• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran PTAIN Dalam Pengembangan Pendidikan Islam

PTAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, tentu memiliki tantangan besar di tengah-tengah cepatnya arus perubahan jaman dan peradaban yang sedemikian rupa ini, dibutuhkan kerja yang sangat berat dan berkesinambungan, hal ini terjadi karena tuntutan zaman selalu berubah sejalan dengan perubahan peradaban manusia. Proses pendidikan yang terjadi PTAIN tidak hanya sekedar mempersiapkan anak didik untuk mampu hidup di tengah-tengah perkembangan masyarakat kini, tetapi juga harus mampu memepersiapkan tuntutan jaman yang akan datang, yang semakin lama semakin sulit diprediksi. Karena itu PTAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi, harus mengikuti perubahan dan perkembangan yang berlangsung dalam dinamika kehidupan sebagai implikatif dari perubahan dan perkembangan jaman saat ini.

Sejarah PTAIN di Indonesia bisa kita lihat dari upaya pemerintah dalam mengintegrasikan sistem perguruan tinggi Islam dan peningkatan mutu pendidikan terwujud dalam penyatuan PTAIN dengan ADIA menjadi satu institusi yakni Institut Agama Islam Negeri “Jami‟ah Islamiyah Hukumiyah”.

Upaya ini terlaksana setelah Presiden RI mengeluarkan PP No. 11 tahun 1960. Pembentukan ini juga mulai berlaku resmi pada tanggal 9 Mei 1960.50 Secara formal IAIN diresmikan tanggal 24 Agustus 1960 berdasarkan atas Penetapan Menteri Agama No. 35 tahun 1960, berkedudukan di Jogjakarta dan Prof. Mr. R.H.A Soenarjo sebagai Rektor, Wasil Aziz sebagai Sekretaris Senat, Prof. T.A. Hasby Ash Shiddieqy sebagai Dekan fakultas Syari‟ah, Prof. Dr. Muchtar Yunus sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin, Mahmud Yunus sebagai Dekan Tarbiyah, Bustami A. Gani sebagai Dekan Fakultas Adab.51

Sebagai upaya merespon kebutuhan umat Islam akan pendirian IAIN di daerah, lahirlah peraturan pemerintah No. 27 tahun 1963 yang memberi kesempatan untuk mendirikan IAIN dan terpisah dari pusat. Jakarta mendapat kesempatan pertama untuk mendirikan IAIN. Sehingga IAIN Jakarta adalah yang kedua setelah IAIN Jogjakarta.52 Dalam perjalanan itu pula, berdiri IAIN Ar-Raniry Banda Aceh tanggal 5 Oktober tahun 1964, IAIN Raden Fattah tanggal 22 Oktober 1963, IAIN Antasari Banjarmasin tanggal 22 November 1964, IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 6 Juli 1965, IAIN Alaudin Ujung pandang 28 Oktober 1965, IAIN Imam Bonjol Padang 21 November 1966, IAIN Sultan Thaha Syaefuddin Jambi tahun 1967.53 Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa sejarah Islam Indonesia tak bisa dari riwayat ekspansi kaum santri dengan proses

50

Abuddin Nata, et.al, Dari Ciputat, Cairo, Hingga Colombia (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002), hlm. 14.

51 Abuddin Nata et.al, Dari Ciputat, Cairo... hlm. 17.

52 Abuddin Nata et.al, Dari Ciputat, Cairo… hlm. 18.

53

„santrinisasi‟ lewat IAIN khususnya. Ekspansi PTAIN ketika ADIA dan PTAIN meninggalkan status pendidikan kedinasan menjadi IAIN sejak 1960. Sepanjang tahun-tahun akhir pemerintahan Orde Lama dan awal Orde Baru, satu per satu IAIN didirikan di banyak ibu kota provinsi dengan fakultas cabang di sejumlah kota kecil. Berikutnya, pada 1997 seluruh fakultas cabang tersebut memperoleh peningkatan status menjadi STAIN. Dewasa ini lembaga pendidikan tinggi Islam Negeri memasuki fase baru, yaitu suatu keadaan ruang lingkup program akademis yang dilaksanakan dalam bentuk Institut dan sekolah tinggi tidak sesuai lagi dan perlu di kembangkan kepada ruang lingkup program akdemis yang lebih luas dalam bentuk Universitas.

