• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA

Abstrak

Tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga. Letak benang sari yang berdekatan dan di atas stigma bunga terdapat pada bunga pepaya kategori buah kecil, sedangkan letak benang sari lebih jauh dan di bawah stigma bunga terdapat pada kategori buah sedang dan buah besar. Bunga hermafrodit genotipe IPB 1 menunjukkan ketidak teraturan jumlah lekukan pada tangkai kepala putik, berbeda dengan lekukan pada tangkai kepala putik bunga betina IPB 1 yang konsisten berjumlah lima lekukan.

Hubungan viabilitas yang dicerminkan oleh daya berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan penduga keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Tabung sari dalam empat jam perkecambahan untuk pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) tumbuh paling panjang, sementara jarak antara stigma dengan bakal buah pendek.

Pengurangan benang sari pada buah pepaya kategori kecil (IPB 3) mengakibatkan pengurangan karakter kimia buah tetapi tidak pada karakter fisik buah. Pengurangan cuping stigma bunga hermafrodit yang disertai dengan penyungkupan pada pepaya kategori buah kecil menyebabkan pengurangan dalam bobot buah, tebal buah dan jumlah biji. Pada pepaya kategori buah besar (IPB 2) pengurangan benang sari, cuping stigma dan penyungkupan menyebabkan penurunan mutu pada karakter fisik buah tetapi tidak mengurangi mutu kimia buah. Pengurangan cuping stigma bunga betina genotipe IPB 3 mempengaruhi jumlah biji dan bobot biji yang terbentuk. Penghalangan penyerbukan dengan menyungkup bunga betina menghasilkan buah pepaya betina yang tidak berbiji. Mutu karakter fisik dan kimia buah hermafrodit genotipe IPB 3 tidak dipengaruhi oleh genotipe sumber serbuk sari sehingga tidak ada efek metaxenia pada buah pepaya hermafrodit IPB 3.

Kata kunci: hermafrodit, betina, penyerbukan, serbuk sari, tabung sari, mutu buah, pepaya.

Abstract

Female plant produce pistillate flowers and hermaprodite plants produce hermaphrodite flowers and sex expression of flowers became known after the flowering plants. Hermaphrodite flower development until the fruitset is formed will occur much longer than pistillate flower. Location of the stamen to the stigma of papaya small fruit and large fruit categories were different. Hermaprodhite flower of IPB 1 genotype has irregular and unstable shape of style lobe, in the other hand pistillate flower has five lobes. The purpose of the pollen germination research was to examine the fertilization process in terms of papaya pollen germination process and growth rate of pollen tubes. Average length of pollen tube within four hours of germination for small papaya fruit category (IPB 1, IPB 3, and IPB 4) was high while the distance between stigma and ovary was short so that the expected of fertilization process occurs sooner.

Reduction of stamens in hermaphrodite flower of papaya IPB 3 genotype (small fruit category) resulted in reduction of the chemical characteristics but not the physical characteristics of the fruit. Bagging and reduction of stigma lobes of hermaphrodite flowers IPB 3 causes a reduction in fruit weight, fruit flesh thickness and seed number. In the large category of papaya (IPB 2) reduction of stamens, stigma lobes and bagging in hermaphrodite papaya flower IPB 2 causes a decrease in physical characteristics of the fruit but does not reduce the chemical characteristics of the fruit. Reduction of stigma lobes of female flowers IPB 3 affects the number of seeds and seed weight. Bagging the female flower produce seedless fruit. There is no metaxenia effect or no effect of genotype on pollen sources on physical and chemical characteristics of hermaphrodite IPB 3.

Keywords:Carica papaya, hermaphrodite, pistillate, pollination, fruit set, pollen, pollen tube, fruit quality

Pendahuluan

Tanaman pepaya mempunyai tiga tipe bunga yaitu: bunga betina, bunga jantan dan bunga hermafrodit. Bunga pepaya terbentuk pada ketiak daun yang umumnya berada dalam rangkaian inflorescence menggarpu. Tanaman pepaya tergolong tanaman menyerbuk silang, namun ada beberapa yang menyerbuk sendiri. Paterson et al. (2007) mengemukakan bahwa pada tanaman pepaya hermafrodit kemungkinan sangat besar terjadi penyerbukan silang.

