• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah sebagai dasar pengendalian mutu buah pepaya IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah sebagai dasar pengendalian mutu buah pepaya IPB"

Copied!
291
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN

DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR

PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB

KETTY SUKETI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi

yang berjudul:

STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN

DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN

MUTU BUAH PEPAYA IPB

adalah benar-benar karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, bukan

hasil jiplakan atau tiruan serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk

memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak

diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2011

Ketty Suketi

(3)

ABSTRACT

KETTY SUKETI. Study on flower morphology, pollination and fruit development of IPB’s papaya for fruit quality control. Supervised by: ROEDHY POERWANTO as the chairman, SRIANI SUJIPRIHATI, SOBIR and WINARSO D. WIDODO as the member of advisory committee.

The purpose of this study were to identify the mechanism of flowering and fruit development of IPB’s papaya for fruit quality control. This experiments were consisted study of: papaya flower morphology, papaya pollen viability and pollen tube growth, pollination and fruit development, and papaya fruit quality for papaya fruit quality control. The general conclusion from this study is that information about pollination and flower morphology associated with sex expression of plants can be used to control the shape, size and quality of papaya fruit Female plants produce pistillate flowers and hermaprodite plants produce hermaphrodite flowers and sex expression of flowers became known after the flowering plants.Hermaphrodite flower development until the fruitset formed will occur much longer than pistillate flower. Location of the stamen to the stigma of papaya small fruit and large fruit categories were different. Hermaphrodite style flower of IPB 1 genotype has irregular and unstable shape of lobe, in the other hand pistillate style flower has five lobes. The purpose of the pollen germination research was to examine the fertilization process in terms of papaya pollen germination process and growth rate of pollen tubes. Average length of pollen tube within four hours of germination for small papaya fruit category (IPB 1, IPB 3, and IPB 4) was long, while the distance between stigma and base of ovary was short so that the expected of fertilization process occurred sooner. Pollination by decreasing the number of stamens in hermaphrodite papaya flower of IPB 3 genotype (small fruit category) resulted in reduction of the chemical characteristics but not the physical characteristics of the fruit. Bagging and reduction of stigma lobes of hermaphrodite flowers IPB 3 causes a reduction in fruit weight, fruit flesh thickness and seed number. In the large fruit category of papaya (IPB 2 genotype) reduction of stamens, stigma lobes and bagging in hermaphrodite papaya flower IPB 2 causes a decrease in physical characteristics of the fruit but does not reduce the chemical characteristics of the fruit. Reduction of stigma lobes of pistillate flowers IPB 3 affects the number of seeds and seed weight. Isolated pollination by bagging pistillate flower of IPB 3 genotype was showed seedless fruit. There is no metaxenia effect or no effect of genotype on pollen sources on physical and chemical characteristics of hermaphrodite IPB 3. The IPB 1 genotype could be harvested at all stadia of maturity stage: stadium 25% (130 DAA-Days after anthesis), 50% (135 DAA) and 75% (140 DAA). The other genotype could be harvested at stadium 25 % ripe and consumed at 75 % ripe. There was no significant different on physical and chemical characteristics between papaya at stadium 75% and 100% ripe. Flesh firmness of IPB 9 genotype was better than IPB 1, IPB 4 and IPB 8. The longest shelf life was shown by IPB 10A (8-9 days after picking), while the other genotypes had a similar shelf life of 6-7 days.

(4)

RINGKASAN

KETTY SUKETI. Studi morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah sebagai dasar pengendalian mutu buah pepaya IPB. Komisi Pembimbing: ROEDHY POERWANTO (Ketua), SRIANI SUJIPRIHATI, SOBIR dan WINARSO D. WIDODO (Anggota).

Tujuan dari studi ini ialah: untuk mengetahui keragaan morfologi bunga pepaya IPB; mengetahui fisiologi pembuahan melalui viabilitas dan pertumbuhan tabung sari pepaya; mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap mutu buah pepaya IPB 3 dan IPB 2, dan karakter mutu buah yang dapat dijadikan dasar pengendalian mutu buah pepaya. Penelitian dilakukan dengan percobaan-percobaan yang terdiri dari studi: morfologi bunga, viabilitas dan pertumbuhan tabung sari, penyerbukan bunga dan mutu buah pepaya. Kesimpulan umum dari penelitian ini ialah informasi tentang penyerbukan dan morfologi bunga terkait dengan ekspresi seks tanaman dapat digunakan untuk mengatur bentuk, ukuran dan mutu buah pepaya.

Tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga. Letak benang sari yang berdekatan dan di atas stigma bunga terdapat pada bunga pepaya kategori buah kecil, sedangkan letak benang sari lebih jauh dan di bawah stigma bunga terdapat pada kategori buah sedang dan buah besar. Bunga hermafrodit genotipe IPB 1 menunjukkan ketidak teraturan jumlah lekukan pada tangkai kepala putik, berbeda dengan lekukan pada tangkai kepala putik bunga betina IPB 1 yang konsisten berjumlah lima lekukan. Perkembangan bunga betina genotipe IPB 1 sampai terbentuk bakal buah berlangsung selama 4-5 hari, sedangkan pada hermafrodit lebih lama yaitu sekitar 5-7 hari.

Hubungan viabilitas yang dicerminkan oleh daya berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan parameter penduga keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Tabung sari dalam empat jam perkecambahan untuk pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) tumbuh paling panjang, sementara jarak antara stigma dengan bakal buah pendek sehingga diduga proses pembuahan akan terjadi lebih cepat dibandingkan pada pepaya kategori buah lainnya.

(5)

Buah pepaya genotipe IPB 1 dapat dipanen pada stadia kematangan buah 25% (130 HSA-Hari setelah antesis), 50 % (135 HSA) dan 75 % (140 HSA). Genotipe lainnya dapat dipanen pada stadia kematangan buah 25 % dan dikonsumsi pada stadia kematangan 75%. Karakter mutu fisik dan kimia buah tidak berbeda.pada stadia warna kuning kulit buah 75% dan 100%. Genotipe IPB 9 memiliki nilai kekerasan daging buah lebih baik dari IPB 1, IPB 4 dan IPB 8. Kandungan vitamin C (ascorbic acid) dan karoten genotipe IPB 4 lebih besar dari IPB 2A, IPB 3A. Buah genotipe IPB 10 A memiliki daya simpan (8-9 hari), sedangkan daya simpan buah genotipe lainnya rata-rata mencapai 6-7 hari.

(6)

@ @ @

@Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2011. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

STUDI MORFOLOGI BUNGA, PENYERBUKAN

DAN PERKEMBANGAN BUAH SEBAGAI DASAR

PENGENDALIAN MUTU BUAH PEPAYA IPB

KETTY SUKETI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, M.Sc. (Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB)

Dr. Ir. Endah Retno Palupi M.Sc.

(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto

(Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB)

Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc.

(9)

Judul Disertasi : Studi Morfologi Bunga, Penyerbukan dan

Perkembangan Buah sebagai Dasar Pengendalian Mutu Buah Pepaya IPB

Nama : Ketty Suketi

Nomor Pokok : A 361020031 Program Studi : Agronomi

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Prof.Dr.Ir. Sriani Sujiprihati, MS.

Ketua Anggota

Dr.Ir. Sobir, MS. Dr.Ir. Winarso D.Widodo, MS.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Dr.Ir. Dahrulsyah M.Sc.Agr.

(10)

PRAKATA

Pengembangan buah-buahan tropika Indonesia memegang peranan penting

dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Strategi yang dilakukan untuk

pengembangan buah-buahan tropika seyogyanya berdasarkan kepada pengelolaan

sumber daya genetik yang dimiliki sehingga dapat menghasilkan produk yang

mempunyai daya saing tinggi. Pengembangan buah pepaya di Indonesia

diharapkan dapat menghasilkan pepaya Indonesia yang mempunyai kemampuan

untuk bersaing dalam agribisnis buah-buahan

Dalam rangka mendukung pengembangan buah pepaya, maka dilakukan

serangkaian penelitian berjudul: Studi Morfologi Bunga, Penyerbukan dan

Perkembangan Buah sebagai Dasar Pengendalian Mutu Buah Pepaya IPB.

Dengan rahmat Allah SWT, penelitian dan penulisan disertasi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi Program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir.

Roedhy Poerwanto, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Sriani

Sujiprihati, MS., Dr. Ir. Sobir, MS. dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. sebagai

Anggota Komisi yang telah banyak membantu dalam membimbing dan

mengarahkan penelitian ini.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS dan

Hibah Penelitian Program Doktor 2009 sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi Program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

2. Rektor Institut Pertanian Bogor , Wakil Rektor IPB Bidang Akademik, Dekan

dan Wakil Dekan Fakultas Pertanian IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Kepala Bagian

Laboratorium Produksi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB atas

pemberian ijin dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

disertasi ini dengan baik.

