BAB II PERANAN NOTARIS DALAM PELAKSANAAN GADA
B. Peran Notaris Dalam Pelaksanaan Gadai Saham Pada
Perbuatan hukum gadai saham merupakan suatu perbuatan hukum yang wajib dibuat secara tertulis oleh para pihak sebagai bukti otentik. Dalam praktek pelaksanaan gadai saham akte yang dibuat adalah dalam bentuk otentik notaril. Akta otentik notaril adalah suatu akta yang dibuat dihadapan pejabat publik (notaris) yang disebut dengan akta partij (akta pihak) yaitu akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan notaris). Didalam akta partij dicantumkan secara otentik keterangan- keterangan dari orang-orang yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta itu, disamping relaas dari notaris itu sendiri yang menyatakan bahwa orang-orang yang hadir itu telah menyatakan kehendaknya tertentu, sebagaimana yang dicantumkan dalam akta itu.41
Pada aktapartij undang-undang mengharuskan adanya tandatangan dari para penghadap kecuali terhadap alasan penghadap tidak dapat menandatangani akta tersebut, dalam hal mana alasan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta. Pelanggaran terhadap hal tersebut di atas mengakibatkan akta partji menjadi tidak otentik. Sehingga pada aktapartjiyang pasti secara otentik terhadap pihak lain yaitu
41 GHS Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.26
1. Tanggal dari akta
2. Tandatangan yang ada dalam akta itu
3. Identitas orang-orang yang hadir(comparanten)
4. Bahwa apa yang tercantum dalam akta tersebut adalah sesuai dengan yang diterangkan oleh para penghadap pada notaris untuk dicantumkan dalam akta itu, sedangkan kebenaran keterangan-keterangan tersebut hanya pasti antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Pada akta partji dapat digugat isinya tanpa menuduh akan kepalsuannya, dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan adanya diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu, akan tetapi keterangan itu adanya tidak benar. Artinya terhadap keterangan yang diberikan itu diperkenankan pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Yang menjadi dasar dari pembuatan akta notaris partji tersebut di atas adalah bahwa harus ada keinginan atau kehendak dan permintaan dari para pihak. Jika keinginan dan permintaan para pihak tidak ada, maka notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud. Notaris berwenang untuk membuat akta otentik hanya apabila hal itu dikehendaki untuk diminta oleh yang berkepentingan, hal mana berarti bahwa notaris tidak berwenang membuat akta otentik secara jabatan(ambtshalve).42
Dalam membuat aktapartjinotaris berwenang untuk memberikan penyuluhan (Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN) ataupun saran-saran hukum kepada para pihak
42Effendi Perangin-angin,Notaris dan Pembuatan Akta Otentik, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 21
tertentu. Ketika saran-saran tersebut diterima dan disetujui oleh para pihak kemudian dalam akta, maka saran-saran tersebut harus dinilai sebagai pernyataan atau keterangan para pihak sendiri. Akta otentik itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris sebagaimana diuraikan tersebut di atas tersebut harus memuat bentuk yang sudah ditetapkan undang-undang. Berdasarkan UUJN suatu akta notaris harus memenuhi ketentuan mengenai bentuk serta tata cara pembuatannya sebagaimana diuraikan dibawah ini diatur di dalam Pasal 38 UUJN yaitu :
1. Setiap akta notaris terdiri dari :
a. Awal akta atau kepala akta memuat hal-hal sebagai berikut : judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. Untuk akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana disebutkan di atas, akta tersebut juga harus memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya
b. Badan akta memuat hal-hal sebagai berikut :
1) Identitas penghadap dan/atau orang yang mewakili, yaitu nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka makili
2) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap
3) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan
4) Keterangan mengenai saksi pengenal, yaitu nama lengkap, tempat dan tanggal lahir dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi mengenal.
