(Survei pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam
Angkatan 2006 yang Sedang Mengerjakan Skripsi di Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2010)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 32706 Fax. 323433 Kode pos. 50721 Salatiga
* * * * * * ‘ http//www.stainsalatiga.ac.id e-mail:akademik@stainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Saudara: Qurrota A ’yun dengan Nomor Induk Mahasiswa: 111
06 042 yang beijudul: “KEMATANGAN KEPRIBADIAN
MAHASISWA (Survei Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Agama Islam Angkatan 2006 Yang Sedang Mengerjakan Skripsi di
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2010), telah
dimunaqosahkan dalam sidang Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Selasa tanggal 31 Agustus
2010 dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).
Salatiga, 31 Auustus 2010 M
21 Ramadhan 1431 H
Dewan Penguji
Drs. A. Bahrudin, M.Ag Drs. Sumarno Widiadipa.M.Pd.
NIP. 19531223 1982 03 1 005 NIP. 19570520 1986 01 1001
Muna Erawati. S.Psi.,M.Si
NIP. 19751218 199903 2 002
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Qurrota A’yun
NIM : 11106042
Jurusan : Tarbiyah
Program S tudi: Pendidikan Agama Islam
X _ 4. 1 1 |____ „ 1 J : _____ 4-. -.1 * rm U ^ 1r»«TTn OoTrn menyauilLaii Udiiwd SKlipsi y a iig oaya mild ini uciiai-uv^iicu muupcuvaii iiaon ivaija. % jciycx
sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan dari orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik iimiah.
Salatiga, 20 Agustus 2010
Yang menyatakan,
Qurrota A ’yun
11106042
•
Sebaik-baik manusia adalah orang yang dapat memberi manfaat bagi
sesamanya.
• Hidup itu pilihan, maka ciptakan banyak pilihan dan berusahalah
memilih sesuatu yang tak
'kan pernah Kau sesali.
• Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya.
Skripsi ini Aku persembahkan kepada:
Orang tuaku tercinta yang selalu mendampingiku dengan iringan do ’a,
saudariku tersayang,
-v7---(A'T 4 r\r
Lninumuizr r,i4* u .
dosen pembimbingku yang cantik dan penuh semangut,
sahabat-sahabat seperjuanganku,
serta semua orang yang Aku sayangi dan menyayangiku,
Terima kasih banyak
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang dengan pertolongan-Nya skripsi ini
dapat terselesaikan tanpa ada hambatan yang berarti. Sholawat serta salam semoga
istiqomah tercurah kepada Rosulullah SAW., beliau insan tersempurna yang
kepribadiannya menginspirasi banyak orang. Terima kasih yang setulus-tulusnya penulis
ucapkan kepada segenap jajaran pendidik STAIN Salatiga yang telah membimbing dan
menghantarkan Kami berproses menuju ke arah masa depan yang lebih baik.
Terimakasih (pula) yang tak terhingga penulis ucapkan kepada seiuruh pihak yang
telah membantu keiancaran persiapan, peiaksanaan seria penyusunan skripsi ini,
khususnya kepada: kedua orang tua dan keluargaku; atas dukungan do’a maupun
vinansial, dosen pembimbingku; atas spirit, pengorbanan waktu, tenaga serta pikirannya
hingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu, sahabat-sahabatku (Rada, Rifa’i, Mifa, Zaki,
Lia, Sholikin dan seluruh w^rga kelas PATB); terima kasih atas semangatnya, tak lupa
semua mahasiswa PAI angakatan ’06 serta adik-adikku yang telah bersedia menjadi
responden ‘dadakan’ sehingga skripsi ini dapat ‘sempurna’.
Salatiga, 20 Agustus 20i 0
A ’yun, Qurrota. 2010. Kematangan Kepribadian Mahasiswa (Survei pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Angkatan 2006 yang Sedang Mengerjakan Skripsi di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2010). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muna Erawati S.Psi., M.Si.
Kata kunci: kematangan kepribadian, calon guru, PTAI.
Mahasiswa jurusan tarbiyah merupakan calon guru yang harus benar-benar memiliki kemampuan memberdayakan peserta didiknya. Untuk itu, mahasiswa calon guru harus sudah mempunyai cukup bekal, baik secara keilmuan, ketrampilan maupun kepribadian yang mendukung tugas mulia tersebut Dalam menjalankan tugas mulia itu, guru dituntut mengerahkan kemampuan, waktu, tenaga sena ukirannya secara menyeluluruh. Adapun kemampuan yang paling prediktif dalam mengukur kinerja guru adalah sifat kepribadian dari mahasiswa calon guru itu sendiri.
Penelitian ini merupakan penelitian survei pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di STAIN Salatiga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kepribadian dan mengukur tingkat kematangan kepribadian mahasiswa yang akan wisuda. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif untuk menghindari subjektifitas hasil penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa yang akan wisuda memiliki tingkat kematangan cukup tinggi. Hal tersebut dapat dipahami karena ditinjau dari segi usia, mahasiswa yang rata-rata berusia 22-23 tahun dapat digolongkan pada usia dewasa awal. Sedangkan ditinjau dari segi latar belakang pendidikan dan tingkat sosial- ekonomi orang tua, mahasiswa memiliki tingkat yang cenderung berimbang antara yang tinggi dan yang rendah, jadi secara kualitas, pembentukan kepribadian dari lingkungan keluarga juga cukup baik.
PERSETUJUAN PEMBIMBING...
A. PTAI sebagai Penyelenggara Pendidikan...
1. PTAI sebagai Penylenggara Pendidikan...
2. Kompetensi Lulusan PTAI...
B. Peran Pendidikan Islam dalam Pengembangan Kepribadian
i
3. Peran Pendidikan Islam dalam Pengembangan Kepribadian... ... 18
C. Kepribadian dalam Perspektif Psikologi... ... 22
1. Definisi Kepribadian... ... 22
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian... ... 24
3. Kepribadian pada Usia Mahasiswa... ... ^8
D. Kematangan Kepribadian... 32
1. Kriteria Kematangan Kepribadian... 2. Masalah-Masalah yang Dihadapi Orang Dewasa... 37
E. Kepribadian dalam PersDektif Isiam... 39
1. Definisi Kepribadian... 2. Pembentukan Kepribadian M uslim... ... 41
3. Perkembangan Kepribadian Muslim... ... 43
4. Pencapaian Kepribadian Muslim y mg Utama... ... 44
BAB III RANCANGAN PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian... ... 48
B. Lokasi dan W aktu... ... 49
C. Populasi dan Sampel... ... ... 49
L Pooulasi... ... 49
2. Sampel... ... 50
D. Variabel... ... 51
E. Metode Pengumpulan Data... ... 54
L Dokumentasi... ... 54
ix
- !\
54
t
2. Angket...
F. Instrumen Pengukuran... 54
G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 56
1. Validitas Instrumen... 57
2. Reliabilitas Instrumen... 58
H. Teknik Analisis Data... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Gambaran Umum STAIN Salatiga... 62
1. Gambaran Umum STAIN Salatiga... 62
2. Asas, Fungsi dan Tujuan STAIN Salatiga... 62
3. Visi dan Misi STAIN Salatiga... ... ... 64
4. Kurikulum STAIN Salatiga Tahun Akademik 2006/2007... 65
5. Kompetensi Lulusan Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)... 67
B. Kondisi Subjek... 68
C. Paparan Data... 71
1. Uji Validitas dan Reliabilitas... 71
2. Analisis Data... 73
D. Pembahasan... 81
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 84
B. Saran... 85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
TABEL 1 indikator kompetensi lulusan PTAI...
TABEL 2 indikator kematangan kepribadian...
TABEL 3 contoh aitem angket...
TABEL 4 mata kuliah program studi PAI tahun akademik 2006/2007
TABEL 5 kompetensi lulusan PAI dan indikatornya...
1/-VJJU/JL» K) juiinaiA lv^apvmuv^u u\-i\aa_ocu rva.ii jcm o ivv^icuiiiii.
TABEL 7 jumlah responden berdasarkan usia...
TABEL 8 jumlah responden berdasarkan asai sekolah...
TABEL 9 jumlah responden berdasarkan pekerjaan orang rna...
