• Tidak ada hasil yang ditemukan

III PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN PENGGUNAAN BAHASA BALI PADA BUKU AJAR BAHASA BALI DI SMTP

PEMAKAIAN BAHASA BALI PADA BUKU AJAR BAHASA BALI SMTP DI BALI: KAJIAN SOSOLINGUISTIK

III PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN PENGGUNAAN BAHASA BALI PADA BUKU AJAR BAHASA BALI DI SMTP

Penyimpangan-penyimpangan pemakaian bahasa Bali pada Teks Buku Ajar bahasa Bali dikelompokkan menjadi: (1) penyimpangan tata cara penulisan; (2) penyimpangan gramatikal terdiri atas penyimpangan fonologis, morfologis, dan sintaksis; (3) penyimpangan pemakaian kosa kata, dan (4) dan penyimpangan pemakaian anggah-ungguhing basa Bali. Masing-masing uraiannya disajikan berikut ini.

Penyimpangan Tata Cara Penulisan

Penyimpangan pada tata cara penulisan dapat dilihat pada beberapa data yang disajikan berikut ini.

Data (1):

(1a) “sampunkauningin antuk ida dane sareng sami, wantah basa,aksara miwah sastra Bali punika,….”, “…basa Bali nénten dados ngreredang, utawiajrihring….” (PS 8,hal: 67 )

'Sudah diketahui oleh semua orang, hanya bahasa, aksara, dan sastra Bali itu ...'. ....bahasa Bali tidak boleh melemah, atau kalah di ...

(1b) ...antuk pamiteges saking tanda – tanda diakritiksane magenah ... (PS8, hal. 28, al.2 '...tentang arti dari tanda-tanda diakritik yang berada ...

(1c) Gelisang satua, sekadi sane sampun – sampundi Badung .... (PS 8, Hal 33, al2) 'Singkat ceritra, seperti yang sudah-sudah di Badung ...'

Kalau diperhatikan data di atas terdapat penyimpangan tata cara penulisan pada buku Ajar Bahasa Bali yang berjudul Pangkaja Sastra. Penyimpangan-penyimpangan terset adalah sebagai berikut. Pada data (1a) tampak adanya penyimpangan penggunaan spasi dimana dua kata dijadikan satu kata yaitu sampunkauningan, seharusnya ditulis sampun kauningin 'sudah diketahui' dan utawiajrih' seharusnya ditulis utawi ajrih 'atau kalah'. Dikatakan penyimpangan karena dalam Ejaan sudah dengan jelas dikatakan bahwa setiap kata ditulis terpisah (diberi jarak spasi). Begitu juga data (1b dan 1c) ) terjadi penyimpangan pemakaian spasi, yaitu untuk penulisan kata ulang setiap bagian kata dengan tanda pengulangannya (-) diberi spasi (tanda – tanda (data 1b), dan sampun – sampun (data 1c). Seharusnya ditulis tanda-tanda dan sampun-sampun.

Data (2):“Tungkalikan krunainggih punika kruna-kruna sane madue arti malawanan . (PS 8 Hal 74).

'Lawan kata/oposisi makna adalah kata-kata yang memiliki arti melawan'.

Data (2) meninjukkan adanya penyimpangan penulisan tidak memperhatikan penggunaan abjad fonetis é dalam kata sane yang seharusnya ditulis sané' yang' dan medue yang seharusnya ditulis

madué'memiliki'. Dalam Ejaan bahasa Bali juga sudah dijelaskan perbedaan penulisan e dan é karena

kedua bunyi tersebut secara fonologis merupakan dua fonem yang berbeda. Data (3):“Saha yéning selehin saking basa Inggris, punika kabaos “Write” sané mateges…”(PS8, hal 2)

'serta kalau ditinjau dari bahasa Inggris, itu dikatakan tulisan yang berarti...'

