• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan matriks kategorisasi

BAB III METODE PENELITIAN

E. Metode Analisis Data

1. Penyusunan matriks kategorisasi

Langkah pertama, menyusun matriks melalui sebuah kategorisasi yang sesuai dengan teori pada tema penelitian, yaitu dinamika coping stress. Matriks kategori disusun secara deduktif seperti yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2

Kerangka Analisis Cyberbullying

No Bentuk Cyberbullying

1 2 3

4 5 6 7

Flaming Harassment Cyberstalking

Denigration Impersonation Outing & Trickery Exclusion

 Pesan yang berupa amarah

 Pesan yang berupa gangguan

 Mengganggu subjek hingga ketakutan berlebih

 Mencemarkan nama baik

 Meniru seseorang

 Menyebarkan rahasia

 Mengeluarkan seseorang dari grup

Tabel 3

Kerangka Analisis Dinamika Coping Stress

No Jenis Coping Stress

1 Active coping  Menghapus dan menghindar

dari stressor

2 Planning  Membuat perencanaan

3 Suppression of competing activities

 Menyelesaikan permasalahan

 Mengabaikan urusan lain

untuk konsentrasi menghadapi stressor

4 Restraint coping  Menunggu saat yang tepat untuk bertindak maupun tidak bertindak dalam mengambil keputusan

5 Seeking of instrumental social support

 Mencari saran

 Meminta bantuan untuk dapat

informasi melalui orang sekitar

6 Seeking of emotional social support

 Mendapatkan dukungan moral

 Mendapatkan simpati

 Mendapatkan pemahaman

dari orang lain

7 Positive reinterpretation  Mengambil sesuatu yang positif

8 Acceptance  Menerima keadaan situasi dan kondisi yang terjadi

9 Denial  Menolak dan tidak percaya

bahwa stressor itu ada

10 Turning to religion  Berdoa

2. Pengodean

Pengodean dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mengkategorikan bentuk manifestasi yang sedang diteliti. Pengodean dilakukan melalui beberapa langkah. Pertama, peneliti membaca transkrip wawancara terlebih dulu, kemudian menandai setiap bagian dari teks yang menggambarkan tema yang sedang diteliti. Kedua peneliti menentukan kode dari bagian teks yang sudah ditandai sebelumnya (Hsieh & Shannon, dalam Supratiknya, 2015).

F. Reliabilitas dan Kredibilitas Data

Keabsahan data penelitian tidak terlepas dari validitas dan reliabilitas penelitian. Validitas kualitatif menurut Creswell (2012) adalah sebuah upaya memeriksa kembali hasil penelitian dengan menggunakan prosedur maupun strategi tertentu. Gibs (dalam Creswell, 2012) menyebutkan reliabilitas kualitiatif merupakan pendekatan yang digunakan untuk membuktikan keajegan penelitian apabila diterapkan pada proyek penelitian yang berbeda.

Selain itu, penelitian ini melakukan cross check pada partisipan guna membuktikan keabsahan data informasi yang diperoleh.

Supratiknya (2015) mengungkapkan dengan adanya reliabilitas kualitatif mempunyai sebuah tujuan untuk melihat penelitian ini dapat digunakan untuk diterapkan pada penelitian lain. Creswell (2009 dalam Supratiknya, 2015) dengan memeriksa transkrip wawancara dan memeriksa kode merupakan cara dari memeriksa reliabilitas penelitian kualitatif.

G. Refleksi Peneliti

Peneliti merupakan korban dari perilaku bullying maupun cyberbullying.

Hal tersebut terjadi pada saat peneliti duduk di bangku SMP. Menurut peneliti, lingkungan sekolah SMP kurang mendukungnya. Saat SMP, peneliti pernah memiliki panggilan “kuntet” yang berarti pendek. Namun, peneliti tidak menyukai panggilan tersebut.