3. Staf Pengajar Program Studi Agronomi, Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah

(11)

4. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto dan Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.Sc. yang telah

menguji penulis pada Ujian Prakualifikasi Program Doktor di IPB.

5. Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, Dr. Ir. Endah Retno Palupi MSc., Dr.Ir. Aris

Munandar dan Dr.Ir. Trikoesoemaningtyas yang telah menguji penulis pada

Ujian Tertutup Program Doktor di IPB.

6. Prof.Dr.Ir. Slamet Susanto, Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc., Prof. Dr. Ir.

Satriyas Ilyas, M.Sc. dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. yang telah menguji

penulis pada Ujian Terbuka Program Doktor di IPB.

7. Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang telah banyak

memberikan dukungan, pengertian, bantuan dan kerjasama dalam pelaksanaan

tugas penulis sebagai staf pengajar.

8. Rekan rekan di Laboratorium Produksi, Laboratorium RGCI dan

Laboratorium Ekofisiologi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB serta

berbagai pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian penulis.

9. Mellyawati Widjaya, Devis Suni, Dita Reninda, Isyana Rafikasari, Krisna D.

Purba, Cenra I.H. Tuharea dan Wiwit Widyastuti yang telah membantu

penelitian penulis.

10.Kedua orang tua penulis, Bapak Soma Rustama dan Ibu Isus Sukesih

(almarhumah) yang telah mendidik dan senantiasa mendoakan penulis.

11.Suami tercinta Ir. Yuyu Rahayu, M.Sc. dan ananda Gilang Aditya Rahayu SP.,

Gitta Fatima Rahayu serta Genta Muhammad Rahayu, atas segala pengertian,

dorongan dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Program

Doktor.

Semoga Allah SWTmembalas budi baik yang telah diberikan, dan semoga

disertasi ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan buah-buahan di

Indonesia.

Bogor, Agustus 2011

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 September 1961 di Bandung sebagai

anak ketiga dari Soma Rustama dan Isus Sukesih. Tahun 1973 penulis lulus dari

SD Negeri Nilem I Bandung. Sekolah Menengah diselesaikan pada tahun 1976

dari SMP Negeri II Bandung, dan pada tahun 1980 dari SMA Negeri III Bandung.

Sarjana Pertanian diperoleh penulis dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 1984.

Pada bulan Desember 1985 penulis menikah dengan Ir. Yuyu Rahayu,

M.Sc. dan telah dikaruniai tiga orang putra putri, Gilang Aditya Rahayu SP., Gitta

Fatima Rahayu dan Genta Muhammad Rahayu. Penulis diterima menjadi pegawai

negeri sipil pada bulan Januari 1987 dan sampai saat ini bekerja sebagai staf

pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Pada bulan Agustus 1988 sampai Januari 1990 penulis mengikuti program

pendidikan non gelar di Department of Horticulture, Purdue University, USA.

Penulis memperoleh gelar Magister Sains dari Institut Pertanian Bogor pada

tahun 1994.

Penelitian-penelitian penulis yang telah diterbitkan dalam Jurnal ilmiah

ialah:

1. Karakter fisik dan kimia buah pepaya pada stadia kematangan berbeda.

Physical and chemical characteristics of papaya at different maturity stages.

J. Agron. Indonesia 38(1):60-66 (2010).

2. Analisis kedekatan hubungan antar genotipe pepaya berdasarkan karakter

morfologi dan buah. Relationships among papaya genotypes based on

morphological and fruit characters. J. Agron. Indonesia 38(2):130-137 (2010).

3. Studi karakter mutu buah pepaya IPB. Fruit quality study of IPB’ s papaya.

J. Hortikultura Indonesia 1(1):17-26 (2010).

4. Pollen viability and pollen tube growth of IPB’s papaya. J. Agron. Indonesia

(13)

Penelitian-penelitian penulis yang telah disajikan dalam Seminar ialah:

1. Kajian pertumbuhan, ekspresi seks tanaman dan kualitas buah pepaya

genotipe IPB 1 dan IPB 2 dengan pupuk organik. Prosiding Seminar Nasional

Hasil Penelitian yang Dibiayai Oleh Hibah Kompetitif. Bogor, 1-2 Agustus

2007.

2. Kajian daya simpan buahpepaya. hal. 300-305. Dalam: Rostini N, Nurmala T,

Karuniawan A, Nuraini A, Amien S, Ruswandi D, Qosim WA (eds.). Prosiding

Seminar dan Kongres IX Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI).

Pengembangan dan Optimalisasi Produksi Komoditas Tanaman Pangan,

Hortikultura, Perkebunan dan Bioenergi. Bandung, 15-17 November 2007.

3. Analysis diversity among PKBT’s papaya genotypes. Poster 4th International

Symposium on Tropical and Subtropical Fruits. Bogor, 3- 7 November 2008.

4. Papayapollen germination. Poster Congress and Scientific Annual Seminar on

Publication and Dissemination of Indonesian Horticultural Research. Bogor,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... XIII

DAFTAR GAMBAR ... XV

I. PENDAHULUAN UMUM ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kerangka Berpikir ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

III. STUDI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PERTUMBUHAN BUNGA DAN BUAH PEPAYA ... 26

Abstrak ... 26

Abstract ... 27

Pendahuluan ... 28

Bahan dan Metode ... 31

Hasil dan Pembahasan ... 38

III.1. Morfologi Bunga Pepaya ... 38

III.2. Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya IPB ... 49

III.3. Studi Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya ... 57

Kesimpulan ... 78

IV. STUDI MUTU BUAH PEPAYA ... 80

Abstrak ... 80

Abstract ... 81

Pendahuluan ... 82

Bahan dan Metode ... 84

Hasil dan Pembahasan ... 89

IV.1. Mutu Buah Pepaya pada Tiga Stadia Kematangan Berbeda ... 89

IV.2. Mutu Buah Pepaya IPB ... 95

IV.3. Mutu Buah Pepaya pada Umur Petik dan Waktu Simpan Berbeda ... 101

Kesimpulan ... 109

V. PEMBAHASAN UMUM ... 111

VI. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ... 121

Kesimpulan Umum ... 121

Saran ... 122

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Kandungan zat gizi daging buah pepaya (per 100 g edible portion) ... 13

2. Sistem persilangan pada pepaya ... 16

3. Jarak antara stigma dengan bakal buah pada beberapa kategori buah pepaya ... 50

4. Diameter serbuk sari, panjang tabung dan daya berkecambah serbuk sari pepaya selama empat jam perkecambahan pada beberapa kategori buah ... 51

5. Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 ... 58

6. Jumlah biji dan bobot biji buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 ... 59

7. Kekerasan kulit dan daging buah serta tebal daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 ... 64

8. Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 ... 65

9. Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 ... 67

10.Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 ... 68

11.Karakter fisik buah pepaya betina genotipe IPB 3 ... 73

12.Karakter kimia daging buah pepaya betina genotipe IPB 3 ... 73

13.Karakter fisik buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 yang diserbuki genotipe lain ... 75

14.Karakter kimia daging buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 yang diserbuki genotipe lain ... 75

15.Tiga stadia kematangan buah pepaya ... 85

16.Ukuran buah pepaya ... 91

17.Bobot buah pepaya ... 91

18.Kekerasan kulit buah, pH dan vitamin C daging buah pepaya ... 92

(16)

20.Karakter fisik buah pepaya IPB ... 97

21.Kekerasan kulit, daging buah, dan karakter kimia buah pepaya IPB ... 99

22.Kandungan zat gizi daging buah pepaya IPB ... 100

23.Kandungan kimia daging buah pepaya IPB ... 100

24.Karakter fisik buah pepaya ... 103

25.Karakter kimia (PTT dan ATT) buah pepaya pada umur petik dan waktu simpan berbeda ... 104

26.Karakter kimia (pH dan vitamin C) buah pepaya pada umur petik dan waktu simpan berbeda ... 105

27.Daya simpan buah pepaya hingga tidak layak konsumsi ... 107

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 7

2. Alur dan output penelitian pepaya ... 8

3. Keragaan tanaman pepaya genotipe IPB 3 (a) dan IPB 2 (b) ... 36

4. Tunas bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3) .... 39

5. Jenis bunga pepaya: bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan

bunga jantan (3) ... 39

6. Bunga (1), bakal buah (2) dan buah pepaya hermafrodit

pentandria (3) ... 40

7. Tanaman pepaya jantan dengan buah pepaya gantung (1) dan

bunga jantan (2) ... 40

8. Irisan longitudinal meristem apikal tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1; diferensiasi sepal, inisiasi stamen (1); dan

diferensiasi petal, inisiasi ovari (2) ... 41

9. Irisan longitudinal tunas bunga betina (1) dan tunas bunga hermafrodit pepaya genotipe IPB 1 (2) ... 41

10.Keragaan permukaan stigma bunga pepaya betina (1) dan

hermafrodit (2) genotipe IPB 1; stigma bunga pepaya dengan lima cuping (a), jaringan papila (b), bentuk permukaan jaringan antara papila dengan lubang tangkai kepala putik (c), lubang tangkai

kepala putik (d) ... 43

11.Keragaan tangkai kepala putik bunga pepaya betina (1) dan

hermafrodit (2) genotipe IPB 1 ... 44

12.Bentuk melintang buah hermafrodit pepaya genotipe IPB 1 ... 44

13.Keragaan jaringan saluran tangkai kepala putik; irisan longitudinal bakal buah bagian atas dekat papila stigma bunga (1), saluran