Keberhasilan penyerbukan pada jaringan permukaan stigma dan pembuahan inti sel sperma dengan sel telur akan menghasilkan mutu buah yang baik. Perkembangan buah terdiri dari tiga fase yaitu: 1. perkembangan bakal buah, fertilisasi dan pembentukan buah, 2. pembelahan sel, pembentukan biji dan perkembangan awal embrio, 3. pembesaran sel dan pematangan embrio. Fase awal pembentukan buah adalah perkembangan bakal buah dan fertilisasi, sehingga bagian tanaman yang terlibat dalam fertilisasi yaitu bakal buah dan serbuk sari, sangat menentukan keberhasilan pembentukan buah (Gillaspy et al., 1993). Faktor-faktor biologi bunga secara keseluruhan yang mempengaruhi keberhasilan pembentukan buah ialah: bentuk bunga, letak benang sari terhadap stigma, jumlah serbuk sari, kematangan serbuk sari, reseptivitas stigma, reseptivitas ovul dan kesempurnaan ovul. Keberhasilan pembentukan buah juga sangat dipengaruhi oleh viabilitas serbuk sari yaitu daya tumbuh kecambah atau kecepatan tumbuh tabung sari. Semakin tinggi daya tumbuh kecambah atau kecepatan tumbuh tabung sari maka proses pembuahan dalam bakal buah akan semakin cepat terjadi. Menurut Bolat dan Pirlak (1999) pengetahuan tentang viabilitas serbuk sari memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh petani buah untuk memperkirakan produksi buah.

Viabilitas serbuk sari dapat diketahui dengan berbagai macam metode pengujian. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui viabilitas serbuk sari yaitu dengan melakukan perkecambahan serbuk sari secara in vitro

(Galletta, 1983). Media perkecambahan serbuk sari secara in vitro yang digunakan untuk beragam spesies pertama kali diformulasikan oleh Brewbaker dan Kwack pada tahun 1963 dengan komposisi 10% sukrosa, 100 ppm H3BO4, 300 ppm

serbuk sari pepaya untuk mengetahui daya simpan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah dimulai oleh: Allan (1963), kemudian oleh Cohen et al. (1989) untuk pepaya di Israel dan Perveen et al. (2007) untuk pepaya di Pakistan. Menurut Magdalita et al. (1998) viabilitas serbuk sari pepaya beragam tergantung varietas dan iklim lingkungan tanaman tumbuh.

Serbuk sari merupakan materi genetik jantan yang berpotensi sebagai sumber gen untuk perbaikan kualitas tanaman (Malik, 1979). Para peneliti buah sejak lama meyakini bahwa sifat dari tetua jantan yang terbawa dalam serbuk sari akan mempengaruhi kualitas buah yang terbentuk yang dikenal dengan fenomena metaxenia. Pada umumnya fenomena metaxenia dapat mempengaruhi kualitas buah seperti ukuran dan waktu pematangan buah, sehingga kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas buah (Sedgley dan Griffin, 1989). Pengendalian penyerbukan dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi baik pada organ jantan (benang sari, serbuk sari), organ betina (stigma, ovari) maupun pada keduanya. Pada tanaman durian sudah lama dikembangkan cara untuk meningkatkan produksi dan mutu buah dengan cara melakukan penyerbukan menggunakan serbuk sari dari klon yang berbeda. Hasil penelitian George et al.

(1992) pada tanaman durian klon D24 yang diserbuki dengan serbuk sari dari klon lain ternyata dapat meningkatkan produksi dan ketebalan daging buahnya. Widodo (2000) mengemukakan bahwa pada buah anggur yang mengalami pengguguran biji menghasilkan ukuran buah kecil, tetapi dengan pemberian zat pengatur tumbuh tertentu akan memperbesar ukuran buahnya. Menurut Honsho et al. (2004) penyerbukan silang pada tanaman durian menghasilkan fruit set lebih tinggi dan mutu buah lebih baik daripada buah yang dihasilkan dari penyerbukan sendiri. Hasil penelitian Ansari dan Davarynejad (2008) pada penyerbukan bunga

sour cherry dengan serbuk sari lain ternyata menghasilkan pertambahan ukuran buah tetapi tidak mempengaruhi sifat kualitatif buahnya.