Menurut Muhaimin, pengembangan studi umum di IAIN merupakan perwujudan dari rasa tanggungjawabnya untuk menyiapkan calon-calon sarjana atau tenaga kependidikan yang memiliki komitmen akademis-religius atau personal dan profesional religius. Kenyataan tersebut menggarisbawahi perlunya pemahaman kembali tentang pengertian studi Islam di IAIN, sebagai program studi-program studi. Suasana atau lingkungan religius di lembaga pendidikan, yang pada gilirannya akan berdampak pada pengembangan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup yang berspektif Islami dalam konteks keindonesiaan, akan sulit tercipta jika tidak didukung oleh seperangkat sarana dan prasarana serta tenaga kependidikan yang mampu mengembangkan nilai-nilai islam. Ini semua merupakan tantangan bagi IAIN untuk menyiapkan calon-calon

sarjana yang disiapkan melalui suasana lingkungan yang kondusif bagi pengembangan nilai-nilai Islam.54

Selanjutnya pengembangan dan Konversi IAIN ke UIN adalah proyek keilmuan. Proyek pengembangan wawasan keilmuan dan perubahan tata pikir keilmuan yang bernafaskan keagamaan transformatif. Konversi dari IAIN ke UIN adalah momentum untuk membenahi dan menyembuhkan “luka-luka dikotomi” keilmuan umum dan agama yang makin hari makin menyakitkan.55 Sedangkan menurut Abuddi Nata munculnya gagasan perkembangan pendidikan tinggi Islam di Indonesia yakni transformasi IAIN menjadi UIN. Ada beberapa alasan yang diidentifikasi atas gagasan tersebut. Pertama, dengan bentuk institut, ruang lingkup hanya sebatas keilmuan dan pengkajian keIslaman saja. Kedua, wawasan mahasiswa dan dosen IAIN terbatas, berbeda halnya dengan universitas umum. Sehingga pengkajian Islam seolah terputus dari persoalan kontemporer yang aktual. Sehingga menuju transformasi lembaga tersebut menjadi harapan yang harus diwujudkan, agar kedua alasan tersebut dapat diselesaikan.56

Selanjutnya Abuddin Nata juga berpendapat bahwa gagasan dan konsep dasar pengembangan IAIN menuju UIN tak lepas dari beberapa masalah yang dihadapi IAIN dalam perkembangannya selama ini. Pertama, IAIN belum berperan secara optimal dalam dunia akademik, birokrasi dan masyarakat

54 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 251.

55 Amin Abdullah, et.al, Islamic Studies; Dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Yogyakarta: SUKA Press, 2007), hlm. 33.

56 Abudin Nata (ed.), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam

Indonesia secara keseluruhan. IAIN lebih banyak berperan di masyarakat karena dalam konteks dakwah. Kedua, kurikulum IAIN belum mampu merespon perkembangan IPTEK dan perubahan masyarakat yang semakin kompleks.57

Perubahan tersebut juga tidak terlepas dari harapan untuk menjawab tantangan dan peluang yang dihadapi perguruan tinggi Islam di Indonesia. Beberapa tanggapan di atas dan permasalahan di atas, setidaknya dapat diatasi apabila setiap IAIN memilki kesungguhan dan itikad baik untuk menjawab perubahan tersebut. Perubahan menjadi UIN adalah salah satunya untuk memperluas peluang dan kesempatan lulusan UIN dalam dunia global. Dalam aspek keilmuan, bahwa sudah pantas kalau perubahan UIN adalah upaya Islamisasi ilmu pengetahuan, integrasi ilmu umum dan agama. Ditambahkan oleh Din Syamsudin sebagai dikutip oleh Kusmana dan Yudi Munadi, yang menyatakan bahwa, dengan perubahan menjadi UIN adalah upaya perguruan tinggi Islam dalam mengintegrasikan nilai Islam dan etika dalam ilmu pengetahuan.58

Memasuki era baru menjadi perguruan tinggi Islam yang mampu menangkap tantangan global. Di mana pada abad ini menghadapi masyarakat yang semakin kompleks, perkembangan iptek yang semakin maju. Sehingga menuntut PTAIN kembali untuk menerjemahkan tantangan dan peluang era ini, Ide itupun disuarakan yakni gagasan ingin mentrasformasi IAIN menjadi

57 Abuddin Nata et.al, Dari Ciputat, Cairo…, hlm. 23.

58 Kusmana dan Yudi Munadi (ed.), Proses Perubahan IAIN Menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Ciputat: Jakarta UIN Press, 2002), hlm. 22.

Universitas. Gagasan IAIN untuk menjadi UIN adalah awal untuk menjadikan perguruan tinggi Islam mampu bersaing di era global.

Ahmad Tafsir mengungkapkan ada beberapa alasan mengapa IAIN sebaiknya dikembangkan menjadi UIN:

1. Kita memerlukan pemikir yang mampu berpikir komprehensif.

Islam adalah agama yang lengkap yang mencakup seluruh sistem kehidupan. Islam tidak hanya berisi tuntunan tentang kepercayaan dan peribadatan ritual melainkan juga tuntunan dalam hal mengatur urusan selain itu. Itu berarti setiap muslim harus mempelajari ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Ini dapat dilakukan bila ia belajar di universitas Islami. Banyak sekali masalah umat muslim yang tidak dapat di selesaikan secara sempurna dengan hanya menggunakan teori-teori peengetahuan agama seperti selama ini. Masalah-maslah itu baru dapat diselesaikan secara sempurna bia menggunakan juga teori-teori pengetahuan umum. Untuk tujuan ini IAIN harus menjadi UIN.

2. Ilmu agama memerlukan ilmu umum

Pada IAIN dibuka banyak fakultas dan jurusan, semua jurusan itu adalah jurusan yang mendalami ilmu-ilmu agama Islam. Pendalaman ilmu agama Islam itu memerlukan bantuan ilmu umum. Jadi untuk meningkatkan ilmu agama diperlukan bantuan ilmu umum. Kebutuhan itu secara perlahan akan terpenuhi bila IAIN dikembangkan menjadi UIN.

3. Meningkatkan harga diri sarjana dan mahasiswa muslim

Masuknya ilmu umum ke IAIN bila telah menjadi universitas akan dapat meningkatkan harga diri sarjana dan mahasiswa muslim. Selama ini sarjana dan mahasiswa muslim kurang dikenal di kalangan sarjana dan mahasiswa lainnya. Sebabnya antara lain karena sarjana dan mahasiswa muslim hanya berkiprah dalam ilmu keagamaan, khususnya Islam. Bila IAIN dikembangkan menjadi universitas islami maka lapangan kiprah sarjana dan mahasiswa muslim akan lebih luas.

4. Menghilangkan paham dikotomi agama-umum

Dikotomi antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum tidaklah sesuai dengan ajaran Islam. Paham ini harus dihilangkan. Penyatuan kembali pengetahuan agama dan pengetahuan umum dapat dilakukan secara sistematik di universitas islami.

5. Memenuhi harapan masyarakat muslim

Banyak sekali orangtua mahasiswa yang berharap anaknya menjadi sarjana dalam ilmu umum yang memilki iman yang teguh dan mengetahui juga dasar-dasar agama Islam. Harapan itu besar kemungkinan dapat dipenuhi bila anaknya belajar di universitas islami.

6. Memenuhi kebutuhan lapangan kerja

Sekarang ini, di Indonesia, banyak lapangan kerja yang spesifik Islami. Lapangan kerja itu membutuhkan tenaga kerja muslim yang ahli di bidang itu. Di lapangan ekonomi misalnya sudah ada bank islami. Bank islami itu berhubungan dengan perekonomian islami. Lembaga pendidikan islami sebaiknya mampu menghasilkan tenaga kerja yang menguasai teori-teori ekonomi islami. Tenaga itu dapat dihasilkan oleh universitas islami.59

Sedangkan menurut Haidar Putra dampak positif perubahan IAIN menjadi UIN adalah:

1. Perubahan IAIN menjadi UIN akan memberikan peluang dan kesempatan bagi lulusan madrasah aliyah. Hal tersebut disebabkan adanya perubahan jenis pendidikan pada Madrasah Aliyah. Pada masa lalu Madrasah Aliyah merupakan sekolah agama, tapi masa sekarang madrasah aliyah sudah menjadi sekolah umum yang bernuansa agama. Dengan kata lain, muatan mata pelajaran umum pada madrasah aliyah sekarang lebih dominan dibandingkan muatan pelajaran agama pada madrasah aliyah di masa sebelumnya.

2. Perubahan IAIN menjadi UIN akan memberikan peluang dan kesempatan bagi sekolah menengah umum (SMU) untuk belajar di UIN. Karena IAIN selama ini secara umum hanya menampung tamatan Madrasah Aliyah dan pondok pesantren atau sekolah berbasis agama lainya dan belum banyak memberikan peluang bagi tamatan SMU. Dengan demikian perubahan IAIN menjadi UIN ini mengemban misi pemberdayaan umat untuk masa depan. Hal ini sejalan dengan pikiran Alvin Toffler yang mengatakan bahwa semua proses pendidikan adalah suatu kegiatan yang lahir dari suatu pandangan ke massa depan, bahkan membentuk gambaran masa depan, atau dengan pesan Nabi Muhammad SAW yang mengingatkan bahwa generasi muda sekarang hendaknya di didik sesuai dengan prinsip bahwa mereka akan hidup pada zamanya sendiri bukan pada zaman kita.

3. Dengan pendirian Universitas Islam Negeri (UIN) di satu sisi merupakan

wujud keagamaan para elit muslim pengambil kebijakan atas

ketidaksesuaianya lagi IAIN dalam memasuki era Globalisasi, tetapi disisi lain merupakan realisasi kesadaran makna pendidikan Islam yang luas mencakup berbagai bidang keilmuan dan tidak dikotomis anatara ilmu pengetahuan agama dan umum. Hal ini ditundukkan dengan konsep pengembangan kurikulum IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menggunakan pendekatan integratif dan interkonektif, yang dimaksudkan untuk membangun kurikulum yang inklusif dan humanis. Melalui perubahan

59

IAIN menjadi UIN maka dapat dilakukan apa yang disebut sebagai islamisasi, spiritualisasi, atau integrasi antara ilmu pengetahuan. Yaitu, upaya saling mendekatkan diri antara satu dan lainya. Sarjana Ilmu agama diberi wawasan ilmu pengetahuan umum, dan sarjana ilmu pengetahuan umum di beri wawasan ilmu agama. Dengan demikian, terciptalah intelek yang ulama, dan ulama yang intelek.

4. Alumni UIN lebih terbuka kesempatan untuk mobilitas vertikal ketimbang alumni IAIN dan lebih beragam lapangan kerja yang bisa dimasuki mereka.60

Dari hasil pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan mengapa IAIN dikembangkan menjadi UIN, karena kita memerlukan pemikir yang mampu berpikir komprehensif, ilmu agama memerlukan ilmu umum, meningkatkan harga diri sarjana dan mahasiswa muslim, menghilangkan paham dikotomi agama-umum memenuhi kebutuhan lapangan kerja, dan memenuhi harapan masyarakat muslim. Dengan pengembangan program studi umum dari IAIN menjadi UIN bila dilihat dari aspek normatif-teologis, doktrin Islam pada dasarnya mengajarkan pada pemeluknya untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh) sebagai lawan dari ber-Islam yang parsial. Pengembangan UIN merupakan perwujudan dari rasa tanggungjawabnya untuk menyiapkan calon-calon sarjana atau tenaga kependidikan yang memiliki komitmen akademis-religius atau personal dan profesional religius.