, keseimbangan dan koordinasi yang efektif. Menurut Kartodihardjo et al. (2004), tolak ukur keberhasilan pengelolaan DAS adalah tercapainya pembangunan ekonomi dengan mempertahankan kepentingan sosial kemasyarakatan serta dengan tetap mempertahakan fungsi kelestarian lingkungan hidup. Pendekatannya multidisipli dengan 3 pendekatan utama yaitu pendekatan ekonomi, institusi dan politik.
Dengan demikian maka pengelolaan DAS merupakan kegiatan yang bersifat koordinatif, dan karenanya dalam penyusunan perencanaan penggunaan lahan harus melibatkan semua stakeholder. Kebijakan diambil harus didasarkan beberapa aspek yaitu aspek geobiofisik wilayah, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Aspek geobiofisik diarahkan untuk perbaikan lingkungan melalui kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, aspek ekonomi diarahkan untuk menjamin peningkatan pendapatan petani, dan aspek kelembagaan dengan tujuan memantapkan kemandirian petani, melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pembinaan kelembagaan dalam kelompok tani.
Arah Pengembangan Wilayah Sub DAS Ciasem Hulu
Sub DAS Ciasem Hulu, dilihat dari aspek fisik berdasarkan kelas kemampuan lahan dan pendugaan erosi, maka dalam rencana pengembangan wilayahnya sebaiknya diarahkan pada pemanfaatan lahan yang lebih memprioritaskan penutupan tajuk (kanopi) dan lebih memperhatikan aspek konservasi. Secara umum arahan penggunaan lahan untuk pertanian lebih diutamakan pada pengembangan tanaman keras, seperti kebun campuran dengan tanaman buah-buahan dan tanaman perkebunan seperti cengkeh, kopi dan teh atau dijadikan sebagai hutan, dengan didukung oleh penerapan teknik konservasi tanah. Sedangkan untuk non-pertanian, sebaiknya dikembangkan agrowisata dan ekowisata, potensi agrowisata salah satunya adalah perkebunan teh, kemudian untuk ekowisatanya seperti gunung Tangkuban Parahu, pemandian air panas Ciater, air terjun curug Cijalu dan pemandian air panas Gunung Kapur. Khusus untuk lahan berupa semak belukar dan tegalan dengan kemiringan lereng lebih 15%, lebih baik diubah dalam bentuk hutan atau kebun campuran.
Pada dasarnya arahan di atas telah sejalan dengan RTRW Kabupaten Subang, dimana areal Sub DAS Ciasem Hulu sebagian besar terletak pada wilayah pengembangan III. meliputi kota Jalan Cagak, Sagalaherang dan Cijambe, dengan pusat pertumbuhan kota Jalancagak, fungsinya sebagai pusat produksi pertanian dan perkebunan (BAPEDA, 2002).
Berdasarkan hirarkhi kota kecamatan, kota Subang dan Jalan Cagak termasuk dalam hirarkhi I, yang menunjukkan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan, kota Kalijati termasuk dalam hirarkhi II dengan fungsi sebagai pusat
perdagangan dan jasa, permukiman, dan skala pelayanan beberapa kecamatan, sedangkan Cijambe, dan Sagalaherang masuk dalam hirarkhi III, dengan fungsi sebagai pusat-pusat produksi pertanian dengan skala pelayanan lokal (BAPEDA, 2002).
Salah satu yang harus menjadi fokus perhatian dalam pengembangan wilayah adalah koordinasi antar sektor. Perencanaan yang kurang terpadu akan mengurangi efektifitas pencapaian tujuan, yaitu dalam rangka mensejahterakan masyarakat.
Dengan didukung aksesibilitas dalam bentuk infrastruktur jalan antar wilayah yang cukup baik, maka pemanfaatan sumber daya lahan sebagai salah satu wujud kegiatan pengembangan wilayah akan semakin efektif dan efisien.
Kesimpulan
1. Penggunaan lahan pada Sub DAS Ciasem Hulu sebagian besar berbentuk sawah (33.95%) dan perkebunan (21.29%). Pengunaan lahan lainnya berupa kebun campuran (14.25%), hutan (13.35%), pemukiman (9.16%), dan semak belukar (4.66%), serta tegalan (3.35%).
