• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyerbukan bunga hermafrodit genotipe IPB 3 dengan serbuk sari genotipe lain.

Hasil dan Pembahasan III 1 Morfologi Bunga Pepaya

4. Penyerbukan bunga hermafrodit genotipe IPB 3 dengan serbuk sari genotipe lain.

Penyerbukan bunga dengan serbuk sari genotipe lain dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya efek metaxenia pada buah pepaya. Metaxenia terjadi apabila ada pengaruh langsung dari serbuk sari pada biji, lapisan luar embrio dan endosperm buah. Pengaruh langsung dari serbuk sari bunga jantan terhadap perkembangan buah terjadi dan sangat bervariasi tergantung pada genotipe dan viabilitas serbuk sari yang digunakan dalam penyerbukan.

Panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit IPB 3 yang bunganya diserbuki genotipe lain menghasilkan pertumbuhan yang beragam tergantung genotipe sumber serbuk sarinya. Kurva pertumbuhan buah menunjukkan bahwa ukuran buah tidak ditentukan oleh sumber serbuk sari. Panjang dan diameter buah yang pendek dipunyai oleh genotipe IPB 3 x (10) (Gambar 33). Keragaan buah pepaya hermafrodit IPB 3 yang diserbuki berbagai serbuk sari genotipe lain sedikit terlihat perbedaan dalam bentuk dan ukuran buahnya (Gambar 34). Tetapi dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada efek metaxenia pada karakter fisik dan kimia buah (Tabel 13 dan 14). Hasil penelitian pada pepaya hermafrodit IPB 3 sama dengan hasil penelitian metaxenia yang dilakukan Widodo et al. (2010) pada pepaya hermafrodit IPB 9, yang juga menunjukkan tidak ada efek metaxenia pada seluruh peubah yang diamati sehingga dapat disimpulkan tidak ada pengaruh genotipe sumber serbuk sari terhadap mutu fisik dan kimia buah pepaya.

Tabel 11. Karakter fisik buah pepaya betina genotipe IPB 3. Perlakuan Panjang buah (cm) Diameter buah (cm) Bobot buah (g) Bobot dapat dimakan (g) Persen bobot dapat dimakan (%) Kekerasan kulit buah (kg/det) Kekerasan daging buah (kg/det) Tebal maksimal daging buah (cm) Tebal minimum daging buah (cm) Jumlah biji Bobot biji (g) Kontrol (T5) 17.17 9.70 488.33 392.50 80.54 2.13 1.07 1.97 1.27 269.33 28.07 T3 16.40 8.90 416.67 319.37 76.80 1.90 0.93 1.93 1.20 113.67 * 11.03 * T1 14.37 * 8.00 * 328.33 * 262.33 * 79.53 1.67 * 0.83 1.97 1.17 113.33 * 11.20 * T0 12.30 * 6.60 * 167.50 * 130.10 * 77.77 1.35 * 0.75 * 1.45 * 1.00 0.00 * 0.00 * T5T 10.00 * 5.55 * 110.00 * 91.25 * 83.03 1.70 * 1.05 0.85 * 0.70 0.00 * 0.00 *

Keterangan: T5, T3, T1,T0 =bunga terbuka, lobus stigma berjumlah 5, 3, 1, tanpa lobus stigma, dan penghalangan penyerbukan (T5T)

* : berbeda nyata dengan kontrol (T5) pada uji dunnett 5%.

Tabel 12. Karakter kimia daging buah pepaya betina genotipe IPB 3.

Perlakuan pH PTT (°Brix) ATT Vit C

T5 (Kontrol) 5.330 13.500 11.767 95.715

T3 5.220 13.100 13.350 113.315 *

T1 5.443 12.067 13.117 93.723

T0 5.247 14.900 13.580 118.540 *

Gambar 33. Panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain.

