• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP

B. Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Melalui Jalur

Dalam hal mediasi atau konsiliasi tidak tercapai kesepakatan, salah satu pihak atau keduanya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Undang-undang menjamin penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara cepat, tepat, adil, dan murah melalui PHI yang berada pada lingkungan peradilan umum dengan membatasi proses dan tahapannya dengan tidak membuka kesempatan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, selain itu waktu proses beperkara di pengadilan dibatasi paling lama 50 hari. Hal ini untuk mencegah kekuatan bahwa proses di pengadilan akan berlarut-larut.

Sejalan dengan keinginan untuk menciptakan penyelesaian perselisihan yang cepat, pembentuk undang-undang sepakat tanpa mengabaikan asas keadilan dan prinsip hukum, menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan pada PHI, penyelesaiannya merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Demikian halnya putusan pengadilan mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan tidak dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial yang memeriksa dan mengadili perselisihan industrial beranggotakan tiga orang, yakni seorang Hakim Pengadilan Negeri dan dua orang Hakim Ad Hoc, yang pengangkatannya diusulkan oleh organisasi pengusaha dan dari organisasi buruh. Gugatan perselisihan industrial ke pengadilan oleh salah satu pihak yang berselisih, dengan menyertakan risalah penyelesaian melalui mediasi

atau konsiliasi. Pengadilan wajib mengembalikan berkas gugatan jika tidak dilengkapi risalah tersebut. Putusan pengadilan disampaikan dalam waktu selambat lambatnya 50 hari terhitung sejak sidang pertama. Sebagaimana dalam peradilan umum, putusan PHI mempunyai kekuatan hukum tetap, apabila tidak diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang berselisih, dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kenja. Permohonan kasasi perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja harus disampaikan secara tertulis melalui Panitera Pengadilan Negeri setempat. Penyelesaian/putusan Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung tanggal penerimaan permohonan kasasi sudah disampaikan kepada yang bersangkutan.

PHI merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Dalam Pasal 56 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 mengatakan PHI bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan: a) di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; b) di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; c) di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan d) di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Penyelesaian perselisihan di tingkat PHI selambat-lambatnya 50 hari terhitung sejak sidang pertama dilakukan. Adapun penyelesaian di tingkat Mahkamah Agung baik dalam proses kasasi maupun peninjauan kembali harus selesai selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi. Dengan ditetapkannya batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, diharapkan bahwa setiap perselisihan telah memperoleh kepastian hukum dalam

waktu tidak lebih dari enam bulan. Hukum acara yang dipakai untuk mengadili sengketa perburuhan tersebut adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku di lingkungan Pengadilan Umum, kecuali diatur secara khusus oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.

Hukum Acara dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan adalah:

1) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang

diperbarui: S. 1848 No.16, S. 1941 No. 44, berlaku untuk daerah Jawa dan Madura;

2) Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg) atau Reglemen Daerah Seberang, S.1927

No.227 berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura;

3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perseisihan Hubungan Industrial.

Selanjutnya mengenai proses Beracara Penyelesaian Perselisihan Perburuhan oleh Pengadilan Hubungan Industrial adalah:

1. Pengajuan Gugatan

Dalam ketentuan Pasal 118 HIR diatur kompetensi relative bagi Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan mengadili perkara perdata, sehingga bagi seorang penggugat yang akan mengajukan gugatan perlu memerhatikan ketentuan tersebut, yaitu

1) gugatan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat;

2) jika tergugat lebih dari satu dan tidak bertempat tinggal di satu daerah hukum Pengadilan Negeri yang sama maka gugatan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal salah seorang tergugat;

3) jika tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, gugatan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal penggugat;

4) jika gugatan mengenai barang tidak bergerak maka gugatan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi keberadaan barang tidak bergerak tersebut;

5) jika ada perjanjian tentang penunjukan Pengadilan Negeri tertentu untuk menyelesaikan perkara maka gugatan ditujukan kepada ketua pengadilan yang telah disepakati.

Berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam Hukum Acara Perdata (HIR), maka beracara berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, jika terjadi perselisihan hubungan industrial yang akan diselesaikan melalui PHI maka:

1) Gugatan diajukan kepada PHI pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja (Pasal 81).

2) Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan surat kuasa khusus.