c. Akhir akta atau penutup akta memuat :
1) Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf 1 atau Pasal 16 ayat (7)
2) Uraian tentang penandatanganan dan tempat penantanganan atau penerjemahan akta pabila ada
3) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta
4) Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dala pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan dan penggantian
2. Berdasarkan Pasal 42 UUJN, akta notaris harus ditulis dengan jelas berupa kalimat yang berhubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan serta semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dengan akta, penyebutan tanggal, bulan dan tahun dinyatakan dalam huruf dan harus didahului dengan angka. Jika terdapat ruang dan sela kosong di antara kata dan kalimat di dalam akta harus digaris
dengan jelas sebelum akta ditandatangani. Hal ini adalah untuk mencegah adanya penyisipan kata-kata atau kalimat.43
Selain harus memenuhi bentuk akta sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf 1 dan Pasal 16 ayat 7 jo. Pasal 16 ayat 8 dan Pasal 46 UUJN, akta notaris, sebelum ditandatangani, harus dibacakan oleh notaris dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Hal ini gunanya adalah untuk mengkonfirmasi kebenaran isi akta, apakah memang akta tersebut berisi hal-hal yang memang dikehendaki dan dimaksudkan oleh penghadap.
Akta tersebut dapat tidak dibacakan dengan ketentuan (i) jika dikehendaki oleh penghadap, karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta tersebut dan (ii) hal tersebut (bahwa akta tidak dibacakan atas kehendak penghadap karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta tersebut) dinyatakan dalam akhir atau penutup akta serta setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris.
Pasal 40 UUJN mengatur ketentuan mengenai saksi, ketentuan mana, berdasarkan Pasal 41 UUJN, jika dilanggar akan mengakibatkan akta, jika ditandatangani oleh para pihak, hanya mempunyai ketentuan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau dengan kata lain kehilangan otentitasnya dan oleh karenannya tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Ketentuan mengenai saksi tersebut mewajibkan agar setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadapan
yang sedikit oleh dua orang saksi (kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain). Saksi-saksi mana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah 2. Cakap melakukan perbuatan hukum
3. Mengerti bahasa yang dipergunakan dalam akta 4. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf
5. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak
6. Saksi tersebut harus dikenal oleh notaris, atau dalam hal saksi tidak dikenal oleh notaris, saksi diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap (dimana dalam hal saksi diterangkan identitas dan kewenangannya oleh penghadap, pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta)
Pasal 39 UUJN mengatur ketentuan mengenai persyaratan seorang penghadap, yaitu :
1. Paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah 2. Cakap melakukan perbuatan hukum
3. Penghadap harus dikenal oleh notaris atau dalam hal penghadap tidak dikenal oleh notaris, penghadap dikenalkan kepadanya oleh (i) dua orang saksi
pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau (ii) diperkenalkan oleh dua penghadap lainnya (dalam hal mana pengenalan sebagaimana dimaksud dalam (i) dan (ii) tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta).
Berdasarkan Pasal 41 UUJN, jika ketentuan tersebut di atas dilanggar, maka akta yang bersangkutan, jika ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, hanya akan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau dengan kata lain kehilangan otentitasnya dan oleh karenanya tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Dalam pembuatan akta otentik gadai saham oleh notaris, notaris berperan untuk menampung kehendak para pihak baik itu pemberi gadai maupun penerima gadai (bank) yang kemudian diformulasikan dalam suatu akta otentik oleh notaris tersebut. Kehendak para pihak yang diformulasikan kedalam bentuk akta otentik tersebut berisikan hak dan kewajiban dari para pihak dalam pelaksanaan gadai saham tersebut. Hak dan kewajiban para pihak yang terdapat di dalam akta otentik gadai saham yang dibuat oleh notaris haruslah bersifat adil dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Sehingga akta otentik gadai saham tersebut benar-benar mencerminkan suatu hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh para pihak secara proporsional, berimbang dan adil.44
44Wawancara dengan Hestyani Hassan, SH, M.Kn, Notaris PPAT, pada tanggal 8 Januari 2013 di Kantornya Jl. Otto Iskandar Dinata III No. 13A Cipinang Cempedak, Jakarta.