TABEL 10 jumlah responden berdasarkan pendidikan orang tua...
TABEL 11 distribusi frekuensi sub-skala pemahaman diri...
TABEL 12 distribusi frekuensi sub-skala hubungan dengan orang lain
TABEL 13 distribusi frekuensi sub-skala target masa depan...
TABEL 14 distribusi frekuensi sub-skala ikhtiar spiritual...
TABEL 15 distribusi frekuensi sub-skala ikhtiar non-spiritual...
TABEL 16 distribusi frekuensi sub-skala makna hidup..
TABEL 17 distribusi frekuensi kematangan kepribadian
Lampiran 1 : angket.
Lampiran 2 : tabulasi uji reliabilitas sub-skala pemahaman diri.
Lampiran 3 : tabulasi uji reliabilitas sub-skala hubungan dengan orang lain.
Lampiran 4 : tabulasi uji reliabilitas sub-skala target masa depan.
Lampiran 5 : tabulasi uji reliabilitas sub-skala ikhtiar spiritual.
Lampiran 6 : tabulasi uji reliabilitas sub-skala ikhtiar non-spiritual.
Lampiran 7 : tabulasi uji reliabilitas sub-skala makna hidup.
Lampiran 8 : tabulasi sub-skaia pemahaman diri.
Lampiran 9 : tabulasi sun-skala hubungan dengan orang lain.
Lampiran 10 : tabulasi sub-skala target masa depan.
Lampiran 11 : tabulasi sub-skala ikhtiar spiritual.
Lampiran 12 : tabulasi sub-skala ikhtiar non-spiritual.
Lampiran 13 . tabulasi sub-skala makna hidup.
Lampiran 14 : tabulasi kematangan kepribadian.
Lampiran 15 : daftar mahasiswa yang sudah mengajukan skripsi.
Lampiran 16 : surat izin penelitain.
PENDAHULUAN
A. I atar Belakang
Tanggung jawab mendidik anak sangat bergantung pada tiga faktor
utama, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat. Sekolah menempati posisi kedua setelah lingkungan keluarga
yang melanjutkan tugas orang tua dalam mengemban peran pendidikan.
Sekolah yeiig uimaksuu U! an;; adalah Scl'Jfjih tembaga ^•isdiuikaTi ySIig
berada di semua level dan tingkatan baik milik pemerintah maupun yang
dikelola swasta. Posisi sekolah berubah menjadi lingkungan pertama bagi
peserta didik yang telah memasuki usia remaja, sebab waktu mereka lebih
banyak dihabiskan di lingkungan sekolah dan komunitas sepermainannya dari
pada lingkungan keluarga. Disadari atau tidak, remaja mulai memenuhi
kebutuhan sosialnya sendiri dengan cara ini.
Usia remaja merupakan masa transisi menuju kedewasaan. Salah satu
kondisi kritis yang dialami dan harus mendapat penanganan serius adalah
dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian. Keadaan jiwa remaja
masih sering terombang-ambing oleh pengaruh-penganih yang bersumber dari
dalam dan luar dirinya. Sedikit saja kesalahan perlakuan yang diberikan maka
akan berdampak besar pada penyimpangan perilaku yang mencerminkan
kepribadian tersebut. Namun pada kenyataannya, perkembangan remaja tidak
selalu bersifat negatif, ada juga perkembangan positif pada periode ini. Pada
usia ini, dalam diri remaja juga sudah mulai tumbuh nilai-nilai sosial. Dengan
demikian secara kejiwaan mereka sudah memiliki kesiapan (readiness) untuk
menerima bimbingan yang mengarahkan kepada pembentukan sikap moral
yang merupakan langkah awal dalam pembentukan kepribadian, akan tetapi
hal ini tidak mudah terwujud sebab banyak faktor eksternal yang
mempengaruhi dan melemahkan pembentukan kepribadian para remaja
disamping beberapa faktor internal dari dalam yang juga turut mempengaruhi.
Bimbingan ini bisa didapatkan dari berbagi sumber, terutama dari lembaga
pendidikan.
Salah satu lembaga pendidikan yang tci.ap eksls dalam mengemban
amanat tersebut adalah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). PTAI secara
struktual, memiliki fungsi melanjutkan estafet keilmuan dari jenjang
sebelumnya. Hanya saja dari segi materi pembelajaran PTAI memiliki bentuk
yang berbeda yaitu lebih bersifat pengembangkan dan pendalaman wawasan
serta keterampilan peserta didik (mahasiswa). Meski demikian, PTAI sebagai
salah satu organisasi yang menyediakan layanan pembelajaran bagi
masyarakat, tidak har.va berperan dan bertanggung jawab dalam membina,
membangun dan mengembangan potensi (SDM) agar iebih berkualitas tapi
juga dalam ha! pengembangan kepribadian peserta didiknya (mahasiswa).
PTAI, dalam pandangan masyarakat, dipercaya sebagai penyelenggara
pendidikan yang tidak hanya mumpuni dalam bidang akademik tapi juga
mempunyai niiai iebih dibanding dengan lembaga lainnya yakni membekali
pendidikan agama dan nilai-nilai moral diyakini sebagai salah satu aspek
penting menuju terbentuknya kepribadian mahasiswa yang matang.
Sebagai organisasi sosial, hubungan (relasi) PTAI dengan masyarakat
tentunya sangat erat. Ditinjau dari segi lulusan, PTAI “wajib” menghasilkan
lulusan (ioutput) yang terjamin kualitasnya sehingga dapat menguntungkan
(bermanfaat) bagi masyarakat baik secara finansial maupun sosial. Terkait
dengan pentingnya kedudukan output ini, Komariah dan Triana (2005: 2)
menyatakan bahwa output merupakan fokus dari ikhtiar pendidikan. Output
memiliki tiiiukdt kc£*C2ltiil£aii tcrtin”**: d«i<•••;
pendidikan.
l/-/-v w m n o + o m rvv^i • ipv::v:: v* 't • • j/v i »v^i t
Hal ini menjelaskan bahwa kedudukan output sangat sentral dalam
rangka menjaga hubungan baik dengan masyarakat. Lebih dari itu kualitas
output digunakan sebagai penentu eksistensi PTAI di wilayah tertentu. Akan
tetapi kualitas output sering hanya diukur dengan nilai akademik semata.
Sikap, perilaku dan ketrampilan kerap dikesampingkan hingga menimbulkan
ketidakkomprehensifan dalam pengukuran kompetensi. Padahal tujuan dari
pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik demi
mencapai kedewasaan yang sesuai dengan kepribadian masing-masing.
Ditambah dinamika yang terjadi saat ini, dunia kerja menuntut masalah
yang menyangkut moral-sosial mendapatkan porsi 90%, sedangkan yang
menyangkut aspek intelektual hanya 10%. Ketidakseimbangan yang terjadi
tentu saja harus segera mendapatkan penanganan yang serius. Salah satu
mengupayakan pemenuhan tenaga profesional, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas, yang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki dan
meningkatkan mutu pendidikan sehingga pengembangan potensi siswa dapat
dijaga keseimbangannya serta kebutuhan masyarakat akan tenaga profesional
dapat terpenuhi. Namun tentu saja pemenuhan kebutuhan tenaga profesional
ini tidak semudah membalik telapak tangan. Perlu adanya bimbingan
keprofesian dari lembaga khusus keguruan yang mumpuni di bidangnya.
Satu-satunya PTAl di salatiga yang terus mengembangkan sayapnya di
bidang pendidikan kJiL'Susn’vfi ik?n k c r u s n adalah STAIN Salatiga.
Fokus pada pendidikan keguruan ditekuni dari awai berdirinya Spesialisasi
pendidikan keguruan (jurusan tarbiyah) STAIN Salatiga mempunyai beberapa
program studi sebagai pembidangan profesionalitas yang akan diberikan pada
mahasiswa calon guru.
