• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran di Bidang Hukum

Dalam dokumen buku MENJADI PEREMPUAN TERDIDIK (Halaman 191-196)

DAN KESETARAAN GENDER Pada bab sebelumnya telah dibahas keterdidikan

5.4 Peran di Bidang Hukum

Dalam novel Saman dan Larung karya Ayu Utami ditemukan tokoh perempuan terdidik yang menekuni pekerjaan sebagai pengacara, yaitu Yasmin Moningka. Profesi Yasmin sebagai pengacara itulah yang menyebabkan dirinya bertemu kembali dengan Wisanggeni, yang kemudian berganti nama menjadi Saman.

Dalam menjalani profesinya sebagai pengacara, Yasmin digambarkan menangani kasus pasca kecelakaan kerja di area pengeboran minyak lepas pantai oleh perusahaan Texcoil Indonesia yang menyebabkan tewasnya seorang pekerja bernama Hasyim. Kasus tersebut terjadi ketika Laila mengunjungi lokasi untuk mendapatkan data tulisannya. Kecelakaan kerja terjadi karena Rosano sebagai penanggungjawab perusahaan tidak mau mendengarkan masukan Sihar Situmorang, seorang insinyur analis kandungan minyak yang menyatakan bahwa dalam kondisi tekanan gas di bawah perut bumi sedang naik berbahaya menjalankan proses pengeboran minyak. Kecelakaan tersebut menyebabkan kematian Hasyim Ali (Utami, 1998:19).

Sebagai saksi mata atas peristiwa kecelakaan tersebut, Laila, yang pada saat itu berada di lokasi karena sedang me- ngumpulkan data untuk penulisan profil perusahaan Texcoil Indonesia, tergugah untuk membela korban dan membuka kasus tersebut ke publik agar Rosano, yang menyebabkan kecelakaan tersebut terjadi, diadili (Utami, 1989:22). Oleh karena itu, Laila kemudian menghubungi Saman dan Yasmin.

―Di samping menggugat Texcoil, kasus ini

harus dibuka dan dikampanyekan di media massa. Harus ada orang-orang yang mau mendukung keluarga korban jika terjadi tekanan-tekanan. Harus ada LSM-LSM yang memprotes dan mengusiknya terus. Dan saya punya teman yang

bisa mengerjakan itu.‖ ―Siapa dia?‖….

―Dia… dia orang yang banyak ide dan

berani. Namanya … Saman.‖ Dulu namanya bukan Saman.

Niat Laila untuk membawa kasus kecelakaan tenaga kerja tersebut ke ranah hukum akhirnya mempertemukan dirinya kem- bali dengan sahabat-sahabatnya, Saman (Wisanggeni), Yasmin, dan Cok. Kemampuan Yasmin sebagai pengacara dan Saman sebagai aktivis sosial ditunjukkan melalui keberhasilannya me- maksa pengadilan menyidangkan suatu kasus yang berpotensi dipetieskan seperti tampak pada kutipan berikut.

Hari-hari dan bulan-bulan berikutnya, kami mengurus perkara ini. Saman dan Yasmin berhasil mengorganisasi teman-temannya di media massa untuk membongkar persoalan ini. Memang tidak mudah. Kami semua menduga, pada permulaan Texcoil berusaha menutupi kasus ini dengan menyogok polisi dan jaksa agar perkara ini tidak diusut. Tetapi karena surat kabar terus menerus menulis agar gugatan perdata keluarga korban diterima pengadilan, Rosano akhirnya diperiksa dan disidangkan. Sihar menjadi salah satu saksi yang memberatkan. Tetapi, seseorang yang berpengaruh–barangkali ayahnya dan teman- teman pejabat itu—menjamin Rosano, sehingga dia bisa menjadi tahanan luar. Dia tetap bekerja, mewakili Texcoil di beberapa rig, seolah-olah kecelakaan adalah suatu kebiasaan, dan kebiasaan adalah sebuah kewajaran.

(Utami, 1998:34) Dari kutipan tersebut tampak bagaimana Yasmin yang bekerja sama dengan Saman berhasil mengorganisasi media massa untuk membentuk opini publik dalam rangka membela korban dan memaksa pengadilan untuk menyidangkan kasus tersebut. Dalam novel tersebut digambarkan bahwa sebelum menjadi pengacara Yasmin belajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Jakarta. Karena kecerdasannya, Yasmin dapat diterima di universitas tersebut melalui program PMDK, tanpa testing (Utami, 1998:153).