2. Hasil klasifikasi kemampuan lahan, pada tegalan, kebun campuran dan semak belukar dengan kelas lereng antara 15%-40%, masuk dalam kelas III (unit SLH 13, 18 dan 159) dan kelas IV (unit SLH 17, 38, 110, 111, 127, 128, 176 dan 238), dengan faktor penghambat umumnya kemiringan lereng, kecuali unit SLH 38 karena faktor tingkat erosi (agak berat). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa penggunaan lahan sekarang telah cocok dengan kelas kemampuannya, tetapi karena faktor penghambat lereng, maka pengelolaannya harus memperhatikan teknik/tindakan konservasi tanah. 3. Hasil prediksi erosi berdasarkan pola tanam dan penutupan lahan aktual,
menunjukkan nilai erosi (A) umumnya lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi (Atol), kecuali unit SLH 17, dan 18, dengan nilai (A) 16.15
ton/ha/thn dan 12.00 ton/ha/thn dan Atol sebesar 44.85 ton/ha/thn dan 36.08
ton/ha/thn. Besarnya laju erosi tersebut penyebab utamanya adalah curah hujan (erosivitas hujan tinggi) dan panjang dan kemiringan lereng (faktor LS). Oleh karena itu pengelolaan lahannya harus menerapkan pola tanam dan agroteknologi yang tepat. Tindakan konservasi yang harus dilakukan penanaman menurut kontur, pembuatan teras gulud, penggunaan sisa-sisa tanaman (mulsa), pemupukan dan perbaikan atau pembuatan teras.
4. Hasil usaha tani lahan tegalan, pada pola tanam dan agroteknologi aktual belum memberikan tambahan penghasilan yang cukup untuk mencapai standar hidup layak, yaitu sebesar Rp 8.000.000 per keluarga per tahun, penyebab utamanya adalah sempitnya lahan usaha dan pengelolaannya belum menerapkan agroteknologi yang tepat. Oleh karena itu perlu pola tanam dan agroteknologi alternatif, dan juga pengembangan usaha-usaha tambahan yang ramah lingkungan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
pola tanam dan agroteknologi alternatif serta usaha tambahan pemeliharaan hewan ternak, unit SLH 158 dan 159 telah dapat mencapai standar hidup layak yaitu Rp.8.094.000 dan Rp.10.772.700, tetapi unit SLH 13 masih perlu usaha lainnya.
5. Penggunaan lahan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), masih perlu adanya pengkajian pada skala detil (besar). Hasil analisis kecocokan penggunaan lahan dengan kelas kemampuan lahannya menunjukan bahwa masih banyak lahan yang kurang cocok dengan pertanian lahan basah (sawah) tetapi tetap direncanakan. Hal ini terjadi karena selain pertimbangan aspek ekonomi juga dikarenakan adanya kebijakan stabilitas tanaman pangan.
6. Arahan penggunaan jangka panjang, sebaiknya lahan tegalan dan semak belukar diubah pada bentuk hutan atau kebun campuran. Berdasarkan potensi fisik wilayah, program pengembangan wilayah Sub DAS Ciasem Hulu adalah untuk pengembangan agrowisata dan ekowisata.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada lokasi-lokasi di luar lokasi penelitian agar dapat diperoleh data data yang lengkap dalam menyusun perencanaan penggunaan lahan.
2. Sub DAS Ciasem Hulu sebaiknya dikelola untuk pengembangan agrowisata, yaitu dengan meningkatkan pemanfaatan fungsi perkebunan dan kebun campuran, kemudian untuk pengembangan ekowisata, yaitu melalui pengembangan Gunung Tangkuban Perahu, curug Cijalu, pemandian air panas Ciater, dan pemandian air panas Gunung Kapur.
3. Untuk meningkatkan pendapatan petani, sebaiknya produksi hasil usaha tani didukung oleh usaha pengolahan hasil (off farm).
4. Pemerintah daerah perlu menyusun kebijakan yang bertujuan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap lahan, melalui pengelolaan DAS secara terpadu.
Abdurachman, A., A. Sofiah,, U. Kurnia. 1981. Pengelolaan Tanah dan Tanaman dalam Usaha Konservasi Tanah. Makalah pada Kongres HITI 16-19 Maret 1981 di Malang. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.
Arsyad, S., A. Priyanto, L.I. Nasoetion. 1985. Pengembangan Daerah Aliran Sungai. Lokakarya Pengembangan Program Studi Pengembangan DAS. Fakultas Pascasarjana. IPB.
. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.
Baba, B. dan U..S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajeman Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.
Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 2003. Pengembangan Wilayah Dalam Era Otonomi Daerah. Buletin Tata Ruang Mei-Juni 2003. Jakarta.
[BAPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Subang. 2001. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2001 tentang Program Pembangunan Daerah Kabupaten Subang Tahun 2001 – 2005.
. 2002. Analisis Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Subang. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Subang. Subang.
. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pola Dasar Pembangunan, Program Pembangunan Daerah dan Rencana Strategis Daerah Tahun 2005 – 2009.
. 2004. Arah Kebijakan Umum APBD Kabupaten Subang Tahun 2005.
dan [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang. 2002. Subang dalam Angka Tahun 2002.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2004. Rencana Teknik Lapangan Reahabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Ciasem. Departemen Kehutaan.
Bennett H.H. 1955. Element of Soil Coservation. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York. USA.
Bols, P.L. 1978. The Isoerodent Map of Java and Madura. Belgian Technical Assistance Project ATA. 105-Soil Research Institute, Bogor.
Dardak, A.H. 2005. Pemanfaatan Lahan Berbasis Tata Ruang Upaya Membentuk Ruang Hidup yang Nyaman, Produktif, Berkelanjutan. Makalah Seminar Nasional “ Save Our Land For The Better Environment”. Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah IPB. Bogor.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang. 2004. Data Rencana Rehabilitasi Lahan 2004.
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Subang. 2004. Rencana Kerja Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Subang 2004.
Hammer, W.I. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. Centre for Soil Research. Bogor.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta. Akademika Pressindo.
Haridjaja, O. 2005. Pentingnya Konservasi Sumber Daya Lahan. Makalah Seminar Nasional “ Save Our Land For The Better Environment”. Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah IPB. Bogor.
Hasani, U.O. 2004. Perencanaan Sistim Usaha Tani Lahan Kering dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di DAS Bau-Bau Pulau Buton Sulawesi Tenggara (tesis). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hockensmith, R.D. and J.G. Steele. 1943. Classifying Land for Conservation
Farming. USDA Farmer’s Bull. dalam S. Arsyad. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.
Kartodihardjo, H., K. Murtilaksono, H.S. Pasaribu, U. Sudadi, N. Nuryartono. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Koperasi Sodaliti. Bogor.
U...Sudadi. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Klingebiel, A.A. and P.H. Montgomery. 1973. Land Capability Classification. Agriculture Handbook No. 210. Soil Conservation Service, USDA dalam
S. Arsyad. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.
Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan dan Manajemen DAS. Proyek Pengembangan/ Peningkatan Perguruan Tinggi. IPB. Bogor.
Mangundikoro, A. 1985. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Departemen Kehutanan dan Universitas Gadjah Mada.
Perum Jasa Tirta Unit II Divisi III. 2004. Data Pokok Perum Jasa Tirta Unit II Divisi III Kabupaten Subang. Subang.
Puntodewo, A., S. Dewi, J. Tarigan. 2004. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. www.cifor.cgiar.ogr./publications/pdt- files/books/SIGeografis/SIG-Part -1,2-pdf. Dikunjungi Tanggal 19 Mei 2005.
Purbowaseso. 2004. Upaya Konservasi Lahan Kritis Daerah Aliran Sungai Riam Kanan Propinsi Kalimantan Selatan. Tropika Vol. 12. No.1 :27-28.
Puspaningsih, N. 1997. Studi Perencanaan Pengelolaan Penggunaan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu Kabupaten Bogor (tesis). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Rahimsyah, A. 1993. Predikasi Erosi di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai Siulak Batanghari Hulu Jambi (tesis). Padang. Program Pasca Sarjana. KPK IPB UNAND.
Rusli, S., Sumardjo, E. Soetarto, Y.B. Krisnamurthi, Y. Syaukat, dan M.F.Sitorus. 1995. Metodologi Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin Suatu Tinjauan dan Alternatif. (Panyunting) S. Rusli, Sumardjo, Y. Syaukat. Kerjasama Fakultas Pertanian IPB dan PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Rustiadi, E., S. Saefulhakim, dan D.R. Panuju. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (Diktat Kuliah). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sabiham, S. 2005. Manajemen Sumberdaya Lahan dalam Usaha Pertanian Berkelanjutan. Makalah Seminar Nasional “ Save Our Land For The Better Environment”. Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah IPB. Bogor. Sajogyo. 1977. Garis Miskin dan Kebutuhan Minimum Pangan. Lembaga
Penelitian Sosiologi Pedesaan (LPSP). IPB, Bogor.
Sinukaban, N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. PT. Indeco Utama International Develovment Consultants Berasosiasi dengan BCEOM.
. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Industri yang Lestari dengan Pertanian Konservasi. Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Konservasi Tanah dan Air. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
. 2001. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Bahan Kuliah). Tidak Dipublikasikan. Program Studi Pengelolaan DAS. SPs-IPB. Bogor.
Sitorus, S.R.P. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesai Press. Jakarta.
Sriharto, S. 2003. Pemulihan Ekosistem Sumberdaya Air dengan Pendekatan Penataan Ruang. Buletin Tata Ruang Juli-Agustus 2003. Jakarta.
Biro Hukum dan Perundang-undangan Sekertaris Kabinet RI. 1992. Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses-A Guide to Conservation Planning. US. Departement of Agriculture. Agriculture Hand Book 537.
Wood, S.R. and F.J. Dent. 1983. LECS. A Land Evaluation Computer System Methodology. Centre For Soil Research. Bogor.
No. Kecamatan
Petani Pedagang PNS/ABRI Buruh Tani Industri Kecil Tukang Angkutan Peternakan Lain-lain Jumlah
Desa I. Sagalaherang 13674 862 721 3292 537 493 732 1632 62 22005 1 Curug Agung 690 104 75 500 312 25 200 121 0 2027 2 Sagalaherang Kaler 803 119 55 622 28 22 247 1288 0 3184 3 Leles 728 48 59 350 33 29 41 29 0 1317 4 Cinta Mekar 692 26 15 279 1 11 23 19 0 1066 5 Cijengkol 1038 86 291 250 43 141 21 1 0 1871 6 Dayeuh Kolot 1243 15 12 280 1 25 32 0 0 1608 7 Sagalaherang 849 110 152 400 65 80 70 138 0 1864 8 Cicadas 1153 25 7 1 30 0 25 0 62 1303 9 Sukamandi 689 58 2 265 1 14 15 36 0 1080 10 Cikujang 1493 105 12 173 13 31 7 0 0 1834 11 Cipancar 1411 98 5 75 8 25 40 0 0 1662 12 Ciponggang 2885 68 36 97 2 90 11 0 0 3189
II. Jalan Cagak 5573 822 235 4046 161 258 625 191 206 12117
1 Bunihayu 1101 77 33 508 38 32 115 5 20 1929 2 Curug Rendeng 1476 62 55 533 43 77 178 0 0 2424 3 Cisaat 226 91 36 768 49 68 130 41 41 1450 4 Ciater 1814 356 45 1568 15 25 54 56 56 3989 5 Jalan Cagak 956 236 66 669 16 56 148 89 89 2325 III. Cijambe 3871 144 144 16 90 287 46 26 0 4624 1 Gunung Tua 2770 104 101 0 90 195 0 26 0 3286 2 Cijambe 1101 40 43 16 0 92 46 0 0 1338 IV. Subang 7729 264 621 2198 1012 257 390 1548 8 14027 1 Dangdeur 5870 156 409 1216 900 78 189 1400 8 10226 2 Parung 1065 66 105 452 48 46 156 20 0 1958 3 Cidahu 794 42 107 530 64 133 45 128 0 1843 V. Kalijati 8766 318 515 3879 1756 1034 745 85 235 17333 1 Jambe Laer 344 11 31 705 704 136 155 0 29 2115 2 Margasari 377 16 36 666 502 56 65 25 9 1752 3 Cisampih 656 17 45 493 262 15 45 12 10 1555 4 Situ sari 582 21 80 630 20 171 93 16 12 1625 5 Rawa lele 1077 26 35 652 36 26 63 0 10 1925 6 Dawuan Kaler 1279 22 54 385 62 86 84 0 30 2002 7 Dawuan Kidul 1135 105 59 116 35 34 50 0 28 1562 8 Menyeti 873 54 64 67 36 217 68 32 56 1467 9 Batu Sari 1550 25 31 35 19 122 29 0 39 1850 10 Sukasari 893 21 80 130 80 171 93 0 12 1480 Jumlah 39613 2410 2236 13431 3556 2329 2538 3482 511 70106
No. Kecamatan 0 -15 15 - 55 > 55 Jumlah Total Jumlah Sex Jumlah KK
Desa L P L P L P L P Jiwa Ratio
