LANDASAN TEORI
B. Peran Pendidikan Islam dalam Pengembangan Kepribadian
3. Peran Pendidikan Islam dalam Pengembangan Kepribadian
Manusia dalam pandangan isiam, memiliki potensi dasar nan luhur
yang merupakan anugerah dan amanat Allah. Potensi dasar tersebut
merupakan “bahan mentah” yang harus terus dikembangkan agar menjadi
sempurna. Potensi dasar tersebut disebut fitrah. Empat belas abad yang
lalu, Ai-Qur’an menjelaskan bahwa Allah telah memberikan fitrah kepada
manusia. Fitrak bermakna khilqah yang berarti manusia diciptakan
memiliki pembawaan beragama tauhid. Fitrah manusia merupakan pola
Dalam Surat Al-Rum ayat 30 Allah menjelaskankan tentang fitrah
tersebut:
jZj 'j (J-lIJl jjLs jjJl 4l)l cj^Jai L
i~~>-0 b j% Z 'j j£ 3 T J D ifi
“maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya ”
Ayat tersebut secara tekstual menegaskan bahwa manusia
diciptakan Allah atas fitrah tersebut. Fitrah yang merupakan acuan
penciptaan manusia itu berasal dari fitrah Allah. Baharuddin (2005: 20)
menganalisis, fitrah merupakan potensi yang ada pada manusia dan berasal
dari Allah, oleh karena itu seharusnya fitrah dipandang dari dua sisi pula.
Pertama, fitrah yang berhubungan dengan Allah yaitu milik Allah. Kedua,
fitrah dalam hubugannya dengan manusia merupakan landasan penciptaan
manusia yang kemudian menjadi rnilik manusia. Dengan kata lain,
manusia diciptakan menganut pola tertentu yang disebut fitrah.
Teori fitrah menginformasikan bahwa bakat manusia bersifat baik
(beragama tauhid) tetapi pada perkembangannya, seorang anak dapat
keluar dari bakat tersebut karena pengaruh kedua orang tua (dalam arti
“setiap bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau M ajusF (HR. Bukhari)
Berdasarkan teori fitrah, Baharuddin (2005: 145) menjelaskan
fungsi pendidikan Islam yaitu untuk menjaga dan menumbuh-kembangkan
iman anak. Materi dan kurikulum pendidikan Islam harus berusaha
memberikan nuansa yang kondusif bagi perkembangan potensi baik anak
dan menutupi potensi jahat yang menutupinya. Dengan kata lain, fungsi
pendidikan IslaUi adalah untuk raenumbuh-kcmbangkui. iman, bukan
mengerasi (mengikis) iman.
Achmadi (1992: 63-64) menjelaskan bahwa pencapaian tertinggi
yang menjadi tujuan dasar pendidikan Islam yang bersifat mutlak yaitu:
a. Menjadi hamba Allah yang bertakwa.
Tujuan ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu
untuk beribadah kepada Allah. Dari itu pendidikan islam harus
mencakup dua hal, yaitu: Pertama, pendidikan harus memungkinkan
manusia mengerti Tuhannya, sehingga seluruh rangkaian ibadahnya
dilakukan dengan penuh penghayatan akan keesaan-Nya serta
senantiasa tunduk pada syariah dan petunjuk ilahi. Kedua, pendidikan
harus menggerakkan kemampuan manusia untuk memahami,
memanfaatkan dan menggunakan segala ciptaan Allah untuk
b. Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fi l ard (wakil Tuhan
di bumi) yang mampu memakmurkan, membudayakan dan, lebih jauh
lagi, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
c. Untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia
sampai akhirat, baik individu maupun masyarakat.
Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia, manusia memerlukan
kemampuan untuk memperolehnya berupa ilmu dan ketrampilan-
ketrampilan teknis lainnya. Begitu pula untuk mencapai kebahagiaan
akhirat manusia juga memerlukan ilmunya. Sebagaimana ditegaskan
dalam hadits yang artinya:
"barang siapa meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan menuju surga baginya’’. (HR. Ahmad)
Dalam Surat Al-Mujadallah ayat 11 juga disebutkan:
s-ji ’ji
“ ...Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat... ”.
