• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Penyelesaian Sengketa Melalui Proses Litigasi

Penyelesaian secara musyawarah telah dilakukan oleh ahli waris selaku pemilik tanah LH, HH,RH, namun tidak tercapai dengan pihak pemilik sertipikat RS, demikian pula penyelesaian mediasi bersama pihak Kelurahan, saksi-saksi dan Badan Pertanahan Kabupaten Tapanuli Utara juga tidak tercapai kesepakatan. Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Tarutung telah mengadakan peninjauan kembali atas Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkannya dan tidak juga dapat diterima oleh pihak yang bersengketa, maka ahli waris selaku pemilik tanah memakai penyelesaian terakhir melalui jalur peradilan berdasarkan prosedur beracara di pengadilan. Hal ini karena kepentingan ahli waris pemilik tanah yang dirugikan sebagai akibat dari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara, yaitu sertipikat Hak Milik Nomor 1.022/ Hutatoruan VII.

Surat-surat tanda bukti hak yang diberikan berupa sertipikat hak atas tanah dikatakan sebagai alat pembuktian yang kuat, hal ini berarti bahwa keterangan- keterangan yang tercantum di dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar oleh hakim selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain.

Apabila pihak lain dapat membuktikan sebaliknya maka yang berwenang memutuskan alat pembuktian mana yang benar adalah Pengadilan. 71

________________________________

Terhadap sertifikat yang mengandung cacat hukum, Badan Pertanahan Nasional akan mengadakan penelitian riwayat tanah maupun peruntukannya, dan dengan adanya putusan pengadilan maka Badan Pertanahan Nasional membatalkan sertipikat tersebut.

Pada asasnya orang atau badan hukum karena pelanggaran hak-hak dan kewajibannya yang timbul dari hukum perdata dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Hukum Perdata dimaksud adalah hukum perdata sipil, hukum Dagang, dan hukum Adat yang tidak tertulis gugatan perdata pada tingkat pertama harus dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya, jadi gugatan harus tertulis.

Setelah penggugat membayar biaya perkara dan memasukkan surat gugatan Panitera Pengadilan Negeri mencatat dalam daftar Register Perkara. Ketua Pengadilan menentukan hari dan jam kepada Penggugat dan Tergugat perkara itu akan diperiksa di muka persidangan Pengadilan sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan yang diharapkan berfungsi untuk menyelesaikan persengketaan secara adil dan benar. Terhadap perkara yang diajukan, pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili meskipun tidak atau kurang jelas hukumnya karena hakim dianggap tahu akan hukumnya, asas ini tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Undang-Undang Pokok Kekuasaan kehakiman Hakim dan setiap pemeriksaan perkara harus sampai kepada keputusannya, walaupun kebenaran yang dicari itu tidak ditemukan.

Faktor yang menyebabkan sertipikat Hak Milik Nomor 1.022 / Hutatoruan VII, di Kabupaten Tapanuli Utara dapat di batalkan secara juridis karena adanya pelanggaran terhadap perundang-undangan, pelanggaran terhadap asas-asas pemerintah yang baik, pelanggaran terhadap kepentingan pihak lain, status tanah masih di gadaikan, tidak melaksanakan kewajibannya sebagai aparat atau pejabat negara dan mekanisme prosedural yang ditetapkan.

Dengan melihat ketentuan, maka sertipikat Hak Milik Nomor 1.022 / Hutatoruan VII, bahwa hak atas tanah memiliki pengakuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 sebagai alat bukti yang kuat, namun sertipikat tersebut belum menjamin adanya kepastian hukum. Para pihak yang berkeberatan atas penerbitan, maka dapat mengajukan gugatan di pengadilan dan dapat membuktikan sebaliknya bahwa tanah yang dimaksud adalah miliknya. Adapun gugatan dari pihak lain yang merasa memiliki tanah tersebut, disebabkan oleh karena pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem publikasi negatif.

Sistem publikasi negatif yang telah dijadikan yurisprudensi berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 459/K/Sip/1975, tanggal 18 September 1975, yakni mengingat “stelsel negatif tentang register/pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftarnya nama seseorang di dalam register bukanlah berarti absolut menjadi pemilik tanah tersebut apabila keabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain”.

Jadi apabila sertipikat tanah diperoleh secara tidak sah atau melanggar hukum, maka tidak mempunyai kekuatan hukum.