(18)

14.Perkembangan bunga pepaya betina; kuncup bunga betina genotipe IPB 1 sehari sebelum antesis (1), antesis bunga betina pada hari pertama (2), hari ke 2-3 stigma terlihat agak mengering (3), hari ke 4-5 setelah antesis bunga, stigma bunga betina

mengering dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman ... 46

15.Perkembangan tunas bunga dan bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 1; tunas bunga hermafrodit muncul dan tumbuh (1, 2, 3, 4, 5), tunas bunga hermafrodit sehari sebelum antesis (6), antesis bunga hermafrodit (7), hari ke 2-4 stigma bunga terlihat berubah warna menjadi kecoklatan (8), hari ke 5-7 setelah antesis petal bunga

mengering dan berangsur rontok meninggalkan bakal buah (9) ... 47

16.Buah dan bunga hermafrodit pepaya kategori buah kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4), sedang (IPB 5, IPB 9 dan IPB 10),

besar (IPB 2, IPB 7 dan IPB 8) ... 47

17.Penampang bakal buah pepaya yang menunjukkan posisi bakal biji dalam ovari; buah betina (1) dan hermafrodit (2) ... 48

18.Keragaan buah utuh dan posisi biji pada berbagai tahap perkembangan buah; buah betina (1-2), buah hermafrodit (3-4) ... 48

19.Pertumbuhan tabung sari pepaya genotipe IPB 1; a = butir serbuk sari; b,c = 0-0.5 jam perkecambahan; d = 0.5-1 jam perkecambahan;

e = 1 jam perkecambahan; f ≥ 1.5 jam perkecambahan ... 52

20.Perbandingan panjang tabung sari pepaya kategori buah kecil (a),

kategori sedang (b) dan kategori besar (c) ... 53

21.Panjang tabung sari pada 0.5-4 jam perkecambahan ... 54

22.Persentase daya berkecambah pada 0.5-4 jam perkecambahan ... 56

23.Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada

perlakuan pengurangan benang sari ... 60

24.Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit

genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan benang sari ... 61

25.Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada

perlakuan pengurangan cuping stigma ... 63

26.Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit

genotipe IPB 3 pada perlakuan pengurangan cuping stigma ... 63

27.Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit

(19)

28.Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada

perlakuan pengurangan benang sari ... 69

29.Pertumbuhan panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit

genotipe IPB 2 pada perlakuan pengurangan cuping stigma ... 70

30.Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 2 pada

perlakuan pengurangan cuping stigma ... 70

31.Panjang dan diameter buah pepaya betina genotipe IPB 3 pada

perlakuan pengurangan cuping stigma bunga betina ... 71

32.Keragaan buah pepaya betina genotipe IPB 3 pada perlakuan

pengurangan cuping stigma bunga betina ... 71

33.Panjang dan diameter buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3

pada perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain ... 74

34.Keragaan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 3 pada

perlakuan penyerbukan dengan serbuk sari genotipe lain ... 74

35.Stadia kematangan buah pepaya berdasarkan warna kuning kulit

buah ... 87

(20)

Latar Belakang

Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian

Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari

total produksi buah pepaya dunia atau 32.68% dari total produksi buah pepaya di

Asia. Total produksi pepaya menempati urutan ke-9 produksi buah-buahan di

Indonesia setelah pisang, jeruk, mangga, nenas, salak, rambutan, durian dan

nangka. Produksi buah pepaya di Indonesia menurut data Biro Pusat Statistik

(BPS) pada tahun 2009 mencapai 772 844 ton, meningkat sebesar 18.3 % dari

tahun 2008 sebesar 653 276 ton. Sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa

Tenggara Timur, Jawa Tengah dan Lampung (FAO, 2010).

Pepaya yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kultivar-kultivar

dengan buah besar, antara lain Dampit, Bangkok, Jingga, dan Paris. Selain

menyukai tipe pepaya berbuah besar, konsumen pepaya Indonesia lebih memilih

buah yang berasal dari bunga hermafrodit dengan bentuk buah lonjong (elongata).

Sejak tahun 1990-an, kultivar-kultivar dengan buah kecil dengan bobot kurang

dari 1 kg/buah yang memiliki rasa manis mulai diusahakan dalam jumlah terbatas

dan dipasarkan dengan harga lebih tinggi dari harga pepaya ukuran besar dengan

bobot buah > 1 kg.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pepaya secara umum

adalah: produktivitas masih rendah, beberapa varietas unggul yang ada tidak

disukai konsumen karena mutu buah belum optimum, kadar kemanisan rendah

atau warna daging buah tidak menarik, varietas unggul yang bersifat genjah masih

jarang dan benih bukan merupakan galur murni. Dilain pihak hal yang perlu

diketahui oleh para peneliti untuk pengembangan pepaya di Indonesia saat ini

adalah tantangan faktor iklim yang tidak menentu yang dapat mengakibatkan

perubahan ekspresi seks bunga hermafrodit menjadi bunga pentandria yang dapat

menurunkan produksi dan mutu buah. Selain itu meningkatnya serangan hama

kutu putih (Paracoccus marginatus) dan penyakit antraknosa (Colletotrichum

gloeosporoides), merupakan faktor lain yang perlu diatasi.

Dari permasalahan umum yang dihadapi pada pengembangan pepaya di atas,

(21)

melalui penelitian dalam lingkup teknik budidaya tanaman. Faktor mutu, bentuk

dan ukuran buah sangat menentukan nilai ekonomi buah pepaya. Penetapan mutu

baku pepaya ekspor yang ketat menyebabkan ekspor buah pepaya dari Indonesia

masih rendah dan baru mencakup ke negara-negara tetangga di Asia, karena

pepaya produksi Indonesia jarang yang dapat memenuhi mutu baku tersebut.

Pasar ekspor menuntut keseragaman buah (mutu, bentuk dan ukuran) dan

kontinuitas ketersediaan. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2007) dan

Direktorat Mutu dan Standardisasi (2009) ketentuan minimum yang harus

dipenuhi buah pepaya untuk diperdagangkan ialah: buah utuh, penampilan segar,

padat (firm), bebas dari (benda asing dan aroma asing, hama dan penyakit, memar,

kerusakan mekanis) dan layak konsumsi. Ukuran buah < 1 kg termasuk ke dalam

kode ukuran buah 6, 7, 8, 9, 10; dan ukuran buah > 1 kg termasuk ke dalam kode

ukuran buah 1, 2, 3, 4, 5. Mutu buah pepaya digolongkan ke dalam tiga kelas,

yaitu: kelas super, kelas A dan kelas B. Kelas super merupakan kelas pepaya

bermutu paling baik yang mencerminkan ciri varietasnya dan bebas dari

kerusakan yang mempengaruhi mutu dan penampilan buah secara umum. Kelas A

merupakan kelas pepaya bermutu baik dengan tingkat kerusakan total maksimum

10% dari luas permukaan kulit dan tidak mempengaruhi mutu daging buah. Kelas

pepaya B mentolerir penyimpangan faktor-faktor mutu seperti: penyimpangan

bentuk, penyimpangan warna dengan kerusakan total maksimum 15% dari luas

permukaan kulit dan tidak mempengaruhi mutu daging buah.

Permasalahan mutu buah pepaya yang belum optimum disebabkan oleh

beragamnya buah yang dihasilkan sehingga tidak memenuhi standar mutu SNI.

Keberagaman buah pepaya tersebut meliputi bentuk buah (bulat dan lonjong)

yang sangat dipengaruhi oleh ekspresi seks bunga, dan ukuran buah.

Keberagaman mutu baik dari sisi penampilan (warna) dan kualitas kimia buah

disebabkan oleh belum adanya ketentuan kriteria pemanenan (indeks kematangan

buah) yang dapat dijadikan acuan.

Permasalahan mutu buah yang pertama adalah bentuk buah terkait dengan

sifat ekspresi seks tanaman. Ekspresi seks tanaman pepaya ditentukan oleh faktor

genetik: ‘M1‘ yang dominan untuk sifat jantan, ‘M2‘ yang dominan untuk sifat

(22)

tanaman jantan adalah ‘M1m’ dan tanaman hermafrodit ‘M2m’ yang keduanya

heterosigot, genotipe tanaman betina adalah homosigot ‘mm’. Ekspresi seks

tanaman menentukan bentuk buah yaitu: bentuk lonjong yang dihasilkan dari

bunga hermafrodit dan bentuk buah membulat yang dihasilkan dari bunga betina.