Selain menampung dan memformulasikan kehendak para pihak untuk dimuat dalam suatu akta otentik notaril dalam perbuatan gadai saham, maka peran notaris selanjutnya adalah memberikanadvishukum terhadap para pihak guna terlaksananya gadai saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Advis hukum yang diberikan oleh notaril yang diterima oleh para pihak dan dimuat dalam akta otentik adalah menjadi pernyataan dari pada pihak itu sendiri, dan bukan lagi
advis hukum dari notaris yang bersangkutan. Advis hukum yang diberikan notaris adalah untuk memberikan petunjuk dan arahan agar pelaksanaan gadai saham yang dilakukan oleh para pihak tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.45
Peran notaris selanjutnya dalam pembuatan akta gadai saham adalah sebagai saksi atas perbuatan hukum pembuatan akta gadai saham tersebut. Notaris sebagai saksi atas pembuatan akta gadai saham tersebut adalah karena akta gadai saham tersebut dibuat oleh dan dihadapan notaris dan dihadiri oleh para penghadap serta oleh saksi-saksi. Bukti otentik yang menguatkan kesaksian notaris terhadap pembuatan akta gadai tersebut adalah minuta akta gadai saham tersebut disimpan oleh notaris. Minuta (asli) akta gadai saham yang disimpan oleh notaris merupakan bukti otentik yang sempurna untuk dijadikan alat bukti dipersidangan apabila terjadi sengketa terhadap para pihak yang berkepentingan terhadap akta gadai saham tersebut.46
45Wawancara dengan Runi Sri Wulandari, SHNotaris PPAT, pada tanggal 14 Januari 2013 di Kantornya Jl. Kapten Tendean No. 1 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
46Wawancara dengan Ronald Sagala, SH, M.Kn, Notaris PPAT, pada tanggal 17 Januari 2013 di Kantornya Jl. Jend. Sudirman Kav. 24, Jakarta.
BAB III
AKIBAT HUKUM DARI GADAI SAHAM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG BERSANGKUTAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Gadai Menurut KUH Perdata
Gadai merupakan lembaga jaminan yang terdapat dalam hukum hukumm perdata yang diatur dalam Buku II BAB XX Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161, jaminan itu dapat berupa jaminan kebendaan dan dapat pula berupa jaminan perorangan. Dalam hal ini yang akan dibicarakan ialah hubungan hutang piutang dengan jaminan benda. Dengan adanya benda jaminan ini, kreditor mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya.
Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat pula benda tidak bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut ”gadai” (panic). Selain gadai masih ada lagi hak yang mirip dengan gadai yaitu retensi. Apabila benda jaminan itu berupa benda tidak bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut ”hipotik dan Credietverband” (sekarang hak tanggungan”. Menurut pendapat Bolimar, hak gadai adalah :47
”Suatu hak yang diperoleh penagih atas suatu benda bergerak yang telah diserahkan kepadanya sebagai jaminan utang oleh yang berhutang, dan penagih berhak menuntut pembayaran utang didahulukan daripada utang-utang lainnya”.
Pengertian gadai pada umumnya adalah merupakan pemberian pinjaman kepada nasabah dengan jaminan benda-benda bergerak. Pada 1150 KUH Perdata menerangkan tentang Gadai yaitu :48
”Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepada oleh seseorang berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaanya kepada si berhutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut lainnya; dengan kekecualian biaya yang melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.
Berdasarkan pengertian gadai menurut Pasal 1150 KUH Perdata di atas, maka dapat diketahui bahwa gadai itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur pemegang gadai.
2. Penyerahan itu dilakukan oleh debitur pemberi gadai atau orang lain atas nama debitur.
3. Barang yang menjadi objek gadai adalah barang yang begerak baik bertubuh maupun tidak bertubuh.
Dalam Gadai adanya pihak-pihak yang terlibat dalam melakukan perjanjian gadai dimana pihak yang menggadaikan disebut dengan ”Pemberi Gadai” sedangkan yang menerima gadai disebut dengan ”Pemegang Gadai” atau dalam gadai ada yang
48 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan : Hak-hak yang Memberi Jaminan, Aneka Ilmu, Jakarta, 2005, hal. 9
disebut dengan Debitur (pihak yang berpiutang) dalam hal ini disebut dengan pemberi gadai karena merupakan pihak yang menyerahkan benda gadai dan Kreditur dalam hal ini disebut dengan pemegang gadai yaitu pihak yang menguasai benda gadai disebut dengan pemegang gadai yaitu pihak yang menguasai benda gadai sebagai jaminan piutangnya.
Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut:49
1. Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata
2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
4. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Obyek yang dapat digunakan dalam gadai adalah semua benda bergerak, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 509 KUH Perdata yang menyatakan bahwa kebendaan yang bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan. Benda bergerak dalam gadai meliputi benda bergerak bertubuh dan benda bregerak tidak bertubuh, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1150 jo 1152 ayat
49 Mariam Darus, Bahdrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. Bandung : Alumni, 1983, hal. 96-97.
(1), Pasal 1152 bis, dan Pasal 1154 KUH Perdata. Namun benda bergerak yang tidak dapat dipindahtangankan dapat digadaikan.50
Menurut ketentuan Pasal 1152 bis KUH Perdata disebutkan bahwa untuk melekatkan hak gadai atas surat-surat tunjuk diperlukan endossemen dan penyerahan suratnya. Penyebutan surat-surat ini dapat menimbulkan kesan yang keliru mengenai objek gadai. Surat bawa maupun surat tunjuk bukanlah objek gadai, yang menjadi objek gadai adalah piutang-piutang yang dibuktikan dengan surat itu.
Dua jenis benda bergerak ini dalam gadai juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang berbeda-beda, yaitu :
a) Obyek gadai benda bergerak bertubuh
Barang bergerak bertuguh (lichmeljke zekern) adalah barang yang berwujud, seperti benda-benda lainnya baik itu sepeda motor, barang-barang elektronik, perhiasan dan lain sebagainya.
Menurut jenisnya adalah benda bergerak bertubuh, maka benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai dan hak gadai terjadi dengan penguasaan yang nyata.
b) Obyek gadai benda bergerak tidak bertubuh
Barang bergreak yang tidak bertubuh (onlichmelijke zeken) atau tidak berwujud seperti hak atas merek, hak mengenai piutang dan segala hak untuk menuntut sesuatu, hak atas saham dan obligasi.
50 Purwahid Patrik dan Kashdi, Hukum Jaminan, edisi Revisi dengan UUHT. Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2002, hal. 17
Benda bergerak tidak bertubuh wujudnya adalah hak-hak (rechter). Hak-hak yang dapat digadaikan di sini adalah hak tagih atau piutang (underngsrechter). Piutang adalah hak menagih atas prestasi, oleh seorang kreditur terhadap debitur tertentu berdasarkan suatu perikatan. Biasanya prestasi itu berwujud pemenuhan sejumlah uang. Dengan demikian objek dari hak gadai di sini adalah hak tagihan atas pemenuhan prestasi (piutang). Hak atas piutang ini dapat dibedakan, yaitu :
1) Piutang atas bawa diatur dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata :
Suatu (piutang) atau bawa adalah surat yang diperbuat debitur, di mana diterangkan bahwaia berhutang sejumlah uang tertentu kepada pemegang surat, surat mana diserahkannya kedalam tangan pemegang. Pemegang berhak menagih pembayaran dari debitur, dengan mengembalikan surat atas bawa itu kepada debitur.51
Bentuk gadai surat (piutang) atas bawa misalnya gadai sertifikat deposisi, yang merupakan bukti surat hutang yang dikeluarkan oleh bank atas sejumlah uang yang dipercayakan kepadanya untuk jangka waktu tertentu. Sertifikat deposito dikeluarkan atas bawa, dapat diperjualbelikan sewaktu-waktu dan dapat dijaminkan untuk suatu kredit dari Bank.
51 Purwahid Patrik. Hukum Perdata 1 Asas-asas Hukum Benda. Semarang : Pusat Studi Hukum Perdata dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro, 1989, hal. 8
2) Piutang atas tunjuk Pasal 1152 bis KUH Perdata :
Surat (piutang) atas tunjuk merupakan surat-surat yang menunjukkan orang- orang tertentu kepada siapa perikatan harus dilunasi, dengan hak untuk memindahtangankannya kepada orang lain melaluiendossemen.