Gambar 34. Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain; HK10= bunga terbuka benang sari 10, HK10T= bunga disungkup benang sari berjumlah 10. 0 5 10 15 20 25 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Minggu Setelah Anthesis

P a n ja n g & D ia m e te r (c m ) IPB3X2 IPB3X4 IPB3x7 IPB3X8 IPB3X9 IPB3X10 0 5 10 15 20 25 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Minggu Setelah Anthesis

P a n ja n g & D ia m e te r (c m ) IPB3X2 IPB3X4 IPB3x7 IPB3X8 IPB3X9 IPB3X10 IPB3X2 IPB3X4 IPB3x7 IPB3X8 IPB3X9 IPB3X10

Minggu Setelah Antesis

IPB 3 x (2) IPB 3 x (4) IPB 3 x (7) IPB 3 x (8)

HK10T HK10

IPB 3 x (10) IPB 3 x (9)

Tabel 13. Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 yang diserbuki genotipe lain. Perlakuan Panjang buah (cm) Diameter buah (cm) Bobot buah (cm) Bobot dapat dimakan (g) Persentase bobot dapat dimakan (%) Kekerasan kulit buah (kg/det) Kekerasan daging buah (kg/det) Tebal max daging buah (cm) Tebal min daging buah (cm) Jumlah biji Bobot biji (g) Kontrol IPB 3 17.23 7.68 461.63 330.70 71.35 2.53 1.98 1.98 1.35 380.00 33.25 IPB 3 x (2) 19.28 8.66 539.00 380.52 70.50 2.76 1.46 2.16 1.44 524.40 59.20 IPB 3 x (4) 19.63 8.57 545.00 408.67 74.75 2.60 1.37 2.20 1.33 474.33 44.20 IPB 3 x (7) 19.10 8.55 560.00 394.80 70.50 2.05 1.25 2.35 1.45 407.50 39.00 IPB 3 x (8) 19.60 8.30 531.67 386.93 73.04 2.57 1.37 2.30 1.40 477.00 40.90 IPB 3 x (9) 19.40 8.68 558.75 432.48 76.77 2.83 1.48 2.30 1.55 451.75 38.58 IPB 3 x (10) 18.25 7.60 500.00 386.05 77.59 2.45 1.45 2.35 1.50 477.00 37.90

Tabel 14. Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 yang diserbuki genotipe lain.

Perlakuan pH PTT (°Brix) ATT Vit C

Control 5.64 ± 0.083 13.35 ± 0.790 12.14 ± 2.371 86.58 ± 12.786 IPB 3 x (2) 5.58 ± 0.107 12.75 ± 1.552 9.93 ± 0.689 80.02 ± 3.050 IPB 3 x (4) 5.58 ± 0.116 12.90 ± 0.777 12.64 ± 1.031 80.07 ± 16.352 IPB 3 x (7) 5.47 ± 0.084 14.00 ± 1.000 11.20 ± 2.058 81.51 ± 7.320 IPB 3 x (8) 5.35 ± 0.007 14.90 ± 0.141 13.61 ± 0.290 90.21 ± 0.100 IPB 3 x (9) 5.24 ± 0.148 13.00 ± 0.000 12.54 ± 1.117 74.77 ± 0.926 IPB 3 x (10) 5.16 ± 0.085 14.70 ± 0.141 11.87 ± 0.920 80.75 ± 0.354 kontrol vs lainnya * tn tn tn

Hasil yang hampir sama pada buah pistachio yang diteliti Crane dan Iwakiri (1980), Riazi dan Rahemi (1995) yang menunjukkan bahwa ukuran buah dan saat kematangan buah tidak berbeda pada pistachio yang diserbuki dari lima macam genotipe sumber serbuk sari. Penelitian Vezvaei dan Jackson (1995) juga menunjukkan bahwa sumber serbuk sari tidak mempengaruhi karakter fisik dan kimia buah almond. Pada tanaman sour cherry yang diteliti Ansari dan Davarynejad (2008), sumber serbuk sari mengakibatkan pertambahan ukuran buah tetapi tidak mempengaruhi sifat kualitatif buah.