Jadi tegaslah bahwa pendidikan Islam mempunyai peran yang
besar dalam mengembangkan kepribadian peserta didik. Melalui
pendidikan, peserta didik dibekali ilmu pengetahuan serta ketrampilan
sehingga diharapkan mereka dapat menjadi manusia yang mempunyai
C. Kepribadian dalam Perspektif Psikologi 1. Definisi Kepribadian
Secara etimologi, kepribadian berasal dari kata personare (Yunani)
yang berarti menyuarakan melalui alat. Di zaman Yunani kuno para
pemain sandiwara berdialog menggunakan semacam penutup muka
(topeng) yang dinamakan persona. Dari kata ini kemudian dipindahkan
keri alam hahasa Tncrprk meniadi ne.rsnnnlitv vanp kemudian diteriemahkan ---—oc;) ---v r --- --- s j o '■ - j
-kedalam bahasa Indonesia menjadi kepribadian (Jalaluddin, 2001: 171).
n —♦ »«. ,* Miiyii 1_:---f\ pcngci nan irvv^:— ~ tVl UUU»'*.e —% ot
perbedaan definisi dari para ahli psikologi mengenai isi dan batasannya.
Ahmadi dan Sholeh (2005: 150) menjelaskan, perbedaan mengenai bagian
yang paling hakiki dari kepribadian dapat ditelaah melalui pandangan
filsafat yang digunakan para ahli yang pada akhirnya menentukan
pengertian tentang kepribadian tersebut. Lambat laun seiring dengan
pesatnya perkembangan teknologi komunikasi, berbagai aliran filsafat itu
pun saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Guna
memberikan gambaran yang lebih luas mengenai kepribadian berikut ini
dikemukakan pendapat-pendapat para ahli, walau tidak seiuruhnya, antara
lain:
Woodworth mengatakan, bahwa kepribadian merupakan kualitas
tingkah laku total individu. Senada dengan Woodworth, Dashiell
mengartikan kepribadian sebagai gambaran total tentang tingkah laku
mengemukakan bahwa kepribadian ialah sistem yang relatif stabil
mengenai karakteristik individu, bersifat internal dan berkontribusi
terhadap pikiran, perasaan serta tingkah laku yang konsisten (Yusuf LN.
dan Nurrihsan, 2007: 3).
Carl Gustav Jung menilai, kepribadian sebagai wujud pernyataan
kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya. Adapun
Gordon W AHport menyatakan bahwa kepribadian merupakan susunan
dinamis psikofisis dalam diri seseorang yang menentukan dirinya dapat
atau tidak untuk menyesuaikan din dengan lingkungannya (Jalnluddin,
2001: 172).
Bertolak dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kepribadian adalah kesatuan sistem (totalitas) psiko-fisik individu,
tercermin dalam tampiian tingkah laku yang menentukan caranya yang
khas dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Dari kesimpulan tersebut dapat dimengerti bahwa kepribadian
bukan hanya berkisar pada ‘struktur dalam’ berupa aspek fisik dan mental
saja tetapi juga mempunyai ‘struktur luar’ yakni aspek sosial yang berupa
penyesuaian diri terhadap orang lain. Struktur dalam dari kepribadian
tampak pada pola pikir, sifat-sifat, wama kulit dan lainnya. Sedangkan
struktur luar tampak dari sikap dan tingkah lakunya yang khas dalam
merespon keadaan lingkungan di sekitarnya. Kedua struktur ini tentunya
harus dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh, saling melengkapi dan
Ditengah masyarakat kita yang syarat akan nilai moral, aspek
sosiai (penyesuaian diri) sering diteijemahkan sebagai akhlak (sikap
moral). Akhlak merupakan struktur luar yang bersifat dinamis dalam
menghadapi situasi, kondisi dan perubahan yang teijadi di 'lingkungan.
Akhlak menjadi ukuran keberhasilan seseorang dalam penyesuaian diri
dengan keadaan sekitarnya. Seseorang yang mempunyai sikap moral
(akhlak) yang baik akan diterima dengan baik pula oleh lingkungan begitu
juga sebaliknya.