Endossemen itu sendiri adalah keterangan yang ditulis dibalik surat hutang yang ditantangani oleh pemilik piutang yang menyatakan kepada siapa piutangnya telah diendosser (dipindahkan). Bentuk hak gadai surat atas tunjuk antara lain misalnya pada wesel. Wesel adalah surat yang mengandung perintah dari penerbit (trekker) kepada tersangkut (betrokkene), untuk membayar sejumlah uang terhadap pemegang (hounder). Hak yang timbul dari wesel itu, oleh pemegang dapat diletakkan sebagai jaminan kredit terhadap pemberi kredit.52
3) Piutang atas nama diatur dalam Pasal 1152 KUH Perdata
Surat (piutang) atas nama merupakan surat atau tagihan pelimpahan piutang pemberi gadai kepada kreditur (pemegang gadai) terhadap debitur. Debitur dan pemberi gadai harus memberitahukan mengenai pelimpahan piutang tersebut kepada debitur. Dalam Pasal 1152 KUH Perdata disebutkan mengenai hak gadai piutang atas nama, yang diadakan dengan memberitahukan akan penggadaiannya (perjanjian gadainya) kepada debitur.
52J. Satrio, Hukum Jaminan Hak-hak Jaminan Kebendaan. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 98
Dalam gadai piutang atas nama tersangkut tiga pihak seperti pada penyerahan atas nama (cessie), sehingga gadai piutang atas nama juga dinamakan gadai
cessiekarena penyerahan piutang atas nama dilakukan dengancessie.
Penyerahan ini memerlukan juga ”kemauan bebas” dari kedua pihak. Penyerahan yang nyata ini jatuh bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga penyerahan di sini merupakan unsur sahnya gadai. Penyerahan ini merupakan perjanjian kebendaan.
Pada dasarnya dalam perjanjian gadai terdapat dua jenis perjanjian di dalamnya. Pertama perjanjian hutang piutang (perjanjian pokok) dan yang kedua adalah perjanjian jaminan (bersifat accessoir). Subjek dari masing-masing perjanjian tersebut ada dua, yaitu dalam perjanjian jaminan subjeknya yaitu pemberi jaminan dan pemegang jaminan. Kreditur adalah pihak yang berpiutang, sedang debitur adalah pihak yang berhutang. Pemberi jaminan adalah pihak yang menyediakan atau memberikan jaminan, sedang pemegang jaminan adalah pihak yang menerima jaminan.
Jaminan dalam hak gadai umumnya dipegang oleh kreditur, maka ia disebut juga kreditur pemegang gadai. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan atas persetujuan para pihak benda gadai dipegang oleh pihak ketiga, hal ini terdapat dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata. Jika barang gadai dipegang oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut pihak ketiga pemegang gadai.
Menurut ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata memuat ketentuan tertentu pihak brehutang atau pemberi gadai, yang berarti orang dapat menggadaikan barangnya untuk menjamin hutang orang lain, atau orang dapat mempunyai hutang dengan jaminan barang gadai orang lain. Apabila debitur sendiri yang memberikan jaminan, maka ia disebut debitur pemberi gadai, sedang kalau benda jaminan adalah milik orang lain atau diberikan oleh pihak ketiga, maka di sana ada pihak ketiga pemberi gadai.53
Gadai terjadi jika barang yang digadaikan itu dilepaskan atau benda di luar kekuasaan pemberi gadai (unbezitseling). Dengan kata lain barang gadai berada dalam kekuasaan pemegang gadai. Bahkan didalam Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata ditegaskan, bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan pemberi gadai. Hak gadai tidak akan pernah ada apabila barang tetap berada di bawah kekuasaan pemberi gadai, walaupun atas kemauan pihak yang berpiutang sendiri.
c. Terjadinya Gadai Benda Bergerak Berwujud 1) Perjanjian Gadai
Dalam hal ini antara debitur dan kreditur mengadakan perjanjian pinjam uang (kreditur) dengan janji sanggup benda bergerak sebagai jaminan atau perjanjian untuk memberikan hak gadai (perjanjian gadai). Perjanjian ini bersifat konsensual dan obligatoir).
53Dedy Adi Saputra,Eksekusi Gadai Saham yang Dilakukan Secara Privat, Prenada Media, Jakarta, 2007, hal. 39
Menurut Pasal 1151 KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian perjanjian pokok. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian gadai tidak terikat dengan formalitas tertentu (bebas), sehingga dapat dibuat secara