Metaxenia atau efek serbuk sari terhadap biji dan komponen buah diluar embrio sudah lama dilaporkan oleh Swingle (1928) pada tanaman kurma dimana serbuk sari mempengaruhi ukuran, bentuk biji, warna biji, ukuran buah, kecepatan pertumbuhan buah dan saat kematangan buah kurma. Kemudian Crane dan Brown (1942) mengemukakan bahwa metaxenia terjadi pada buah kurma (mempengaruhi ukuran buah dan saat kematangan buah), diospyros kaki (mempengaruhi flavor dan saat kematangan buah), apel (mempengaruhi ukuran, bentuk, dan warna buah), dan plums (mempengaruhi ukuran buah dan saat kematangan buah). Pada tanaman

Hylocereus polyrhizus yang diteliti Mizrahi et al. (2004) ternyata sumber serbuk sari dapat mempengaruhi kandungan padatan terlarut total sari buah dan saat kematangan buah sehingga dalam pelaksanaannya dapat memperpanjang vaselife

buah. Hasil penelitian baru pada tanaman kurma dilaporkan Muhtaseb dan Ghnaim (2006) dan Al-Khalifah (2006) yaitu sumber serbuk sari berbeda dapat menghasilkan perbedaan pada stadia kematangan buah, ketebalan daging buah, bobot biji dan persentase bunga yang jadi buah kurma.

Hasil penelitian ternyata menunjukkan bahwa pengurangan benang sari pada buah pepaya kategori kecil (IPB 3) tidak mengakibatkan perbedaan karakter fisik buah. Pengurangan jumlah benang sari pada pepaya kategori kecil yang disertai dengan penyungkupan menunjukkan pengurangan dalam jumlah biji, bobot biji, panjang buah, diameter buah dan kandungan PTT daging buah. Pengurangan cuping stigma bunga hermafrodit yang disertai dengan penyungkupan pada pepaya kategori kecil menyebabkan pengurangan dalam bobot buah, tebal buah dan jumlah biji. Pada pepaya kategori besar pengurangan benang sari, cuping stigma dan penyungkupan menyebabkan penurunan pada karakter fisik buah

seperti: panjang, diameter, bobot buah, kekerasan dan tebal daging buah, jumlah biji dan bobot biji; tetapi tidak mengurangi kandungan karakter mutu kimia buah. Pengurangan jumlah biji mempengaruhi bobot biji sehingga mengurangi ukuran buah. Karakter mutu kimia buah tidak berkurang, diduga banyak faktor yang mempengaruhi yang belum dapat dijelaskan dari hasil percobaan ini. Tetapi menurut Nakasone (1986) perkembangan biji melibatkan aktivitas biokimia termasuk pengaruh zat pengatur tumbuh endogen.

Pengurangan cuping stigma bunga pepaya betina genotipe IPB 3 (kategori buah kecil) mengurangi jumlah biji dan bobot biji. Dengan mengurangi cuping stigma bunga betina maka permukaan bunga yang memerangkap serbuk sari akan berkurang sehingga kemungkinan penyerbukan berkurang yang akhirnya menyebabkan biji yang terbentuk akan berkurang. Menurut Herrero et al. (1988) pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi jatuhnya butir-butir serbuk sari di atas permukaan stigma. Selanjutnya serbuk sari membentuk tabung sari dan masuk ke tangkai putik untuk mencapai bakal biji. Pembuahan (fertilisasi) terjadi saat serbuk sari membuahi sel telur di dalam bakal buah sehingga keberhasilan penyerbukan pada stigma menentukan pembentukan biji pada buah.

