• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko

BAB I PENDAHULUAN

D. Peran Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko

DJPPR adalah organisasi yang memegang peranan strategis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko. Peran strategis DJPPR dimaksud digambarkan sebagai berikut. 1. Memenuhi Pembiayaan APBN yang Bersumber dari Utang

Selain penerimaan pajak dan bukan pajak, utang mempunyai kontribusi yang penting dalam menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional. Sampai saat ini, peranan utang baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri masih menjadi sumber utama pembiayaan APBN. Untuk memenuhi pembiayaan APBN tersebut, pembiayaan melalui utang harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup tersedia pada saat diperlukan dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko terkendali.

Utang digunakan untuk membiayai defisit dan sebagian pengeluaran pembiayaan antara lain pelunasan pokok utang jatuh tempo, buyback, dan penerusan pinjaman. Sumber pembiayaan dari utang, meliputi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), serta pengadaan Pinjaman Luar Negeri (Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek) dan

Pinjaman Dalam Negeri. Selain itu, DJPPR juga mempunyai peranan dalam pengelolaan dukungan pemerintah terkait pembiayaan infrastruktur. Hal ini sangat diperlukan karena terbatasnya pembiayaan yang berasal dari utang dan diperlukan untuk meningkatkan peranan swasta dalam pembangunan infrastruktur pemerintah. 2. Mewujudkan Kesinambungan Fiskal Melalui Pengelolaan Portofolio dan Risiko

Pembiayaan

Pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan. Pengelolaan utang yang tidak profesional akan berdampak negatif terhadap kondisi fiskal pemerintah yang tercermin antara lain dalam ketidakmampuan pemerintah membayar kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, bertambahnya kewajiban utang di luar perkiraan, dan terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan. Selain itu, dampak selanjutnya dapat berupa menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating), terhambatnya perkembangan pasar keuangan domestik, serta ekonomi biaya tinggi.

Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang pada tanggal 31 Desember 2019 mencapai Rp4.779,28 triliun. Jumlah utang yang relatif besar tersebut memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai dimensi risiko yang berpotensi menimbulkan masalah terhadap kesinambungan fiskal, antara lain risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko refinancing.

Tabel I. 14 Tabel Utang Pemerintah Pusat

Sumber: DMFAS

2014 #) November

Angka dalam Triliun Rupiah %

I. Defisit Anggaran Negara (298,49) (308,34) (340,98) (269,44)

II. Total Utang Pemerintah Pusat 2.608,78 3.165,13 3.515,46 3.994,80 4.466,20 4.814,31 4.779,28 100,0% a. Pinjaman 677,56 755,12 734,85 746,17 810,20 770,04 764,48 16,0% 1). Pinjaman Luar Negeri 674,33 751,04 729,71 740,39 803,07 761,95 756,10 15,8%

Bilateral *) 334,62 340,63 315,07 314,46 334,62 300,88 294,61 6,2% Multilateral **) 292,33 360,04 368,92 381,65 425,00 422,55 423,18 8,9% Komersial ***) 47,15 50,20 45,61 43,12 43,45 38,52 38,32 0,8% Suppliers ***) 0,24 0,17 0,10 1,17 - - - 0,0%

2). Pinjaman Dalam Negeri 3,22 4,08 5,13 5,78 7,13 8,09 8,38 0,2% b. Surat Berharga Negara 1.931,22 2.410,01 2.780,61 3.248,63 3.656,00 4.044,27 4.014,80 84,0%

Denominasi Valas 456,62 658,92 766,58 907,53 1.054,37 1.065,53 1.053,52 22,0% Denominasi Rupiah 1.474,60 1.751,09 2.014,03 2.341,10 2.601,63 2.978,74 2.961,29 62,0%

Angka dalam Miliar US Dolar

Total Utang Pemerintah Pusat 209,71 229,44 261,64 294,86 305,11 341,39 338,91 100,0% a. Pinjaman 54,47 54,74 54,69 55,08 55,63 54,61 54,21 16,0% 1). Pinjaman Luar Negeri 54,21 54,44 54,31 54,65 55,18 54,03 53,62 15,8%

Bilateral *) 26,90 24,69 23,45 23,21 22,85 21,34 20,89 6,2% Multilateral **) 23,50 26,10 27,46 28,17 29,38 29,96 30,01 8,9% Komersial ***) 3,79 3,64 3,39 3,18 2,94 2,73 2,72 0,8% Suppliers ***) 0,02 0,01 0,01 0,09 - - - 0,0%

2). Pinjaman Dalam Negeri 0,26 0,30 0,38 0,43 0,45 0,57 0,59 0,2% b. Surat Berharga Negara 155,24 174,70 206,95 239,79 249,48 286,79 284,70 84,0%

