• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Mitra Strategis

3.2. Peran TIK

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen mengoptimalkan penerapan SPBE di seluruh Kementerian/Lembaga dan Daerah (K/L/D). Implementasi SPBE sudah berjalan namun belum terkoordinasi secara nasional. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) merupakan kebijakan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya. Salah satu capaian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tahun 2018 ini menetapkan agar setiap instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah harus menggunakan aplikasi umum, paling lambat dua tahun setelah Perpres ini ditetapkan. Perpres ini diinisiasi oleh Kementerian PANRB dan beberapa kementerian/lembaga terkait.

Tata Kelola SPBE bertujuan untuk memastikan penerapan unsur-unsur SPBE secara terpadu, dengan unsur yang meliputi Rencana Induk SPBE Nasional, Arsitektur SPBE, Peta Rencana SPBE, rencana dan anggaran SPBE, proses bisnis, data dan informasi, infrastruktur SPBE, aplikasi SPBE, keamanan SPBE, dan layanan SPBE.

Rencana induk SPBE nasional yang bertujuan untuk memberikan arah SPBE yang terpadu dan berkesinambungan secara nasional, dimana rencana induk SPBE nasional disusun berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang nasional dan grand design reformasi birokrasi. Untuk penyusunan rencana induk SPBE nasional dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan

3—44 pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. Rencana Induk SPBE Nasional akan dilakukan review setiap lima tahun atau sewaktu-waktu berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Rencana Induk SPBE Nasional, dan perubahan kebijakan strategis nasional.

Aplikasi SPBE yang digunakan oleh instansi pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan layanan SPBE, dimana aplikasi terdiri atas aplikasi umum, dan aplikasi khusus. Setiap Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah harus menggunakan Aplikasi Umum. Sementara itu instansi pusat dan pemerintah daerah dapat melakukan pembangunan dan pengembangan aplikasi khusus, namun harus didasarkan pada arsitektur SPBE Instansi Pusat dan Arsitektur SPBE pemerintah daerah masing-masing.

Keamanan Informasi mencakup penjaminan kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan, keaslian, dan kenirsangkalan (nonrepudiation) sumber daya terkait data dan informasi, Infrastruktur SPBE, dan Aplikasi SPBE. Dalam menerapkan Keamanan SPBE dan menyelesaikan permasalahan keamanan SPBE, pimpinan Instansi Pusat dan kepala daerah dapat melakukan konsultasi dan koordinasi dengan kepala lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang keamanan siber.

Manajemen SPBE dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan keterpaduan pelaksanaan Tata Kelola SPBE sedangkan Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta pemantauan dan evaluasi SPBE nasional dibentuk Tim Koordinasi SPBE Nasional. Tim yang diketuai Menteri PANRB ini bertugas melakukan koordinasi dan penerapan kebijakan SPBE pada instansi pusat dan pemerintah daerah, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

Integrasi layanan pengaduan pelayanan publik yang dilakukan melalui bagi pakai data dan informasi pengaduan pelayanan publik dalam Instansi Pusat, dalam Pemerintah Daerah, dan antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah, kemudian penyelenggaraan basis data terintegrasi untuk bagi pakai data dan informasi pengaduan pelayanan publik, dan penyelenggaraan sistem aplikasi pengaduan pelayanan publik yang terintegrasi.

3—45 Pemantauan dan evaluasi SPBE yang memiliki tujuan untuk mengukur kemajuan dan meningkatkan kualitas SPBE di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemantauan dan evaluasi didasarkan pada pedoman evaluasi SPBE yang dilakukan secara berkala oleh Tim Koordinasi SPBE Nasional.

SPBE memberi peluang untuk mendorong dan mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, inovatif, dan akuntabel, meningkatkan kolaborasi antar instansi pemerintah dalam melaksanakan urusan dan tugas pemerintahan untuk mencapai tujuan bersama, meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan publik kepada masyarakat luas, dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme melalui penerapan sistem pengawasan dan pengaduan masyarakat berbasis elektronik atau disebut juga dengan Good Governance.

Good governance memiliki sejumlah ciri sebagai berikut:

 Akuntabel: artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus disertai pertanggungjawabannya

 Transparan: artinya harus tersedia informasi yang memadai kepada masyarakat terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan

 Responsif: artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus mampu melayani semua stakeholder

 Setara dan inklusif: artinya seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali harus memperoleh kesempatan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan sebuah kebijakan

 Efektif dan efisien: artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang tersedia dengan cara yang terbaik

 Mengikuti aturan hukum: artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan membutuhkan kerangka hukum yang adil dan ditegakan

3—46

 Partisipatif: artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus membuka ruang bagi keterlibatan banyak aktor

 Berorientasi pada konsensus (kesepakatan): artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang terlibat.