Data (3) yang menunjukkan adanya penyimpangan tata cara penulisan, dimana dalam Ejaan Bahasa Bali dinyatakan bahwa kosakata asing (bukan bahasa Bali) ditulis dengan cetak miring. Pernyimpangan pada data (3) tampak pada penggunaan katawrite seharusnya ditulis write 'tulisan'. Sebaliknya ada kata yang semestinya tidak dicetak miring tetapi dicetak miring halam 74

Data (4):

(4a) “Sampik Ingtai” ring silih sinunggil apada pupuhnyane madaging Cencangkriman duk crita sana kangkat daweg I Babah Sampik jagi mamadik NI Nyonyah Ingtai ring Waciu Negari, sakadi ring sor puniki.” (buku PS 8, hal 58).

'Sampik Ingtai di salah satu pada pupuhnya berisi cecangkriman sejak ceritra yang diangkat ketika I Babah Sampik akan melamar Ni Nyonya Ingtai di Negara, Waciu, seperti di bawah ini' (4b) “Ngrereh aksara la lenga, ra repa lan nyurat kruna nganggen aksara Bali (PS 8, ., hal 60)

'Mencari Aksara la lenga, ra repa,, dan menulis kata memakai Aksara Bali' (4c) Napi wastan kapal sane kampih ring pasisi sanur? PS 8,ha. 17, al1)

Pada data (4a) tampak penyimpangan penggunaan huruf kapital, yaitu kata Cecangkriman seharusnya ditulis cecangkriman . Dalam Ejaan Bahasa Bali juga sudah diatur mengenai penulisan huruf kapital yaitu untuk menuliskan nama. Jadi kata cecangkriman c di awal katayang seharusnya ditulis dengan tanpa huruf kapital tetapi ditulis dengan huruf kapital. Begitu pula penulisan beberapa kata pada data (4b) peristiwanya terbalik, dimana huruf yang seharusnya kapital ditulis dengan hurup kecil. Kalimat pada data (4b) seharusnya ditulis: Ngerereh Aksara La Lenga, Ra Repa, lan Nyurat Kruna Nganggen Aksara Bali. Begitu pula data (4c) tampak huruf yang pada kata seharusnya ditulis besar tetapi ditulis hurup kacil, yaitu huruf s pada kata sanur seharusnya ditulis Sanur.

Penyimpangan Gramatikal

Penyimpangan gramatikal seharusnya hanya melihat pada tataran morfologis dan sintaksis. Akan tetapi setelah diperhatikan karena ditemukan juga penyimpangan pada tataran fonologis, maka penyimpangan fonologisnyapun akan dibahas karenabagaimanapun juga bahwa fonologi merupakan dasar dari terbentuknya gramatika morfologi dan sintaksis. Walaupun objek kajian kebahasaan sepenuhnya mengambil bahasa tulis, tetapi bahasa tulis juga ada bagian-bagian yang bisa dilihat dari sisi fonologisnya. Untuk itu berikut disajikan uraiannya.

Penyimpangan Fonologis

Data (5): Sampun huwus makin caritane (PS 8, hal. 31, al2) 'Sudah selesai sekarang ceritranya'.

Kalau diperhatikan data (5a) pada kata makin, kata itu tidak punya makna, namun kalau dihubungkan dengan kata yang lainnya ,aka yang dimaksud dengan kata itu adalah mangkin 'sekarang'. Itu berarti, secara proses fonologis di sana terjadi kaidah pelesapan bunyi ng. karena itu merupakan satu buah fonem maka dimasukkan ke dalam penyimpangan fonologis.

Metode cakap dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan guru-guru bahasa Bali di SMTP di Bali. Metode cakap ini memakai teknik pancing sebagai teknik dasar. Teknik pancing dilakukan dengan cara peneliti memancing informan agar mau berbicara. Teknik lanjutan metode cakap adalah teknik cakap semuka dilakukan dengan percakapan langsung/tatap muka.