I. Sagalaherang 6408 6640 12827 11407 2861 3084 22096 21131 43227 12775 1 Curug Agung 625 744 635 550 270 310 1530 1604 3134 95 902 2 Sagalaherang Kaler 729 717 1715 1409 325 403 2769 2529 5298 109 1282 3 Leles 725 760 616 577 251 283 1592 1620 3212 98 815 4 Cinta Mekar 319 320 620 631 83 90 1022 1041 2063 98 797 5 Cijengkol 434 520 1233 151 225 183 1892 854 2746 222 1290 6 Dayeuh Kolot 635 642 1192 1128 168 176 1995 1946 3941 103 961 7 Sagalaherang 937 896 1283 1246 153 190 2373 2332 4705 102 1020 8 Cicadas 465 540 828 936 202 208 1495 1684 3179 89 930 9 Sukamandi 420 442 789 815 108 123 1317 1380 2697 95 873 10 Cikujang 469 476 1105 1138 634 651 2208 2265 4473 97 1242 11 Cipancar 275 268 1510 1580 203 218 1988 2066 4054 96 1117 12 Ciponggang 375 315 1301 1246 239 249 1915 1810 3725 106 1546
II. Jalan Cagak 4661 4708 7204 7556 2682 2132 14547 14396 28943 7142
1 Bunihayu 724 722 1047 1085 481 645 2252 2452 4704 92 1267 2 Curug Rendeng 909 858 1689 1668 408 380 3006 2906 5912 103 1821 3 Cisaat 695 738 866 991 183 196 1744 1925 3669 91 1161 4 Ciater 1212 1258 1746 1854 798 675 3756 3787 7543 99 1568 5 Jalan Cagak 1121 1132 1856 1958 812 236 3789 3326 7115 114 1325 III. Cijambe 1540 1540 2701 2882 978 903 5219 5325 10544 2829 1 Gunung Tua 801 812 1436 1556 617 701 2854 3069 5923 93 1677 2 Cijambe 739 728 1265 1326 361 202 2365 2256 4621 105 1152 IV. Subang 3439 4087 5063 4921 4738 4078 13240 13086 26326 6892 1 Dangdeur 1947 2671 2284 2131 3223 2441 7454 7243 14697 103 3995 2 Parung 1073 915 1672 1602 1190 1243 3935 3760 7695 105 2124 3 Cidahu 419 501 1107 1188 325 394 1851 2083 3934 89 773 V. Kalijati 4973 5371 11893 11991 1222 1719 18088 19081 37169 11204 1 Jambe Laer 692 749 1209 1262 254 207 2155 2218 4373 97 1504 2 Margasari 565 558 1615 1698 56 131 2236 2387 4623 94 1312 3 Cisampih 463 475 1188 1198 94 38 1745 1711 3456 102 969 4 Situ sari 372 429 952 963 204 240 1528 1632 3160 94 890 5 Rawa lele 599 587 1689 1565 68 54 2356 2206 4562 107 1323 6 Dawuan Kaler 888 978 618 666 86 68 1592 1712 3304 93 998 7 Dawuan Kidul 293 524 1071 1164 186 212 1550 1900 3450 82 1071 8 Menyeti 455 477 1491 1529 62 66 2008 2072 4080 97 1418 9 Batu Sari 281 250 1195 1071 116 91 1592 1412 3004 113 930 10 Sukasari 365 344 865 875 96 612 1326 1831 3157 72 789 Jumlah 21021 22346 39688 38757 12481 11916 73190 73019 146209 40842
No. Kecamatan Bank Koperasi Pasar Toko Warung Jumlah Desa I. Sagalaherang 9 6 2 44 657 718 1 Curug Agung 0 1 0 2 20 23 2 Sagalaherang Kaler 2 2 0 2 71 77 3 Leles 2 1 0 10 36 49 4 Cinta Mekar 0 0 0 2 12 14 5 Cijengkol 0 0 0 2 39 41 6 Dayeuh Kolot 0 1 0 7 68 76 7 Sagalaherang 5 0 1 12 120 138 8 Cicadas 0 1 0 2 25 28 9 Sukamandi 0 0 0 3 34 37 10 Cikujang 0 0 0 0 56 56 11 Cipancar 0 0 0 0 122 122 12 Ciponggang 0 0 1 2 54 57
II. Jalan Cagak 1 3 1 63 310 378
1 Bunihayu 0 0 0 0 77 77 2 Curug Rendeng 0 0 0 2 62 64 3 Cisaat 0 0 0 21 70 91 4 Ciater 0 0 0 15 45 60 5 Jalan Cagak 1 3 1 25 56 86 III. Cijambe 0 0 0 8 24 32 1 Gunung Tua 0 0 0 0 9 9 2 Cijambe 0 0 0 8 15 23 IV. Subang 1 1 0 12 73 87 1 Dangdeur 1 1 0 5 35 42 2 Parung 0 0 0 0 3 3 3 Cidahu 0 0 0 7 35 42 V. Kalijati 1 4 0 28 200 233 1 Jambe Laer 0 3 0 16 39 58 2 Margasari 0 0 0 0 21 21 3 Cisampih 0 0 0 0 15 15 4 Situ sari 0 0 0 0 6 6 5 Rawa lele 0 0 0 0 8 8 6 Dawuan Kaler 1 1 0 10 10 22 7 Dawuan Kidul 0 0 0 2 28 30 8 Menyeti 0 0 0 0 31 31 9 Batu Sari 0 0 0 0 26 26 10 Sukasari 0 0 0 0 16 16 Jumlah 12 14 3 155 1264 1448