Permasalahan dalam mutu pepaya yang terkait juga dengan eskspresi seks

tanaman ialah sifat penyerbukannya. Tanaman pepaya secara umum digolongkan

ke dalam kelompok tanaman menyerbuk silang, walaupun dilaporkan ada

beberapa kultivar yang menyerbuk sendiri. Menurut Cruden (1977); Frankel dan

Galun (1977) pada bunga yang memiliki tingkat kematangan serbuk sari dan

reseptivitas stigma yang terjadi bersamaan sebelum bunga membuka (kleistogami)

dan ratio antara jumlah serbuk sari dengan jumlah ovul rendah memungkinkan

terjadinya penyerbukan sendiri. Menurut Rodriguez et al. (1990) pepaya tipe

Solo mempunyai stigma bunga hermafrodit dan bunga betina yang bersifat

reseptif sebelum dan setelah bunga antesis sehingga memungkinkan persentase

biji yang berasal dari penyerbukan sendiri tinggi. Paterson et al. (2007)

mengemukakan bahwa walaupun tanaman pepaya hermafrodit melakukan

penyerbukan sendiri, tetapi karena ukuran stigma bunga dan anter besar sehingga

sangat besar kemungkinan tanaman pepaya melakukan penyerbukan silang. Hasil

penelitian Damasceno Jr. et al. (2009) menggolongkan penyerbukan pepaya ke

dalam penyerbukan sendiri yang bersifat fakultatif dengan tingkat penyerbukan

silang rendah.

Permasalahan kedua dalam mutu buah yaitu standar mutu yang belum

terpenuhi karena belum adanya informasi yang memadai untuk menentukan

kriteria pemanenan dan faktor yang mempengaruhinya sehingga belum dapat

dihasilkan buah pepaya yang bermutu optimum. Kriteria panen pepaya buah perlu

dirumuskan, karena keragaman buahnya yang sangat tinggi yang terkait dengan

ekspresi seks tanaman dan tipe penyerbukannya.

Oleh karena itu, dari kedua permasalahan mutu dalam buah pepaya di atas

tersirat bahwa bunga pepaya dan karakteristik penyerbukan bunganya sangat

menentukan mutu buah pepaya. Tanaman pepaya mempunyai sifat pembungaan

yang berbeda dengan tipe pembungaan tanaman buah lainnya. Pepaya tipe

(23)

dan bunga jantan (staminate) pada pohon jantan. Pepaya tipe gynodioecious

mempunyai ekspresi seks bunga betina dan bunga hermafrodit pada pohon

hermafrodit dan bunga jantan pada pohon jantan.

Ekspresi seks bunga dan jenis pohon yang demikian, menyebabkan

permasalahan dalam pemuliaan pepaya. Usaha perbaikan tanaman pepaya melalui

pemuliaaan dengan persilangan konvensional akan menghasilkan tanaman

hermafrodit yang bersifat heterozygot. Sifat ini akan menghasilkan

ketidak-seragaman bentuk buah. Buah yang dihasilkan dari bunga dan tanaman

hermafrodit berbentuk lonjong dan buah dari bunga dan tanaman betina berbentuk

membulat, yang akan mempengaruhi keseragaman buah yang menentukan mutu

buah dan di beberapa lokasi sentra pepaya dapat mempengaruhi nilai ekonominya.

Permasalahan dalam standar mutu buah pepaya terkait dengan persoalan

penentuan stadia kematangan, penentuan umur petik dan waktu simpan buah yang

terbaik untuk dikonsumsi. Umur petik buah pepaya di lapangan berdasarkan

stadia kematangan menentukan mutu buah pepaya pada saat dikonsumsi. Herrero

et al. (1988) mengemukakan bahwa perkembangan buah dipengaruhi oleh

keberhasilan penyerbukan pada stigma sampai pembentukan biji pada buah dan

banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan

dan bunga betina. Jumlah serbuk sari dan bakal biji yang terbuahi akan

menentukan perkembangan buah.

Dari permasalahan yang terkait dengan mutu buah pepaya tersebut, maka

perlu dilakukan penelitian yang dilengkapi dengan pengamatan morfologi bunga,

ritme pertumbuhan bunga; viabilitas dan pertumbuhan tabung sari; penyerbukan

bunga yang menentukan pembentukan dan perkembangan buah pepaya; serta

karakter pematangan yang menentukan mutu buah pepaya. Melalui serangkaian

penelitian ini diharapkan dapat diketahui mekanisme penyerbukan bunga

sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengendalikan mutu buah pepaya.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini ialah mengetahui keragaan morfologi

bunga, penyerbukan dan perkembangan buah untuk mengendalikan mutu buah

(24)

1. Memperoleh informasi tentang keragaan morfologi bunga pepaya.

2. Mengetahui fisiologi pembungaan pepaya IPB melalui viabilitas dan

pertumbuhan tabung sari pepaya.

3. Mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap pembentukan dan perkembangan

buah pepaya.

4. Memperoleh informasi tentang stadia kematangan buah dan pengaruhnya

terhadap mutu.

5. Mengetahui mutu buah pepaya IPB pada stadia kematangan tertentu.

6. Mengetahui umur petik dan waktu simpan untuk mendapatkan mutu buah

optimum.

Kerangka Berpikir

Pepaya merupakan salah satu buah tropika Indonesia yang sangat potensial

untuk dikembangkan menjadi buah sumber gizi masyarakat. Buah pepaya

mengandung vitamin A, vitamin C serta mineral terutama kalsium. Selain sebagai

sumber gizi yang potensial, pepaya tergolong tanaman tidak bermusim, sehingga

buah tersedia setiap saat harganya juga relatif murah dan terjangkau. Peran pepaya

dalam menunjang pengembangan buah-buahan Indonesia dari lingkup teknik

budidaya secara garis besar disajikan dalam kerangka pemikiran (Gambar 1).

Berdasarkan hasil pengamatan PKBT-LPPM IPB (2004) maka tipe pepaya

yang diinginkan produsen buah pepaya ialah: memiliki sifat pohon pendek

(dwarf), masa pembungaannya genjah, produktivitas tinggi, warna daging buah

jingga sampai merah, edible portion tinggi, rasanya manis dan tahan terhadap

hama dan penyakit. Dalam rangka menunjang pengembangan pepaya, Pusat

Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB telah mengembangkan tiga kategori

pepaya yang digunakan dalam penelitian. Genotipe pepaya yang dihasilkan

diantaranya genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4 yang dikategorikan sebagai pepaya

kecil; IPB 5, IPB 9 dan IPB 10 yang dikategorikan sebagai pepaya sedang serta

IPB 2, IPB 7 dan IPB 8 yang dikategorikan sebagai pepaya besar. Pepaya

genotipe IPB 1 merupakan pepaya berperawakan pendek dan buahnya berukuran

kecil yang dikembangkan oleh PKBT IPB dari kultivar introduksi. Menurut

(25)

605±167 g, panjang buah 14.1±1.6 cm, dan diameter buah 10.1± 0.7 cm. Pepaya

genotipe IPB 2 adalah salah satu genotipe juga yang dikembangkan dari kultivar

introduksi. Buah pepaya genotipe IPB 2 tergolong kategori pepaya berbuah besar,

mencapai matang pada 150 hari setelah antesis dengan bobot buah 1 333.3 ±

280.4 kg/buah.

Permasalahan penting dalam pengembangan mutu buah pepaya dapat

dipelajari dari teknik budidaya. Permasalahan pertama yaitu dari sisi genotipe

ekspresi seks tanaman yang menghasilkan variasi dalam karakter fisik buah

(bentuk dan ukuran) dan karakter kimia buah (mutu). Dalam teknik budidaya, cara

pembiakan yang efisien untuk tanaman pepaya adalah dengan penanaman benih,

sehingga menghasilkan tanaman yang beragam terutama dalam ekspresi seks

tanaman. Ekspresi seks tanaman sangat mempengaruhi mutu buah yang dihasilkan,

terutama dalam bentuk dan ukuran buah.

Permasalahan kedua pada tanaman pepaya yang terkait dengan rendahnya

mutu buah karena kurangnya pengetahuan dan informasi tentang karakter

pematangan dan pasca panen buah, sehingga belum ada standar atau indikator

pemanenan yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan pemanenan yang tepat.

Belum adanya kriteria panen yang baku, menyebabkan penanganan pasca panen

yang belum optimum untuk menghasilkan buah pepaya yang memenuhi standar

mutu.

Dari permasalahan yang ada tersebut, maka dilakukan studi pada pepaya.