Dalam tahapan penganalisisan data, penelitian ini menggunakan metode distribusional (Sudaryanto, 1993: 13—30; bandingkan dengan Djajasudarma, 1993b: 58; dan Mahsun, 2005: 120— 122). Penerapan metode distribusional karena masalah yang dikaji berhubungan dengan bahasa yang bersangkutan.Penerapan metode distribuional diuraikan berikut ini.

Metode distribusional yang sering juga disebut metode agih menurut Sudaryanto (1993: 15) dan Djajasudarma (2006: 69) adalah metode yang menggunakan alat penentunya adalah bagian dari bahasa yang dikaji.Dalam analisis data, metode agih dibantu oleh dua tingkatan teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan yang diaplikasikan pada data yang diteliti (Sudaryanto (1993: 31—100).

Metode yang dipakai dalam menyajikan hasil penelitian ini adalah metode formal dan informa. Metode formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang.Hal ini dipakai demi keefisienan dan kesistematisan.Metode informal adalah penyajian hasil analisis dengan untaian kata-kata biasa agar penjelasannya terurai dan terinci (Sudaryanto, 1993: 45). Metode ini diterapkan demi kejelasan dan kemudahan pemahaman. Metode penyajian ini dibantu dengan teknik penyajian (pola pikir) induktif dan deduktif yang dipakai secara berkombinasi.

III PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN PENGGUNAAN BAHASA BALI PADA BUKU AJAR BAHASA BALI DI SMTP

Penyimpangan-penyimpangan pemakaian bahasa Bali pada Teks Buku Ajar bahasa Bali dikelompokkan menjadi: (1) penyimpangan tata cara penulisan; (2) penyimpangan gramatikal terdiri atas penyimpangan fonologis, morfologis, dan sintaksis; (3) penyimpangan pemakaian kosa kata, dan (4) dan penyimpangan pemakaian anggah-ungguhing basa Bali. Masing-masing uraiannya disajikan berikut ini.

Penyimpangan Tata Cara Penulisan

Penyimpangan pada tata cara penulisan dapat dilihat pada beberapa data yang disajikan berikut ini.

Data (1):

(1a) “sampunkauningin antuk ida dane sareng sami, wantah basa,aksara miwah sastra Bali punika,….”, “…basa Bali nénten dados ngreredang, utawiajrihring….” (PS 8,hal: 67 )

'Sudah diketahui oleh semua orang, hanya bahasa, aksara, dan sastra Bali itu ...'. ....bahasa Bali tidak boleh melemah, atau kalah di ...

(1b) ...antuk pamiteges saking tanda – tanda diakritiksane magenah ... (PS8, hal. 28, al.2 '...tentang arti dari tanda-tanda diakritik yang berada ...

(1c) Gelisang satua, sekadi sane sampun – sampundi Badung .... (PS 8, Hal 33, al2) 'Singkat ceritra, seperti yang sudah-sudah di Badung ...'

Kalau diperhatikan data di atas terdapat penyimpangan tata cara penulisan pada buku Ajar Bahasa Bali yang berjudul Pangkaja Sastra. Penyimpangan-penyimpangan terset adalah sebagai berikut. Pada data (1a) tampak adanya penyimpangan penggunaan spasi dimana dua kata dijadikan satu kata yaitu sampunkauningan, seharusnya ditulis sampun kauningin 'sudah diketahui' dan utawiajrih' seharusnya ditulis utawi ajrih 'atau kalah'. Dikatakan penyimpangan karena dalam Ejaan sudah dengan jelas dikatakan bahwa setiap kata ditulis terpisah (diberi jarak spasi). Begitu juga data (1b dan 1c) ) terjadi penyimpangan pemakaian spasi, yaitu untuk penulisan kata ulang setiap bagian kata dengan tanda pengulangannya (-) diberi spasi (tanda – tanda (data 1b), dan sampun – sampun (data 1c). Seharusnya ditulis tanda-tanda dan sampun-sampun.

Data (2):“Tungkalikan krunainggih punika kruna-kruna sane madue arti malawanan . (PS 8 Hal 74).

