• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN

B. Penyelesaian Konflik Pertanahan Melalui Jalur Mediasi

Mediasi adalah salah satu proses alternatif penyelesaian masalah dengan bantuan pihak ketiga (mediator) dan prosedurnya disepakati oleh para pihak dimana mediatormemfasilitasikan untuk dapat terjadi suatu solusi (perdamaian), yang saling menguntungkan para pihak.76

Pilihan penyelesaian konflik melalui cara perundingan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menguntungkan dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/tenaga, disamping itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian konflik, mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian solusi yang dihasilkan mengarahkan kepada win-win solution. Upaya untuk mencapai win-win solutionitu ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :77

1. Proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber konflik dapat diterima oleh pihak-pihak dan memberikan hasil yang sangat menguntungkan, dengan catatan 76Petunjuk Teknis Badan Pertanahan Nasional Nomor 05/Juknis/D.V/2007 Tentang

Mekanisme Pelaksanaan Mediasi Angka Romawi II Butir 1.

bahwa pendekatan itu harus memiliki berat dan kepada kepentingan yang menyadari sumber konflik dan bukan pada posisi atau kedudukan para pihak. Apabila kepentingan yang menjadi fokusnya, pihak-pihak akan lebih terbuka untuk berbagi kepentingan, sebaliknya jika tekanannya pada kedudukan, para pihak akan lebih menutup diri karena hal itu menyangkut harga diri mereka. 2. Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau untuk musyawarah.

Perbedaan kemampuan tawar-menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap pihak lainnya. Bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Kabupaten Langkat pada khususnya penyelesaian konflik pertanahan dengan cara mediasi dengan memperoleh dukungan akan budaya yang hidup dan dihormati dalam lalu lintas pergaulan sosial. Hanya saja pertimbangan penyelesaian konflik dilingkungan masyarakat tradisional terdapat keanekaragaman yaitu melalui mediasi dan arbitrase, dalam kasus tertentu terutama terhadap kasus-kasus penggarapan rakyat atas tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain, ternyata lebih efektif dengan penyelesaian melalui cara musyawarah mufakat, mediasi atau arbitrase.

Di bidang konflik pertanahan belum ada suatu peraturan perundang- undangan yang secara resmi dan eksplisit memberikan dasar hukum penerapan penyelesaian konflik melalui mediasi.

Namun demikian, hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak menumbuh kembangkan penyelesaian konflik dibidang pertanahan melalui mediasi tersebut berdasarkan dua alasan yaitu :78

1. Di dalam setiap konflik perdata bidang pertahanan yang diajukan ke pengadilan, hakim selalu mengusulkan untuk penyelesaian secara damai oleh para pihak (Pasal 130 HIR), Pasal 154 Rbg.

2. Secara eksklusif cara penyelesaian masalah berkenaan dengan bentuk dan besarnya ganti rugi dalam pengadaan tanah mengupayakan melalui musyawarah mufakat. Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dan peraturan kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 yang merupakan peraturan pelaksanaannya mengatur tentang tata cara melakukan musyawarah secara cukup terinci.

Penyelesaian konflik bidang pertahanan melalui cara mediasi dianggap paling sesuai sebagai solusi untuk permasalahan konflik bidang pertanahan yang terjadi pada seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kabupaten Langkat. Dengan berjalannya waktu dan semakin pentingnya cara mediasi dalam penyelesaian masalah konflik dibidang pertanahan tersebut maka BPN menentukan petunjuk tertulis (juknis) penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan melalui keputusan kepala BPN RI Nomor 34/2007, dalam menjalankan tugasnya menangani konflik pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi.

Di dalam Bab II tentang penggolongan pada Pasal 1 Keputusan Kepala BPN RI No. 34/2007 tentang penanganan dan penyelesaian konflik dibidang pertanahan dikatakan bahwa masalah pertanahan meliputi permasalahan teknis, konflik, konflik dan perkara pertanahan yang memerlukan pemecahan atau penyelesaian Pasal 2 Keputusan Kepala BPN RI No. 34/2007 menyatakan bahwa permasalahan teknis adalah permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan atau BPN RI di pusat maupun didaerah berkaitan dengan sistem perundang-undangan administrasi pertanahan yang belum sempurna. Pasal 3 menyatakan bahwa konflik adalah perbedaaan nilai, kepentingan pendapat dan atau persepsi antara orang perorangan dan/atau badan hukum (privat atau publik) mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status keputusan tata usaha negara yang menyangkut penguasaan, kepemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu. Pasal 4 menyatakan bahwa konflik adalah perbedaaan mulai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara warga atau kelompok masyarakat dengan badan hukum (privat atau publik), masyarakat dengan masyarakat mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu, atau status keputusan tata usaha negara menyangkut penguasaan kepemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu, serta mengandung aspek ekonomi dan sosial budaya. Pasal 5 keputusan kepala BPN RI No 34 tahun 2007 menyatakan bahwa