Dalam Saman juga digambarkan Yasmin memiliki jaringan kerja internasional dengan Human Rights Watch, sebuah organisasi hak-hak asasi manusia terbesar yang bermarkas di

Amerika Serikat (http://www.direktori-perdamaian.org/ina/- org_intdetail.php?cardno=8). Para peneliti Human Rights Watch

melaksanakan investigasi-investigasi untuk menguak kenyataan yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak asasi manusia di seluruh belahan dunia. Pada awalnya Human Rights Watch

didirikan pada tahun 1978 sebagai Helsinki Watch untuk mengawasi pemenuhan kewajiban negara-negara blok Soviet atas hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tertera dalam pedoman Helsinki Accords. Pada sekitar tahun 1980-an, American Watch didirikan untuk menepis dugaan bahwa pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh satu pihak pada perang di Amerika (http://www.direktori-per- damaian.org/ina/org_intdetail.php?cardno=8).

Dalam novel Saman, atas peran Yasmin dalam lembaga tersebut, Saman yang dituduh terlibat sebagai aktor intelektual demontrasi buruh besar-besaran di Medan pada bulan April 1994 berhasil diselamatkan dengan melarikan diri ke Amerika. Peris- tiwa demonstrasi dan pemogokan buruh besar-besaran yang ter- jadi di Medan 1994 menjadi latar belakang cerita yang menye- babkan Saman menjadi salah satu tokoh yang dikejar-kejar oleh aparat keamanan. Dari arsip data di hamline.edu/apakabar/- basisdata/1994/05/05/0002 dapat diperoleh informasi bahwa antara tanggal 1 Maret 1994 sampai dengan 16 April 1994, terjadi demontrasi dan pemogokan buruh besar-besaran di Medan, melibatkan 26.000 buruh. Demontrasi yang semula bertujuan menuntut kenaikan gaji dan THR tersebut berkembang menjadi demonstrasi antiketurunan Cina dan menyebabkan terbunuhnya seorang pengusaha Kwok Joe Lip alias Yuli Kristanto. Setelah peristiwa tersebut pada 2 Mei ketua SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia) cabang Medan Amosi Telaumbanua bersama wakil ketua dan sekretaris DPC Soniman Lafao dan Fatiwanalo Zega diperiksa di Mapoltabes Medan sebagai tersangka dalam kasus unjuk rasa buruh dan perusahaan di kota itu (Suara Pembaruan, Senin 2 Mei 1994). Dalam Saman peristiwa tersebut digambarkan melalui surat Saman yang dikirimkan kepada Yasmin sebagai berikut.

Sekarang bagaimana keadaan di tanah air, terutama Medan? Aku baru mulai memeriksa laporan dan file tentang unjuk rasa yang rusuh dua pekan lalu itu, yang akhirnya membikin aku terdampar di sini.

Nampaknya banyak orang tidak begitu faham apa yang terjadi dan menjadi canggung untuk bersikap. Demonstrasi buruh yang diikuti enam ribu orang sebetulnya adalah hal yang simpatik dan luar biasa untuk ukuran Indonesia di mana aparat selalu terserang okhlosofobia -cemas setiap kali melihat kerumunan manusia. Namun, simpati orang segera berbalik setelah unjuk rasa itu menampilkan wajah rasis dan memakan korban. Aku amat sedih dan menyesali kematian

pengusaha Cina itu…

(Utami, 1998:168) Dalam novel tersebut diceritakan bahwa sebagai aktivis yang memiliki hubungan dengan SBSI, Saman dianggap sebagai salah satu aktor intelektual dan masuk dalam daftar pencarian orang. Seperti dikemukakan dalam http://www.kontras.org, dalam bukunya Menerobos Jalan Buntu: Kajian terhadap Sistem Peradilan Militer di Indonesia (2009), para aktivis yang ditangkap dalam aksi-aksi sosial di Indonesia pada masa Orde Baru diadili di pengadilan militer, prosesnya tertutup, tidak transparan, dan tidak mengakomodasi kepentingan korban. Akibatnya, pelaku yang diadili hanyalah pelaku lapangan, hukuman rendah sementara kebenaran tidak terungkap. Di samping itu, hak-hak korban juga tak kunjung dipenuhi. Oleh karena itu, untuk menghindarkan Saman—yang dituduh sebagai aktor intelektual demonstrasi buruh di Medan 1994—dari sistem peradilan militer yang melanggar hak azasi manusia tersebut, Yasmin yang memiliki hubungan dengan Human Rights Watch menolong Saman untuk melarikan diri ke luar dari Indonesia. Perjuangan Yasmin dalam menyelamatkan Saman tampak dari catatan harian yang ditulis oleh Saman yang dikirimkan kepada Yasmin, misalnya pada kutipan berikut.