2. Faktor-Faktor yang Me*“ jJei:gartifel Kepribadian
Dalam Ilmu Jiwa Perkembangan di dunia Barat, ada tiga teori
perkembangan, yaitu:
a. Teori Nativisme, yang meyakini bahwa perkembangan manusia
ditentukan (dipengaruhi) oleh bakatnya, bakat tersebut mempunyai
potensi baik maupun jahat.
b. Teori Empirisme, mengungkapkan bahwa perkembangan manusia
ditentukan lingkungan atau pendidikan, bakat bawaan tidak
mempunyai pengaruh sama sekali. Teori ini berasumsi bahwa manusia
pada saat dilahirkan seperti kertas putih dan yang akan mewarnainya
tergantung oleh lingkungan.
c. Teori Konvergensi, mengakui bahwa perkembangan anak ditentukan
secara bersama-sama oleh pambawaan bakat dan lingkungan atau
Jadi, ada dua faktor dasar yang mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan kepribadian individu yaitu faktor hereditas (bawaan) dan
lingkungan. Berikut ini penjelasan kedua faktor tersebut dan hubungan
antara keduanya,
a. Faktor Hereditas
Faktor hereditas memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Seorang anak dilahirkan ke dunia ini
membawa berbagai pembawaan yang diwarisi dari orang tua atau
nenek moyangnya. Faktor ini memiliki pengaruh long sung maupun
tidak langsung pada kepribadian individu. Secara langsung, sifat-sifat
yang diwarisi dari orang tua akan menentukan sifat dan temperamen
yang dimiliki seseorang, sedangkan secara tidak langsung, bentuk
tubuh, warna kulit dan yang lainnya akan mempengaruhi cara anak
dalam interaksi dan penyesuaian dirinya terhadap orang lain.
Adapun pembawaan utama yang mempengaruhi kepribadian
antara lain: bentuk tubuh, raut muka, wama kulit, intelegensi, bakat,
sifat/watak dan penyakit (Ahmadi dan Sholeh, 2005: 47). Faktor
hereditas menentukan kekhasan individu yang membedakan antara
individu satu dengan yang lainnya. Individu yang hidup di tengah
lingkungan sosiai tidak hanya pasif menerima pengaruh-pengaruh dari
luar saja tetapi ia juga merespon pengaruh tersebut. Masing-masing
Reaksi mereka pun berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai
dengan pola kepribadian masing-masing.
Apakah pengaruh tersebut diterima atau ditolak sangat
bergantung pada kualitas dan filter kepribadian yang dimiliki.
Sehingga dapat dikatakan respon terhadap stimuli yang sama, antara
satu orang dengan yang lain berbeda,
b. Faktor Lingkungan
Faktor kedua yang sangat berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan individu adalah lingkungan. Ahmads dan ^hc-leh (2005:
55-56) memaparkan, lingkungan ini terdiri dari lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat dan keadaan alam lingkungan sekitar. Besar kecil
pengarah lingkungan terhadap tumbuh-kembang anak tergantung pada
keadaan intern (jasmani dan rohani) serta ekstern individu tersebut.
Keluarga merupakan tempat individu diasuh dan dibesarkan.
Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi pembentukan
kepribadian individu. Pola-pola yang dianut oleh keluarga akan dianut
pula oleh anak yang pada akhirnya membentuk pola kepribadiannya.
