• Tidak ada hasil yang ditemukan

Predikasi Erosi

A < Atol Ya

Perubahan

penggunaan lahan Cocok

Evaluasi kecocokan arahan penggunaan lahan menurut RTRW dengan Kelas kemampuan lahan

Alternatif penggunaan lahan

Ya

Perubahan penggunaan lahan Cocok

Evaluasi kecocokan penggunaan lahan dengan Kelas kemampuan lahan

Evaluasi pola tanam dan agroteknologi

Perubahan pola tanam dan argoteknologi Alternatif penggunaan

lahan

Pendapatan bersih > standar hidup layak Satuan lahan homogen

Overlay Penentuan titik pengamatan yang mewakili

(satuan lahan pengamatan intensif)

Dijitasi

Survei pendahuluan Survei Utama

Pengamatan, pengukuran dan pengambilan data

Penggunaan lahan sekarang Arahan penggunaan lahan

menurut RTRW Kelas Kemampuan Lahan

pengamatan intensif ditentukan dari peta satuan lahan homogen (SLH) yang dihasilkan dari proses tumpang susun (overlay) peta kelas lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan.

Pada penelitian ini pemilihan satuan lahan pengamatan intensif hanya dilakukan pada penggunaan lahan semak belukar, tegalan dan kebun campuran, dengan kemiringan 15%-40%, dan (4) melakukan survei pendahuluan ke lapangan untuk mengecek kecocokan letak plot di peta dengan kondisi lapangan yang akan dijadikan lokasi satuan lahan pengamatan intensif.

Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer yang terdiri atas data fisik dan data sosial ekonomi, dilakukan pada satuan lahan pengamatan intensif. Pengumpulan data fisik meliputi pengukuran panjang lereng, kemiringan lereng, penutupan dan penggunan lahan, kedalaman efektif tanah, pengambilan contoh tanah utuh (menggunakan ring sample) untuk keperluan analisis fisik tanah (permeabilitas dan bobot isi), serta contoh tanah terganggu untuk analisis tekstur, struktur dan kandungan bahan organik untuk mendapatkan nilai erodibilitas tanah (nilai K).

Pengumpulan data sosial ekonomi, meliputi luas dan status kepemilikan lahan, jenis dan jumlah produksi komoditas usaha tani, jenis dan jumlah sarana produksi, variasi pola tanam, diperoleh melalui wawancara kepada petani dengan menggunakan kuesioner, pemilihan petani sebagai responden, ditentukan secara

purposive sampling. Seleksi petani dilakukan dengan wawancara awal sebelum dilakukan wawancara inti. Petani terpilih adalah petani yang dianggap mampu untuk memberikan informasi yang tepat dan benar. Jumlahnya untuk setiap pola tanam dan agroteknologi sebanyak 5 orang.

Kegiatan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mendatangi langsung instansi yang terkait. Data yang dikumpulkan merupakan jenis data yang mengatur atau menjadi landasan perencanaan penggunaan lahan, dan masih dipakai sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan. Jenis data dan instansi asal, seperti tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2 Nama Instansi dan Jenis Data yang Dikumpulkan

No. Nama Instansi Jenis Data atau Peta

1. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Subang

1. Pola Dasar Pembangunan Daerah tahun 2005-2009 2. Program Pembangunan Daerah tahun 2005-2009 3. Rencana Strategis Daerah tahun 2005-2009 4. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah skala 1 : 50.000 2. Balai Pengelolaan DAS

Citarum Ciliwung

1. Peta Jenis Tanah skala 1 : 50.000 2. Peta Kelas Lereng skala 1 : 50.000 3. Peta Penggunaan Lahan skala 1 : 50.000 3. Perum Jasa Tirta Unit II

Divisi III Subang

1. Data Curah hujan selama 10 tahun terakhir 2. Data debit air sungai selama 5 tahun 4. Badan Pusat Statistik

Kabupaten Subang

Statistik Subang dalam Angka

5. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang

Rencana Rahabilitasi Lahan Tahun 2004-2009

Analisis Data

Analisis data ditentukan berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Tahapan analisis data tersebut meliputi kegiatan:

(1) Evaluasi penggunaan lahan sekarang (Existing Land Use) meliputi evaluasi kecocokan penggunaan lahan berdasar kelas kemampuan lahan, melakukan prediksi erosi (A) dan mengkaji nilai erosi yang dapat ditoleransi (Atol) pada

kondisi aktual dan melakukan analisis usaha tani pada kondisi aktual.