Penghalangan penyerbukan dengan menyungkup bunga betina menghasilkan buah pepaya yang tidak memiliki biji. Penyungkupan bunga menyebabkan stigma tidak terserbuki sehingga tidak terjadi pembuahan dan biji tidak terbentuk. Menurut Nakasone (1986) penyungkupan bunga betina sebelum antesis pada pepaya tipe Hawaii menghasilkan buah tidak berbiji. Morfologi bunga betina menurut Samson (1980) dan Ronse Decreane dan Smets (1999) mempunyai lima cuping stigma yang menyerupai kipas tidak bertangkai, tidak memiliki benang sari dan mempunyai bakal buah besar berbentuk bulat telur.

Pada buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 tidak ada pengaruh genotipe sumber serbuk sari terhadap mutu fisik dan kimia buah seperti: panjang buah, diameter buah, bobot buah, persentase bobot dapat dimakan, kekerasan kulit dan daging buah, tebal daging buah, jumlah biji, bobot biji, kandungan padatan terlarut total, asam tertitrasi total dan vitamin C. Ukuran buah biasanya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan teknik budidayanya, tetapi Sedgley dan

Griffin (1989) mengemukakan secara umum pada buah-buahan, bahwa ukuran buah dan waktu pematangan buah dapat pula dipengaruhi oleh sumber serbuk sari yang menyerbuki bunga, dikenal dengan fenomena metaxenia. Para peneliti buah- buahan sudah lama berpendapat bahwa tingkat kematangan buah sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan biji, oleh karena itu efek metaxenia pada komponen buah lainnya masih banyak belum diketahui.

Kesimpulan

Tanaman betina menghasilkan bunga betina dan dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit dan ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga. Perkembangan bunga betina sampai terbentuk bakal buah berlangsung lebih cepat 1-2 hari dari perkembangan bunga hermafrodit. Letak benang sari terhadap stigma bunga pepaya genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4 (kategori buah kecil) berdekatan, sedangkan pada pepaya genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8 (kategori buah besar) letak benang sari di bawah stigma. Jaringan papila stigma bunga hermafrodit dan betina tidak berbeda secara morfologi. Bunga hermafrodit genotipe IPB 1 menunjukkan ketidak teraturan jumlah lekukan pada tangkai kepala putik, berbeda dengan lekukan pada tangkai kepala putik bunga betina IPB 1 yang konsisten berjumlah lima lekukan.

Tabung sari dalam empat jam perkecambahan untuk pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) tumbuh paling panjang, sementara jarak antara stigma dengan bakal buah pendek. Pada akhir empat jam perkecambahan, tabung sari yang panjang adalah genotipe IPB 1, sedangkan yang pendek adalah IPB 9.

Pengurangan benang sari pada buah pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 3) mengakibatkan perbedaan karakter kimia buah tetapi tidak mempengaruhi karakter fisik buah. Pengurangan cuping stigma bunga hermafrodit yang disertai dengan penyungkupan pada pepaya kategori buah kecil menyebabkan pengurangan bobot buah, tebal buah dan jumlah biji. Pada pepaya kategori besar (genotipe IPB 2) pengurangan benang sari, cuping stigma dan penyungkupan menyebabkan penurunan pada karakter fisik buah tetapi tidak mempengaruhi kandungan kimia buah. Pengurangan cuping stigma bunga betina genotipe IPB 3

mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Penghalangan penyerbukan dengan menyungkup bunga betina genotipe IPB 3 menghasilkan buah pepaya betina yang tidak berbiji. Tidak ada pengaruh genotipe sumber serbuk sari pada karakter fisik dan kimia buah hermafrodit genotipe IPB 3.