Mahasiswa jurusan tarbiyah, sebagai calon guru, dibekali dengan
berbagai ilmu keguruan mulai dari materi pelajaran, metode pengajaran,
dasar-dasar ilmu pendukung seperti psikologi, sosilogi dan lainnya sampai
manajemen kelembagaan. Selain berbekal teori yang matang, mahasiswa juga
diberikan praktik langsung lewat pendidikan lapangan yang bertujuan agar
mahasiswa calon guru benar-benar memiliki kemampuan memberdayakan
peserta didik mereka nanti. Namun demikian, hai yang tak kaiah pentingnya
adalah kesiapan mental dan moral yang tercermin dari kepribadian mahasiswa
calon gurulah yang harus ditekankan, karena sifat kepribadian guru
memaparkan, sifat kepribadian dari mahasiswa calon guru merupakan alat
yang paling prediktif dalam mengukur kineija guru.
Meskipun mahasiswa yang siap wisuda dipandang telah mencapai
kematangan spiritual, moral, intelektual, emosional dan sosial secara
berimbang, tetapi pada kenyataannya sering sekali terjadi penguasaan teori
dan pengandaian rasio secara berlebihan tanpa dibarengi dengan keterampilan
konkret, kurangnya pemahaman diri dan penghayatan keagamaan dalam setiap
tampilan perilaku dan lain sebagainya. Kurangannya keseimbangan antara
aspek satu dengan yang lain '.iycc af-ET: mCrUScik. hSHHOitiScSI Yun^ HlCmbuSt
kematangan diri mahasiswa tidak komprehensif. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengetahuan, keterampilan serta pengalaman yang cukup untuk menjadi
mahasiswa unggul. Dengan berbekal ilmu, keterampilan serta pengalaman
yang cukup, mahasiswa siap wisuda, seyogyanya telah memiliki kesiapan,
baik fisik maupun mental, untuk terjun ke masyarakat yakni dunia sosial baru
yang lebih riil dan kompleks.
Mahasiswa (jurusan tarbiyah) yang sedang mengerjakan skripsi adalah
calon ‘produk jadi’ STAIN Salatiga. Mahasiswa yang hanya tinggal
menyelesaikan skripsi idealnya, telah cukup menguasai kompetensi-
kompetensi tertentu (kompetensi lulusan) yar.g telah direncanakan, baik dari
aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik yang siap terjun ke dunia
pendidikan serta masyarakat. Kompetensi lulusan hakikatnya suatu keadaan
ditetapkan. Akan tetapi tentu saja seberapa jauh penguasaannya tergantung
individu masing-masing.
Profil lulusan STAIN Salatiga yang diharapkan adalah mereka yang
menguasai IPTEKS sekaligus hidup dalam nilai-nilai agama (Islam), memiliki
kepribadian matang, kesempurnaan dan keseimbangan nilai-nilai moral, sosial
dan spiritual yang menyatu. Sudahkah mahasiswa STAIN Salatiga
mengevaluasi dan mempersiapkan diri menuju kehidupan selanjutnya dengan
kepribadian mantap? atau malah sama sekali tidak memperdulikan aspek
kepribadian tersebut?.
Berangkat dari paparan latar belakang di atas, peneliti mencoba
mengkaji dan mendalami aspek kepribadian mahasiswa dengan melakukan
penelitian yang berjudul: “KEMATANGAN KEPRIBADIAN
MAHASISWA” (Survei Pada Mahasiswa Progam Studi Pendidikan
Agama Isiam Angkatan 2006 yang Sedang Mengerjakan Skripsi di
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Tahun 2010)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil kepribadian mahasiswa STAIN Salatiga?
2. Bagaimana tingkat kematangan kepribadian mahasiswa STAIN Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan:
2. Mengukur tingkat kematangan kepribadian mahasiswa STAIN Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritik penelitian ini bermanfaat sebagai pengembangan ilmu
khususnya dalam bidang kepribadian.
2. Secara praktik penelitian ini bermanfaat:
a. Bagi institusi terkait, inform35' vana aHa danat diiadikan eehaoai hahan
rujukan supaya lebih meningkatkan program-program yang menunjang
_ *• J!1--- --- 1__ I____1, 4-_i_a_
rv tid iiu ti pc* 211 y v ' i u a i i i p a r , . tv i z i o u a p 1:uiu.vn..1.__
dihasilkan.
b. Bagi praktisi pendidikan di bidang akademik, khususnya bagian
kurikulum, informasi mengenai kematangan kepribadian ini akan
sangat diperlukan dalam upaya penyusunan dan mengembangkan
kurikulum yang mempertimbangkan pengembangan kepribadian dan
membekali mahasiswa dengan ketrampilan praktis sesuai dengan
kebutuhan institusi, pengguna lulusan (masyarakat), individu serta
antisipatif terhadap masa depan.
c. Bagi para pendidik, hasil survei ini bermanfaat sebagai masukan dalam
rangka mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran, hendaknya
mempertimbangkan keberagaman dan pengembangan kepribadian
peserta perkuliahan agar setiap peserta mendapatkan treatrnen yang
d. Bagi pengguna lulusan khususnya dalam bidang pendidikan, informasi
yang ada dapat digunakan sebagai bahan rujukan guna mengontrol dan
menyeleksi kompetensi apa saja (khususnya kompetensi kepribadian)
yang diperlukan guna terwujud profesionalisme.
e. Manfaat bagi para pemerhati pendidik dapat dijadikan sebagai bahan
acuan dalam mengevaluasi sitem pendidikan dan dapat ikut serta
menentukan kompetensi yang diperlukan, khususnya dalam aspek
kepribadian, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
f. Hasil oul vc: :iii juga 'dapat uigtiiiakaT: Sebagal aCucti: :::£haS*SWS yang
ingir. mengetahui dan mengukur tingkat kematangan kepribadian
dasar yang harus dicapai sebagai bekal setelah wisuda ketika ingin
terjun di masyarakat. Dan diharapkan penelitian survei ini dapat
dijadikan acuan bagi mahasiswa yang berminat melakukan penelitian-
?! ■ .. y ' f 'V ; /‘VW
J?
■H : " :■... K * * i ;■-, k &
,’ j?-* , «k- •;.. v^'. .;■ V V’ / .. i J r * " •■ *{- * t.>4, *
1 |W i l S I , S s * .
as* ' «feSR | § l_ , . . / Vs-/ • ' ■• . • » • !>V ■j! 1 iK, ■* #4 s>, •' ,.
; -V * "v "■ ‘ , ' "■'/. ■* ,. '' V k ,
V'/'V; V '/ i ; :>■-■ ^ V ' - V „
. ■» ■* • § - , i s
.
1 , *.. i, nga|
1 fe M M
■’k ■’"'■■> /-'i?i’W '% J* , 'f ' * <*X ■ /'p- ■■" v//'', :4 'i
■
’W? VTffifeV■ -.'M Jk' ■&■' IV W «
LANDASAN TEORI
A. PTAl sebagai Penyelenggara Pendidikan
I. PTAl sebagai Penyelenggara Pendidikan
Pendidikan secara hakiki menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari berbagai kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia.
Dalam pengertian umum, pendidikan sering diartikan sebagai usaha
pendcwas--!i nianusis. .“ "apun definisi pendidikan secara lebih konkret,
ditinjau dari segi hukum berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1 ayat 1
yaitu “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
(Usman, 2006: 7).
John Dewey daiam Jalaiuduin (2001: t>5) menyatakan bahwa
pendidikan sebagai saiah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai
bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan
mengembangkan serta membentuk disiplin hidup. Pendidikan merupakan
syarat utama yang menentukan kualitas individu. Isjoni (2006: 10)
mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
berkualitas pola pikir, pola tindak serta pola laku seseorang. Oleh sebab itu
pendidikan merupakan barometer bagi kualitas setiap manusia.
PTAI adalah lembaga pendidikan tinggi yang identik dengan
pengembangan khasanah keilmuan Islam. Selain memasukkan kurikulum
umum, PTAI juga mengabdikan diri pada studi keilmuan Islam yang
menjadi pijakan utama pengembangan keilmuan dan kurikulumnya. PTAI
sebagai perguruan tinggi, mempunyai hak khusus dalam
menyelenggarakan pendidikan yaitu berhak menyelenggarakan program
akademik, profesi dan/atau vokasi sebagaimana tercantum pada UU
tentang Sisdiknas pasal 20 ayat 3.