(2) Evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), yang terdiri atas analisis deskriptif RTRW, evaluasi kecocokan arahan penggunaan lahan RTRW berdasarkan kemampuan lahan.

(3) Penyusunan alternatif penggunaan lahan dan agroteknologi meliputi alternatif penggunaan lahan sekarang dan RTRW (apabila belum sesuai), penyusunan pola tanam dan agroteknologi serta analisis usaha tani sesuai pola tanam dan agroteknologi alternatif.

Secara terrinci metode analisis data ini, dijelaskan pada masing-masing sub bab sebagai berikut:

Evaluasi Penggunaan Lahan Sekarang

Penggunaan lahan sekarang. Kegiatan analisis yang dilakukan, hanya berupa analisis deskriptif tentang penggunaan lahan sekarang, terdiri atas deskripsi persentase luas masing-masing penggunaan lahan pada luas Sub DAS dan pada luas DAS secara keseluruhan.

Kecocokan Penggunaan Lahan dengan Kelas Kemampuan Lahan. Analisis yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah proses klasifikasi lahan dengan metode faktor penghambat. Kriteria yang dipakai untuk menilai kecocokan penggunaan lahan adalah kriteria kelas kemampuan penggunaan lahan yang dikemukakan oleh Arsyad (1989), yang mengacu pada Klingebiel dan Montgomery (1973), seperti yang disajikan pada Lampiran 4 dan 5.

Prediksi Erosi. Prediksi erosi dilakukan untuk menduga besarnya erosi yang terjadi pada penggunaan lahan dengan pengelolaan tertentu. Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978), yaitu :

A = R x K x LS x C x P Dimana :

A : jumlah erosi dalam ton/ha/tahun R : faktor erosivitas hujan

K : faktor erodibilitas tanah

LS : faktor panjang dan kemiringan lereng C : faktor tanaman (penggunaan tanah) P : faktor teknik konservasi tanah

Untuk mendapatkan nilai masing-masing variabel pendugaan (prediksi) erosi, digunakan metode-metode sebagai berikut:

Faktor erosivitas hujan (R). Faktor Erosivitas hujan (R) merupakan jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Bols (1978), sebagai berikut :

R = 6.119 (Rain)1.21 (Days)-0,47 (Max.P)0,53 dimana :

R : indeks erosivitas hujan

Rain : curah hujan bulanan rata-rata (mm)

Days : jumlah hari hujan dalam bulan yang dimaksud (hari)

Max.P : curah hujan maksimum dalam 24 jam dalam bulan yang bersangkutan

Faktor erodibilitas tanah (K). Faktor K dihitung dengan menggunakan rumus Wischmeier dan Smith (1978), yaitu :

100 K = 2,713 M1,14(10-4)(12-a) + 3,25(b-2) + 2,5(c-3) dimana :

K : faktor erodibilitas tanah

M : (% debu + % pasir halus) x (100-% liat) a : persentase bahan organik

b : kelas struktur tanah (seperti pada Lampiran 6a) c : kelas permeabilitas tanah (seperti pada Lampiran 6b)

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS). Nilai panjang lereng dan kemiringan lereng diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan, untuk menentukan fakor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung dengan menggunakan rumus persamaan Wischmeier dan Smith (1978), sebagai berikut :

LS = X

(

0,0138+0,00965S+0,00138S2

)

dimana : LS : faktor lereng X : panjang lereng (m) S : kemiringan lereng (%)

Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Teknik Konservasi Tanah (P). Fakor pengelolaan tanaman (C) dan teknik konservasi tanah (P) ditentukan dengan mencocokan kondisi penggunaan lahan dan penutupan tanah di lapangan dengan tabel faktor C dan P yang merupakan hasil penelitian (Hammer, 1981), dan (Abdurachman, et al. (1983) dalam Sinukaban, 1989).

Erosi yang Dapat Ditoleransikan (Atol). Nilai Atol adalah besaran maksimum

erosi yang masih dapat ditoleransikan dari sebidang tanah agar tanah tersebut masih dapat berproduksi secara ekonomis dan lestari dengan sistem produksi yang diterapkan (Wischmeier dan Smith, 1978). Besarnya nilai Atol tanah dipengaruhi

oleh iklim (berkaitan dengan laju pembentukan tanah), kedalaman akar tanaman dan jenis tanaman yang diusahakan. Penetapan Atol tanah dilakukan dengan

menggunakan metode Wood dan Dent (1983), yang memasukan faktor kedalaman minimum tanah dan laju pembentukan tanah, dengan rumus sebagai berikut :

ETol = LPT MPT D DE mim + −

Dimana ETol : erosi yang masih dapat ditoleransikan (mm/tahun), DE : nilai kedalaman ekuivalen yang besarnya adalah hasil perkalian antara nilai kedalaman efektif dengan nilai faktor kedalaman (mm), Dmin : kedalaman tanah minimum yang memungkinkan tanaman yang akan ditanam dapat berproduksi (mm), MPT ; masa pakai tanah, yaitu berapa lama tanah akan digunakan untuk sistem produksi yang direncanakan, (250 tahun, dapat dianggap sebagai pemakaian secara terus menerus/lestari), LPT : laju pembentukan tanah yang besarnya 1.2 mm/tahun (Sinukaban, 1989).

Evaluasi Arahan Penggunaan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Analisis Deskriptif Arahan Penggunaan Lahan RTRW. Metode yang dipakai berupa metode analisis deskriptif tentang rencana penggunaan lahan yang dibuat dalam RTRW, terdiri atas deskripsi persentase luas masing-masing penggunaan lahan pada luas Sub DAS.

Kecocokan Arahan Penggunaan Lahan RTRW dengan Kelas Kemampuan Lahan. Metode analisis yang dipakai sebagimana yang dilakukan pada evaluasi kecocokan penggunaan lahan sekarang.

Penyusunan Alternatif Penggunaan Lahan, Pola Tanam dan Agroteknologi

Alternatif penggunaan lahan sekarang dan RTRW. Analisis ini dilakukan apabila penggunaan lahan sekarang atau RTRW belum sesuai dengan kelas kemampuan lahannya, penyusunan alternatif penggunaan lahan didasarkan pada kelas kemampuan lahannya dan potensi yang dapat dikembangkan.

Alternatif Pola Tanam dan Agroteknologi. Penetapan pola tanam dan agroteknologi alternatif ditentukan berdasarkan nilai CP (faktor tanaman dan pengelolaan tanah) yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis pengelolaan lahan melalui simulasi. Kriteria yang dipakai adalah dengan menetapkan CP maksimum yang akan direkomendasikan dengan pendekatan sebagai berikut :

A ≤ Atol R.K.LS.C.P ≤ Atol

CP ≤

RKLS Atol

Pada analisis ini, dipakai asumsi bahwa nilai R, K, dan LS pada setiap lokasi penelitian dianggap konstan, sehingga besarnya nilai dugaan erosi berbanding lurus dengan nilai CP yang dipilih dalam simulasi.

Penetapan nilai CP untuk setiap alternatif, pertimbangan yang dipakai adalah kelas kemampuan lahan, masukan dari petani dan pertimbangan pemenuhan standar hidup layak, apabila nilai CP yang diperoleh telah maksimal tetapi standar hidup layak belum terpenuhi, maka harus ada penyempurnaan usaha tani atau dukungan usaha lainnya, seperti usaha ternak ataupun usaha lainnya sehingga nilai standar hidup layak dapat dicapai.