18 April - Segelintir penduduk mulai merasa aman karena patroli rutin. Warung-warung mulai buka. Tiba-tiba Yasmin datang dari Palembang, baru dari sidang Rosano. Ia muncul dengan dandanan seperti amoy Singapura yang paling menor—celana panjang ketat motif kulit macan, jaket hitam plastik, kaca mata matahari besar. Aku tidak mengenali. Rupanya ia menyamar

sebagai rekan bisnis pemilik butik yang kutempati. Menurut lobi ayahnya di kepolisian Jakarta, aku termasuk lima orang yang paling diburu. Ia membujukku untuk melarikan diri ke luar negeri. Katanya, itu bukan pendapatnya sendiri, melainkan kesepakatan kawan-kawan yang lain. Kebetulan Human Rights Watch butuh seseorang untuk membuat jaringan informasi di Asia Teng- gara. Ia seperti memaksaku menerima pekerjaan itu. Teman-teman sudah setuju, katanya. Aku merasa tak punya waktu untuk menimbang- nimbang. Dalam kondisi begini, apa ada waktu berpikir terlalu panjang? Semakin lama menunda keputusan, semakin sulit keluar dari negeri ini.

(Utami, 1989:174—175) Dari kutipan tersebut tampak bahwa dengan kecerdasan dan koneksinya, Yasmin memiliki peran yang cukup besar untuk menyelamatkan Saman dari target operasi keamanan pemerintah Orde Baru. Yasmin, bahkan telah mempersiapkan dengan rapi strategi dan penyamaran Saman agar berhasil berangkat ke Amerika.

Kini Yasmin telah mengurus segalanya agar aku pergi dari Indonesia. dan Cok dipilihnya sebagai orang yang akan membawaku dari Medan. Semua aku ragu karena aku tak begitu kenal anak ini. tapi Yasmin nampaknya percaya betul pada teman karibnya. Dan ternyata mereka mendandaniku dengan serius, menempel kumis palsu, mencukur rambutku, dan mencabuti alisku agar bentuknya berubah. Lalu mereka mencocok- cocokkan wajahku dengan foto pada sebuah KTP, kartu identitas salah seorang pesuruh Cok di sebuah hotelnya di Pekanbaru. Yasmin memang telah menyiapkan segala hal dengan rapih seperti ia biasa bekerja.

(Utami, 1989:175) Dari pembahasan tersebut tampak digambarkan bagaimana seorang perempuan (Yasmin) telah berhasil

menjalankan perannya dalam bidang hukum, khususnya dalam perlindungan terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh sejumlah aparat pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini perempuan seperti tokoh Yasmin tidak hanya menjadi seorang pengacara dalam kasus-kasus lokal, tetapi juga yang melibatkan jaringan internasional seperti Human Rights Watch.

Dalam konteks pembagian kerja tradisional yang menempatkan perempuan pada beberapa lapangan kerja yang

stereotype bidang perempuan, seperti pendidik, perawat, dan sekretaris, maka Yasmin telah berhasil menerobos sekat-sekat pembagian kerja secara seksual. Pekerjaan yang dilakukan Yasmin bukanlah pekerjaan stereotype khas perempuan seperti pada beberapa novel sebelumnya. Dalam perspektif feminis liberal, aktivitas dan kecerdasan Yasmin juga menunjukkan bahwa kemampuan intelektual perempuan dan laki-laki pada dasarnya sama jenisnya. Kalau pun terjadi perbedaan pencapaian intelektual antara perempuan dengan laki-laki adalah semata- mata hasil dari pendidikan laki-laki yang lebih lengkap dari pada perempuan dan posisi laki-laki yang lebih diuntungkan (Mill via Tong, 2006:28). Dengan demikian, ketika para perempuan juga diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan yang sama dengan laki-laki, maka mereka pun juga mampu berperan di masyarakat seperti halnya kaum laki-laki. Dalam perspektif feminis liberal, perempuan dan laki-laki dapat saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat.

Dalam dokumen buku MENJADI PEREMPUAN TERDIDIK (Halaman 191-196)