'Lawan kata/oposisi makna adalah kata-kata yang memiliki arti melawan'.

Data (2) meninjukkan adanya penyimpangan penulisan tidak memperhatikan penggunaan abjad fonetis é dalam kata sane yang seharusnya ditulis sané' yang' dan medue yang seharusnya ditulis

madué'memiliki'. Dalam Ejaan bahasa Bali juga sudah dijelaskan perbedaan penulisan e dan é karena

kedua bunyi tersebut secara fonologis merupakan dua fonem yang berbeda. Data (3):“Saha yéning selehin saking basa Inggris, punika kabaos “Write” sané mateges…”(PS8, hal 2)

'serta kalau ditinjau dari bahasa Inggris, itu dikatakan tulisan yang berarti...'

Data (3) yang menunjukkan adanya penyimpangan tata cara penulisan, dimana dalam Ejaan Bahasa Bali dinyatakan bahwa kosakata asing (bukan bahasa Bali) ditulis dengan cetak miring. Pernyimpangan pada data (3) tampak pada penggunaan katawrite seharusnya ditulis write 'tulisan'. Sebaliknya ada kata yang semestinya tidak dicetak miring tetapi dicetak miring halam 74

Data (4):

(4a) “Sampik Ingtai” ring silih sinunggil apada pupuhnyane madaging Cencangkriman duk crita sana kangkat daweg I Babah Sampik jagi mamadik NI Nyonyah Ingtai ring Waciu Negari, sakadi ring sor puniki.” (buku PS 8, hal 58).

'Sampik Ingtai di salah satu pada pupuhnya berisi cecangkriman sejak ceritra yang diangkat ketika I Babah Sampik akan melamar Ni Nyonya Ingtai di Negara, Waciu, seperti di bawah ini' (4b) “Ngrereh aksara la lenga, ra repa lan nyurat kruna nganggen aksara Bali (PS 8, ., hal 60)

'Mencari Aksara la lenga, ra repa,, dan menulis kata memakai Aksara Bali' (4c) Napi wastan kapal sane kampih ring pasisi sanur? PS 8,ha. 17, al1)

Pada data (4a) tampak penyimpangan penggunaan huruf kapital, yaitu kata Cecangkriman seharusnya ditulis cecangkriman . Dalam Ejaan Bahasa Bali juga sudah diatur mengenai penulisan huruf kapital yaitu untuk menuliskan nama. Jadi kata cecangkriman c di awal katayang seharusnya ditulis dengan tanpa huruf kapital tetapi ditulis dengan huruf kapital. Begitu pula penulisan beberapa kata pada data (4b) peristiwanya terbalik, dimana huruf yang seharusnya kapital ditulis dengan hurup kecil. Kalimat pada data (4b) seharusnya ditulis: Ngerereh Aksara La Lenga, Ra Repa, lan Nyurat Kruna Nganggen Aksara Bali. Begitu pula data (4c) tampak huruf yang pada kata seharusnya ditulis besar tetapi ditulis hurup kacil, yaitu huruf s pada kata sanur seharusnya ditulis Sanur.

Penyimpangan Gramatikal

Penyimpangan gramatikal seharusnya hanya melihat pada tataran morfologis dan sintaksis. Akan tetapi setelah diperhatikan karena ditemukan juga penyimpangan pada tataran fonologis, maka penyimpangan fonologisnyapun akan dibahas karenabagaimanapun juga bahwa fonologi merupakan dasar dari terbentuknya gramatika morfologi dan sintaksis. Walaupun objek kajian kebahasaan sepenuhnya mengambil bahasa tulis, tetapi bahasa tulis juga ada bagian-bagian yang bisa dilihat dari sisi fonologisnya. Untuk itu berikut disajikan uraiannya.

Penyimpangan Fonologis

Data (5): Sampun huwus makin caritane (PS 8, hal. 31, al2) 'Sudah selesai sekarang ceritranya'.