Bentuk buah pepaya pada pohon betina biasanya tidak akan berubah akibat faktor umur, musim atau status nutrisi; karena perubahan bentuk buah dipengaruhi secara kuat oleh stamen yang tidak pernah terbentuk pada bunga betina (Fitch, 2005). Pada buah salak yang bertipe dioecious, perlakuan modifikasi pada bunga betina menghasilkan perkembangan panjang dan diameter buah berbeda. Pada

perlakuan pengurangan jumlah cuping stigma bunga salak menunjukkan bobot buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai tiga stigma lebih berat dibandingkan dengan buah yang terbentuk dari bunga yang mempunyai dua atau satu stigma yang terserbuki (Ashari, 2002).

Dari hasil penelitian dan pendapat diatas tersirat bahwa fertilisasi yang menghasilkan buah sangat tergantung dari kompatibilas morfologi antara bunga betina (stigma, ovari) dengan bunga jantan (benang sari, serbuk sari). Herrero et al., (1988) mengemukaan bahwa mekanisme yang terjadi setelah penyerbukan antara serbuk sari dengan stigma, lalu perkecambahan serbuk sari, sampai serbuk sari menembus tangkai kepala putik dan bakal buah pada pohon buah-buahan belum banyak diketahui. Tetapi diyakini banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan betina di dalam bakal buah.

Pada tanaman pepaya sampai saat ini pengetahuan tentang penyerbukan bunganya belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap mutu buah pepaya. Mutu pepaya yang diinginkan oleh konsumen dilihat dari segi buahnya biasanya mempunyai ideotipe buah yang mempunyai bentuk sempurna, bobot 0.50-0.85 kg/buah, warna kulit kuning kemerahan pada saat masak, warna daging buah jingga kemerahan, daging buah tebal, edible portion tinggi, rongga buah kecil, dan rasa daging buah manis.

Penelitian morfologi dan fisiologi pertumbuhan bunga pepaya dilakukan dalam dua percobaan yang berbeda dan secara umum bertujuan untuk: mengetahui morfologi tunas bunga dan bunga pepaya dengan pengamatan mikroskop biasa dan mikroskop elektron payaran (Scanning Electron Microscope- SEM); mengkaji viabilitas serbuk sari pepaya genotipe: IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10. Penelitian tentang pengaruh penyerbukan bunga pepaya bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap perkembangan buah pepaya genotipe IPB 3 yang berkategori buah kecil dan pada pepaya genotipe IPB 2 yang termasuk dalam kategori buah besar.

Bahan dan Metode

Bahan dan metode pada studi morfologi dan fisiologi pertumbuhan bunga dan buah pepaya terdiri dari tiga percobaan, yaitu: 1. Morfologi bunga pepaya, 2. Viabilitas dan pertumbuhan tabung sari pepaya IPB dan 3. Studi penyerbukan bunga dan perkembangan buah pepaya.

III.1. Morfologi Bunga Pepaya

Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2007 di Laboratorium Anatomi FMIPA Institut Pertanian Bogor dan LaboratoriumBidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong. Bahan uji ialah tunas bunga dan bunga dari populasi tanaman pepaya genotipe IPB 1 hermafrodit, betina dan jantan yang terdapat di Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan kimia untuk pengamatan anatomi dengan mikroskop biasa ialah bahan kimia standar untuk sediaan mikroskopis organisme dan jaringan tanaman (asam asetat, asam sulfat, glycerin, parafin, xylol, alkohol 95, 70 dan 50 %, aquadest, pewarna safranin dan fast green). Bahan kimia untuk pengamatan morfologi dengan SEM ialah: Na(CH3)2As2)O3. Alat di lapangan yang digunakan

ialah meteran, jangka sorong dan kamera digital. Alat yang digunakan di laboratorium ialah peralatan pengamatan anatomi lengkap (pinset, pipet, pisau silet, gelas obyek, gelas obyek cekung, gelas penutup, mikrotom), mikroskop cahaya, mikroskop payaran elektron serta kamera digital.