Pada jenjang perguruan tinggi, peserta didik (mahasiswa)
diarahkan pada pembidangan studi khusus yang menjadi dasar
pengembangan profesionalitas. Kompetensi yang harus dikuasai mencakup
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Bertolak dari paparan tersebut,
terlihat jelas bahwa ketiga aspek tersebut merupakan aspek yang harus
terus dikembangkan guna mencapai lulusan yang tidak hanya berkualitas
dalam segi profesi tetapi juga sebagai manusia yang memiliki kualitas
kepribadian yang utuh.
Ada empat kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang pendidik,
yang seyogyanya juga dikuasai oleh calon pendidik, yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan
kompetensi sosial. Maka dari itu, sebagai calon guru mahasiswa pun
mahasiswa dengan program pengembangan kepribadian yang menyatu
dalam kompetensi dasar, yang bertujuan agar terbentuk lulusan yang
berkualitas.
2. Kompetensi Lulusan PTAI
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap tindak pendidikan
dan pembelajaran pastilah berujung pada pencapaian kompetensi yang
direncanakan. Bloom (Sunarto dan Hartono, 1999: 29) mengemukakan
bahwa tujuan akhir dari proses pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu penguasaan pengetahuan (kognitif), penguasaan nilai (afektif) dan
penguasaan keterampilan (psikomotorik).
Secara umum, ada tujuh kompetensi dasar yang harus dikuasai
oleh lulusan PTAI menurut Furchan, Muhaimin dan Maimun (2005: 18-
19), ketujuh kompetensi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kom peten s i berbahasa A rab.
2. Kompetensi dasar keislaman.
3. Kompetensi berbahasa Inggris.
4. Kompetensi menggunakan komputer.
5. Kompetensi berkaitan dengan sikap kerja (beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan, disiplin, jujur, teliti, tanggungjawab, kematangan
emosi, inovatif dan profesional).
6. Kompetensi bekerjasama dengan orang lain.
Dari sini jelaslah bahwa kepribadian menempati posisi penting
sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa
setelah menjalani proses pendidikan. Adapun indikator kompetensi secara
khusus yang harus dimiliki lulusan PTAI (Furchan, Muhaimin & Maimun,
2005: 22-25) adalah sebagai berikut:
Table. 1
Indikator kompetensi lulusan PTAI
Sumber: Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi karangan Furchan, Muhaimin &
» 4~:__ IVlaiiiiuii.
Tujuan prA I Kompetensi Lulusan Indikator Kompetensi
Menghas'lkan normatif dan empiris akidah, syariah, akhlak serta sejarah dan peradaban islam.
(kompetensi)
akademik dan
2. General knowledge. Memahami pokok-pokok EPS,
IPA dan humaniora.
a. Menjalankan perintah
Allah dan menjauhi
icuangan-Nya.
b. Berpikir, berbicara dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Bergama, memiliki rasa
kebangsaan, kebhinekaan,
demokratis, rasa solidaritas sosial.
5. Sikap ilmiah. Cinta ilmu pengetahuan, cinta
Tujuan PTAI Kompetensi Lulusan Indikator Kompetensi
6. Profesional. Mampu melaksanakan
pekeijaan secara efektif dan
efisien serta memiliki
komiimen terhadap mutu hasil pekeijaan.
7. Kewirausahaan. Inovatif, ulet, kreatif pantang
menyerah, adaptif, responsif,
mandiri, mempunyai
keinginan untuk maju, berani menanggung resiko.
pikiran secara lisan
dengan sistematis dan mudah dipahami.
b. Mampu menulis karya ilmiah dengan sistematis dan menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan teks berbahasa Arab/Inggris tanpa banyak kesulitan.
baru dalam memecahkan masaiah.
c. Mengambil keputusan:
mampu memilih salah
Mampu mencari, meneiola dan menyajikan informasi secara sistematis, kritis dan objektif.
12. Memiliki
keterampilan dalam
Tujuan PTAI Kompetensi Lulusan Indikator Kompetensi
memimpin dan bergaul
dengan masyarakat.
Furchan, Muhaimin & Maimun menambahkan, Kurikulum dan
Hasil Belajar (KBH) tersebut bersifat tentatif, artinya masing-masing
PTA1 dapat menambah dan mengurangi dengan catatan harus relevan
dengan visi dan misi PTAI serta kondisi komckstual kekinian.
Dari beberapa kompetensi di atas, kompetensi yang berkaitan
dengan pengembangan kepribadian khususnya dijabarkan secara cukup
gamblang terkait kompetensi yang berhubungan dengan internal maupun
eksternal.
B. Peran Pendidikan Islam dalam Pengembangan Kepribadian
1. Definisi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam mempunyai ani luas. Di sekolah-sekolah formal
maupun non formal, pendidikan Islam sering diasumsikan pada studi
agarna seperti aqidah, fikih, hadits, tafsir, Al-Qur’ari, tarikh Nabi dan lain
sebagainya. Arti pendidikan Islam menurut Achmadi (1992: 20) adalah
sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam”.
Acbmadi menambahkan bahwa, pendidikan Islam didasarkan pada
konsep manusia. Konsep manusia seutuhnya, dalam pandangan Islam,
dapat diformulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan
bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam
hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam
sekitarnya dengan baik, positif dan konstruktif.
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan islam
Achmadi (1992: 25) menyebutkan ada tiga fungsi pendidikan islam
yaitu:
1. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri
manusia, alam sekitar dan mengenai kebesaran Ilahi, sehinga tumbuh
kretivitas yang benar.
2. Menyucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap hidup dan
perilaku yang dapat mencemari fitrah kemanusiaannya; dengan
menginternalisasikan nilai-nilai insani d a 1 Ilahi pada subjek didik.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan
kehidupan baik individual maupun sosial.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa salah satu fungsi pendidikan
Islam adalah fungsi pedagogik yang tersebut dalam Surat Al-Baqarah:
o j^ Jij ’iJ}
£ 3
vJ Ck ^sCJjJj < ^= J-T j jv^=uJ*j5“sebagaimana Kami leiah mengutus kepada 'kamu sekalian seorang
Rosul diantcra kamu yang membacakan ayai-cyat Kami kepadamu,
menyucikanmu, mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikamoh dan
mengajarkanmu apa yang belum kamu ketahui
Jaialuddin (2001: 89-90) menyatakan bahwa tujuan utama
pendidikan Islam identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Ia juga
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam ialah agar manusia menjadi
pengabdi Allah yang patuh dan setia. Tujuan ini hanya dijadikan dasar
dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam yang iebih konkret. Dari sini
terlihat jelas bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam didasarkan pada
aspek keagamaan dan secara operasional dijabarkan dalam tujuan yang
lebih konktet (khusus).
Sehubungan dengan hal tersebut, secara lebih operasionai Acnmadl
(1992: 63) berpendapat bahwa usaha pendidikan ditujukan untuk
mengubah dan mengembangkan manusia menuju arah kesempurnaan
dengan bimbingan dan arahan yang berdasarkan pada nilai ketuhanan yang
memiliki kebenaran mutlak dan sesuai dengan fitrah (potensi dasar)
manusia. Acmadi mengisyaratkan bahwa proses pendidikan ditujukan
pada pengembangan peserta didik yang secara garis besar mengacu pada
ajaran yang hanya menyentuh aspek doktrin ketuhanan saja, tetapi juga
menyentuh pada aspek perubahan dan perkembangan (potensi) pada diri
manusia. Allah mengisyaratkan, dalam Surat Ar-Ra’d ayat 11:
* ••f i ' i ’ S,- * - i'
“...sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka.... ”
Dari ayat di atas dapat dengan jelas diketahui bahwa pengubahan
diri merupakan syarat utama jika manusia menginginkan Allah mengubah
nasibnya. Jadi aspek pengembangan kepribadian merupakan sentral dari
ikhtiar pendidikan, dari itu pendidik dituntut untuk terus menciptakan
suasana yang kondusif agar pengembangan kepribadian peserta didik
tercapai dengan optimal.