Kalau diperhatikan data (5a) pada kata makin, kata itu tidak punya makna, namun kalau dihubungkan dengan kata yang lainnya ,aka yang dimaksud dengan kata itu adalah mangkin 'sekarang'. Itu berarti, secara proses fonologis di sana terjadi kaidah pelesapan bunyi ng. karena itu merupakan satu buah fonem maka dimasukkan ke dalam penyimpangan fonologis.

Penyimpangan secara Morfologis

Penyimpangan secara morfologis tentu akan dilihat dari proses afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan karena ketiga hal itu dimiliki oleh bahasa Bali dalam pembentukan kata. ketiganya dicoba dicermati apakah ada penyimpangan atau tidak. Berikut disajikan uraiannya berdasarkan data yang ditemukan.

Data (6):

(6a) Sering ipun ngandap sasorang ragane teken nyamane miwah timpalne (Widya Sastra, Hal. 8, al.4).

'Sering dia merendah merendahkan dirinya terhadap saudaranya dan teman-temannya'

(6b) I Made Bayu madasar antuk kabagusan miwah jiwa seni mangigel dados pragina ...(Widya Sastra, hal. 9, al.4)

'I Made Bayu bermodal dengan ketampanan dan jiwa seni menari menjadi seniman' (6c) bagya pisan para sisyane manonton arja muani (PS 8, hal. 24, al. 2)

'Bahagia sekali para siswa menonton Arja Muani (Tari Arja yang ditarikan oleh para lelaki'

Kalau diperhatikan data (6) semuanya termasuk penyimpangan morfologis, tetapi beberapa ada yang termasuk penyimpangan diantara feonologis dan morfologis yang disebut morfofonologis. Pada tulisan ini karena berada di tingkat morfem dianggap penyimpangan morfologis. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan uraiannya.

Pada data (6a) tampak ada penggunaan kata sasorang. Secara bahasa Bali baku, kata itu berasal dari kata sor 'rendah'. Jika kata itu dibentuk supaya maknanya seperti yang terjemahan data (6a), seharusnya kata itu mengalami proses morfologis berupa afiksasi dengan mendapat imbuhan gabung berupa awalan N- dan akhiran –ang, sehingga menjadi ngasorang. Mengapa prefiks N- menjadi nga- karena dalam tata bahasa Bali, jika prefiks N- bergabung dengan bentuk dasar yang terdiri atas satu suku kata maka digunakan alomorf nga-. Penyimpangan pada data (6a)sudah nampak yaitu .terletak pada penggunaan prefiks sa-. Dalam bahasa Bali Baku, prefiks sa- ' se' sehingga kalau diterjemahkan menjadi *serendahkan. Tentunya ini tidak gramatikal.

Begitu pula penyimpangan yang terdapat pada data (6b) tampak pada kata mangigel dengan makna sesuai dengan terjemahan di atas menari. Kata itu berasal dari kata dasar igel'tari'. Kalau dilihat dari bentuk jadiannya, kata dasar itu mendapat prefiks meN-, padahal dalam bahasa Bali Baku tidak dikenal adanya prefiks meN-. Prefiks dalam bahasa Bali yang bermakna aktif adalah N-.Seharusnya, kata jadiannya cukup dengan bentuk ngigel'menari'. Kenapa menjadi ng-, karena bentuk dasarnya berawal dengan vokal. Dengan demikian sudah dapat diketahui penyimpangan data (6b).

Penyimpangan yang tejadi pada data (6c)juga merupakan penyimpangan morfologisiksasi, khususnya afiksasi. Hal itu bisa dilihat pada kata manonton. Makna yang dimaksud kata itu adalah menonton. Kasus data (6a) sama dengan sata (6b), yaitu pemakaian prefiksnya. Kata manonton berasal dari bentuk dasas tonton 'tonton'. Dilihat dari bentuk jadioannya mendapat prefiks meN- yang tidak dimiliki oleh bahasa Bali Baku. Kata itu seharusnya untuk makna aktif mendapat prefiks N- Karena bentuk dasarnya diawali fonem /t/, maka kata jadiannya menjadi nonton'menonton'. Jadi fonem /t/ sedaerah artikulasi dengan nasal /n/.