Metode Pelaksanaan

Tunas bunga dan bunga pepaya betina, hermafrodit dan jantan diamati perbedaan bentuk dan ukurannya. Studi anatomi dan morfologi tunas bunga dan bunga dilakukan dengan menggunakan metode standar yang dipakai Laboratorium Anatomi FMIPA IPB, Laboratorium Zoologi LIPI, dan metode yang digunakan Ronse Decraene dan Smets (1999). Metode pelaksanaan untuk

struktur anatomi bunga dilakukan sediaan preparat langsung di bawah mikroskop dan kamera digital.

Metode pelaksanaan yang dilakukan untuk membuat sediaan preparat mikroskopis jaringan tanaman meliputi: fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, infiltrasi, penanaman (embedding), pengirisan dan penyayatan, perekatan, pewarnaan (staining) dan penutupan. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan FAA (formaldehyde acetic acid alcohol) dan dehidrasi bertingkat dengan alkohol seri. Proses penanaman material ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dilakukan dengan cermat sehingga memudahkan untuk mendapatkan irisan yang sempurna pada saat penyayatan dengan mikrotom. Pengamatan di bawah mikroskop dilakukan setelah sediaan preparat mengalami pewarnaan dengan safranin dan fast green serta pengeringan di oven pada suhu 40 °C.

Metode yang dilakukan untuk membuat sediaan preparat mikroskopis memakai scanning electron microscope (SEM) ialah: fiksasi, dealkoholisasi, infiltrasi, pengeringbekuan dengan freeze dry system, penyepuhan dengan logam emas dan pengamatan menggunakan SEM merk JEOL tipe 5310 LV. Pengamatan sediaan mikroskopi dilakukan dengan Mikroskop SEM di Laboratorium Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong

Proses pembuataan sampel dan persiapan pengamatan SEM mengacu pada metode yang dibakukan oleh Laboratorium Bidang Zoologi, LIPI. Sampel untuk pengamatan SEM berupa irisan tunas bunga berbentuk kubus berukuran 0.5 cm x 0.5 cm x 0.5 cm dicuci didalam bufer (Na(CH3)2As2)O3 0.2 M selama lebih

kurang 24 jam pada suhu 4oC, kemudian sampel spesimen dicuci ulang dengan larutan bufer (Na(CH3)2As2)O3 0.2 M pada alat getar ultra sound sebanyak tiga

kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 15 menit pada suhu kamar. Selanjutnya sampel difiksasi dengan larutan glutaraldehid 2% (9 ml larutan bufer (Na(CH3)2As2)O3 0.2 M + 1 ml glutaraldehid dari larutan stok glutaraldehid 20%)

selama 2 jam pada suhu 4oC, kemudian sampel direndam di dalam larutan tannic acid 2% (2 g tannic acid dalam buffer (Na(CH3)2As2)O3 0.2 M sehingga volume

larutan menjadi 100 ml) yang bersifat sebagai conductive staining, supaya membentuk lapisan yang konduktif pada suhu 4oC selama kurang lebih dua hari (45 jam). Pada tahap selanjutnya sampel dicuci dengan buffer (Na(CH3)2As2)O3

0.2 M sebanyak empat kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 15 menit pada suhu 4oC. Kemudian sampel dicuci dengan akuades pada suhu 4oC selama 15 menit dan diulang sebanyak dua kali. Proses dehidrasi dilakukan dengan seri etanol bertingkat, yaitu sampel direndam di dalam etanol 50% sebanyak empat kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 5 menit pada suhu 4oC, selanjutnya proses perendaman sampel berturut-turut dalam larutan etanol 75%, larutan etanol 88% masing-masing selama 20 menit pada suhu 4oC. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan etanol 95% selama 20 menit pada suhu kamar. Tahap terakhir adalah perendaman sampel di dalam larutan etanol absolut sebanyak dua kali dengan masing-masing tahap berlangsung selama 10 menit pada suhu kamar. Sampel yang telah didehidrasi kemudian dimasukkan ke dalam larutan tertier butil alkohol (TBA) selama 10 menit sebanyak dua kali pada suhu kamar. Kemudian sampel dibiarkan didalam larutan TBA selama tiga hari pada suhu 4oC sebelum dikeringbekukan ke dalam larutan butanol selama 5 jam pada freeze drier pada suhu -47o C dengan tekanan vakum 140 x 10-3 M Bar. Tahap selanjutnya sampel direkatkan pada specimen holder