Abstrak

Mutu buah setelah panen dipelajari dengan percobaan tentang karakter fisik dan kimia buah pada tiga tingkat kematangan. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui karakter fisik dan kimia buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 10A, PB 174, IPB 1 x IPB 10A, IPB 1 x PB 174 dan IPB 10A x PB 174. Percobaan dilakukan dalam dua tahap yaitu penentuan stadia kematangan berdasarkan jumlah hari setelah antesis yang kemudian dijadikan acuan perkiraan tingkat kematangan berdasarkan persentase warna kuning pada kulit buah pada percobaan kedua. Pada percobaan kedua pemetikan buah dilakukan pada tiga stadia kematangan berdasarkan persentase warna kuning kulit buah, yaitu pada saat warna kuning pada kulit buah 25-49% (stadia II), 50-74% (stadia III) dan di atas 75% (stadia IV). Buah pepaya genotipe IPB 1 dapat dipanen pada tiga stadia kematangan buah yaitu pada 130, 135 dan 140 HSA. Genotipe IPB 10 A, PB 174 betina, IPB 1 x IPB 10A betina dan IPB 1 x PB 174 betina lebih baik dipanen pada stadia IV kematangan buah atau persentase warna kuning kulit buah 75%.

Penelitian untuk mengkaji mutu buah yang meliputi karakter mutu fisik dan kimia daging buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 2A, IPB 3, IPB 3A, IPB 4, IPB 7, IPB 8, dan IPB 9 dilakukan pada dua stadia kematangan yang ditandai dengan warna kuning kulit buah 75 dan 100%. Buah dipetik pada saat stadia kematangan 25% warna kuning kulit buah. Tingkat kematangan buah berdasarkan stadia warna kuning kulit buah 75% dan 100% tidak menghasilkan perbedaan pada karakter mutu fisik dan kimia buah yang diamati, kecuali kekerasan kulit buah bagian tengah dan pH daging buah. Genotipe yang diamati pada umumnya memiliki mutu buah yang sama, tetapi pada karakter tertentu beberapa genotipe lebih baik dari genotipe lainnya. Genotipe IPB 4 mempunyai kulit buah paling lunak diantara genotipe yang diamati. Genotipe IPB 9 memiliki nilai kekerasan daging buah pada bagian tengah lebih baik dari IPB 1, IPB 4 dan IPB 8. Kandungan vitamin C (ascorbic acid) genotipe IPB 4 lebih besar dari IPB 2A, IPB 3A. Kandungan karoten pada genotipe IPB 4 lebih besar dari IPB 1, IPB 3A, IPB, 7, IPB 8 dan IPB 9.

Mutu buah dan daya simpan buah pepaya dipelajari dengan melakukan percobaan untuk mengetahui karakter mutu fisik dan kimia buah pada umur petik dan waktu simpan berbeda. Kandungan padatan terlarut total (PTT) dan asam tertitrasi total (ATT) meningkat dengan semakin tua umur petik dan semakin lamanya waktu simpan. Nilai pH daging buah genotipe IPB 1 berkisar antara 5.1- 5.9, nilai padatan terlarut total (PTT) 10°-12° Brix. Buah genotipe IPB 10 A memiliki daya simpan 8-9 hari, sedangkan daya simpan buah genotipe lainnya rata-rata mencapai 6-7 hari. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa preferensi konsumen lebih menyukai daging buah pepaya genotipe IPB 1 x IPB 10A yang dipetik pada 145 HSA dan telah disimpan dua hari, daripada genotipe IPB 1 dan IPB 10A x PB 174.

Kata Kunci: hermafrodit, betina, karakter fisik buah, karakter kimia buah, stadia kematangan buah