Penyimpangan secara afiksasi lainnya dapat terjadi pada infiksasi. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan datanya.

Data (7):

((7a) Silih sinungil kawagedan sane kaplajahin ring widang pendidikan formal (PS, 8, hal3, al.1) 'Salah satu keahlian yang dipelajari di bidang pendidikan formal'.

Pada data (7a) tampak ada kata sinungil , kalau dilihat maknanya yang dimaksud adalah satu. Umumnya dalam bahasa Bali Baku yang ada adalah kata silih tunggil, sinalih tunggil. bagaimana

proses kata ini sulit dijelaskan. yang jelas, kata sinungil berasal dari kata tungil 'tunggal/satu'. Kalau mendapat sisipan –in- akan menjadi tinungil. Kemungkinan kata ini merupakan dialek setempat pengarangnya dan tidak umum. Kalau dsilihat dari proses pembentukannya, bisa saja ini variasi dari

tinungil umumnya tinunggil karena perlu disadari bahwa fonem /s/ dan /t/ masih satu daerah

artikulasi. Data (8):

.(8a) ..selanturnya indayang saurin pitakenne ring sor puniki! (PS 8, hal. 4, al 1) hal 12, 4) 'Selanjutnya coba jawab pertanyaannya di bawah ini!'

(8b) Indayang sorohan sane encen marupa aksara suara? (PS 8, hal. 19, al.4) *'Coba nama kelompok yang mana berupa Aksara Suara(fonem vokal)?

(8c) Ri sampunne alit-alit mirenang pidarta ring ajeng sawetara dasa menit ...(PS 8, hal. 9, al2). 'Sesudah anak-anak mendengarkan pidato di depan selama 10 menit ...'

Untuk data (8) tampaknya contoh yang merupakan penyimpangan afiksasi berupa sufiksasi. Hal itu bisa dilihat dari salah satu kata yang mendukung kalimat (8a) yaitu kata pitakenne 'pertanyaannya'. Kalau diperhatikan terjemahnya menjadi janggal. Sesungguhnya kata pitakenne berasal dari bentk dasar pitaken. pertanyaan' . Kata tersebut bisa ditambah sufiks –e yang menyatakan definit menjadi

pitakene 'pertanyaan (ini)' dan ditambah sufiks –ne yang menyatakan posesif menjadi pitakenne

'pertanyaannya'. Kata yang cocok dalam kalimat (8a) adalah pitakene sehingga terjemahan kalimat itu menjadi:'Selanjutnya coba jawab pertanyaan di bawah ini!. Dengan demikian , penyimpangan tersebut boleh dikatakan penyimpangan penggunaan sufiks. Makna kalimat yang tepat adalah

Data (8b) juga menunjukkan penyimpangan penggunaan sufiks. Hal itu dapat dilihat pada salah satu kata yang digunakan dalam kalimat data (8b), yaitu kata sorohan. Kata sorohan berasal dari bentuk dasar soroh 'jenis/kelompok' mendapa t sufiks –an menjadi sorohan yang artinya nama jenis/kelompok/nama sejenis sesajen. Namun yang dimaksud pada kalimat di atas adalah memberi perintah yang dalam bahasa Bali Baku digunakan sufiks –ang. Dengan demikian, supaya makna kata itu cocok dengan lingkungannya maka kata yang cocok adalah menggunaklan sufiks –ang, sehingga menjadi sorohang.'Coba kelompokkan yang mana berupa Aksara Suara(fonem vokal)? Penyimpangan ini disebabkan karena sifat dialektal pengarangnya dengan tidak memperhatikan bahasa Bali secara umum.