No. Jenis Faktor Penghambat 1. Lereng A = datar ( 0 - 3 % ) B = landai/berombak ( 3 - 8 % ) C = agak miring/bergelombang ( 8 - 15 %) D = miring/berbukit ( 15 - 30 % ) E = agak curam ( 30 - 45 % ) F = curam ( 45 - 65 % ) G = sangat curam ( > 65 %)
2. Erosi eo = tidak ada erosi
e1 = ringan ( < 25 % lapaisan atas hilang
e2 = sedang (25 - 75 % lapisan atas hilang)
e3 = agak berat (> 75 % lapisan atas sampai < 25 % lapisan
bawah bawah hilang)
e4 = berat (> 25 % lapisan bawah hilang)
e5 = sangat berat (erosi parit)
3. Kedalaman Efektif k0 = dalam ( > 90 cm)
k1 = sedang (50 - 90 cm)
k2 = dangkal (25 - 50 cm)
k3 = sangat dangkal (< 25 cm)
4. Tekstur tanah t1 = halus ( liat berpasir, liat berdebu, dan liat)
t2 = agak halus (lempung liat berpasir, lempung berliat dan
lempung liat berdebu)
t3 = sedang (lempung, lempung berdebu dan debu)
t4 = agak kasar ( lempung berpasir, lempung berpasir halus dan
lempung berpasir berpasir sangat halus) t5 = kasar (pasir berlempung dan pasir)
5. Permeabilitas P1 = lambat (< 0,5 cm /jam)
P2 = agak lambat (0,5 - 2,0 cm/jam)
P3 = sedang (2,0 - 6,25 cm/jam)
P4 = agak cepat (6,25 - 12,5 cm/jam)
P5 = cepat (>12,5 cm/jam)
6. Drainase d0 = baik (tanah memiliki peredaran udara baik, seluruh profil
tanah dari atas sampai lapisan bawah berwaqrna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak)
d1 = agak baik (tanah memiliki peredaran udara baik, tidak
terdapat bercak kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah)
d2 = agak buruk (lapisan tanah atas memiliki peredaran udara
baik, tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu.Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bawah)
d3 = buruk (bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat
warna atau bercak-bercak kelabu, coklat dan kekuningan) d4 = sangat buruk (seluruh lapisan sampai permukaan tanah
berwarna kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang dipermukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan akar)
Penghambat 7. Batuan dan Kerikil
- kerikil b0 = tidak ada/sedikit (0 - 15 % volume tanah)
b1 = sedang (15 - 50 % volume tanah)
b2 = banyak (50 - 90 % volume tanah)
b3 = sangat banyak (>90 % volume tanah)
- batuan kecil b0 = tidak ada/sedikit (0 - 15 % volume tanah)
b1 = sedang (15 - 50 % volume tanah)
b2 = banyak (50 - 90 % volume tanah)
b3 = sangat banyak (>90 % volume tanah)
- batuan lepas b0 = tidak ada (< 0,01 % luas areal)
b1 = sedikit (0,01 - 3 % permukaan tanah tertutup)
b2 = sedang (3 - 15 % permukaan tanah tertutup)
b3 = banyak (15 - 90 % permukaan tanah tertutup)
b4 = sanbgat banyak (> 90 % permukaan tanah tertutup)
- batuan tersingkap b0 = tidak ada (< 2 % permukaan tanah tertutup)
(rock) b1 = sedikit (2 - 10 % permukaan tanah tertutup)
b2 = sedang (10 - 50 % permukaan tanah tertutup)
b3 = banyak (50 - 90 % permukaan tanah tertutup)
b4 = sanbgat banyak (> 90 % permukaan tanah tertutup)
8. Ancaman Banjir/ O0 = tidak pernah (dalam periode satu tahun tanah tidak pernah