menggunakan perekat selotape dua sisi, kemudian permukaannya disepuh dengan logam emas pada alat vacuum evaporation device yang berlangsung lebih kurang 4 menit sehingga didapatkan ketipisan logam sebesar 300 A. Spesimen yang telah dilapisi dengan logam emas ini siap untuk diamati dengan SEM. Pengamatan tunas bunga pepaya secara transversal dan tangensial (dengan memutar posisi sampel sebesar 900) dilakukan pada 20 kilo-volt.

III.2. Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya IPB

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2008, di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Serbuk sari pepaya diperoleh dari bunga tanaman pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10 yang ditanam di

Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Tanaman pepaya dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan ukuran buah yaitu: pepaya kategori buah kecil (genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4), pepaya kategori buah sedang (genotipe IPB 5, IPB 9 dan IPB 10), dan kategori buah besar (genotipe IPB 2, IPB 7 dan IPB 8).

Komposisi media perkecambahan yang digunakan yaitu: 100 ppm H3BO4,

300 ppm Ca(NO3)2 4H2O, 200 ppm MgSO4 7H2O, 100 ppm KNO3, 5% sukrosa

dan aquades. Alat-alat yang digunakan diantaranya timbangan analitik, cawan petri, gelas objek, spatula, mikroskop ”Olympus BX41”, mikrometer dan perlengkapan fotografi.

Metode Pelaksanaan

Bunga pepaya diambil pada fase satu hari sebelum antesis. Butir serbuk sari dipisahkan dari kotak sari dengan menggunakan pinset, kemudian serbuk sari diletakkan pada media perkecambahan. Serbuk sari pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB.7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10 yang telah diisolasi, dikecambahkan dalam media pada gelas objek yang diletakkan di suhu ruang. Peletakan gelas objek pada suhu ruangan mengacu pada penelitian Burke et al.

(2004) yang mengamati perkecambahan serbuk sari durian pada suhu sekitar 20- 37oC dan kelembaban sekitar 50-80%. Satu gelas objek merupakan satu unit percobaan. Untuk setiap percobaan perkecambahan serbuk sari dilakukan 10 kali ulangan.

Pengamatan

Untuk mengetahui hubungan panjang tabung sari dengan proses pembuahan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran jarak antara stigma dan bakal buah bagian tengah serta jarak antara stigma dan bakal buah bagian bawah dengan menggunakan masing-masing 10 sampel bunga hermafrodit untuk setiap genotipenya. Pengukuran diameter dan panjang tabung serbuk sari dilakukan dengan menggunakan perbesaran 100x dan 400x. Daya berkecambah serbuk sari dan panjang tabung sari diamati dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh Wahyudin (1999) pada penelitian perkecambahan serbuk sari salak. Pengamatan pertumbuhan kecambah serbuk saridilakukan setiap 30 menit selama

empat jam menggunakan mikroskop ”Olympus BX41” yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler dan perlengkapan fotografi.

Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) uji-F pada taraf 5% dan uji perbedaan nilai tengah menggunakan Uji Kontras pada taraf 5 dan 1%. Pengolahan data statistik menggunakan Software SAS (Statistical Analysis System) versi 6.12.

III.3. Studi Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2006 sampai dengan April 2007 di Teaching Farm Kebun Buah, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), Unit Lapangan Tajur, University Farm, IPB. Bogor. Pengujian karakter fisik dan kimia buah dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Laboratorium Research Group on Crop Improvement

(RGCI), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman pepaya IPB 3 dan IPB 2 dan serbuk sari bunga pepaya IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10. Alat yang digunakan yaitu pinset, plastik tagging, kertas pembungkus, alat-alat titrasi, pH meter, hand refractometer dan hand fruit hardness tester. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, iod, indikator Phenolphtalein (PP) dan amilum.