Di samping penyimpangan secara afiksasi, pemakaian bahasa Bali pada Buku Ajar juga terdapat penyimpangan kata ulang. Hal itu dapat dilihat pada sajian daya berikut ini.

Data (9):

(9a)“Widya Tula, inggih punika mlibagang saindik-indikan daging kaweruhan (ilmu pengetahuan) sane kawicarayang (PS ..., hal. 27)

'Widta Tula adalahmendiskusikan tentang isi ilmu pengetahuan'.

Pada data (9a) tampak pemakaian kata ulang, yaitu kata saindik-indikan dalam kalimat itu tidak bisa diterima dan cukup diganti dengan kata indik. Dengan demikian penyimpangan di sini adalah pemakaian kata yang kurang efektif.

Penyimpangan secara Sintaksis

Penyimpangan sintaksisyang dimaksud adalah penyimpangan yang terdapat pada tataran frase, klausa, dan kalimat. Kenapa ketiga tataran itu? Karena ketiga tataran itu merupakan bagian atau ruang lingkup sintaksis. Untuk mengetahui apakah ketiga tataran itu terdapat penyimpangan, berikut disajikan datanya.

Data (10):

(10a) Napi murda pidarta ring ajeng? (PS 8, hal. 6, al. 4) 'Apa judul pidato di depan?

Penyimpangan secara Morfologis

Penyimpangan secara morfologis tentu akan dilihat dari proses afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan karena ketiga hal itu dimiliki oleh bahasa Bali dalam pembentukan kata. ketiganya dicoba dicermati apakah ada penyimpangan atau tidak. Berikut disajikan uraiannya berdasarkan data yang ditemukan.

Data (6):

(6a) Sering ipun ngandap sasorang ragane teken nyamane miwah timpalne (Widya Sastra, Hal. 8, al.4).

'Sering dia merendah merendahkan dirinya terhadap saudaranya dan teman-temannya'

(6b) I Made Bayu madasar antuk kabagusan miwah jiwa seni mangigel dados pragina ...(Widya Sastra, hal. 9, al.4)

'I Made Bayu bermodal dengan ketampanan dan jiwa seni menari menjadi seniman' (6c) bagya pisan para sisyane manonton arja muani (PS 8, hal. 24, al. 2)

'Bahagia sekali para siswa menonton Arja Muani (Tari Arja yang ditarikan oleh para lelaki'

Kalau diperhatikan data (6) semuanya termasuk penyimpangan morfologis, tetapi beberapa ada yang termasuk penyimpangan diantara feonologis dan morfologis yang disebut morfofonologis. Pada tulisan ini karena berada di tingkat morfem dianggap penyimpangan morfologis. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan uraiannya.

Pada data (6a) tampak ada penggunaan kata sasorang. Secara bahasa Bali baku, kata itu berasal dari kata sor 'rendah'. Jika kata itu dibentuk supaya maknanya seperti yang terjemahan data (6a), seharusnya kata itu mengalami proses morfologis berupa afiksasi dengan mendapat imbuhan gabung berupa awalan N- dan akhiran –ang, sehingga menjadi ngasorang. Mengapa prefiks N- menjadi nga- karena dalam tata bahasa Bali, jika prefiks N- bergabung dengan bentuk dasar yang terdiri atas satu suku kata maka digunakan alomorf nga-. Penyimpangan pada data (6a)sudah nampak yaitu .terletak pada penggunaan prefiks sa-. Dalam bahasa Bali Baku, prefiks sa- ' se' sehingga kalau diterjemahkan menjadi *serendahkan. Tentunya ini tidak gramatikal.