Sewaktu peneliti duduk di bangku SMA, peneliti memiliki teman dekat yang mendapatkan perilaku bullying dan cyberbullying. Teman peneliti memiliki panggilan hitam yang bermaksud badannya yang berwarna hitam.

Selain itu, ia juga sering dipukuli dengan teman-teman yang lainnya. Dari panggilan itu yang berlanjut ke media sosialnya.

Suatu saat peneliti menanyakan hal tersebut kepada teman saya “Kamu gak kesel apa tiap hari selalu di pukulin kaya gitu?”. Teman peneliti hanya menjawab “Ya, mau gimana lagi. Biar saling deket aja temenan sama mereka”. Padahal hal tersebut tidak selayaknya dilakukan kalau hanya untuk

berteman. Masih ada cara lain untuk melakukan perlakukan yang selayaknya

“teman”. Lalu saya menanyakan perasaan ke teman saya “Perasaan kamu gimana?”, temen saya menjawab “Ya kesel sih sebenernya, cuma ya itu tadi untuk bisa berteman dekat”. Saat itu kami hanya bisa berdiam tanpa melawan sedikitpun kepada teman-teman yang melakukan hal tersebut dengan alasan untuk kedekatan teman. Hal ini yang membuat peneliti tergerak untuk menyampaikan perasaan seseorang ketika mengalami perilaku bullying maupun cyberbullying. Padahal kami sebagai personal yang kuat memiliki kekuatan untuk melawan itu dan bisa menanganinya.

Pada penelitian yang sudah dijalankan, peneliti menyadari memang tidak mudah untuk menerima hal tersebut ketika seseorang mendapatkan perilaku cyberbullying sehingga dampak yang dirasakan. Peneliti perlu melatih emosi, ketika mendengarkan cerita dari teman-teman yang sudah berpartisipasi pada penelitian. Untuk kedepannya, ketika peneliti kembali mendapatkan perilaku cyberbullying, peneliti setidaknya sudah memiliki bekal untuk menanggulangi dampak tersebut.

31 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 1. Pelaksanaan Penelitian

Partisipan penelitian ini merupakan tiga mahasiswa yang pernah mengalami cyberbullying. Peneliti mencari partisipan dengan cara menyebarkan survei secara online di media sosial. Survei tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai jenis cyberbullying. Peneliti mendapat respon sebanyak lima orang dari survei tersebut. Kemudian dari lima orang, peneliti memilih menjadi tiga orang dengan kesediaannya dalam mengikuti penelitian dengan wawancara di tengah pandemi Covid-19. Setelah itu, peneliti menghubungi mereka yang telah bersedia menjadi responden penelitian untuk dilakukan tahap selanjutnya, yaitu wawancara.

Sebelum melakukan pengambilan data dengan wawancara, peneliti melakukan rapport secara tidak langsung melalui pesan lewat Whatsapp karena masa pandemi Covid-19. Hal tersebut untuk membangun hubungan yang baik dan lebih terbuka antara peneliti dan partisipan. Periode membangun rapport dengan partisipan dilakukan pada bulan Mei 2020 sampai dengan November 2020. Saat melakukan rapport, peneliti menanyakan mengenai kondisi serta kesibukan partisipan selama masa pandemi.

Proses wawancara dilakukan pada bulan Juli 2020 sampai November 2020 secara langsung. Dalam melakukan wawancara, proses tersebut berada

dalam keadaan di tengah pandemi Covid-19 sehingga peneliti dan partisipan perlu memperhatikan protokol kesehatan dengan cara menjaga jarak, mencuci tangan atau menggunakan hand sanitaizer, dan menggunakan masker. Wawancara berlangsung dalam durasi yang berbeda-beda pada tiap partisipan, yaitu satu setengah jam hingga dua jam. Setelah seluruh proses wawancara selesai, peneliti melakukan konfirmasi lebih lanjut pada tiap partisipan guna menyamakan persepsi mengenai data yang sudah diberikan oleh partisipan.

Pertemuan pertama dengan Partisipan 1 berlangsung di sebuah taman terbuka di dekat rumah partisipan pada tanggal 18 Juli 2020. Sebelumnya peneliti menghubungi partisipan melalui pesan lewat Whatsapp untuk menyesuaikan jadwal bertemu. Pertemuan pertama peneliti melakukan rapport serta menyampaikan tujuan wawancara penelitian. Peneliti meminta kesediaan kepada P1 untuk menjadi partisipan dalam penelitian, lalu P1 mengisi persetujuannya pada lembar informed consent.

Pertemuan pertama dengan Partisipan 2 pada tanggal 9 Oktober 2020.

Sebelum melakukan wawancara, peneliti menghubungi partisipan melalui Whatsapp untuk menyesuaikan jadwal wawancara. Pertemuan pertama berlangsung di rumah partisipan dan disambut dengan orang tua partisipan.

Peneliti bertemu dengan ibu dari P2 dengan melakukan rapport untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta meminta izin kepada ibu bersangkutan untuk mewawancarai partisipan. Ibu P2 sudah mengizinkan

dan partisipan sudah bersedia untuk diwawancarai. P2 mengisi informed consent yang telah disediakan sebagai bentuk kesediaan diwawancara.

Pertemuan pertama dengan Partisipan 3 pada tanggal 4 November 2020. Sebelum melakukan wawancara dengan partisipan, peneliti menghubungi partisipan melalui Whatsapp untuk menyesuaikan jadwal pertemuan untuk melakukan wawancara. Sesuai jadwal yang disepakati, peneliti dan partisipan bertemu di café yang sudah ditentukan sebelumnya.

Kemudian peneliti melakukan rapport untuk menjelaskan maksud dari sebuahn pertemuan, lalu peneliti meminta P3 untuk mengisi informed consent.

Waktu dan tempat pelaksanaan pengambilan data melalui wawancara kepada partisipan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Wawancara

2. Ethical considerations

Penelitian ini bertepatan dengan pandemi Covid-19 yang melanda di Indonesia. Pada proses sebelum mengumpulkan data, peneliti dan partisipan akan menerapkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dengan cara menjaga jarak, mencuci tangan dan menggunakan masker. Selain itu, peneliti dan partisipan membawa hand sanitazer sebagai opsi lain ketika saling kontak melalui benda yang digunakan seperti pulpen maupun kertas. Hal ini untuk saling menjaga kesehatan peneliti dan partisipan.

No Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 1 Wawancara Sabtu, 18 Juli

2020 15.00–

17.00 di taman dekat rumah partisipan

Jumat, 9 Oktober 2020 18.30-20.30 di kamar rumah partisipan

Rabu, 4

November 2020 14.00-16.00 di café

Jumat, 21

Agustus 2020 16.00-17.45 di taman dekat rumah partisipan

Ketika ingin memulai wawancara, penelitian ini menggunakan informed consent sebagai persetujuan antara peneliti maupun partisipan dalam menjalankan penelitian ini. Informed consent dimaksudkan untuk menjamin partisipan dengan semua informasi yang sudah diberikan untuk menjamin dan melindungi kerahasiaan dan hak partisipan yang mengikuti sebuah penelitian (Grady dalam Supratiknya, 2015). Peneliti menjelaskan kepada partisipan sebelum melakukan wawancara agar partisipan dapat mengikuti penelitian dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak partisipan, sehingga peneliti dan partisipan dalam melakukan penelitian dapat membangun situasi dan kondisi yang nyaman selama proses pengambilan data. Partisipan juga berhak untuk mengundurkan diri ketika partisipan yang bersangkutan mulai tidak nyaman dengan perlakuan partisipan.

Data yang akan diperoleh peneliti merupakan hasil sebuah wawancara dengan partisipan yang hanya bisa diakses oleh peneliti. Hasil wawancara yang diperoleh peneliti, wajib melindungi kerahasiaan data tersebut (HIMPSI, 2010). Proses dari data yang berupa alat perekam suara yang dipindahkan melalui sebuah teks yang dilakukan oleh peneliti itu sendiri.

Selain itu, peneliti akan menyadari bahwa selalu ada resiko yang muncul dalam proses pengambilan data, seperti perasaan cemas ketika mengingat masalah yang pernah dialami oleh partisipan, lalu perasaan kesal ketika menghadapi masalah tersebut. Pada kejadian tersebut, peneliti mencoba untuk mencairkan suasana dengan selipan humor yang akan meredam

perasaan tersebut hingga proses pengambilan data kembali berjalan dengan lancar.

B. Pertisipan Penelitian 1. Data Partisipan

Partisipan penelitian berjumlah tiga orang remaja yang pernah menjadi korban tindakan cyberbullying. Partisipan saat penelitian berstatus sebagai mahasiwa berusia 19 tahun dan 20 tahun. Dua partisipan berasal dari Bekasi, dan satu partisipan merupakan orang asli Yogyakarta. Data partisipan sebagaimana tampak pada Tabel berikut.

Tabel 5

Data Partisipan

No Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 1

2

Inisial

Jenis kelamin

LDR Permpuan

A Laki-laki

GL Laki-laki

3 Daerah asal Bekasi Yogyakarta Bekasi

4 Usia 19 tahun 20 tahun 20 tahun

5 Tempat tinggal Bekasi Kalasan Tambun

6 Anak ke 2 2 3

7 Status Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa

8 Jenis cyberbullying Body shaming

Body shaming Body shaming

9 Durasi

cyberbullying

Terkesan lama

Terkesan lama Terkesan lama 10 Frekuensi

cyberbullying

Dirasakan P1 sering

Dirasakan P2 sering

Dirasakan P3 sering 11. Tema

cyberbullying

Fisik tubuh kurus, jerawatan

Kulit hitam, panggilan dengan nama

hewan

Penamplan rambut

12 Intensitas cyberbullying

Sangat tinggi Tinggi Tinggi

2. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara

Data terkait dengan identitas ketiga partisipan dan latar belakang partisipan keluarga hingga partisipan menjadi korban cyberbullying penting disajikan untuk melihat identitas dan latar belakang partisipan.

a. Pertisipan 1 (P1)

P1 merupakan seorang remaja perempuan berusia 19 tahun yang berasal dari Bekasi. P1 tinggal bersama keluarganya yakni bapak dan ibu. Saat proses wawancara, P1 sedang menunggu hasil pengumuman SNMPTN dari universitas yang dipilih. P1 merupakan orang yang mudah bergaul dengan temannya baik dengan perempuan maupun laki-laki. Selain itu, P1 menceritakan bahwa teman-teman menilai dirinya merupakan orang yang aktif. Namun dibalik orang yang selalu aktif, P1

mengaku termasuk orang yang malas bergerak dan tidak peduli dengan hal yang menurutnya tidak penting untuk dibahas. P1 dapat mengalami mood swing secara tiba-tiba yang berasal dari lingkungan sekitar.

P1 adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya sudah menikah. Ayah P1 bekerja di suatu sekolah swasta dan ibu bekerja sebagai guru di Jakarta. P1 merasa bahwa hubungan dengan keluarganya baik-baik saja seperti keluarga pada umumnya seperti cara berkomunikasi dengan orang tua dan kakaknya. P1 merasa nyaman dengan ibunya ketika ingin menyampaikan cerita maupun pendapat ketika sedang mengalami suatu masalah baik personal maupun dengan lingkungannya. Jika P1 bercerita dengan ayahnya, ia merasa ayahnya hanya menanggapinya sebisa mungkin. Hubungan P1 dengan kakaknya memiliki kedekatan yang akrab namun jika bercerita dengan kakaknya hanya menanyakan mengenai pengalaman sehari-hari, pengalaman di sekolah dan pengalaman kakaknya setelah menikah.

Pertama kali P1 mengalami cyberbullying yaitu pada saat Facebook dan Twitter mulai berkembang. Saat itu P1 merasa dirinya disindir dan beberapa dari temannya menjelekkan dirinya di media sosial yang dapat dilihat banyak orang seperti mengatakan dirinya yang kurus dan wajahnya penuh jerawat. Selain itu, P1 mendapatkan komentar negatif dari akun yangtidak dikenal di media sosial Twitter dengan mengatakan P1 selalu mencari perhatian dan menjelekkan dirinya. Menghadapi bullying tersebut, P1 merasa kesal terhadap pelaku

yang sudah melakukan bullying pada dirinya. P1 merasa sedih dengan hal tersebut yang membuat dirinya menjadi menarik diri, stres hingga takut melakukan suatu hal yang dapat menimbulkan kesalahan dalam dirinya.

Wawancara dengan partisipan dilaksanakan sebanyak dua kali pada anggal 18 Juli 2020 dan 21 Agustus 2020. Wawancara pertama partisipan menggunakan kaos dan celana panjang serta masker untuk mengikuti protokol kesehatan guna menangkal Covid-19. Wawancara dilakukan di taman dekat rumah partisipan. Keadaan di sekitar taman tidak ramai sehingga wawancara dapat berjalan dengan lancar dan kondusif. Sebelum melakukan wawancara, peneliti dan partisipan melakukan rapport selama kurang lebih 30 menit guna mencairkan suasana dalam melakukan wawancara. Setelah itu, wawancara dilakukan selama sekitar kurang lebih 75 menit. Saat bertemu, partisipan terlihat semangat untuk menyampaikan pengalaman mengenai cyberbullying yang pernah dialaminya semasa sekolah. Wawancara berjalan dengan lancar, namun peneliti kurang dalam menggali pengalaman partisipan sehingga wawancara pertama mendapatkan data yang kurang mendalam.

Pada wawancara kedua, partisipanmenggunakan pakaian kaos dan celana jeans pendek selutut. Wawancara bertempat di taman dekat rumah partisipan berlangsung sekitar selama 60 menit. Wawancara dilakukan kembali karena peneliti kurang mendapatkan informasi lebih

dalam. Selama wawancara partisipan nampak lebih bersemangat dikarenakan ada sesuatu yang positif yang membuat partisipan lebih siap sehingga wawancara berjalan dengan lancar tanpa ada kendala apapun.

b. Partisipan 2 (P2)

P2 merupakan seorang remaja berusia 19 tahun sedang menjalankan studi di salah satu universitas swasta di kota Solo. P2 bertempat tinggal di Kalasan, Yogyakarta bersama dengan ibunya. P2 merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak P2 seorang perempuan yang sedang melakukan studi di Bandung. P2 merupakan anak yang penurut dan jarang pergi keluar rumah sehingga P2 membantu pekerjaan ibunya di rumah.

P2 merasa memiliki kedekatan yang baik dengan ibunya, karena dari kecil ia selalu dijaga ibunya hingga saat ini. Ketika P2 mengalami suatu masalah, maka ibunya selalu membela dan melindunginya. Maka dari itu, P2 tidak ingin membuat ibunya kecewa terhadap perilakunya.

Berbeda dengan ibunya yang selalu perhatian dan peduli pada P2, Ayah P2 sekedar memberikan masukan ketika P2 ingin melakukan sesuatu.

Sedangkan dengan kakaknya, P2 saat ini jarang bertemu dengan kakaknya karena sedang melakukan studi di Bandung. Namun sebelum kakaknya pindah ke Bandung, P2 kadang berantem dengan kakaknya karena ia membuat kamarnya berantakan sehingga kakaknya tidak terima dengan perlakukan P2.

Ibu dari P2 merupakan seorang ibu rumah tangga, namun memiliki pekerjaan sampingan yakni laundry pakaian dan ikut temannya berdagang roti. Sedangkan ayahnya saat itu bekerja sebagai pegawai swasta dan untuk saat ini tidak diberitahu informasi yang lebih oleh P2 mengenai ayahnya.

Pengalaman P2 menjadi korban cyberbullying berawal ketika P2 diejek oleh temannya serta akun tidak dikenal yang memanggilnya bukan dengan nama asli melainkan dengan nama hewan. Selain itu, P2 sempat dilecehkan fisiknya oleh pelaku dengan mengatakan dirinya hitam serta ada juga yang mengatakan kata-kata kasar yang membuat dirinya kesal, kecewa dan membuat P2 selalu berpikiran tentang hal-hal yang tidak mengenakkan dirinya.

Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2020. Sebelum melakukan wawancara, peneliti meminta izin pada ibu dari partisipan terlebih dahulu. Wawancara pertama dilakukan di rumah partisipan tepatnya di kamar tidur pertisipan. Saat melakukan wawancara, partisipan mengenakan kaos dan celana pendek untuk menambah rasa santai saat melakukan wawancara. Peneliti membangun rapport kepada partisipan guna melancarkan ketika melakukan wawancara. Partisipan terlihat mengikuti alur yang sudah disiapkan oleh peneliti. Pada saat wawancara, setiap respon yang di keluarkan oleh partisipan mengandung rasa kepercayaan diri dan penuh semangat dengan logat bahasa jawanya. Namun di sisi lain, ketika partisipan mengungkapkan

yang berkaitan dengan ibunya tampak rasa penuh sayang kepada ibunya yang menurut partisipan, ia tidak ingin melihat ibunya kecewa terhadap apa yang terjadi pada partisipan. Wawancara berjalan selama 90 menit.

Kendala peneliti saat wawancara, peneliti mengalami sedikit gangguan dari luar yakni anak kecil yang bermain di depan rumah partisipan.

c. Partisipan 3 (P3)

P3 merupakan seorang ramaja laki-laki berusia 20 tahun yang sedang menempuh studi di universitas swasta di Bekasi. P3 tinggal di daerah Bekasi Barat bersama kedua orang tuanya dan adiknya, sedangkan kakak dari P3 di Jakarta tinggal bersama dengan adik bapaknya. Pekerjaan bapak dari P3 tidak diungkapkan oleh P3, sedangan ibunya sebagai rumah tangga. Begitu pula kakak P3 tidak diberi tahu mengenai pekerjaannya, sedangkan adiknya sekolah di bangku SMA kelas 2. P3 merasa dirinya orang yang aktif baik di keluarga maupun di lingkungan sekolah. Selain itu, P3 aktif menjalin pertemanan dengan sering berkumpul dengan teman-temannya. P3 sering melakukan kegiatan di luar rumah dengan teman sekolahnya untuk saling berbagi cerita dan membicarakan tentang cinta. Namun, P3 tetap peduli dengan adiknya.

Meskipun anak kedua sedangkan adiknya perempuan, ia selalu menjaga dan bertanggung jawab ketika adiknya mengalami sesuatu yang dapat menyakiti adiknya. P3 memiliki kedekatan yang baik dengan keluarganya terutama dengan bapaknya. Hal ini sebabkan karena P3 dan

ayahnya memiliki hobi yang sama yaitu memancing. P3 cukup sering melakukan kegiatan memancing dengan bapaknya termasuk dengan teman-teman dari bapaknya. Selain itu, P3 merasa bapaknya bisa untuk melakukan kerja sama untuk mendapatkan persetujuan dari ibunya seperti persetujuan untuk membeli barang dan mancing bersama.

Pengalaman pertama P3 mengalami cyberbullying terjadi saat ia merasa bentuk rambut yang aneh sehingga ia mencoba untuk memotong rambutnya hingga botak dan berharap dapat tumbuh tidak seperti semula namun gagal. Alhasil temannya yang perempuan mengejek P3 karena bentuk rambutnya. Selain itu, P3 juga pernah mendapatkan komentar kasar di Instagram oleh orang yang tidak ia kenal. Hal tersebut membuat P3 menjadi kesal dengan orang yang selalu melihat atau mengomentari negatif mengenai penampilannya. Akibatnya, P3 menjadi takut dan tidak percaya diri. Dampaknya P3 menjadi semakin kepikiran dengan perilaku orang yang mengomentari rambut serta penampilannya.

Wawancara bersama partisipan dilakukan pada tanggal 4 November 2020. Wawancara pertama partisipan menggunakan hoodie hitam serta celana pendek berwarna cokelat. Sebelum melakukan wawancara, peneliti dan partisipan melakukan perbincangan mengenai lingkungan sekolah serta lingkungan perkuliahan. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 75 menit. Keadaan saat wawancara di sebuah café tidak begitu ramai, sehingga peneliti dan partisipan tidak

begitu mengalami kendala yang berat dan bisa ditangani secara langsung. Selama melakukan wawancara, partisipan merespon pertanyaan peneliti sangat baik tidak ada kesulitan dalam menangkap pertanyaan hanya saja di saat terakhir peneliti sempat kebingungan akan jawaban partisipan. Namun, partisipan menjelaskan kembali secara detail. Partisipan sempat terdistraksi dengan hal kecil seperti orang lewat di belakang peneliti.

C. Hasil penelitian

1. Analisis data partisipan 1 a. Jenis Cyberbullying

P1 mendapatkan cyberbullying di media sosial berupa ejekan terhadap kondisi fisik dirinya. Jenis bullying yang menyerang kondisi fisik atau penampilan lebih dikenal dengan body shaming. P1 dilecehkan dengan menyebut fisik dirinya yang dikatakan sebagai terlalu kurus dan kulit berjerawat. Durasi cyberbulling dirasakan P1 sangat lama karena karena pelaku juga adalah dari lingkungan teman-temannya sendiri.

Karena pelaku ada di lingkungan teman-temanya sendiri, frekuensi cyberbullying juga dirasakan P1 sebagai sangat sering.

P1 merasa sangat sedih diserang dengan kata-kata yang menyakitkan hati yang tersimpan kuat dalam ingatannya. P1 selalu memikirkan sakit hatinya telah diserang dengan kata-kata yang

menyakitkan. Apalagi, P1 tidak mengenal orang-orang yang telah melakukan cyberbullying terhadap dirinya.

P1 merasa terkejut dan kesal saat mengalami cyberbullying, sehingga membuat P1 berpikir apa ada sesuatu yang salah pada dirinya yang menyebabkan P1 menjadi korban cyberbullying. P1 kemudian menarik diri dengan cara tidak aktif terlebih dulu di media sosial agar tidak bertambah sedih dan sakit hati. P1 merasa stress mendapat serangan dari orang yang tidak dikenalinya.

P1 takut untuk bertemu dengan orang lain, bukan hanya di media sosial tetapi juga bertemu orang yang tidak dikenalnya dalam keseharian.

P1 khawatir di sekolah bertemu dengan orang yang telah melakukan bullying dirinya di media sosial. Dalam bayangan P1, apabila orang yang melakukan bullying pada dirinya ketika orang tersbut bertemu dengannya akan menyalahkan P1. Kekhawatrian ini akhirnya membuat P1 lebih memilih di dalam rumah saja, tidak mengikuti kegiatan di sekolah. P1 takut salah ngomong atau menyinggung perasaan orang lain sehingga P1 lebih memilih lebih banyak diam di kamar. Ketakutan P1 ketika melakukan kesalahan tanpa dia sadari sehingga membuat orang lain marah dan berujung serangan pada dirinya. P1 menjadi sangat berhati-hati sehingga cenderung menarik diri dengan maksud agar tidak terulang pengalaman cyberbullying pada dirinya.

Bukan hanya sekali P1 mendapat cyberbullying di medsos.

Sebelumnya, teman-temannya di Line serta BBM (Blackberry

Messanger) juga memanggil dirinya bukan menyebutkan nama, tetapi

Messanger) juga memanggil dirinya bukan menyebutkan nama, tetapi