Denominasi Valas ##) 36,71 47,76 57,05 66,99 69,82 75,56 74,71 22,0% Denominasi Rupiah 118,54 126,94 149,90 172,80 179,66 211,23 209,99 62,0%

Nilai Tukar Rupiah (IDR thd US$1) 12.440 13.795 13.436 13.548 14.481 14.102 14.102 Sumber : Aplikasi DMFAS; #) Angka LKPP Audited; *) Angka sementara; **) Angka defisit sesuai dengan pagu APBN 2019

(296,00) 2015 #) 2016 #) 2017 #) 2018 #) 2019 December Nominal

Untuk itu, pembiayaan APBN melalui utang harus didukung dengan pengelolaan berbagai risiko antara lain dengan melakukan: debt securities buyback, loan

prepayment, debt-switch/reprofiling, debt swap, restrukturisasi pinjaman, dan hedging.

3. Pengembangan Pasar yang Dalam, Aktif, dan Likuid

Saat ini, peningkatan target pembiayaan melalui SBN belum sebanding dengan pertumbuhan daya serap pasar SBN domestik yang masih terbatas. Peningkatan likuiditas dan daya serap pasar SBN domestik diperlukan agar target pembiayaan SBN dapat dipenuhi dengan biaya efisien tanpa menyebabkan peningkatan risiko utang yang berlebihan. Basis investor baik domestik maupun luar negeri yang besar dan terdiversifikasi diperlukan untuk memperkuat dan menjaga kestabilan permintaan terhadap instrumen utang negara.

Penerbitan utang dalam bentuk SBN berperan strategis dalam pengembangan pasar keuangan khususnya pasar domestik antara lain:

a. mendukung pengembangan institusi/lembaga keuangan domestik dengan memberikan alternatif instrumen investasi;

b. mendukung kebutuhan industri keuangan dalam pengelolaan ALM; c. yield SBN, sebagai benchmark bagi penerbitan instrumen keuangan lainnya;

d. pasar SBN yang berkembang akan mendukung terbentuknya pasar repo, derivatif yang akan semakin mengefisienkan pasar keuangan secara keseluruhan; dan e. memperluas basis investor domestik.

4. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan

Dalam rangka pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan, telah ditetapkan dua belas butir Inisiatif Strategis dalam rangka implementasi Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yang menjadi peranan DJPPR. Inisiatif Strategis Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang harus dilaksanakan DJPPR pada tahun 2019 diuraikan sebagai berikut.

a. Kegiatan pendukung Inisiatif Strategis yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2019 tentang Tentang Implementasi Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yaitu:

1) Penguatan Budaya Organisasi Kemenkeu: The New Thinking of Working, 2) Implementasi Office Automation dalam Rangka Membangun Digital

Workplace, dan

3) Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Keuangan.

b. Pelaksanaan Layanan Bersama Fungsi DJPPR (Co-Location)

Disamping penetapan inisiatif-inisiatif Strategis tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 834/KMK.01/2016 tentang Layanan Bersama Terkait Dengan pelaksanaan Fungsi Perbendaharaan, Kekayanaan Negara dan Keuangan Negara lainnya di Daerah, telah ditetapkan beberapa fungsi layanan DJPPR yang dilaksanakan di daerah antara lain sebagai berikut.

1) layanan klinik investasi dan pemasaran Surat Berharga Negara (SUN dan SUKUK) serta hubungan investor daerah yang meliputi:

a) layanan konsultasi investasi Surat Berharga Negara, b) layanan konsultasi konversi Dana Alokasi Umum ke SBN,

c) layanan pemesanan pembelian SBN secara private placement, dan

d) layanan informasi dan edukasi pengelolaan SBN dan instrumen pembiayaan lain; dan

2) layanan registrasi hibah langsung dalam negeri di daerah. c. Pembangunan Enterprise Architecture (EA)

Enterprise Architecture (EA) adalah suatu metode perencanaan strategis organisasi

untuk mencapai visi dan misi organisasi dengan melakukan perbaikan pada bisnis, informasi, teknologi yang digunakan dan merupakan salah satu inisiatif strategis Kementerian Keuangan untuk mewujudkan perbaikan layanan yang memiliki tingkat keamanan dan keandalan IT yang tinggi, efisien dan terintegrasi. Dalam rangka pembangunan Enterprise Architecture (EA), hal-hal yang dilakukan DJPPR antara lain penyusunan arsitektur kondisi as-is DJPPR pada aplikasi Orbus i-server hingga level 3 dan mendesain arsitektur proses bisnis dan aplikasi di DJPPR pada aplikasi Orbus i-Server s.d. Level 3.