Permasalahan pertama tentang pembungaan pepaya yang unik ini diteliti dengan

mempelajari karakter komponen-komponen bunga, karakter penyerbukan dan

karakter masing-masing seks tanaman serta morfologi buah. Dalam studi ini juga

dipelajari tentang berbagai pengendalian penyerbukan bunga yang melibatkan

pepaya kategori buah kecil dan besar untuk memperoleh buah dengan bentuk,

ukuran dan mutu konsumsi yang baik. Permasalahan kedua tentang karakter

pematangan dan pasca panen buah dipelajari dengan studi stadia kematangan dan

penyimpanan serta studi mutu buah pasca panen sehingga diharapkan diperoleh

(26)

Gambar 1. Kerangka pemikiran MUTU BUAH

SESUAI PREFERENSI

MUTU BUAH

Mutu Buah Optimum BENTUK BUAH

BETINA DAN HERMAFRODIT

Morfologi Bunga dan Mekanisme Penyerbukan

diketahui Buah Bervariasi

Tipe Penyerbukan Sifat Ekspresi

Seks Tanaman

Bentuk dan Keragaan Buah

Optimum

Standar Mutu

Indeks Panen Optimum Stadia

Kematangan

Umur Petik

Waktu Simpan

PEPAYA

Potensial sebagai buah utama

Menunjang pengembangan buah-buahan Indonesia

PEPAYA HASIL PEMULIAAN IPB Preferensi Konsumen

Produktivitas dan Kualitas Tinggi Tiga Kategori Ukuran Buah (Kecil, Sedang, Besar)

MULTIFUNGSI PEPAYA Buah manis, Sumber Vit A, Vit C, Kalsium Tersedia setiap saat, tanpa musim

Harga relatif murah dan terjangkau

(27)

Gabungan dari kedua studi di atas diharapkan bermanfaat untuk merakit

kultivar pepaya yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu untuk

menunjang tujuan pengembangan pepaya dilakukan serangkaian penelitian yang

digambarkan dalam alur penelitian (Gambar 2). Pada bagian awal disertasi yaitu

pada bagian studi morfologi, pertumbuhan dan penyerbukan bunga pepaya,

dilakukan tiga penelitian tentang: morfologi bunga, pertumbuhan tabung sari, dan

penyerbukan bunga dan perkembangan buah pepaya. Hubungan antara daya

berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan

parameter dugaan keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Pengaruh

penyerbukan terhadap mutu buah pepaya diamati dengan melakukan percobaan

penyerbukan pada buah hermafrodit dan betina genotipe IPB 3 (buah kategori

kecil) dan pada buah hermafrodit genotipe IPB 2 (buah kategori besar). Percobaan

penyerbukan dilakukan dengan melakukan modifikasi baik pada organ jantan

(benang sari), organ betina (stigma) maupun pada keduanya.

Gambar 2. Alur dan output penelitian pepaya Morfologi Bunga, Penyerbukan dan Perkembangan Buah Pepaya

Mekanisme Penyerbukan dan Mutu Buah Pepaya

Mutu Buah Pepaya pada Umur Petik dan

Waktu Simpan Berbeda Mutu Buah Pepaya

pada Stadia Kematangan Berbeda

Studi Mutu Buah Pepaya

Mutu Buah Pepaya IPB

Penyerbukan Bunga dan Perkembangan

Buah Pepaya

Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung

Sari Pepaya Morfologi dan Pertumbuhan Bunga

(28)

Pengamatan mutu buah pepaya untuk tujuan konsumsi segar dilakukan

pada stadia kematangan IV (dari enam stadia kematangan buah pepaya) atau pada

saat persentase warna kuning pada kulit buah 75%. Metode pengamatan pada

percobaan sebelumnya mengenai mutu diterapkan pada percobaan untuk

mengetahui mutu buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 2A, IPB 3, IPB 3A, IPB 4,

IPB 7, IPB 8, dan IPB 9.

Diharapkan output penelitian ialah mengetahui mekanisme penyerbukan

dan mutu buah pepaya berdasarkan pengetahuan morfologi bunga, penyerbukan,

perkembangan buah serta mutu pada stadia kematangan dan waktu simpan buah.

Dari hasil serangkaian penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan peluang

serta kesempatan untuk menghasilkan buah pepaya sebagai buah lokal yang

memenuhi preferensi konsumen sehingga dapat menggeser buah-buahan impor

yang sekarang memenuhi pasar buah di kota-kota besar Indonesia. Manfaat yang

secara tidak langsung didapat adalah akan lebih banyak lagi petani menanam

(29)

Morfologi Pepaya

Pepaya diklasifikasikan kedalam Kingdom Plantae, Divisio

Spermatophyta, Class Angiospermae, Subclass Dicotyledonae, Familia

Caricaceae, Genus Carica dan Species Carica papaya L. (Pandey, 1997). Famili

Caricaceae mempunyai empat genus utama yaitu genus: Carica, Jarilla, Jacaratia,

dan Cylicomorpha. Dari keempat genus ini, hanya spesies-spesies dari genus

Carica yang dibudidayakan. Genus Carica mempunyai 40 spesies di daerah tropis

dan subtropis Amerika. Selain Carica papaya L., spesies lain yang dapat

dikonsumsi adalah C. candamarcensis Hook. F., C. monoica Desf., C. pentagona

Heiborn, C. erythrocarpa Heilborn, C. goudotiana Solms-Laubach, dan C.

quercifolia Benth dan Hook (Chan et al., 1994; Sankat dan Maharaj, 1997;

Department of Health and Ageing, 2008).

Habitus genus Carica adalah pohon herba tahunan (perennial herbaceous)

berbatang tunggal tegak dengan payungan daun di ujungnya. Seluruh bagian

pohon pepaya banyak mengandung getah putih. Berdasarkan sistem percabangan

pohon dan irama pertumbuhannya, pohon pepaya diklasifikasikan pada kelompok

pohon berbatang tunggal (single stemmed) yang tumbuh dan berbuah terus

menerus setelah dewasa (Verheij, 1986). Menurut Chan (1994b) batang pepaya

berbentuk silinder, berdiameter 10-30 cm, semi berkayu, berongga dan bergabus

dengan kulit yang lembut berwarna abu-abu. Arah pertumbuhan batang tegak

lurus ke atas dan tidak bercabang kecuali bagian ujung pucuk mengalami

pelukaan atau titik tumbuhnya terpotong. Samson (1980); Villegas (1997) dan

Nakasone dan Paull (1999) menyatakan bahwa tinggi tanaman pepaya dapat

mencapai lebih dari sembilan meter.

Tanaman pepaya mempunyai tiga tipe bunga (basic flower type) yaitu:

bunga betina (pistillate), bunga jantan (staminate) dan bunga hermafrodit

(hermaphrodite) (Storey, 1976; Samson, 1980; Nakasone, 1986; Villegas, 1997).

Bunga pepaya terbentuk pada ketiak daun yang umumnya berada dalam rangkaian

inflorescence menggarpu(cymose).

Berdasarkan tipe-tipe bunga tersebut ada tiga macam pohon pepaya

(30)

hermafrodit (Nakasone, 1986). Pohon betina hanya memiliki bunga betina dengan

tangkai bunga yang pendek, yang dapat soliter atau berada dalam karangan bunga

cymose. Bunga betina tidak memiliki benang sari, mempunyai bakal buah besar

berbentuk bulat telur dengan rongga yang mengandung banyak bakal biji. Bunga

betina mempunyai lima cuping stigma yang menyerupai kipas tidak bertangkai

dan bercelah lima. Panjang bunga betina 3-5 cm, daun kelopaknya (calyx)

berbentuk cawan dengan ukuran antara 3-4 mm, memiliki lima daun mahkota

yang berwarna hijau kekuningan. Panjang bakal buahnya 2-3 cm, mahkota bunga

terdiri dari lima helai daun mahkota yang melekat di bagian dasar bunga (Samson,

1980; Nakasone, 1986; Storey,1986; Chan, 1994b; Villegas, 1997).

Pohon jantan memiliki bunga jantan yang tersusun menggantung pada

malai yang panjangnya 25-100 cm. Bunga jantan berbentuk tabung yang ramping

dengan panjang kira-kira 2.5 cm. Mahkota bunga terdiri dari lima helai berukuran

kecil. Benang sari berjumlah sepuluh tersusun menjadi dua lapis dan melekat pada

leher tabung mahkota (corolla tube). Bunga jantan tersusun dalam malai yang

panjangnya antara 25-100 cm, menggantung tidak bertangkai, daun kelopaknya

berjumlah lima berbentuk cawan berukuran kecil, daun mahkotanya berbentuk

terompet, dan warnanya kuning cerah (Samson, 1980; Nakasone, 1986; Storey,

1986; Chan, 1994b; Villegas, 1997).