Analisis Usaha Tani dan Standar Hidup Layak

Analisis Usaha Tani. Analisis ini dilakukan pada kondisi pola tanam dan agoteknologi aktual dan pola tanam dan agoteknologi alternatif. Dalam analisis usaha tani ini yang dikaji tiga variabel penting yaitu penerimaan, biaya dan pendapatan sebagaimana dikemukakan oleh Soekartawi (2002), dengan penjabaran sebagai berikut :

1. Penerimaan usaha tani, merupakan nilai produksi yang dapat dihasilkan dari usaha tani per musim tanam yang dinilai dengan mata uang, dihitung dengan persamaan :

TRi = Yi Pyi

dimana TRi : total penerimaan produksi komoditas i (Rp), Yi : produksi komoditas i yang diperoleh dalam satu musim tanam (kg), Pyi : harga Y komoditas i (Rp). Dalam suatu usaha tani biasanya ditemukan lebih dari satu komoditas yang dikembangkan sehingga total penerimaan dihitung dengan menggunakan persamaan : TR =

= n i YiPyi 1

n : jumlah macam komoditas yang diusahakan

2. Biaya Usaha tani, merupakan nilai semua masukan atau keluaran yang dipakai dalam satu musim tanam selama proses produksi baik langsung maupun tidak, untuk menghitung biaya usaha tani dapat digunakan persamaan :

FC =

= n i XiPxi 1

dimana FC : biaya tetap yang dipergunakan secara periodik (Rp), Xi : jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap dalam produksi komoditas i, Pxi : harga input dalam produksi komoditas i (Rp), dan n : jumlah macam input yang digunakan dalam suatu usaha tani.

Persamaan ini juga dipakai untuk menghitung biaya variabel, karena total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka :

TC = FC + VC

3. Pendapatan usaha tani, adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya : Pd = TR – TC

Dimana Pd : pendapatan usaha tani (Rp), TR : total penerimaan usaha tani (Rp), dan TC : total biaya usaha tani (Rp).

Standar Hidup Layak. Untuk menetapkan besaran standar hidup layak pada lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan nilai ambang kecukupan untuk keperluan rumah tangga eqivalen dengan standar nilai tukar beras 320 kg/orang/tahun (kategori miskin menurut Sajogyo, 1977), jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang terdiri atas 2 orang anak, ibu dan bapak (didasarkan pada rata-rata jumlah anggota keluarga per KK dalam Buku RTL DAS Ciasem Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, 2004), dengan harga beras Rp 2.500.00 per kilogram dan nilai indeks kompensasi 250 % atau 2.5 (dapat memenuhi kebutuhan pokok, pendidikan, perumahan sederhana dan tabungan), maka standar hidup layak yang dipakai pada lokasi penelitian adalah sebesar 320 kg x 4 orang x Rp 2.500.00 x 2.5 = Rp.8.000.000.

Letak dan Luas

Sub DAS Ciasem Hulu merupakan bagian dari DAS Ciasem, terletak di wilayah Kabupaten Subang memiliki luasan 16 319.62 hektar (Ha) yang meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Sagalaherang, Jalan Cagak, Cijambe, Kalijati, dan Subang, dengan jumlah desa sebanyak 32 desa. Peta wilayah Sub DAS Ciasem Hulu tersaji dalam Gambar 4.

Tanah

Jenis tanah di wilayah DAS Ciasem Hulu terdiri atas: jenis Asosiasi Andosol-Podsolik, Latosol-Coklat, Andosol, Asosiasi Regosol-Litosol. Jenis tanah ini bersumber peta tanah tinjau Jawa Barat, dimana sebagian besar wilayah memiliki jenis tanah Asosiasi Andosol-Podsolik yang mencapai luasan 8.876.91 Ha atau 54.39% dari seluruh luas sub DAS, selengkapnya tersaji dalam Tabel 3 dan Gambar 5.

Tabel 3 Luas Wilayah Sub DAS Ciasem Hulu berdasarkan Jenis Tanah

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1. Andosol 656.40 4.02

2. Asosiasi Andosol Podsolik 8 876.91 54.39

3. Latosol Coklat 4 940.82 30.28

4. Asosiasi Regosol Litosol 1 845.49 11.31

Jumlah 16 319.62 100.00

Sumber : Buku Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Ciasem BP- DAS Citarum Ciliwung (2004)

Topografi dan Keadaan Wilayah

Sub DAS Ciasem Hulu sebagian besar memiliki bentuk lereng agak curam dengan kelas lereng 15%–25%, dengan luasnya mencapai 5.951.31 Ha atau 36.47%, kemudian bentuk lereng yang sangat curam dengan luasan 3.530.09 Ha atau 21.63%, selengkapnya tersaji dalam Tabel 4 dan Gambar 6.

PETA AREAL

Dokumen terkait