Abstract

The objective of the experiment was to investigate the physical and chemical characteristics of three stadia of maturity based on a range of peel color from green to yellow or based on percentage of the yellow area of fruit peel (stadium II = 25-49% yellow, stadium III = 50-74% yellow, and stadium IV = above 75% yellow) on six genotype of papaya. IPB 1 genotype can be harvested at all stadia of maturity stage. Hermaphrodite and female fruit of IPB 10 A, female fruit of PB 174, female fruit of IPB 1 x IPB 10A and female fruit of IPB 1 x PB 174 genotype would be better harvested at stadium IV of maturity stage. The objective of the second experiment was to investigate the physical and chemical characteristic of eight genotypes of papaya i.e. IPB1, IPB 2A, IPB 3, IPB 3A, IPB 4, IPB 7, IPB 8, and IPB 9 on two stadia of ripening period based on a percentage of the yellow area of fruit peel (stadium 75% yellow and stadium 100% yellow). The fruits were picked at stadium 25% yellow of fruit peel colour. There was no significant different on physical and chemical characteristics between papaya at stadium 75% and 100% ripe. Flesh firmness of IPB 9 was better than IPB 1, IPB 4 and IPB 8. Ascorbic acid content of IPB 4 (107.36 mg/100 g) was higher than that of IPB 2A and IPB 3A. Carotenoid content of IPB 4 (29.73 mg/100g) was higher than that of the other genotypes. Fruit quality and fruit shelf life of five genotypes of papaya have been investigated by studying physical changes and chemical characteristics after three different maturity stage. Picking fruit on different days after anthesis could result on the different stage of fruit maturity which corresponding with the fruit quality. The TSS content increased according to the increasing of fruit maturity and storage time. Harvesting date effect on total soluble solid (TSS) content IPB 1 x 10A and Total titratable acid (TTA) value of IPB 1 genotype. Storage time affect the value of TSS and TTA on IPB 10A genotypes. The pH of IPB 1 juice genotype was 5.1-5.9 with TSS content 10o- 12oBrix. Total titratable acid content was higher in younger fruit and longer storage period. The earlier harvesting date increased the content of vitamin C of IPB 1 and IPB 1 x IPB 10A genotypes. The longest shelf life was shown by IPB 10A (8-9 days after picking), while the other genotypes had a similar shelf life of 6-7 days.

Keywords: Carica papaya hermaphrodite fruit, female fruit, physical characteristic, chemical characteristic, fruit maturity stage.

Pendahuluan

Pepaya merupakan buah yang mempunyai nilai nutrisi baik. Preferensi konsumen dalam memilih buah pepaya biasanya berdasarkan keragaan buah, warna dan rasa daging buah. Berdasarkan data Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2004) sifat-sifat buah pepaya yang diinginkan untuk konsumsi segar adalah: berukuran kecil-medium (0.5-1.0 kg/buah) atau besar (<3 kg), warna daging buah jingga sampai merah, mempunyai warna kulit hijau dengan warna merah-jingga di selanya, rongga buah kecil (edible portion tinggi), kulit buah halus, buahnya berasal dari bunga hermafrodit, berbentuk lonjong, bertekstur padat (firm), rasanya manis dan tidak ada pahitnya atau rasa getah, shelf-life lama dan beraroma khas. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2007) dan Direktorat Mutu dan Standardisasi (2009) ketentuan minimum yang harus dipenuhi buah pepaya untuk diperdagangkan ialah: buah utuh, segar, padat, bebas dari (benda asing dan aroma asing, hama dan penyakit, memar, kerusakan mekanis) dan layak konsumsi.

Buah pepaya dapat dipanen pada beberapa stadia kematangan tergantung peruntukannya, pada saat buah masih muda atau setengah tua untuk pencampur buah dalam asinan atau rujak dan pada saat matang untuk dikonsumsi sebagai buah segar (Kader, 1985; Reid, 1985).Stadia kematangan buah pada saat dipanen merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi shelf life buah,sehingga mutu buah yang dipanen sangat ditentukan oleh stadia kematangan pada waktu panen (Kays, 1991). Pemanenan dan penanganan pasca panen buah yang dilakukan dengan benar dan tepat waktu dapat meningkatkan daya simpan buah (Thompson et al., 1989; Samson, 1980; Nakasone dan Paull, 1999).

Pepaya mempunyai kulit buah tipis, biasanya halus, berwarna hijau saat belum matang, dan berwarna kuning atau jingga kekuningan saat buah matang. Stadia kematangan buah pepaya menurut Pantastico et al. (1986) dan Kays (1991) umumnya ditentukan oleh perubahan warna pada ujung buah. Warna merupakan indikator utama yang digunakan oleh konsumen dalam menentukan kematangan buah. Oleh karena itu, perubahan warna selama pematangan menjadi indikator yang sangat penting. Selama proses pematangan, warna daging buah berubah dari putih menjadi kuning atau jingga kekuningan, atau menjadi merah muda atau merah, tergantung varietasnya.