Sarana yang digunakan hakim adalah alat-alat bukti, yang perlu dibuktikan adalah peristiwa yang dikemukakan penggugat dan tergugat. Para pihak harus membuktikan kebenaran peristiwanya. Alat bukti yang diajukan untuk membuktikan peristiwa sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR adalah : alat bukti tertulis, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Siapa yang harus membuktikan menurut ketentuan pasal 163 HIR adalah “ Barang siapa yang mengatakan mempunyai sesuatu hak atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.”

Hakim dalam melakukan pembuktian berpedoman pada ketentuan Undang Undang, dalam hal Undang Undang tidak mengatur atau tidak jelas, Hakim memerlukan asas-asas hukum umum untuk dapat menerapkannya terhadap peristiwa di persidangan. Asas hukum bukanlah norma hukum.

2 Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 53 UU No.9 Tahun 2004 disebutkan bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Adapun alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan pada Pasal 53 ayat (2) adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Tenggang waktu menggugat seseorang atau badan hukum terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) harus menurut ketentuan Pasal 55 UU Nomor 5 Tahun 1986, yaitu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak diterima atau diumumkan keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Berkaitan dengan tenggang waktu menggugat, Mahkamah Agung melalui SEMA Nomor 2 tahun 1991, memberikan petunjuk sebagai berikut :

Perhitungan tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 55 terhenti / ditunda pada waktu gugatan didaftarkan dikepaniteraan PTUN yang berwenang.

Sehubungan dengan Pasal 62 ayat (6) dan Pasal 63 ayat (4) maka gugatan baru hanya dapat diajukan sisa tenggang waktu pada butir 1.

Sertipikat hak atas tanah yang telah menerbitkan adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) , BPN merupakan jabatan Tata Usaha Negara, sehingga jika sengketa terhadap sertipikat Hak Milik Nomor 1.022/Hutatoruan VII, yang berhak memeriksa dan pengadili adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

Sementara menunggu Putusan Pengadilan sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, dilarang bagi Pejabat Tata Usaha Negara yang terkait untuk mengadakan mutasi atas tanah yang bersangkutan. Hal tersebut untuk menghindari terjadi masalah dikemudian hari yang menimbulkkan kerugian bagi pihak-pihak yang berpekara maupun pihak ketiga. Untuk itu Pejabat Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang terkait harus menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu untuk melindungi semua pihak yang berkepentingan sambil menunggu adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (In Kracht Van Gewijsde).

Pada bulan April 2014 upaya yang dilakukan dari ahli waris selaku pemilik tanah LH, HH,RH terhadap pemilik sertipikat RS adalah mengajukan permohonan pembatalan sertipikat kepada Badan Pertanahan Nasional, karena terdapat cacat hukum administrasi yaitu peruntukan / penggunaan serta penguasaan hak atas tanah, keabsahan suatu hak atas tanah, prosedur pemberian hak atas tanah, dan termasuk peralihan dan penerbitan sertipikat, sehingga berakibat terbitnya Hak Milik Nomor 1.022/Hutatoruan VII.

Badan pertanahan telah melakukan mediasi dan musyawarah dikantor Badan Pertanahan Kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 16 April 2014 dan hadir semua yaitu para pihak pemilik tanah, pemilik sertipikat, pihak kelurahan, dan saksi-saksi. Dan hasil musyawarah tidak bisa tercapai antara pemilik tanah dan pemilik sertipikat, karena Pemilik sertipikat merasa telah memenuhi prosedur ketentuan jual beli tanah. Dan Pemilik sertipikat Hak Milik Nomor 1.022 yaitu RS, merasa tidak

puas atas pembatalan sertipikat tersebut, karena RS telah membeli tanah itu dari EH dan RH yang slama ini mengaku sebagai pemilik tanah yang sah, dan Pemilik sertipikat RS minta agar uangnya yang telah diserahkan kepada penjual EH dan RH dikembalikan oleh si penjual, dan pemilik sertipikat tidak bersedia dibatalkan selama belum ada penyelesaian ganti rugi. Selaku pemilik tanah LH, HH, RH tetap akan mengambil tanahnya kembali melalui putusan pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara, karena pemilik tanah yang sebenarnya tidak pernah menjual kepada siapapun atas obyek tanah tersebut.

C. Pembatalan Sertipikat Hak Milik Terhadap Hak Atas Tanah