Menurut Omar Muhammad Attoumy Asy-syaebani (Achmadi,
1992: 60) tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok yaitu:
1. Sifat yang bercorak agama dan akhlak.
2. Sifat kekoinprehensifan yang mencakup segala aspek pribadi sujek
didik dan semua aspek perkembangan masyarakat.
3 Sifat berkesinambungan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara
unsur-unsur dan cara pelaksanaannya.
4. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan yang
dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan, memperhitungkan
kebudayaan di mana-mana dan kesanggupannya untuk berubah dan
perkembangan bila diperlukan.
Asy-syaebani (Jalaluddin. 2001: 90) juga menegaskan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak
hingga mencapai tingkat akhlak karimah. Tujuan ini sama persis dengan
misi kerosulan yang diemban oleh Muhammad bin Abdullah yaitu
membimbing manusia menuju kesempurnaan akhlak (akhlak yang mulia).
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
mencapai kesempurnaan fisik maupun mental, kesempurnaan akhlak dan
kesempurnaan keimanan (takwa). Jadi pendidikan Islam secara ideal,
menuntun peserta didik yang menuju kematangan yang meliputi aspek
individu, sosial maupun spiritual.
3. Peran Pendidikan Islam dalam Pengembangan Kepribadian
Manusia dalam pandangan isiam, memiliki potensi dasar nan luhur
yang merupakan anugerah dan amanat Allah. Potensi dasar tersebut
merupakan “bahan mentah” yang harus terus dikembangkan agar menjadi
sempurna. Potensi dasar tersebut disebut fitrah. Empat belas abad yang
lalu, Ai-Qur’an menjelaskan bahwa Allah telah memberikan fitrah kepada
manusia. Fitrak bermakna khilqah yang berarti manusia diciptakan
memiliki pembawaan beragama tauhid. Fitrah manusia merupakan pola
Dalam Surat Al-Rum ayat 30 Allah menjelaskankan tentang fitrah
tersebut:
jZj 'j (J-lIJl jjLs jjJl 4l)l cj^Jai L
i~~>-0 b j% Z 'j j£ 3 T J D ifi
“maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya ”
Ayat tersebut secara tekstual menegaskan bahwa manusia
diciptakan Allah atas fitrah tersebut. Fitrah yang merupakan acuan
penciptaan manusia itu berasal dari fitrah Allah. Baharuddin (2005: 20)
menganalisis, fitrah merupakan potensi yang ada pada manusia dan berasal
dari Allah, oleh karena itu seharusnya fitrah dipandang dari dua sisi pula.
Pertama, fitrah yang berhubungan dengan Allah yaitu milik Allah. Kedua,
fitrah dalam hubugannya dengan manusia merupakan landasan penciptaan
manusia yang kemudian menjadi rnilik manusia. Dengan kata lain,
manusia diciptakan menganut pola tertentu yang disebut fitrah.
Teori fitrah menginformasikan bahwa bakat manusia bersifat baik
(beragama tauhid) tetapi pada perkembangannya, seorang anak dapat
keluar dari bakat tersebut karena pengaruh kedua orang tua (dalam arti
“setiap bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah
(suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi,
Nasrani atau M ajusF (HR. Bukhari)
Berdasarkan teori fitrah, Baharuddin (2005: 145) menjelaskan
fungsi pendidikan Islam yaitu untuk menjaga dan menumbuh-kembangkan
iman anak. Materi dan kurikulum pendidikan Islam harus berusaha
memberikan nuansa yang kondusif bagi perkembangan potensi baik anak
dan menutupi potensi jahat yang menutupinya. Dengan kata lain, fungsi
pendidikan IslaUi adalah untuk raenumbuh-kcmbangkui. iman, bukan
mengerasi (mengikis) iman.
Achmadi (1992: 63-64) menjelaskan bahwa pencapaian tertinggi
yang menjadi tujuan dasar pendidikan Islam yang bersifat mutlak yaitu:
a. Menjadi hamba Allah yang bertakwa.
Tujuan ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu
untuk beribadah kepada Allah. Dari itu pendidikan islam harus
mencakup dua hal, yaitu: Pertama, pendidikan harus memungkinkan
manusia mengerti Tuhannya, sehingga seluruh rangkaian ibadahnya
dilakukan dengan penuh penghayatan akan keesaan-Nya serta
senantiasa tunduk pada syariah dan petunjuk ilahi. Kedua, pendidikan
harus menggerakkan kemampuan manusia untuk memahami,
memanfaatkan dan menggunakan segala ciptaan Allah untuk
b. Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fi l ard (wakil Tuhan
di bumi) yang mampu memakmurkan, membudayakan dan, lebih jauh
lagi, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
c. Untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia
sampai akhirat, baik individu maupun masyarakat.
Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia, manusia memerlukan
kemampuan untuk memperolehnya berupa ilmu dan ketrampilan-
ketrampilan teknis lainnya. Begitu pula untuk mencapai kebahagiaan
akhirat manusia juga memerlukan ilmunya. Sebagaimana ditegaskan
dalam hadits yang artinya:
"barang siapa meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
akan memudahkan jalan menuju surga baginya’’. (HR. Ahmad)
Dalam Surat Al-Mujadallah ayat 11 juga disebutkan:
s-ji ’ji
“ ...Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan beberapa derajat... ”.
Jadi tegaslah bahwa pendidikan Islam mempunyai peran yang
besar dalam mengembangkan kepribadian peserta didik. Melalui
pendidikan, peserta didik dibekali ilmu pengetahuan serta ketrampilan
sehingga diharapkan mereka dapat menjadi manusia yang mempunyai
C. Kepribadian dalam Perspektif Psikologi
1. Definisi Kepribadian
Secara etimologi, kepribadian berasal dari kata personare (Yunani)
yang berarti menyuarakan melalui alat. Di zaman Yunani kuno para
pemain sandiwara berdialog menggunakan semacam penutup muka
(topeng) yang dinamakan persona. Dari kata ini kemudian dipindahkan
keri alam hahasa Tncrprk meniadi ne.rsnnnlitv vanp kemudian diteriemahkan ---—oc;) ---v r --- --- s j o '■ - j
-kedalam bahasa Indonesia menjadi kepribadian (Jalaluddin, 2001: 171).
n —♦ »«. ,* Miiyii 1_:---f\ pcngci nan irvv^:— ~ tVl UUU»'*.e —% ot
perbedaan definisi dari para ahli psikologi mengenai isi dan batasannya.
Ahmadi dan Sholeh (2005: 150) menjelaskan, perbedaan mengenai bagian
yang paling hakiki dari kepribadian dapat ditelaah melalui pandangan
filsafat yang digunakan para ahli yang pada akhirnya menentukan
pengertian tentang kepribadian tersebut. Lambat laun seiring dengan
pesatnya perkembangan teknologi komunikasi, berbagai aliran filsafat itu
pun saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Guna
memberikan gambaran yang lebih luas mengenai kepribadian berikut ini
dikemukakan pendapat-pendapat para ahli, walau tidak seiuruhnya, antara
lain:
Woodworth mengatakan, bahwa kepribadian merupakan kualitas
tingkah laku total individu. Senada dengan Woodworth, Dashiell
mengartikan kepribadian sebagai gambaran total tentang tingkah laku
mengemukakan bahwa kepribadian ialah sistem yang relatif stabil
mengenai karakteristik individu, bersifat internal dan berkontribusi
terhadap pikiran, perasaan serta tingkah laku yang konsisten (Yusuf LN.
dan Nurrihsan, 2007: 3).
Carl Gustav Jung menilai, kepribadian sebagai wujud pernyataan
kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya. Adapun
Gordon W AHport menyatakan bahwa kepribadian merupakan susunan
dinamis psikofisis dalam diri seseorang yang menentukan dirinya dapat
atau tidak untuk menyesuaikan din dengan lingkungannya (Jalnluddin,
2001: 172).