Begitu pula penyimpangan yang terdapat pada data (6b) tampak pada kata mangigel dengan makna sesuai dengan terjemahan di atas menari. Kata itu berasal dari kata dasar igel'tari'. Kalau dilihat dari bentuk jadiannya, kata dasar itu mendapat prefiks meN-, padahal dalam bahasa Bali Baku tidak dikenal adanya prefiks meN-. Prefiks dalam bahasa Bali yang bermakna aktif adalah N-.Seharusnya, kata jadiannya cukup dengan bentuk ngigel'menari'. Kenapa menjadi ng-, karena bentuk dasarnya berawal dengan vokal. Dengan demikian sudah dapat diketahui penyimpangan data (6b).

Penyimpangan yang tejadi pada data (6c)juga merupakan penyimpangan morfologisiksasi, khususnya afiksasi. Hal itu bisa dilihat pada kata manonton. Makna yang dimaksud kata itu adalah menonton. Kasus data (6a) sama dengan sata (6b), yaitu pemakaian prefiksnya. Kata manonton berasal dari bentuk dasas tonton 'tonton'. Dilihat dari bentuk jadioannya mendapat prefiks meN- yang tidak dimiliki oleh bahasa Bali Baku. Kata itu seharusnya untuk makna aktif mendapat prefiks N- Karena bentuk dasarnya diawali fonem /t/, maka kata jadiannya menjadi nonton'menonton'. Jadi fonem /t/ sedaerah artikulasi dengan nasal /n/.

Penyimpangan secara afiksasi lainnya dapat terjadi pada infiksasi. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan datanya.

Data (7):

((7a) Silih sinungil kawagedan sane kaplajahin ring widang pendidikan formal (PS, 8, hal3, al.1) 'Salah satu keahlian yang dipelajari di bidang pendidikan formal'.

Pada data (7a) tampak ada kata sinungil , kalau dilihat maknanya yang dimaksud adalah satu. Umumnya dalam bahasa Bali Baku yang ada adalah kata silih tunggil, sinalih tunggil. bagaimana

proses kata ini sulit dijelaskan. yang jelas, kata sinungil berasal dari kata tungil 'tunggal/satu'. Kalau mendapat sisipan –in- akan menjadi tinungil. Kemungkinan kata ini merupakan dialek setempat pengarangnya dan tidak umum. Kalau dsilihat dari proses pembentukannya, bisa saja ini variasi dari

tinungil umumnya tinunggil karena perlu disadari bahwa fonem /s/ dan /t/ masih satu daerah

artikulasi. Data (8):

.(8a) ..selanturnya indayang saurin pitakenne ring sor puniki! (PS 8, hal. 4, al 1) hal 12, 4) 'Selanjutnya coba jawab pertanyaannya di bawah ini!'

(8b) Indayang sorohan sane encen marupa aksara suara? (PS 8, hal. 19, al.4) *'Coba nama kelompok yang mana berupa Aksara Suara(fonem vokal)?

(8c) Ri sampunne alit-alit mirenang pidarta ring ajeng sawetara dasa menit ...(PS 8, hal. 9, al2). 'Sesudah anak-anak mendengarkan pidato di depan selama 10 menit ...'

Untuk data (8) tampaknya contoh yang merupakan penyimpangan afiksasi berupa sufiksasi. Hal itu bisa dilihat dari salah satu kata yang mendukung kalimat (8a) yaitu kata pitakenne 'pertanyaannya'. Kalau diperhatikan terjemahnya menjadi janggal. Sesungguhnya kata pitakenne berasal dari bentk dasar pitaken. pertanyaan' . Kata tersebut bisa ditambah sufiks –e yang menyatakan definit menjadi

pitakene 'pertanyaan (ini)' dan ditambah sufiks –ne yang menyatakan posesif menjadi pitakenne

'pertanyaannya'. Kata yang cocok dalam kalimat (8a) adalah pitakene sehingga terjemahan kalimat itu menjadi:'Selanjutnya coba jawab pertanyaan di bawah ini!. Dengan demikian , penyimpangan tersebut boleh dikatakan penyimpangan penggunaan sufiks. Makna kalimat yang tepat adalah

Data (8b) juga menunjukkan penyimpangan penggunaan sufiks. Hal itu dapat dilihat pada