Pada hakikatnya tujuan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah tercapainya kondisi pemerintahan yang dapat menjamin kepentingan atau pelayanan publik secara seimbang dengan melibatkan kerjasama antar semua komponen pelaku (negara, masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat, dan pihak swasta). Paradigma tata kepemerintahan yang baik menekankan arti penting kesejajaran hubungan antara institusi negara, pengguna layanan, dan masyarakat. Semua pelaku harus saling mengetahui apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya serta membuka ruang dialog agar para pelaku saling memahami perbedaan-perbedaan di antara mereka. Melalui proses tersebut diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi dalam penerapan program-program tata kepemerintahan yang baik di masyarakat.

Ada empat belas karakteristik yang terdapat dalam Good Governance yaitu:

Wawasan ke depan (onary)

Keterbukaan dan Transparansi (openness and transparency)

Partisipasi Masyarakat (participation)

Akuntabilitas/Tanggung gugat (accountability)

Supremasi Hukum (rule of law)

Demokrasi (Democracy)

Profesionalisme dan Kompetensi (profesionalism and competency)

Daya Tanggap (responsiveness)

Keefisienan dan Keefektifan (efficiency and effectiveness)

3—47

Kemitraan dengan Swasta dan Masyarakat (private and civil society

partnership)

Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (commitment to discrepancy

reduction)

Komitmen pada Pasar yang fair (commitment to fair market)

Komitmen pada Lingkungan Hidup (commitment to environmental

protection)

Dalam rangka implementasi SPBE, tentu saja ada beberapa prioritas utama yang akan dilaksanakan, karena tidak semua jenis layanan dapat di fasilitasi dengan internet atau dilayani melalui internet, baik karena keterbatasan infrastrukturnya maupun SDM-nya, terutama publik yang akan melakukan berbagai transaksi layanan atau yang membutuhkan layanan.

Masalah utama pembangunan sistem informasi di BSN adalah integrasi data. Integrasi data merupakan proses mengkombinasikan dua atau lebih set data agar mempermudah dalam berbagi dan analisis, dalam rangka mendukung manajemen informasi di BSN. Integrasi data menggabungkan data dari berbagai sumber database yang berbeda ke dalam sebuah penyimpanan seperti gudang data (data warehouse).

Perlunya integrasi data adalah karena adanya kebutuhan Data yang sama dapat dipakai bersama antar bagian organisasi (antar instansi), Data suatu instansi dapat dipakai bersama oleh instansi-instansi lain yang memerlukan. Meskipun fokus integrasi adalah data, tapi perlu juga integrasi hal-hal lain yang terkait. Integrasi data perlu dilakukan secara cermat karena kesalahan pada integrasi data bisa menghasilkan ouput/keluaran yang menyimpang dan bahkan menyesatkan pengambilan keputusan nantinya.

Syarat integrasi data dapat dipenuhi dengan berbagai cara seperti konsisten dalam penamaan variabel, konsisten dalam ukuran variabel, konsisten dalam struktur pengkodean dan konsisten dalam atribut fisik dari data. Masalah-masalah yang ada pada integrasi data yaitu heterogenitas data, otonomi sumber data,

3—48 kebenaran dan kinerja query/permintaan. Integrasi data membuat penyatuan pandangan dari data bisnis. Pandangan ini bisa dibuat dengan bermacam teknik. Bagaimanapun juga, integrasi data bukanlah jalan satu-satunya untuk data bisa digabungkan. Cara lain untuk menggabungkan data adalah dengan:

 Integrasi Aplikasi (Aplication Integration): Dicapai dengan mengkoordinasikan aliran kejadian informasi antara aplikasi bisnis (arsitektur yang berorientasi pada pelayanan dapat memfasilitasi integrasi aplikasi).

Integrasi Proses Bisnis (Bussiness Process Integration): Dicapai oleh perapatan koordinasi aktivitas melalui proses bisnis, jadi aplikasi dapat dibagi dan terlebih lagi integrasi aplikasi dapat terlaksana.

Integrasi Interaksi Pengguna (User Interaction Integration): Dicapai oleh pembuatan antar muka pengguna yang memberikan sistem data yang berbeda.

Dalam dokumen Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 10); (Halaman 56-61)