Bertolak dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kepribadian adalah kesatuan sistem (totalitas) psiko-fisik individu,
tercermin dalam tampiian tingkah laku yang menentukan caranya yang
khas dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Dari kesimpulan tersebut dapat dimengerti bahwa kepribadian
bukan hanya berkisar pada ‘struktur dalam’ berupa aspek fisik dan mental
saja tetapi juga mempunyai ‘struktur luar’ yakni aspek sosial yang berupa
penyesuaian diri terhadap orang lain. Struktur dalam dari kepribadian
tampak pada pola pikir, sifat-sifat, wama kulit dan lainnya. Sedangkan
struktur luar tampak dari sikap dan tingkah lakunya yang khas dalam
merespon keadaan lingkungan di sekitarnya. Kedua struktur ini tentunya
harus dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh, saling melengkapi dan
Ditengah masyarakat kita yang syarat akan nilai moral, aspek
sosiai (penyesuaian diri) sering diteijemahkan sebagai akhlak (sikap
moral). Akhlak merupakan struktur luar yang bersifat dinamis dalam
menghadapi situasi, kondisi dan perubahan yang teijadi di 'lingkungan.
Akhlak menjadi ukuran keberhasilan seseorang dalam penyesuaian diri
dengan keadaan sekitarnya. Seseorang yang mempunyai sikap moral
(akhlak) yang baik akan diterima dengan baik pula oleh lingkungan begitu
juga sebaliknya.
2. Faktor-Faktor yang Me*“ jJei:gartifel Kepribadian
Dalam Ilmu Jiwa Perkembangan di dunia Barat, ada tiga teori
perkembangan, yaitu:
a. Teori Nativisme, yang meyakini bahwa perkembangan manusia
ditentukan (dipengaruhi) oleh bakatnya, bakat tersebut mempunyai
potensi baik maupun jahat.
b. Teori Empirisme, mengungkapkan bahwa perkembangan manusia
ditentukan lingkungan atau pendidikan, bakat bawaan tidak
mempunyai pengaruh sama sekali. Teori ini berasumsi bahwa manusia
pada saat dilahirkan seperti kertas putih dan yang akan mewarnainya
tergantung oleh lingkungan.
c. Teori Konvergensi, mengakui bahwa perkembangan anak ditentukan
secara bersama-sama oleh pambawaan bakat dan lingkungan atau
Jadi, ada dua faktor dasar yang mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan kepribadian individu yaitu faktor hereditas (bawaan) dan
lingkungan. Berikut ini penjelasan kedua faktor tersebut dan hubungan
antara keduanya,
a. Faktor Hereditas
Faktor hereditas memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Seorang anak dilahirkan ke dunia ini
membawa berbagai pembawaan yang diwarisi dari orang tua atau
nenek moyangnya. Faktor ini memiliki pengaruh long sung maupun
tidak langsung pada kepribadian individu. Secara langsung, sifat-sifat
yang diwarisi dari orang tua akan menentukan sifat dan temperamen
yang dimiliki seseorang, sedangkan secara tidak langsung, bentuk
tubuh, warna kulit dan yang lainnya akan mempengaruhi cara anak
dalam interaksi dan penyesuaian dirinya terhadap orang lain.
Adapun pembawaan utama yang mempengaruhi kepribadian
antara lain: bentuk tubuh, raut muka, wama kulit, intelegensi, bakat,
sifat/watak dan penyakit (Ahmadi dan Sholeh, 2005: 47). Faktor
hereditas menentukan kekhasan individu yang membedakan antara
individu satu dengan yang lainnya. Individu yang hidup di tengah
lingkungan sosiai tidak hanya pasif menerima pengaruh-pengaruh dari
luar saja tetapi ia juga merespon pengaruh tersebut. Masing-masing
Reaksi mereka pun berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai
dengan pola kepribadian masing-masing.
Apakah pengaruh tersebut diterima atau ditolak sangat
bergantung pada kualitas dan filter kepribadian yang dimiliki.
Sehingga dapat dikatakan respon terhadap stimuli yang sama, antara
satu orang dengan yang lain berbeda,
b. Faktor Lingkungan
Faktor kedua yang sangat berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan individu adalah lingkungan. Ahmads dan ^hc-leh (2005:
55-56) memaparkan, lingkungan ini terdiri dari lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat dan keadaan alam lingkungan sekitar. Besar kecil
pengarah lingkungan terhadap tumbuh-kembang anak tergantung pada
keadaan intern (jasmani dan rohani) serta ekstern individu tersebut.
Keluarga merupakan tempat individu diasuh dan dibesarkan.
Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi pembentukan
kepribadian individu. Pola-pola yang dianut oleh keluarga akan dianut
pula oleh anak yang pada akhirnya membentuk pola kepribadiannya.
Keadaan ekonomi dan kesanggupan orangtua daiam mengasuh anak
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
pertumbuhan jasmaninya. Adapun yang mempengaruhi kepribadian
dan kualitas individu secara tidak langsung ialah tingkat pendidikan
Sedangkan lingkungan sekolah, masyarakat dan faktor alam
juga mendukung dalam perkembangan kepribadian. Lingkungan
tersebut memberikan stimuli dan pengaruh baik maupun buruk kepada
individu. Keadaan sosial, adat kebiasaan, sistem nilai yang dianut
masyarakat adalah jim at ampuh yang digunakan dalam mempengaruhi
kepribadian individu. Seseorang yang hidup di tengah masyarakat
agamis akan memiliki kepribadian agamis pula. Tingkah laku ya.ng
ditampilkan, kebiasaan-kebiasaan serta ritual-ritual yang dijalani
___ _ , * — 1 I 1 -I-. .+ 'O M.'ln ^ 'i« r» Li/4nr» r\t iliCilCCliiiinivaii lia* t w i v u u i . i K g li u p u ;u j«*•»«=> »»*-•'-p '-*•
daerah piurai, mereka akan menganut nilai yang tidak jauh berbeda
dengan masyarakat di sekitarnya,
c. Hubungan antara Hereditas dan Lingkungan
Dari paparan diatas telah dijelaskan dua faktor dasar yang
mengendalikan perilaku manusia. Di satu pihak kita dihadapkan
kenyataan bahwa tindakan-tindakan manusia dibentuk oleh pengaruh
sosial, adat kebiasaan, nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Di
pihak lain ada fakta yang tak kalah sahihnya bahwa individu tidak
hanya pasif menerima pengaruh-pengaruh dari luar dirinya dengan
cara seragam, tetapi mereka juga aktif menanggapi dan menyeleksi
sesuai pola kepribadian masing-masing.
Pada sub-bab ini penulis bermaksud menunjukkan bahwa
kedua pandangan ekstrim tersebut bukanlah sesuatu yang harus
pengaruh hereditas dan lingkungan. Dalam praktiknya kedua faktor
tersebut saling melengkapi satu sama lain.
Pada saat dilahirkan, dapat dikatakan secara cukup meyakinkan
bahwa dampak lingkungan sama sekali tidak ada. Bayi memasuki
kehidupan jasmani dengan pola genetik yang terdiri dari faktor-faktor
yang diturunkan. Sewaktu tumbuh, faktor-faktor turunan ini akan terus
menjadi matang dan mempengaruhi jalannya perkembangan.
Seseorang tidak berkembang dalam keadaan vakum tetapi dalam dunia
yan g pent!” stim uli. St;::*"1': lingkungan sem acam itu sangat diperlukan
bagi perkembangan karena kepribadian individu dihasilkan dari
keadaan saling pengaruh antara lingkungan dan jasmani.
Jasmani yang diturunkan mengandung berbagai potensi
sedangkan lingkungan menentukan bagaimana dan sejauh mana
potensi tersebut dapat diwujudkan. Kerangka kepribadian sangat
mungkin diturunkan dan merupakan pembawaan tetapi ini merupakan
kerangka plastis yang dapat dibentuk dengan bermacam cara oleh
pengalaman yang berbeda sewaktu seseorang berkembang.
3. Kepribadian pada Usia Mahasiswa
Para ahli sepakat bahwa untuk mengetahui perkembangan
psikologis, maka harus menggunakan hal-hal yang bersifat psikologis
sebagai landasannya. Dalam masa perkembangan, Kroh (Ahmadi dan
Sholeh, 2005: 33) menyatakan bahwa dari fase satu ke fase lain individu
individu umumnya terjadi dua kali, yaitu pada tahun ketiga atau keempat
dan pada permulaan masa pubertas. Berdasarkan pendapat tersebut
perkembangan individu dapat digambarkan dalam periodesasi berikut:
a. Masa kanak-kanak, dari lahir sampai masa kegoncangan pertama.
b. Masa keserasian Sekolah, dari masa kegoncangan pertama sampai
masa kegoncangan ke dua.
c. Masa kematangan, dari masa kegoncangan ke dua sampai akhir masa
remaja. Usia remaja tidak dapat ditentukan secara pasti, tetapi
umumnya sekitar usia 21 tahun.
Adapun perkembangan individu dari sejak lahir hingga dewasa
menurut Ahmadi dan Sholeh (2005: 34) dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Masa usia pra-sekolah, yaitu sekitar umur 0-6 tahun.
b. Masa usia sekolah dasar, yaitu sekitar umur 6-12 tahun.
c. Masa usia sekolah menengah, yaitu sekitar umur 12-19 tahun.
d. Masa usia mahasiswa, yaitu sekitar umur 18-25 tahun.
Hurlock (1996: 14-15) berpendapat bahwa rentang kehidupan
dibagi menjadi sepuluh tahap yang masing-masing memiliki pola
perkembangan dan perilaku tertentu walaupun tidak semua individu
melewati setiap tahap secara normal. Masing-masing tahap mempunyai
masalah yang harus diatasi sebelum individu masuk ke tahap berikutnya.
kekurangmatangan dan penyesuaian diri yang buruk. Tahap-tahap tersebut
adalah:
a. Periode prenatal.
b. Masa bayi yang baru lahir: dari kelahiran sampai akhir minggu kedua.
c. Masa bayi: akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
d. Masa kanak-kanak awal: dua sampai enam tahun.
e. Masa kanak-kanak akhir: enam sampai sepuluh atau dua belas tahun
f. Masa puber/praremaja: sepuluh atau dua belas sampai tiga belas atau
ttiiipa! ' *c!aS tahun.
g. Masa remaja: tiga belas atau empat belas «ampai delapan belas tahun.
h. Masa dewasa awal: delapan belas sampai empat puluh tahun.
i. Masa dewasa madya/pertengahan: empat puluh sampai enam puluh
tahun.
j. Masa tua/usia lanjut: enam puluh sampai meninggal.
Mengacu pada tahap perkembangan yang dipaparkan Hurlock,
dapat diidentifikasi bahwa usia mahasiswa termasuk pada periode dewasa
awal yang terdapat pada rentang umur antara 18-40 tahun. Menurut
Hurlock (1996: 246) masa dewasa awal merupakan masa dimana terjadi
penurunan perubahan fisik maupun psikologis. Masa ini merupakan
periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan baru dan harapan-
harapan sosial baru.
Senada dengan penggolongan tersebut, Ahmadi dan Sholeh (2005:
tahun digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal.
Mereka juga mengungkapkan, proses pematangan biologis-fisiologis
semakin melambat dan pada akhirnya mencapai taraf kematangan.
Bersamaan dengan kematangan biologis-fisologis tersebut, penemuan
pendirian hidup semakin mantap. Beberapa ahli menggambarkan ini
sebagai proses penemuan identitas diri, yaitu diri sebagai penemu dan
pelaksana nilai-nilai tertentu.
Tugas perkembangan pada usia mahasiswa adalah pemantapan
pendirian hidup. Maksudnya ialah pengujian lebih lanjut tentang pendHan
hidup serta penyiapan diri dengan t>eka! kemampuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk merealisasikan pendirian hidup yang telan
dipilihnya. Pengujian sangat penting karena pencapaian pendirian hidup
dengan bentuk pasti jarang terjadi. Pengujian pendirian hidup usia
mahasiswa dilakukan dengan berbagai kontak sosial dalam berbagai
kesempatan. Dengan melakukan kontak sosial, terjadi perubahan secara
berkala dari sikap hidup yang idealis menuju sikap hidup yang realistis,
namun tidak berarti bahwa usia mahasiswa tidak memiliki ideaiisme.
Mahasiswa umumnya memiliki idealisme yang cukup besar namun
merupakan idealisme yang realistik yaitu yang dapat dijelmakan ke dalam
tindakan (Ahmadi dan Sholeh, 2005: 45-48)
Selain itu, tugas perkembangan pada masa dewasa awal,
dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat yang mencakup
suami/istri membentuk keluaraga, membesarkan anak-anak, mengelola
rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan
menggabungkan diri pada kelompok sosial yang cocok (Hurlock, 1996:
252).
Dari itu, dapat diambil kesimpulan bahwa usia mahasiswa
merupakan usia dewasa awal. Adapun tugas perkembangan yang harus
dilakukan mahasiwa pada periode ini adalah menemukan identitas diri,
mulai memikirkan masa depan yang menyangkut bidang pekerjaan,
berkeluarga ;;iaupu:i OC:^!aS^a:sr.a:, RlGuyCSuuik?" dCi*g«*r, po!u
kehidupan dan harapan-harapan sosial yang baru dan mulai
mempersiapkan diri untuk menerima tanggung jawab di lingkungan
keluarga, lingkungan pekerjaan serta lingkungan masyarakat.
D. Kematangan Kepribadian
1. Kriteria Kematangan Kepribadian
Hampir semua teori psikologi membahas tentang kesehatan mental
yang pada akhirnya bermuara pada pola kepribadian. Freud dengan
psikoanaiisanya yang mewakili pandangan tradisional (orthodox),
membahas kesehatan mental dengan menggunakan sudut pandang orang
yang mengalami gangguan mental. Beberapa tokoh terkemuka seperti Cari
Jung, Gordon W. Allport dan Cari Rongers mengecam cara tradisional
tersebut. Tokoh-tokoh tersebut merupakan pelopor aliran humanistik
Allport mengemukakan, kriteria ideal individu yang mempunyai
kematangan kepribadian (Sundari HS, 2005: 25) mempunyai beberapa ciri,
yaitu:
a. Memiliki perluasan wawasan diri (extention o f self) yang meliputi
proyeksi ke depan yang berupa perencanan serta cita-cita (harapan)
untuk kehidupan yang lebih baik masa depan serta mengambil bagian
dalam setiap aktivitas/pekerjaan yang ditekuninya.
b. Memiliki persepsi yang objektif {self objectification) yang meliputi
Jsi- ...-- , -1- ! • ’ 1 u J~._ 7... 7-* nbnnnn
UUi uai; nw'rjr.
individu untuk memahami dirinya sendiri. Sedangkan humor ialah
kecakapan untuk memperoleh kenyamanan diri dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain,
c. Menyatunya filsafat hidup dalam kehidupan sehari-hari {philosophy o f
life). Individu yang matang mendasarkan setiap aktifuasnya pada
filsafat hidup yang memberikan arti dan tujuan pada kehidupannya.
Adapun Schultz (1991: 30-35) dengan analisisnya, menggolongkan
kriteria kematangan kepribadian menurut Allpnrt menjadi tujuh kriteria
yaitu.
a. Memiliki perluasan perasaan diri
Ketika diri berkembang, maka perhatian yang mula-mula
berpusat pada diri individu meluas menjangkau banyak orang dan
benda di sekitarnya serta nilai-niiai dan cita-cita abstrak. Orang yang
ada di luar dirinya dan mulai berinteraksi dengan orang lain. Dengan
beriteraksi, seseorang akan mulai membangun hubungan yang hangat
dengan orang lain.
b. Kehangatan hubungan dengan orang lain
Allport membedakan kehangatan hubungan menjadi dua
macam yaitu kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan
terharu. Orang yang matang, memperlihatkan keintiman (cinta)
terhadap orang tua, anak, teman akrab dan lain sebagainya. Cinta dari
orang vcuk svhsi tanpa syarat dan t:dsr. nicngikat. Sedangkan perasaan
terharu adalah salah satu pemahaman tentang kondisi dasar manusia
dan perasaan kekeluargaan dengan sesama bangsa.
Kehangatan hubungan merupakan perluasan perasaan diri yang
berkembang dengan baik. Dengan demikian, ia akan mampu
berhubungan sekaligus mempertahankannya secara positif terhadap
dirinya dan objek-objek lain di luar dirinya ^ekalipun menyadari ada
ketidak harmonisan (humor).
c. Kestabilan emosi
Pribadi yang matang mampu mengontroi emosi sehingga emosi
tersebut tidak mengganggu aktivitas mereka. Kontrol ini bukan
merupakan represi, tetapi emosi ini diarahkan kcarah yang lebih
konstruktif. Mereka juga mampu menerima emosi -emosi orang lain
Allport juga menyebut kualitas kestabilan emosi ini dengan
“sabar terhadap kekecewaan”. Hal tersebut menunjukkan bagaimana
seseorang bereaksi terhadap tekanan dan hambatan. Mereka sabar
terhadap kekecewaan tetapi tidak menyerah pada kekecewaan serta
memikirkan cara yang berbeda untuk keluar dari kekecewaan tersebut.
d. Persepsi yang realistis
Draw* v a n o m a ta n o m e.manrlana Hnnia secara o h ie k tif. M ereka---o J----O---O---O --- — J
menerima realitas sebagaimana mestinya. Mereka tidak memaksa
lingkungan untuk terhsdap persepsi meraket ataupun
sebaliknya.
e. Keterampilan dan etos kerja yang tinggi
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan
menenggelamkan diri pada pekerjaan tersebut.keberhasilan dalam
pekerjaan merupakan perkembangan dari keterampilan yang dimiliki.
Tetapi dalam pekerjaan, yang dibutuhkan tidak hanya keterampilan
semata, orang yang matang juga harus mempunyai rasa ikhlas,
antusias, melibatkan diri dan bersungguh-sungguh dalam
menyelesaikan tugas. Dengan kata lain dalam melaksanakan pekerjaan
harus ditopang dengan keterampilan dan etos kerja yang tinggi.
f. Pemahaman dan penerimaan diri
Kualitas utama dari kematangan kepribadian adalah
pemahaman dan penerimaan diri secara obyektif. Pada diri yang
P
melihatnya (kemampuan insight). Orang yang matang menerima
segala yang ada pada diri meraka, termasuk kekurangan dan
kelemahan tanpa menyerah secara pasif pada kekurangan dan
keiemahan tersebut.
g. Mempunyai filsafat hidup yang selalu menyatu dengan tingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan kriteria kepribadian yang sehat (matang) menumt
Hurlock (Yusuf LN. dan Nurrihsan, 2007: 12-14) sebagai berikut: mampu
menilai d:;*, situasi dai! prestasi yang diperoleh sccsrs realistik, “ .r.nenma
tanggung jawab; mandiri (autonomi), dapat mengontrol emosi, berorientasi
pada tujuan dan keluar (ekstrovert), diterima secara sosial, memiliki
filsafat hidup dan berbahagia.
Siswanto (2007: 155) menyimpulkan, sebagian garis besar teori-
teori psikologi mempunyai persamaan dalam memberikan kriteria individu
yang sehat dan matang secara mental, yaitu individu tersebut mempunyai
persepsi ‘hidup disaat ini’ dan tidak dibayang-bayangi trauma masa lalu,
hidupnya digerakkan oleh tujuan, memiliki persepsi yang objektif,
memiliki tanggung jawab terhadap orang lain serta melihat kesempatan
sebagai tantangan, bukan ancaman.
Berdasar beberapa pendapat di atas, dapat dijabarkan bahwa
a. Memahami diri sendiri (kemampuan insight).
b. Memiliki humor yakni kemampuan untuk mempertahankan hubungan
dengan orang lain.
c. Memiliki cita-cita (tujuan hidup).
d. Melakukan usaha untuk mencapai cita-cita.
e. Menemukan kebermaknaan hidup dalam setiap aktivitas yang dijalani.
2. Masalah-Masalah yang Dihadapi Orang Dewasa
Masa dewasa membawa serta tingkat kematangan tertentu yang
dampari v-ii pencapaian usia tertentu. i*rang
dewasa cenderung menghadapi beberapa masalah yang lebih kompleks
dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Andrew Mcghie (1996:
106-117) menyebutkan beberapa masalah psikologis yang dihadapi orang
dewasa, antara lain:
a. Pekerjaan
Orang dewasa melakukan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pekerjaan memberikan situasi dimana orang
dewasa mempunyai kemungkinan menemukan kebermaknaan hidup.
Tetapi kadang-kadang jenis pekerjaan yang diperoleh bukanlah jenis
pekerjaan yang disukai dan sesuai dengan keahliannya. Dalam
pekerjaan tersebut, orang dewasa dituntut untuk dapat menunjukkan
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas, bersosialisasi
dengan baik dan mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai
b. Pendekatan dan pernikahan
Orang dewasa juga menghadapi masalah pasangan yang cocok.
Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan akan pasangan pun
mulai direncanakan dan dipersiapkan sedemikian rupa.
c. Menjadi orang tua
Setelah memperoleh pasangan, orang dewasa mulai dihadapkan
pada masalah keturunan. Anak merupakan keturunan langsung yang
menjadi generasi penerusnya dan bentuk dari perwujudan kasih sayang
dar: kedua orang tuanya.
d. Kehilangan orang yang disayangi
Secara psikologis, orang dewasa telah cukup siap menerima
tekanan jiwa yang diakibatkan kehilangan sosok yang paling
disayangi. Sosok tersebut bisa orang tua, pasangan hidup, saudara,
anak dan lain sebagainya.
e. Proses menjadi manula
Tahap lanjut dari kehidupan dewasa adalah masa manula. Masa
ini memeriukan persiapan psikologis maupun fisik. Dari segi fisik,
biasanya orang dewasa mulai lebih menjaga kesehatan dengan pola
hidup sehat. Dari segi psikologis, orang dewasa mulai mengfokuskan
E. Kepribadian dalam Persektif Islam
1. Definisi Kepribadian
Basaroedin (Baihaqi. 2008: 232-235) memaparkan bahwa ada
sembilan istilah khas dalam khazanah keislaman yang dapat dijadikan
padanan istilah kepribadian, yaitu: fitrah, nafs, qolb, ruh, aql, basyar,
insan, fiiad, dan nas. Kemudia dia menganalisis bahwa istilah keislaman
yang dapat mewadahi makna kepribadian adalah istilah nafs, Menurutnya,
nafs, walaupun cenderung diartikan negatif, tetapi sesungguhnya memiliki
potCuSi positif dan negatifi
Lebih lanjut Basaroedin menjelaskan, secara umum nafs, dalam
kontek pembicaraan manusia, menunjuk pada sisi daiam manusia yang
berpotensi baik dan buruk. Dalam pandangan Al-Qur’an, nafs diciptakan
Allah dalam kedaan sempurna yang berfungsi menampung serta
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi
dalam manusia inilah yang oleh Al Qur’an dianjurkan untuk diberi
perhatian yang lebih besar. Allah berfirman dalam surat Asy-Syams ayat
7-8:
, -- , ** , " f - '
“demi jiw a manusia serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka
Allah mengilhamkan kepada jiw a itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan ”
Namun demikian diperoleh pula isyarat bahwa hakikatnya potensi
tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Maka manusia
dituntut untuk memelihara kesucian nafs, dan tidak mengotorinya. Dalam
surat Asy-Syams ayat 9-10 ditegaskan,
0 O ' ^ 3 O *4* j Cr* C1*'
“sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan nafs itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya''
Menurut Abduh dalam Baihaqi (2008: 235) nafs pada hakikatnya
lebih mudah melakukan iial-hai yang baik dari paoa keburukan dan pada
dasarnya nafs diciptakan Allah untuk melakukan keabaikan.
Dai amal-Qur’an ditemukan bahwa nafs brfungsi sebagai wadah
yang menampung ide/pengetahuan dan kemauan yang keras (13: 11).
Perubahan nafs ini merupakan syarat mutlak bagi terjadinya perubahan
dunia. Menurut Shihab, seiain menampung pengetahuan dan kehendak,
dalam juga terdapat nurani yang menuntun manusia menyesali
perbuatannya serta merasa berdosa atas kesalahan yang telah diperbuatnya.
Lebih lanjut dalam Al-Qur’an juga terdapat isyarat bahwa nafs juga
mewadahi pengetahuan (potensi) yang terdaiam, yang tidak disadari oleh