Keadaan ekonomi dan kesanggupan orangtua daiam mengasuh anak
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
pertumbuhan jasmaninya. Adapun yang mempengaruhi kepribadian
dan kualitas individu secara tidak langsung ialah tingkat pendidikan
Sedangkan lingkungan sekolah, masyarakat dan faktor alam
juga mendukung dalam perkembangan kepribadian. Lingkungan
tersebut memberikan stimuli dan pengaruh baik maupun buruk kepada
individu. Keadaan sosial, adat kebiasaan, sistem nilai yang dianut
masyarakat adalah jim at ampuh yang digunakan dalam mempengaruhi
kepribadian individu. Seseorang yang hidup di tengah masyarakat
agamis akan memiliki kepribadian agamis pula. Tingkah laku ya.ng
ditampilkan, kebiasaan-kebiasaan serta ritual-ritual yang dijalani
___ _ , * — 1 I 1 -I-. .+ 'O M.'ln ^ 'i« r» Li/4nr» r\t iliCilCCliiiinivaii lia* t w i v u u i . i K g li u p u ;u j«*•»«=> »»*-•'-p '-*•
daerah piurai, mereka akan menganut nilai yang tidak jauh berbeda
dengan masyarakat di sekitarnya,
c. Hubungan antara Hereditas dan Lingkungan
Dari paparan diatas telah dijelaskan dua faktor dasar yang
mengendalikan perilaku manusia. Di satu pihak kita dihadapkan
kenyataan bahwa tindakan-tindakan manusia dibentuk oleh pengaruh
sosial, adat kebiasaan, nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Di
pihak lain ada fakta yang tak kalah sahihnya bahwa individu tidak
hanya pasif menerima pengaruh-pengaruh dari luar dirinya dengan
cara seragam, tetapi mereka juga aktif menanggapi dan menyeleksi
sesuai pola kepribadian masing-masing.
Pada sub-bab ini penulis bermaksud menunjukkan bahwa
kedua pandangan ekstrim tersebut bukanlah sesuatu yang harus
pengaruh hereditas dan lingkungan. Dalam praktiknya kedua faktor
tersebut saling melengkapi satu sama lain.
Pada saat dilahirkan, dapat dikatakan secara cukup meyakinkan
bahwa dampak lingkungan sama sekali tidak ada. Bayi memasuki
kehidupan jasmani dengan pola genetik yang terdiri dari faktor-faktor
yang diturunkan. Sewaktu tumbuh, faktor-faktor turunan ini akan terus
menjadi matang dan mempengaruhi jalannya perkembangan.
Seseorang tidak berkembang dalam keadaan vakum tetapi dalam dunia
yan g pent!” stim uli. St;::*"1': lingkungan sem acam itu sangat diperlukan bagi perkembangan karena kepribadian individu dihasilkan dari
keadaan saling pengaruh antara lingkungan dan jasmani.
Jasmani yang diturunkan mengandung berbagai potensi
sedangkan lingkungan menentukan bagaimana dan sejauh mana
potensi tersebut dapat diwujudkan. Kerangka kepribadian sangat
mungkin diturunkan dan merupakan pembawaan tetapi ini merupakan
kerangka plastis yang dapat dibentuk dengan bermacam cara oleh
pengalaman yang berbeda sewaktu seseorang berkembang.
3. Kepribadian pada Usia Mahasiswa
Para ahli sepakat bahwa untuk mengetahui perkembangan
psikologis, maka harus menggunakan hal-hal yang bersifat psikologis
sebagai landasannya. Dalam masa perkembangan, Kroh (Ahmadi dan
Sholeh, 2005: 33) menyatakan bahwa dari fase satu ke fase lain individu
individu umumnya terjadi dua kali, yaitu pada tahun ketiga atau keempat
dan pada permulaan masa pubertas. Berdasarkan pendapat tersebut
perkembangan individu dapat digambarkan dalam periodesasi berikut:
a. Masa kanak-kanak, dari lahir sampai masa kegoncangan pertama.
b. Masa keserasian Sekolah, dari masa kegoncangan pertama sampai
masa kegoncangan ke dua.
c. Masa kematangan, dari masa kegoncangan ke dua sampai akhir masa
remaja. Usia remaja tidak dapat ditentukan secara pasti, tetapi
umumnya sekitar usia 21 tahun.
Adapun perkembangan individu dari sejak lahir hingga dewasa
menurut Ahmadi dan Sholeh (2005: 34) dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Masa usia pra-sekolah, yaitu sekitar umur 0-6 tahun.
b. Masa usia sekolah dasar, yaitu sekitar umur 6-12 tahun.
c. Masa usia sekolah menengah, yaitu sekitar umur 12-19 tahun.
d. Masa usia mahasiswa, yaitu sekitar umur 18-25 tahun.