Pohon hermafrodit memiliki bunga sempurna, berkelompok, bertangkai

pendek, memiliki daun mahkota yang menyatu sebagian sampai dua pertiga

bagian panjangnya membentuk tabung mahkota, benang sarinya sepuluh helai

bersusun dalam dua seri, dan bakal buah memanjang. Ciri dasar bunga

hermafrodit adalah bentuk pistil yang memanjang dengan lima cuping kepala

putik yang menyatu (Villegas, 1997). Bunga hermafrodit terdiri atas empat tipe,

yaitu: elongata, pentandria, rudimenter dan antara (intermediate). Perbedaan

bunga hermafrodit elongata dan pentandria terletak pada jumlah benang sari dan

bentuk putik. Bunga hermafrodit elongata mempunyai sepuluh benang sari yang

tersusun melingkar pada bakal buah, lima bertangkai panjang dan lima lainnya

bertangkai pendek. Bunga hermafrodit elongata akan berkembang menjadi buah

berbentuk panjang lonjong. Tipe hermafrodit pentandria mempunyai lima benang

(31)

buah lonjong dan berkembang menjadi lima sisi buah yang menonjol menyerupai

buah dari bunga betina. Bunga hermafrodit rudimenter sebenarnya merupakan

bunga hermafrodit elongata yang putiknya mengalami aborsi sehingga tidak

memiliki bakal buah. Bunga hermafrodit rudimenter menyerupai bunga jantan

namun memiliki tabung mahkota bunga yang lebih tebal dibandingkan dengan

tabung mahkota bunga jantan (Nakasone, 1986; Villegas, 1997). Bunga

hermafrodit tipe antara mempunyai mahkota bunga berjumlah lima helai, benang

sari 2-10 helai yang telah mengalami perubahan bentuk serta letaknya tidak

beraturan, maka putik dan benang sari bunga hermafrodit tumbuh tidak wajar dan

berbentuk karpeloid atau tidak sempurna. Bakal buah berbentuk mengkerut dan

menghasilkan buah yang bentuknya tidak beraturan (Samson, 1980).

Berdasarkan jumlah ruang yang terdapat dalam bakal buah, pepaya

termasuk ke dalam bakal buah beruang satu yang tersusun atas lebih dari satu

daun buah. Buah berkulit tipis, halus, serta berwarna kekuning-kuningan atau

jingga ketika masak. Daging buah berwarna kekuning-kuningan sampai dengan

warna jingga merah (Villegas, 1997).

Bentuk buah pepaya beragam dari yang bulat, pyriform (pear shaped),

oval dan elongata. Buah yang berasal dari bunga betina selalu berbentuk bulat,

sedangkan buah dari bunga hermafrodit bentuknya bisa elongata atau pentandria.

Bentuk buah pada pohon betina biasanya tidak berubah akibat faktor lingkungan,

stadia kematangan, atau status nutrisi; karena perubahan bentuk buah dipengaruhi

secara kuat oleh benang sari yang tidak terbentuk pada bunga betina (Fitch, 2005).

Kandungan Zat Gizi Buah Pepaya

Kualitas merupakan hal terpenting bagi produk hortikultura, baik yang

dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun setelah diproses. Ada lima parameter

penentu kualitas yaitu rasa, bau, keragaan, tekstur, dan nutrisi. Parameter nutrisi

merupakan faktor yang paling bermanfaat karena peranannya sebagai penyedia

sumber gizi bagi manusia (Joyce, 2001).

Buah pepaya sangat potensial untuk dijadikan bahan pangan pelengkap

sebagai buah segar karena harga yang relatif murah, mudah didapat dan

(32)

komposisi zat gizi buah pepaya yang dilakukan oleh Pal et al. (1980), Yon (1994),

Desai dan Wagh (1995), Puslitbang Gizi RI (1995), Sankat dan Maharaj (1997)

dan Villegas (1997) menunjukkan hasil agak bervariasi, misalnya untuk

kandungan vitamin C dari 40 sampai 126 mg/100 g, mineral kalium dari 39

sampai 337 mg/100 g dan kalsium dari 8 sampai 51 mg/100 g (Tabel 1). Menurut

Chan et al. (1994) dan Sankat dan Maharaj (1997) buah pepaya mengandung

1.0-1.5% protein, 1.0-1.0-1.5% vitamin A, dan 69-71 mg/100g vitamin C, 0.1% lemak,

7-13% karbohidrat, 35-59 kkal/100g kalori, 200 kJ energi dan 85-90% air. Mineral

penting yang terkandung dalam buah pepaya diantaranya kalsium sebesar 11-31

[image:32.595.66.484.65.808.2]

mg/100 g.

Tabel 1. Kandungan zat gizi daging buah pepaya (per 100 g edible portion)

Kandungan 1 2 3 4 5 6

Air (%) - 84.4 - 90.7 89.60 88.70 86.60 -

Abu (%) - 0.1 - 0.5 - - 0.50 -

Serat (%) 0.32 - 0.57 0.5 - 0.6 0.70 -

Energi (kJ) - - - 165.0 200.00 -

Protein - 1.0 - 1.5 0.50% 0.6 g 0.50 g 0.5 - 1.90 g

Lemak - 0.1 0.10% 10.0 g 0.30 g 0.2 g

KH total - 7.1 - 13.5 9.50% 0.9 g 12.10 g 3.7 - 12.2 g

Sukrosa (%) 0.48 - 2.47 - - - 48.30 -

Glukosa (%) 2.91 - 5.24 - - - 29.80 -

Fruktosa (%) 2.34 - 4.19 - - - 21.00 -

Kalsium (mg) 8.03 - 21.04 11.0 - 31.0 10.00 20.0 34.00 44.0 - 51.0

Kalium (mg) - 39.0 - 337.0 - 234.0 204.00 -

Fosfor (mg) 4.06 - 7.04 7.0 - 17.0 10.00 16.0 11.00 12.0 - 33.0

Besi (mg) - 0.6 - 0.7 - 0.3 1.00 1.70 - 1.80

Sodium (mg) - - - 3.0 - -

Vit. A (IU) 1599 - 6347 - 2020 1750.0 0.45 -

Vit. B1 (mg) - 0.03 - 0.08 - - - -

Vit. B2 (mg) - 0.07 - 0.15 - - - -

Vit C (mg) 46.30 - 125.90 69.3 - 71.0 40.00 56.0 74.00 78.0 - 85.3

Thiamine (mg) - - - 0.04 - -

Riboflafin (mg) - - 0.25 0.4 - -

Kandungan gula utama pepaya yaitu 48.3% sukrosa, 29.8% glukosa dan

21.9% fruktosa (Villegas, 1997). Padatan terlarut total (PTT) buah pepaya diukur

dari kandungan sukrosa dengan alat refractometer dalam skala oBrix (Kader,

1985). Kandungan sukrosa buah pepaya tertinggi sebesar 80% dari kandungan

Keterangan:

1) Pal et al. (1980).

2) Yon (1994).

3) Desai dan Wagh (1995)

4) Sankat dan Maharaj (1997) 5) Villegas (1997)

(33)

gula total diperoleh saat 135 hari setelah antesis (Chan, 1979). Kandungan PTT

buah pepaya sangat bervariasi dan tergantung pada varietasnya. Pepaya kultivar

Dampit mempunyai PTT sebesar 10.9+0.1 oBrix, kultivar Jingga dengan 9.2+1.7

o

Brix, kultivar Paris dengan 9.0+0.1 oBrix dan kultivar Sunrise Solo dengan

14.2+0.6 oBrix (Chan et al., 1994).

Kandungan vitamin A buah pepaya mencapai 1 093 IU dalam 100 g

bagian dapat dimakan, lebih kecil dari buah mangga yang mencapai 3 813-4 735

IU, namun lebih tinggi dari buah apokat, pisang dan nenas yang masing-masing

buah tersebut mempunyai kandungan vitamin A sebesar 802, 82-273 dan 53 IU

(Nakasone dan Paull, 1999). Karoten merupakan pigmen warna kuning yang

merupakan prekursor vitamin A (Edmond et al., 1997), tepatnya adalah β-karoten

yang menjadi sumber utama vitamin A (Acquaah, 2002). Menurut Yon (1994)

kandungan karoten pada pepaya berkisar antara 1.160–2.431 mg/100 g daging

buah.

Pepaya mempunyai kandungan vitamin C (asam askorbat) tinggi sebesar

74 mg (Villegas, 1997), atau berkisar antara 69.3-71.0 mg vitamin C dalam 100 g

bagian dapat dimakan (Yon, 1994). Namun beberapa kultivar mempunyai

kandungan yang lebih tinggi seperti kultivar Sunrise Solo yang mempunyai

kandungan vitamin C mencapai 137 mg, kultivar Dampit dengan 108 mg vitamin

C serta kultivar Jingga dengan 94.7 vitamin C dalam 100 g bagian dapat dimakan

(Chan et al., 1994). Berdasarkan penelitian Broto et al. (1991) kandungan vitamin

C tertinggi terdapat pada buah pepaya Sunrise Solo yaitu 136.95±16.48 mg/100 g

dan yang terendah pada buah pepaya Paris yaitu 35.37±1.25 mg/100 g.