Pepaya merupakan buah yang mempunyai sifat klimakterik dimana kandungan zat gizi daging buah pada umumnya dapat berubahsetelah buah mengalami penyimpanan. Menurut Chan (1979) selama proses pemasakan buah pepaya mengalami perubahan kandungan kimia diantaranya keasaman, padatan terlarut total, pati, dan vitamin C. Perbedaan stadia kematangan buah menghasilkan perbedaan sifat fisik dan kimia buah selama penyimpanan pada suhu kamar. Samson (1980) dan Nakasone dan Paull (1999) menyatakan bahwa secara umum pemanenan dan penanganan pasca panen buah-buahan tropik memerlukan penanganan yang benar supaya mutu buah dapat dipertahankan dengan baik. Bari et al. (2006) mengemukakan hasil penelitiannya pada buah pepaya yang dipanen saat buah masih hijau, matang, masak dan mendekati busuk, ternyata memiliki komposisi nutrisi termasuk kandungan kimia buah pepaya bervariasi pada stadia kematangan berbeda. Menurut Lalel et al. (2003) umur petik pada stadia kematangan buah mempengaruhi kandungan zat volatil yang menentukan flavor pada buah mangga dan pola respirasi klimakterik hanya terlihat pada buah yang dipetik awal stadia kematangan. Sedangkan pada buah pisang menurut Sulaeman et al. (2001) umur petik pada stadia kematangan lanjut akan menghasilkan mutu buah yang lebih baik.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2004) mengemukakan bahwa hasil penelitian umur panen yang baik untuk delapan genotipe pepaya koleksi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika-IPB (PKBT-IPB) ialah antara 128-161 HSA (Hari Setelah Antesis) dengan bobot buah antara 968.3-1941.7 g, kandungan padatan terlarut total (PTT) 9.3-12.1 ºBrix dan umur simpan 3-5 hari. Hasil penelitian lainnya menunjukkan waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan pada 10 genotipe pepaya koleksi PKBT-IPB antara 144-168 HSA, bobot buah antara 831.7-3100 g , PTT 9.13-12.95 ºBrix dan umur simpan 4-7 hari. Dua penelitian di atas menunjukkan bahwa umur panen dan mutu buah sangat ditentukan oleh genotipe pepaya.

Studi mutu buah pepaya dilakukan dengan melakukan tiga penelitian yang berbeda. Penelitian pertama diarahkan untuk mengetahui mutu buah pada tiga stadia kematangan berbeda berdasarkan umur petik buah dari saat antesis. Penelitian kedua diarahkan untuk mengetahui mutu buah pepaya hasil pemuliaan

IPB, dan yang ketiga diarahkan untuk mengetahui mutu dan daya simpan buah pepaya. Sehingga penelitian tentang mutu buah pepaya bertujuan untuk: mengetahui karakter fisik dan kimia buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 10A, PB 174, IPB 1 x IPB 10A, IPB 1 x PB 174 dan IPB 10A x PB.174 pada tiga stadia kematangan buah; mengkaji karakter fisik dan kimia daging buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 2A, IPB 3, IPB 3A, IPB 4, IPB 7, IPB 8, dan IPB 9 pada dua stadia kematangan yang ditandai dengan warna kuning kulit buah 75 dan 100%; serta mengkaji mutu buah dan daya simpan buah pepaya koleksi Pusat Kajian Buah- buahan Tropika IPB berdasarkan umur petik dan waktu simpan berbeda.

Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi rujukan untuk memperkirakan umur panen dan shelf life buah pepaya berdasarkan stadia kematangan.

Bahan dan Metode