Metode Penelitian

Penelitian ini terbagi atas empat penelitian yaitu: pengurangan benang sari dan cuping stigma pada pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 (kategori buah kecil), pengurangan benang sari dan cuping stigma pada pepaya hermafrodit IPB 2 (kategori buah besar), pengurangaan cuping stigma pada pepaya betina IPB 3, dan penyerbukan dengan serbuk sari berbeda pada pepaya hermafrodit IPB 3. Penelitian pengurangan benang sari dan cuping stigma menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor tiga ulangan dengan 13 taraf perlakuan pada buah pepaya hermafrodit IPB 3; sembilan taraf perlakuan pada buah pepaya hermafrodit IPB 2; dan lima taraf perlakuan pada buah pepaya betina IPB 3.

Penelitian penyerbukan antara IPB 3 sebagai tetua betina dengan serbuk sari enam pepaya IPB lainnya (genotipe IPB 2, IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10) menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor dengan enam taraf perlakuan percobaan, enam ulangan.

Pelaksanaan dan Pengamatan

Pepaya genotipe IPB 2 dan IPB 3 ditanam pada 9 Maret 2006 dengan jarak tanam 3 x 2 m masing-masing sebanyak 120 tanaman (Gambar 3).

Gambar 3. Keragaan tanaman pepaya genotipe IPB 3 (a) dan IPB 2 (b). 1. Perlakuan pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga

hermafrodit genotipe IPB 3 (kategori buah kecil).

Pengurangan benang sari menjadi 1 (HK1), menjadi 3 (HK3), menjadi 5 (HK5) dan kontrol (HK10) dilakukan pada bunga hermafrodit yang dibiarkan terbuka (HK) dan pada bunga yang disungkup (HK10T, HK5T, HK3T, dan HK1T) untuk menjaga masuknya serbuk sari genotipe lain. Pengurangan jumlah cuping stigma menjadi 1 (HT 1), menjadi 3 (HT3), dan kontrol (HT5) dilakukan pada bunga hermafrodit. Pengurangan cuping stigma dilakukan juga dengan bunga yang disungkup (HT5T, HT3T, dan HT1T). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali pada pohon yang berbeda. Perlakuan dilakukan saat bunga belum mekar, 2-3 kali seminggu. Buah diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

2. Perlakuan pengurangan benang sari dan cuping stigma pada bunga hermafrodit genotipe IPB 2 (kategori buah besar).

Pengurangan benang sari menjadi 1 (HK1), menjadi 3 (HK3), menjadi 5 (HK5) dan kontrol (HK10) dilakukan pada bunga hermafrodit yang dibiarkan

terbuka (HK) dan pada bunga yang disungkup (HK10T, HK5T, HK3T dan HK1T) untuk menjaga masuknya serbuk sari genotipe lain. Pengurangan cuping stigma menjadi 1 (HT1), menjadi 3 (HT3) dan kontrol (HT5) dilakukan pada bunga hermafrodit. Pengurangan cuping stigma dilakukan juga dengan bunga yang disungkup (HT5T, HT3T, dan HT1). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali pada pohon yang berbeda. Perlakuan dilakukan saat bunga belum mekar, 2-3 kali seminggu.

3. Pengurangaan cuping stigma pada bunga pepaya betina genotipe IPB 3. Pengurangan cuping stigma menjadi tiga (T3), menjadi satu (T1), tidak ada stigma (T0) dan kontrol (T5) dilakukan pada bunga betina yang dibiarkan terbuka, dan pada bunga yang disungkup (T5T, T3T, dan T1T).

4. Perlakuan penyerbukan bunga hermafrodit genotipe IPB 3 dengan serbuk sari lain.

Perlakuan penyerbukan serbuk sari genotipe lain (IPB 2, IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10) dilakukan pada bunga hermafrodit IPB 3 sebagai tetua betina. Serbuk sari bunga hermafrodit IPB 3 dikastrasi sesaat sebelum perlakuan dan dilakukan sehari sebelum bunga mekar.

Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pengendalian gulma secara konvensional serta pengendalian hama dan penyakit dengan membuang bagian tanaman yang terkena hama dan penyakit serta menggunakan pestisida sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) di kebun. Pengamatan meliputi pengamatan panjang dan diameter buah pada setiap minggunya sejak munculnya buah sampai pemanenan dilakukan. Buah dipanen pada stadia 25% kulit buah berwarna kuning.