Hurlock (1996: 14-15) berpendapat bahwa rentang kehidupan
dibagi menjadi sepuluh tahap yang masing-masing memiliki pola
perkembangan dan perilaku tertentu walaupun tidak semua individu
melewati setiap tahap secara normal. Masing-masing tahap mempunyai
masalah yang harus diatasi sebelum individu masuk ke tahap berikutnya.
kekurangmatangan dan penyesuaian diri yang buruk. Tahap-tahap tersebut
adalah:
a. Periode prenatal.
b. Masa bayi yang baru lahir: dari kelahiran sampai akhir minggu kedua.
c. Masa bayi: akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
d. Masa kanak-kanak awal: dua sampai enam tahun.
e. Masa kanak-kanak akhir: enam sampai sepuluh atau dua belas tahun
f. Masa puber/praremaja: sepuluh atau dua belas sampai tiga belas atau
ttiiipa! ' *c!aS tahun.
g. Masa remaja: tiga belas atau empat belas «ampai delapan belas tahun.
h. Masa dewasa awal: delapan belas sampai empat puluh tahun.
i. Masa dewasa madya/pertengahan: empat puluh sampai enam puluh
tahun.
j. Masa tua/usia lanjut: enam puluh sampai meninggal.
Mengacu pada tahap perkembangan yang dipaparkan Hurlock,
dapat diidentifikasi bahwa usia mahasiswa termasuk pada periode dewasa
awal yang terdapat pada rentang umur antara 18-40 tahun. Menurut
Hurlock (1996: 246) masa dewasa awal merupakan masa dimana terjadi
penurunan perubahan fisik maupun psikologis. Masa ini merupakan
periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan baru dan harapan-
harapan sosial baru.
Senada dengan penggolongan tersebut, Ahmadi dan Sholeh (2005:
tahun digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal.
Mereka juga mengungkapkan, proses pematangan biologis-fisiologis
semakin melambat dan pada akhirnya mencapai taraf kematangan.
Bersamaan dengan kematangan biologis-fisologis tersebut, penemuan
pendirian hidup semakin mantap. Beberapa ahli menggambarkan ini
sebagai proses penemuan identitas diri, yaitu diri sebagai penemu dan
pelaksana nilai-nilai tertentu.
Tugas perkembangan pada usia mahasiswa adalah pemantapan
pendirian hidup. Maksudnya ialah pengujian lebih lanjut tentang pendHan
hidup serta penyiapan diri dengan t>eka! kemampuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk merealisasikan pendirian hidup yang telan
dipilihnya. Pengujian sangat penting karena pencapaian pendirian hidup
dengan bentuk pasti jarang terjadi. Pengujian pendirian hidup usia
mahasiswa dilakukan dengan berbagai kontak sosial dalam berbagai
kesempatan. Dengan melakukan kontak sosial, terjadi perubahan secara
berkala dari sikap hidup yang idealis menuju sikap hidup yang realistis,
namun tidak berarti bahwa usia mahasiswa tidak memiliki ideaiisme.
Mahasiswa umumnya memiliki idealisme yang cukup besar namun
merupakan idealisme yang realistik yaitu yang dapat dijelmakan ke dalam
tindakan (Ahmadi dan Sholeh, 2005: 45-48)
Selain itu, tugas perkembangan pada masa dewasa awal,
dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat yang mencakup
suami/istri membentuk keluaraga, membesarkan anak-anak, mengelola
rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan
menggabungkan diri pada kelompok sosial yang cocok (Hurlock, 1996:
252).
Dari itu, dapat diambil kesimpulan bahwa usia mahasiswa
merupakan usia dewasa awal. Adapun tugas perkembangan yang harus
dilakukan mahasiwa pada periode ini adalah menemukan identitas diri,
mulai memikirkan masa depan yang menyangkut bidang pekerjaan,
berkeluarga ;;iaupu:i OC:^!aS^a:sr.a:, RlGuyCSuuik?" dCi*g«*r, po!u
kehidupan dan harapan-harapan sosial yang baru dan mulai
mempersiapkan diri untuk menerima tanggung jawab di lingkungan
keluarga, lingkungan pekerjaan serta lingkungan masyarakat.