Hasil olahan daging buah pepaya dimanfaatkan untuk: manisan, dodol,

campuran selai, campuran saos tomat dan campuran saos cabai. Biji dan daun

pepaya dimanfaatkan sebagai obat serta getah pepaya yang diperoleh dengan

menyadap dari buah muda mempunyai kegunaan yang luas di bidang industri

seperti: kosmetika, pelunak daging dan pelembut kain wol (Popenoe, 1974;

Samson, 1980; Villegas, 1997; Persley dan Ploetz, 2003). Getah pepaya

mengandung papain yang tergolong enzim yang mampu melarutkan protein dan

fibrin. Getah ini digunakan dalam ilmu kedokteran dalam jumlah yang terbatas

(34)

(Heyne, 1987). Menurut Krishna et al. (2008) akar, daun, buah dan biji pepaya

mengandung fitokimia: polisakarida, vitamin, mineral, enzim, protein, alkaloid,

glikosida, saponin dan flavonoid yang semuanya dapat digunakan sebagai nutrisi

dan obat.

Pembiakan Pepaya

Pembiakan pepaya umumnya dilakukan secara generatif karena benihnya

yang mudah dan murah didapat. Pembiakan secara generatif pada pepaya

menghasilkan segregasi keturunan terutama dalam hal ekspresi seks tanaman.

Ekspresi seks tanaman pepaya ditentukan oleh faktor genetik: M1 adalah dominan

untuk sifat jantan, M2 adalah dominan untuk sifat hermafrodit, m adalah gen

resesif betina. Gen dominan (M1 dan M2) merupakan gen letal, sehingga embrio

hasil rekombinasi genetik yang mengandung M1M1, M1M2, dan M2M2 tidak

terbentuk. Dengan demikian, genotipe tanaman betina adalah homosigot ‘mm’,

tanaman jantan ‘M1m’ dan tanaman hermafrodit ‘M2m’ yang keduanya

heterosigot. (Samson, 1980; Somsri et al., 1998). Pepaya mempunyai sifat

pembungaan yang unik, sehingga berdasarkan genetika bunganya digolongkan

sebagai tanaman trioecious karena mempunyai tiga jenis bunga yaitu bunga jantan,

betina dan hermafrodit (Yu et al., 2007). Sampai saat ini banyak yang

berpendapat bahwa pepaya mempunyai dua tipe, yang pertama bertipe dioecious

(M1m) yang berdasarkan ekspresi seksnya, terdiri dari pohon dengan bunga betina

dan bunga jantan pada tanaman yang berbeda. Tipe kedua ialah gynodioecious

(M2m) karena bunga jantan, bunga betina dan bunga hermafrodit terdapat pada

tanaman yang berbeda dan jika mengalami penyerbukan sendiri atau penyerbukan

silang akan menghasilkan tanaman betina dan tanaman hermafrodit (Storey,1976;

Fitch, 2005; Yu et al., 2007; Paterson et al., 2007 dan Damasceno et al., 2009).

Pembiakan secara generatif dapat menghasilkan segregasi terutama dalam

ekspresi seks pohon. Bila benih yang didapat berasal dari persilangan betina dan

jantan (mm x M1m) maka hasil yang didapat adalah pohon betina : jantan = 1:1

(Tabel 2).

Menurut Chan et al. (1994) beberapa kultivar pepaya mempunyai struktur

(35)

bunga yang menyebabkan terjadinya pernyerbukan sendiri, misalnya tangkai anter

pendek dan anter tepat menempel pada stigma), yaitu pada Sunrise Solo dan

Eksotika. Petani pepaya umumnya tidak memperhatikan penyerbukan yang terjadi,

sehingga keragaman materi genetik yang diturunkan melalui biji tidak dapat

dikendalikan.

Tabel 2. Sistem persilangan pada pepaya

Persilangan Betina (mm) Hermafrodit (M2m) Jantan (M1m)

Betina x Jantan 1 0 1

Hermafrodit (selfed) 1 2 0

Hermafrodit x Hermafrodit 1 2 0

Hermafrodit x Jantan 1 1 1

Betina x Hermafrodit 1 1 0

Sumber : Samson (1980)

Kultivar pepaya yang diproduksi di Indonesia seperti kultivar Cibinong,

Dampit, Jingga, dan Paris umumnya yang ditanam adalah pohon hermafrodit.

Dari sistem persilangan pada bunga pepaya, diketahui bahwa tidak ada kepastian

bahwa seluruh buah mengandung biji hermafrodit. Tanaman pepaya pada

umumnya tergolong tanaman menyerbuk silang (cross pollinated crop), namun

ada beberapa kultivar yang menyerbuk sendiri (self pollinated crop). Menurut

Cruden (1977); Frankel dan Galun (1977) pada bunga yang memiliki tingkat

kematangan serbuk sari dan reseptivitas stigma terjadi bersamaan sebelum bunga

membuka (kleistogami) dan ratio antara jumlah serbuk sari dengan jumlah bakal

biji rendah memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri. Menurut Rodriguez et

al. (1990) pepaya tipe Solo mempunyai stigma bunga hermafrodit dan bunga

betina yang bersifat reseptif sebelum dan setelah bunga antesis sehingga

memungkinkan persentase biji yang berasal dari penyerbukan sendiri tinggi.

Paterson et al. (2007) mengemukakan bahwa walaupun tanaman pepaya

hermafrodit melakukan penyerbukan sendiri, tetapi karena ukuran stigma bunga

dan anter besar sehingga sangat besar kemungkinan tanaman pepaya melakukan

penyerbukan silang. Hasil penelitian Damasceno et al. (2009) menggolongkan

penyerbukan pepaya kedalam penyerbukan sendiri yang bersifat fakultatif dengan

(36)

Pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi

jatuhnya butir-butir serbuk sari di atas permukaan stigma. Selanjutnya serbuk sari

membentuk tabung sari dan masuk ke tangkai putik melalui jaringan transmisi

tabung sari (Pollen Tube Transmiting Tissue - PTT) untuk mencapai bakal biji.

Pembuahan (fertilisasi) terjadi saat serbuk sari (sel jantan) membuahi sel telur di

dalam bakal buah. Menurut Herrero et al. (1988) perkembangan buah dipengaruhi

oleh keberhasilan penyerbukan pada stigma sampai pembentukan biji pada buah

dan banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga

jantan dan bunga betina.

Pada tanaman salak yang pembungaannya dioecious membutuhkan

bantuan penyerbukan supaya terjadi pembuahan, bila stigmanya diserbuki secara

sempurna maka buah berbentuk trigonous mengandung tiga biji. Jumlah stigma

yang terserbuki akan menentukan perkembangan buah. Perlakuan pengurangan

jumlah stigma bunga salak menunjukkan bobot buah yang terbentuk dari bunga

yang mempunyai tiga stigma lebih berat dibandingkan dengan buah yang

terbentuk dari bunga yang mempunyai dua atau satu stigma yang terserbuki

(Ashari, 2002). Pada tanaman durian sudah lama dikembangkan cara untuk

meningkatkan produksi dan kualitas buah dengan cara melakukan penyerbukan

menggunakan serbuk sari dari klon yang berbeda. Serbuk sari dari bunga klon lain

dapat meningkatkan produksi dan ketebalan aril durian klon D 24 (George et al.,

1992).

Perubahan Fisiologi selama Pematangan Buah Pepaya

Perkembangan buah berlangsung dalam tiga fase yaitu: 1. perkembangan

ovari, fertilisasi dan pembentukan buah, 2. pembelahan sel, pembentukan biji dan

perkembangan awal embrio, 3. pembesaran sel dan pematangan embrio (Gillaspy

et al., 1993). Secara garis besar perkembangan buah dari mulai fruit set sampai

senesens meliputi beberapa tahapan antara lain pertumbuhan buah (growth),

pematangan (maturation), matang fisiologis ( physiological maturity), pemasakan

(ripening), dan penuaan (senescence) (Kader, 1985; Reid, 1985). Pepaya mulai

berbunga pada umur 3-4 bulan setelah tanam dan buahnya dapat dipanen ± 4-6

(37)

Perkembangan buah pepaya dari penyerbukan hingga warna kulit buah semburat

kuning adalah 135-140 hari untuk tipe Sunrise Solo, 140-145 hari untuk kultivar

Thailand, dan 150-155 hari untuk kultivar Washington pada kondisi iklim sejuk di

India. Pepaya kultivar Washington memerlukan waktu 145-150 hari untuk

mencapai warna kulit buah semburat kuning pada kondisi iklim lembab (Sankat

dan Maharaj, 1997).

Buah pepaya dapat dipanen pada beberapa stadia kematangan, bisa pada

saat buah masih muda, setengah tua atau pada saat tua, tergantung peruntukannya.

Setiap genotipe mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda sehingga

penggunaannya juga disesuaikan dengan kandungan yang ada didalamnya. Kays

(1991) mengemukakan bahwa stadia kematangan buah pada saat dipanen

merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi ketahanan buah

dari kerusakan-kerusakan setelah panen. Mutu buah yang baik akan diperoleh jika

pemanenan buah dilakukan pada stadia kematangan yang tepat.