Dalam HIR maupun Rbg hanya mengatur cara mengajukan gugatan, sedangkan persyaratan mengenai isi gugatan tidak diatur dalam ketentuan tersebut. Oleh karena itu, Pasal 119 HIR/Pasal 143 Rbg memberi wewenang kepada hakim untuk memberi nasihat dan bantuan kepada pihak penggugat dalam mengajukan gugatannya.

Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang mewajibkan hakim untuk memeriksa isi gugatan dan apabila

masih terdapat kekurangan hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan gugatannya. Isi gugatan pada umumnya memuat:

1) identitas para pihak, yaitu nama, umur, pekerjaan, dan alamat;

2) dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar pengajuan gugatan;

3) tuntutan atau petitum, yaitu apa yang diminta oleh penggugat atau diharapkan agar diputuskan oleh hakim.

2. Pemeriksaan di PHI

a. Pemeriksaan dengan Acara Biasa

Beracara di PHI mengenai pemeriksaan dengan acara biasa dan pemeriksaan dengan acara cepat. Dalam hukum acara perdata apabila perkara diperiksa melalui acara biasa maka pentahapannya meliputi:

1) gugatan,

2) jawaban tergugat,

3) replik (tanggapan penggugat atas jawaban tergugat), 4) duplik (tanggapan tergugat atas replik penggugat), 5) pembuktian (surat dan saksi-saksi),

6) kesimpulan para pihak, dan 7) putusan hakim.

Setelah penggugat mendaftarkan gugatannya di kepaniteraan PHI, Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu selambat lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima gugatan harus sudah menetapkan majelis hakim yang terdiri atas

satu orang hakim sebagai ketua majelis dan dua orang Hakim Ad Hoc sebagai anggota majelis yang memeriksa dan memutus perkara. Majelis hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri tersebut dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja harus sudah melaksanakan sidang pertama. Apabila pada sidang pertama, salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat hadir tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, Ketua Majelis Hakim harus menetapkan hari sidang berikutnya paling lambat tujuh hari kerja sejak tanggal penundaan sidang pertama. Penundaan demikian hanya dapat dilakukan sebanyak-banyaknya dua kali. Jika penggugat atau kuasa hukumnya tidak menghadap pengadilan pada sidang penundaan terakhir maka gugatannya dianggap gugur, tetapi masih diberi kesempatan mengajukan gugatan sekali lagi. Bagi tergugat atau kuasa hukumnya yang tidak datang menghadap pada sidang penundaan terakhir, majelis hakim tetap dapat memeriksa dan memutus perkara tanpa kehadiran tergugat.

b. Pemeriksaan dengan Acara Cepat

Dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 disebutkan apabila terdapat kepentingan para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dan alasan-alasan permohonan dan yang berkepentingan, para pihak dan/atau salah satu pihak dapat memohon kepada PHI supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. Apabila ada permohonan pemeriksaan dengan acara cepat, dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah diterimanya permohonan tersebut Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak

dikabulkan permohonan tersebut. Penetapan Ketua Pengadilan tersebut bersifat final dan tidak dapat ditempuh upaya hukum.

Gugatan yang diajukan dengan pemeriksaan acara cepat, maka permohonan dan yang berkepentingan harus disertai bukti pendukung antara lain:

1) pemberitahuan adanya rencana mogok kerja,

2) pemberitahuan rencana penutupan perusahaan (lock out),

3) keterangan polisi berkaitan dengan kerusakan atau tindakan huru hara atau tindakan anarkis yang berhubungan dengan gugatan, dan

4) putusan pengadilan atau pengumuman yang menyatakan perusahaan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).134

3. Putusan Hakim

Majelis hakim wajib memutus perkara selambat-lambatnya 50 hari kerja terhitung sejak hari sidang pertama. Setelah putusan majelis hakim dibacakan pada sidang terbuka untuk umum, panitera pengganti dalam waktu tujuh hari kerja harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir pada sidang tersebut. Selanjutnya panitera muda harus sudah menerbitkan salinan putusan dalam waktu 14 hari sejak putusan ditandatangani majelis hakim, dan salinan putusan tersebut harus sudah dikirimkan oleh panitera kepada pihak yang beperkara dalam waktu tujuh hari kerja sejak salinan putusan diterbitkan.

C. Penyelesaian Sengketa Terhadap Karyawan Outsourcing Yang Melanggar

Dokumen terkait