perkara adalah konflik dan atau konflik pertanahan dan penyelesaiannya melalui Badan Peradilan.

Karena dipandang semakin pentingnya peran mediasi dalam penyelesaian konflik pertanahan di Indonesia, maka Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) Nomor 05/Juknis/D.V/2007 tentang mekanisme pelaksanaan mediasi dimana dalam pertimbangan umumnya pada butir a dikatakan, “bahwa selain penyelesaian konflik melalui pengadilan/litigasi, di dalam sistem hukum nasional dikenal penyelesaian konflik melalui lembaga di luar pengadilan/non litigasi, penyelesaian konflik diselesaikan melalui proses mediasi yang merupakan proses penyelesaian berdasarkan prinsipwin-win solution yang diharapkan penyelesaiannya secara memuaskan dan diterima semua pihak.

Dari pertimbangan di atas dapat diketahui bahwa mediasi adalah salah satu solusi penyelesaian konflik pertanahan di luar lembaga pengadilan yang diharapkan mampu menjawab permasalahan konflik pertanahan di Kabupaten Langkat yang kian hari kian meningkat jumlahnya. Petunjuk teknis mekanisme pelaksanaan mediasi tersebut dimaksudkan sebagai pedoman bagi mediator yang ditunjuk oleh kantor pertanahan, kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam menangani proses mediasi. Tujuan dari penunjuk teknis tersebut adalah agar terdapat keseragaman, kesatuan pemahaman dan ataupun standarisasi bagi mediator yang dihunjuk dalam proses mediasi. Petunjuk teknis ini meliputi mekanisme pelaksanaan mediasi dan formalisasi penyelesaian permasalahannya berupa berita acara bagi mediator dalam melakukan mediasi.

Mediator adalah orang atau pejabat yang ditunjuk dari jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang disepakati oleh para pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan permasalahannya.

Mediator mempunyai beberapa tipe diantaranya adalah :79

1. Mediator jaringan sosial (social network mediator) seperti tokoh-tokoh masyarakat/informal misalnya ulama, tokoh adat, tokoh pemuda yang biasanya mempunyai pengaruh besar di masyarakat. Penyelesaian konflik didasari nilai- nilai sosial yang berlaku, nilai keagamaan/religi, adat kebiasaan, sopan santun, moral dan sebagainya.

2. Mediator sebagai pejabat yang berwenang (authoritative mediator) seperti misalnya tokoh formal, pejabat-pejabat yang mempunyai kewenangan di bidang konflik yang ditangani. Disyaratkan orang yang mempunyai pengetahuan dengan konflik yang ditangani.

3. Mediator independen (independent mediator) yaitu mediator profesional, orang yang berprofesi sebagai mediator, mempunyai legitimasi untuk melakukan negosiasi-negosiasi dalam proses mediasi seperti contohnya konsultan hukum, pengacara, arbiter.

Dari beberapa masalah konflik tanah yang telah diuraikan di atas, Kantor Pertanahan Kabupaten Langkat bila ada konflik dan pengaduan masyarakat, akan memanggil para pihak yang berkonflik dan memfasilitasi para pihak yang berkonflik 79Indonesia Legal Center Publishing, Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Tanah,Karya Gemilang, Jakarta, 2009, hal. 65

melalui jalur mediasi. Apabila hasil mediasi belum disepakati oleh para pihak yang berkonflik, maka disarankan kepada para pihak untuk menempuh jalur hukum melalui lembaga peradilan. Apabila ada konflik melalui lembaga peradilan berarti sudah masuk ke dalam permasalahan perkara tanah bukan konflik tanah.80

C. Perbedaan Penyelesaian Konflik Pertanahan Melalui Jalur Mediasi Dengan

Dokumen terkait