Ukuran buah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan teknik

budidaya, tetapi Sedgley dan Griffin (1989) mengemukakan bahwa ukuran buah

dan waktu pematangan buah dapat pula dipengaruhi oleh genotipe sumber serbuk

sari yang menyerbuki bunga, dikenal dengan fenomena metaxenia. Para peneliti

buah-buahan sudah lama berpendapat bahwa tingkat kematangan buah sangat

dipengaruhi oleh tingkat kematangan biji, oleh karena itu perlu diteliti efek

metaxenia pada komponen buah pepaya.

Proses pematangan buah sebagian besar selesai pada saat buah tersebut

masih menempel pada pohonnya, sedangkan proses pemasakan dan senescence

akan berlanjut pada saat buah masih di pohon atau setelah dipetik dari pohonnya.

Pada saat proses pemasakan buah mengalami banyak perubahan fisik dan kimia

setelah panen yang menentukan mutu buah untuk dikonsumsi. Menurut Birth et al.

(1984) selama perkembangan buah pepaya sejak bunga hingga menjadi buah

matang, terjadi beberapa perubahan fisik dan kimia, yaitu: bertambahnya ukuran

buah, kandungan padatan terlarut total (PTT) meningkat dari 3% hingga 9% pada

110 hari setelah antesis (HSA), perubahan warna kulit biji dari putih menjadi

(38)

kuning (120 HSA), perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning (130

HSA).

Menurut Pantastico et al. (1986) penentuan waktu panen buah dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: secara visual dengan melihat warna kulit

dan ukuran buah; secara fisik dengan mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai;

dengan analisis kimia seperti: kandungan padatan terlarut total (PTT), asam

tertitrasi total (ATT); dengan perhitungan jumlah hari setelah berbunga mekar dan

secara fisiologi dengan mengukur laju respirasi.

Perubahan Warna Kulit Buah

Pepaya mengalami perubahan warna kulit buah pada proses

pematangannya, ada enam tingkatan perubahan kulit buah pepaya yaitu: hijau

penuh, hijau dengan garis-garis kuning, 50% hijau dan 50% kuning, lebih banyak

kuning daripada hijau, kuning dengan garis-garis hijau dan kuning penuh (Kader,

1985). Dari fenomena tersebut maka ditentukan stadia kematangan buah pepaya

berdasarkan persentase warna kuning pada kulit buah. Pepaya memiliki empat

stadia kematangan buah berdasarkan persentase area berwarna kuning pada kulit

buah, yaitu : mature green, quarter ripe (25% kuning), 50% kuning dan 75%

kuning (Chay-Prove et al., 2000). Secara umum pada buah pepaya terdapat enam

stadia kematangan yaitu munculnya semburat warna kuning pada kulit buah

(mature green), warna kuning pada kulit buah sebanyak 25, 50, 75, 100% dan

lewat masak (Bron dan Jacomino, 2006; Bari et al., 2006 dan Abeywickrama et

al., 2008) Pemanenan pepaya untuk ekspor biasanya dilakukan ketika warna kulit

buah 25% kuning, dengan perkiraan ketika sampai di konsumen buah mencapai

stadia kematangan 75% warna kuning kulit buah.

Menurut Kays (1991) perubahan warna adalah perubahan yang jelas

terjadi pada banyak buah sehingga dapat dijadikan sebagai kriteria utama bagi

konsumen untuk menentukan apakah buah tersebut sudah matang atau masih

mentah. Warna hijau disebabkan adanya klorofil yang merupakan kompleks

organik magnesium. Kemudian klorofil mengalami degradasi struktur sehingga

warna hijau menghilang. Faktor utama yang berperan dalam degradasi klorofil ini

(39)

sistem oksidatif, dan adanya enzim chlorophyllase. Kehilangan warna tergantung

pada satu atau seluruh faktor-faktor yang bekerja berurutan untuk merusak

struktur klorofil. Degradasi klorofil berkaitan juga dengan sintesis karotenoid dan

antosianin selama proses pematangan buah. Oleh karena itu, perubahan warna

dalam pematangan dan penyimpanan buah menjadi faktor yang penting untuk

diamati.

Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) karotenoid adalah

kelompok senyawa yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya. Pada

dasarnya ada dua jenis karotenoid, yaitu karoten (tanpa atom oksigen dalam

molekulnya) dan xantofil (mempunyai atom oksigen dalam molekulnya). Karoten

adalah anggota karotenoid yang paling banyak terdapat dalam daging buah,

pigmen ini pada umumnya menyebabkan warna jingga dan mempunyai peranan

yang penting dalam sintesis vitamin A.

Kandungan karbohidrat sederhana seperti sukrosa dan fruktosa merupakan

parameter kualitas buah yang sangat penting sebagai kriteria berbagai stadia

kematangan. Buah pepaya merupakan buah klimakterik yaitu buah yang

mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak dan kemudian mengalami

penurunan dengan cepat pada saat mencapai matang penuh (full ripe). Pada buah

klimakterik terjadi perubahan pati menjadi gula yang memberikan rasa manis

(Kays, 1991). Akamine dan Goo (1971) menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara warna kuning pada kulit buah dan kandungan padatan terlarut total buah.

Gula merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut. Selama proses

pemasakan buah, padatan terlarut total buah meningkat karena terjadi pemecahan

polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati menjadi gula sehingga kandungan

gula dalam daging buah secara umum meningkat. Pada tahap selanjutnya padatan

terlarut total daging buah akan menurun karena hidrolisis gula menjadi asam-asam

organik yang digunakan untuk proses respirasi. Pada buah pepaya Sunrise Solo

kandungan padatatan terlarut total daging buah meningkat dengan semakin

menguningnya kulit buah Kandungan padatan terlarut total daging buah kemudian

menurun setelah warna kuning pada kulit buah mencapai 80%.

Menurut Chan (1979) kandungan padatan terlarut total biasa digunakan

(40)

total dapat digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan. Asam organik yang

dominan dalam buah umumnya asam sitrat dan asam malat. Pada umumnya

kandungan asam organik menurun selama pemasakan buah karena direspirasikan

atau diubah menjadi gula. Menurut Arriola etal. (1980) pada buah pepaya masak

terjadi peningkatan baik kandungan asam maupun padatan terlarut total, namun

kandungan gula jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan asam

organiknya sehingga rasa manis lebih dominan. Kandungan asam pada daging

buah akan menurun pada saat buah lewat masak (over ripe). Sankat dan Maharaj

(1997) menyatakan pada tahap awal perkembangan buah terdapat kandungan

glukosa yang dominan. Kemudian pada masa awal pemasakan dan pada tahap

pemasakan buah, sukrosa meningkat dua sampai lima kali mencapai tingkat

tertinggi dalam buah melebihi fruktosa dan glukosa.

Menurut Matto et al. (1993) pada proses pemasakan buah biasanya

meningkatkan jumlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan

asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan

masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi aroma khas pada buah. Hasil

penelitian Suketi et al. (2007) menunjukkan bahwa karakter kimia buah yang

mempengaruhi tingkat kesukaan adalah kandungan padatan terlarut total buah.

Hal ini membuktikan bahwa rasa manis pada buah pepaya sangat menentukan

selera konsumen. Yon dan Serrano (1994) menyatakan bahwa buah pepaya yang

dipanen pada tingkat kematangan yang tepat dapat menghasilkan rasa dan aroma

yang baik.

Perubahan Kandungan Vitamin

Beberapa vitamin y

Gambar

Tabel 1. Kandungan zat gizi daging buah pepaya (per 100 g edible portion)
Gambar 4. Tunas bunga betina (1), bunga hermafrodit (2) dan bunga jantan (3)
Gambar 8. Irisan longitudinal meristem apikal tunas bunga hermafrodit pepaya
Gambar 10. Keragaan permukaan stigma bunga pepaya betina (1) dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pengembangan biogas pada kelompok peternak sapi perah akan memiliki manfaat ganda yaitu mengurangi polusi dari kotoran ternak serta menghasilkan energi

Dari segi kekangan atau kelemahan yang dihadapi guru dalam proses penggunaan perisian pendidikan Sains di sekolah rendah Zon Johor Jaya Pasir Gudang, secara

Brand adalah sesuatu yang secara potensial dinilai oleh pasar sasaran berdasarkan keuntungan atau kepuasan yang tersedia, yang meliputi nama, simbol, objek,

The writer gives his gratitude to Allah SWT for giving him everything in his life, so that he can finish writing the skripsi entitled “The Authentic Material Used by the Students

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan perilaku seks bebas remaja putri artinya apabila kelompok teman

Ilmu Fengshui dan Desain Interior memiliki teori yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka menarik untuk meneliti bagaimana dua ilmu yang digunakan untuk

BT ASST TAMIL GHSS VELLAKINAR COIMBATORE F TAMIL.

Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya