Menurut Arifin, peran ayah (fathering) dari perspektif Islam dirumuskan ke dalam enam teori peran ayah, yaitu:36
1. Peran ayah sebagai Pemimpin (Leader). Dengan dasar sabda Nabi SAW:
...
ِهِتَّيِعَر ْنَع ٌلوُئْسَم َوُهَو ِهِلْهَأ ِفِ ٍعاَر ُلُجَّرلاَو ِهِتَّيِعَر
.
..
Artinya: “…Dan seorang laki-laki juga pemimpin dalam
keluarganya, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab atas yang dipimpinnya…” (HR. Bukhari: 4789).
Hadits diatas menunjukkan bahwa sudah merupakan tanggung jawab ayah untuk membimbing istri dan anak-anaknya kepada kebaikan dalam menuju jalanNya. Urgensinya bisa dilihat bahwa pertanggungjawaban ayah atas istri dan anak-anaknya akan dipertanyakan di akhirat nanti. Jika ayah sebagai pemimpin lalai dalam membimbing istri dan anak-anaknya ke jalanNya, maka konsekuensinya adalah dia dan keluarganya terancam masuk neraka. Seperti yang disebut dalam surat At-Tahrim ayat 6:
ُةَراَجِْلْاَو ُساَّنلا اَهُدوُقَو اًرَنَ ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْ نَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اََُّ يَأ َيَ
اَم َنوُلَعْفَ يَو ْمُهَرَمَأ اَم ََّللَّا َنوُصْعَ ي َلَ ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِئ َلََم اََْ يَلَع
َنوُرَمْؤُ ي
36 Bunyanul Arifin, “Peran Ayah dalam Perspektif Islam dan
Implementasinya terhadap Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Jakarta”,
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim [66]: 6)
2. Peran ayah sebagai Penyedia Kebutuhan Ekonomi (Economic Provider), dengan dasar Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233:
...
ۚ ِفوُرْعَمْلِبِ َّنَُُ تَوْسِكَو َّنَُُ قْزِر ُهَل ِدوُلْوَمْلا ىَلَعَو
...
Artinya: “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah
dan pakaian mereka (para ibu) dengan cara patut…”
(Al-Baqarah [2]: 233)
Menurut tafsir Kementrian Agama RI, potongan ayat diatas berarti setiap ayah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan para ibu baik sandang maupun pangan sesuai dengan kebutuhannya. Ibu laksana wadah bagi anak sedang bapak sebagai pemilik wadah itu. Maka sudah sewajarnya seorang ayah berkewajiban memberi nafkah kepada orang yang menjadi tanggung jawabnya dan memelihara serta merawat yang merupakan miliknya. Kemudian mengenai keutamaan dalam hal menafkahi keluarga, Rasulullah SAW pernah bersabda:
ًةَقَدَص ُهَل ْتَناَك اََُ بِسَتَْيَ َوُهَو ِهِلْهَأ ىَلَع ًةَقَفَ ن ُمِلْسُمْلا َقَفْ نَأ اَذِإ
Artinya: “Jika seorang muslim memberi nafkah padakeluarganya dengan niat mengharap pahala, maka baginya hal itu adalah sedekah.” (Bukhari no. 4932)
Dan dalam hadits lain Rasulullah juga bersabda:
ُلوُعَ ت ْنَِبِ ْأَدْباَو ًنًِغ ِرََْظ ْنَع َناَك اَم ِةَقَدَّصلا ُرْ يَخ
Artinya: “Sebaik-baik sedekah adalah setelah kecukupanterpenuhi. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.” (Bukhari no. 4937)
3. Peran ayah sebagai Pelindung (Protector) dengan dasar dari Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 9:
ْمَِْيَلَع اوُفاَخ اًفاَعِض ًةَّيِ رُذ ْمَِِفْلَخ ْنِم اوُكَرَ ت ْوَل َنيِذَّلا َشْخَيْلَو
َ ف
اوُقَّ تَ يْل
اًديِدَس ًلَْوَ ق اوُلوُقَ يْلَو ََّللَّا
Artinya: “Dan hendaklah takut (kepada Allah)orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir (terhadap kesejahteraannya). Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar” (Q.S.
An-Nisa [4]: 9)
Kandungan ayat tersebut memerintahkan agar para orang tua memiliki rasa khawatir meninggalkan anak-cucu (keturunan) yang lemah. Lemah dalam hal fisik, psikis, ekonomi, kesehatan, intelektual, moral dan lain sebagainya. Yang kemudian rasa khawatir ini membawa usaha orang tua untuk melindungi anak-cucu (keturunan)-nya dari kelemahan-kelemahan yang telah disebutkan. Sehingga anak-cucu kita kelak tidak lahir dalam keadaan tidak sehat, tidak cerdas, kurang gizi, dan terlantar tidak terpelihara.
Nabi SAW pernah mempercepat salatnya ketika mendengar tangisan seorang bayi karena khawatir ibunya
gelisah sehingga terganggu salatnya. Dalam kisah lain, Nabi SAW pernah salat dan sujudnya agak lama. Ternyata ada cucunya Hasan dan Husain menunggangi punggungnya. Nabi SAW tidak sampai hati bangun dari sujud khawatir cucunya terlepas atau terjatuh.37 Ini merupakan tanda bahwa beliau seorang penyayang dan pelindung terhadap anak-anak.
Nabi SAW juga pernah berpesan berkaitan dengan pergaulan anak hendaklah orang tua mencarikan teman bergaul yang baik. Dalam sebuah hadis beliau bersabda:
“Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh sebab itu hendaklah seseorang memperhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya”. (HR. Abu Dawud)
Hadis di atas menerangkan bahaya teman duduk yang buruk begitu pula bergaul dengan orang-orang yang jahat serta menjadikan mereka teman dekat sama bahayanya. Agama yang dimaksud hadis di atas adalah cara hidup atau tingkah laku sehari-hari. Jadi jika ingin anak kita menjadi orang baik maka carikanlah teman bergaul yang cara hidup dan tingkah lakunya baik. Ibnu Sina pernah mengatakan, bahwa hendaknya seorang anak bergaul dengan anak-anak sebayanya yang memiliki etika yang lebih baik dan sepak terjang yang terpuji. Hal itu karena sesungguhnya pengaruh seorang anak terhadap anak lain
37 Jamal Abdurrahman, Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), diterjemahkan oleh: Bahrun Abu Bakar, hlm. 89 dan 92.
yang seusia lebih mendalam, lebih berkesan dan lebih dekat dengannya.38
Dan masih banyak lagi pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari kisah-kisah Islami mengenai apa yang bisa seorang ayah lakukan sebagai pemimpin dalam melindungi anak-anaknya.
4. Peran ayah sebagai Pendidik (Educator) dengan dasar surat Al-Jumuah ayat 2:
ِم ًلَوُسَر َينِ يِ مُْلْا ِفِ َثَعَ ب يِذَّلا َوُه
ِتَيَآ ْمَِْيَلَع وُلْ تَ ي ْمَُْ ن
ْمَِيِ كََُ يَو ِه
ٍينِبُم ٍل َلََض يِفَل ُلْبَ ق ْنِم اوُناَك ْنِإَو َةَمْكِْلْاَو َباَتِكْلا ُمَُُمِ لَعُ يَو
Artinya: “Dialah yang mengutus kepada kaum yangbuta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Jumuah [62]: 2)
Sebagai ayah yang bertanggungjawab atas anak-anaknya, penting menjadi pendidik yang mendidik anaknya menjadi pribadi yang baik. Dari ayat diatas, dapat dikatakan bahwa pendidikan terjadi untuk mendidik seseorang menjadi lebih baik maupun mulia dibanding saat sebelum diberikan pendidikan. Inilah pendidikan yang diharapkan muncul dari sosok ayah terhadap anaknya. Bukan didikan yang membawa anak pada kemudharatan.
38 Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Semarang: Asy-Syifa’, 1992), jilid 5, hlm. 212.
Dalam surat Luqman, menceritakan banyak tentang Luqman sebagai seorang ayah yang senantiasa mendidik anak-anaknya dengan berbagai nasihat yang dilakukan dengan kasih sayang. Nasihat-nasihat itu di antaranya adalah larangan menyekutukan Allah (31:13). Kemudian Luqman melanjutkan nasihatnya yang berkaitan dengan amal saleh yang puncaknya adalah shalat, dan amal kebaikan yang tercermin dalam ‘amr ma’ruf nahi munkar serta membentengi diri dari kegagalan (31:17). Nasihat tentang adab ketika berbicara dan tetaplah tawadu’ atau rendah hati (31:18-19). Dan masih banyak lagi, termasuk diluar surat Luqman dan suri tauladan Nabi Muhammad SAW maupun tokoh-tokoh Islam lainnya yang bisa diambil hikmahnya mengenai cara mendidik anak dengan baik.
5. Peran ayah sebagai Teman bermain (Playmates). Dalam hal ini terdapat banyak hadits yang menjelaskan sikap Nabi Muhammad SAW bermain dengan anak-anak. Diantara besarnya perhatian Rasulullah SAW terhadap kedua orang tua yang menemani anak mereka bermain adalah beliau menyeru secara umum kepada setiap orang tua agar ikut bermain bersama anak-anaknya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Abu Sufyan: Aku masuk menemui Muawiyah yang saat itu sedang berbaring telentang. Di atas dadanya ada anak kecil laki-laki atau perempuan yang sedang bercanda dengannya. Aku katakan, “Turunkan anak itu, Wahai Amirul
Mukminin.” Dia menjawab, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa memiliki anak kecil, hendaknya bermain dengannya.”39
6. Peran ayah sebagai Sahabat (Friend). Pertemanan memainkan peranan penting dalam memberikan pengaruh pada jiwa anak. Seseorang adalah cerminan dari temannya. Lebih menyerupai penyandingan antara dua orang yang saling berteman. Mereka saling belajar satu sama lain.40
Rasulullah SAW juga berteman dengan anak-anak di banyak kesempatan. Sekali waktu beliau menemui Ibnu Abbas dan berlalu bersama di jalan. Ada kalanya beliau menemani anak-anak tanpa merasa canggung dan sombong, tanpa merasa tinggi hati dan angkuh. Ini termasuk hak anak untuk berteman dengan orang-orang dewasa untuk belajar dari mereka agar dirinya tertata, akalnya terlatih dan kebiasaannya menjadi baik.41