• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEPEMILIKAN DAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN

C. Peranan Negara dalam Sistem Perekonomian Nasional

Terjadinya krisis ekonomi dunia pada tahun 1929 menyebabkan negara tidak lagi bersifat pasif, di mana untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek kehidupan sosial, dengan adigium, negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warga negaranya mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddie to the grave). Pada tahun-tahun berikutnya, boleh dikatakan tidak ada satupun aspek kehidupan yang lepas dan campur tangan negara dan peran sentral negara tersebut, yang dapat bertahan sampai tahun 1960-an, karena keterlibatan negara terlalu jauh dalam kehidupan masyarakat. Ironisnya bukannya masyarakat makin sejahtera, justru yang terjadi sebaliknya.118

Melihat kondisi seperti itu, lebih dari 40 persen sektor negara di Inggris (1980-1988) diubah menjadi perusahaan swasta dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga keberhasilan itu merupakan model utama dalam

118

perubahan global dari negara kesejahteraan (welfare state) menjadi privatisasi atau penswastaan BUMN. Ini kemudian menjadi tren dunia, sehingga tidak ada satu negara pun yang tidak ikut, tak terkecuali Indonesia. Negara yang memiliki tradisi demokrasi dan negara maju yang mengikuti jejak Inggris berhasil, sedangkan negara sedang berkembang kebanyakan salah urus dalam privatisasi, termasuk Indonesia.119

Boleh dikatakan bahwa format keterlibatan negara dalam aktivitas ekonomi bersumber pada politik ekonomi suatu negara, sebagai konsekuensi dari perkembangan ajaran welfare state. Kemudian muncul berbagai pertanyaan: Apakah politik ekonomi menghendaki atau mengharuskan keterlibatan negara dalam bentuk perusahaan negara (BUMN). Apabila jawabannya: ya, pertanyaan selanjutnya: apakah keterlibatan negara itu secara keseluruhan atau terbatas. Bila keterlibatan negara terbatas, maka perlu dirumuskan di mana batas-batasnya, apa saja yang boleh dimasuki, apa saja yang tidak boleh dimasukinya. Dari latar belakang inilah yang kemudian melahirkan bentuk atau jenis BUMN.120

Persoalan peranan negara atau pemerintah di bidang perekonomian sudah sejak lama menimbulkan perdebatan ideologis antara empat aliran utama mazab

119 Ibid. Dapat ditambahkan bahwa konsep keterlibatan negara dalam bidang ekonomi secara riil, untuk pertama kali dikemukakan oleh Beveridge, seorang anggota Parlemen Inggris dalam laporannya dan mengandung suatu program sosial, yaitu: pemerataan pendapatan masyarakat, kesejahteraan sosial sejak manusia lahir sampai meninggal dunia, penyediaan lapangan kerja, pengawasan atas upah oleh pemerintah, dan usaha dalam bidang pendidikan. Jika dikaji laporan dari Beveridge terkandung konsep negara kesejahteraan, yang akhirnya meluas dan diterima oleh banyak pihak. Tahap perkembangannya, sejak tahun 1883, Kanselir Jerman Otto Von Bismarck memperkenalkan Asuransi Sosial yang dibiayai oleh pemerintah dan tahun 1889 lahirlah UU Pensiun, yang memberikan pensiun kepada pekerja usia 70 tahun. Kemudian, Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt, 46 tahun kemudian mempertegas dan mempopulerkan kembali konsep negara kesejahteraan tersebut dengan program New Deals Social Secyrity Acts 1935. Ibid, hal. 11.

120

ekonomi dunia yaitu laissez faire, sosialisme, liberalisme modern, dan konservatisme modern. Namun pertanyaan mendasar yang dipersoalkan adalah peranan seperti apa yang dimainkan dalam hal kepemilikan dan pengelolaan pemerintah di bidang ekonomi.121

Beberapa ahli ekonomi berpandangan bahwa laissez faire sama dengan kapitalisme. Padahal kapitalisme itu sendiri bukanlah ideologi politik, melainkan suatu sistem ekonomi yang didominasi pihak swasta terutama dalam hal cara-cara berproduksi, pendistribusian hasil-hasil produksi, serta pertukaran barang dan jasa.122 Di belahan dunia barat, laissez faire adalah ideologi politik yang sepenuhnya bersandar pada kapitalisme, yang dalam perkembangannya mereka selalu berusaha agar kapitalisme itu sendiri menjadi sebuah sistem ekonomi. Paham laissez faire lahir di Perancis semasa pemerintahan Raja Louis XIV, dan istilah laissez faire pertama kali muncul dalam pertemuan khusus dengan Menteri Keuangan Perancis Jean Baptiste (1619-1683) yang diprakarsai oleh pemerintah. Ketika Menteri Keuangan menanyakan apa yang dapat dibantu oleh pemerintah untuk kepentingan para saudagar, salah seorang di antara mereka menjawab: laissez faire (leave us alone: biarkan kami berusaha sendiri). Sejak itu laissez faire diakui sebagai ideologi yang

121 Austin Ranney, Governing: An Introduction to Political Science (7th Edition), (London: Prentice Hall International, Inc., 1996), hal. 79. Menurut teori kedaulatan negara oleh Jean Bodin dan

George Jelinek: “Kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat melindungi anggota masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang lemah”. Dalam hal ini, “teori kedaulatan negara akan berfungsi apabila didukung oleh teori pengayoman dan teori perlindungan”. Lihat Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1996).

122 Menurut Austin Ranney, kapitalisme adalah “an economic system in which the means of production, distribution dan exchange are privately owned and operated”. Lihat Austin Ranney,

menghendaki campur tangan pemerintah sekecil mungkin di bidang ekonomi. Dengan demikian jelas bahwa kapitalisme adalah “tangan-tangan politik” yang bekerja untuk kepentingan laissez faire dalam mengelola berbagai kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan bisnis.123

Di antara sistem ekonomi yang ada, para penganut paham laissez faire meyakini bahwa kapitalisme adalah sistem ekonomi yang paling baik. Sistem ekonomi kapitalis akan berjalan dengan sendirinya apabila pemerintah hanya mengurusi penyediaan kondisi pasar bagi persaingan ekonomi yang bebas; menjaga hukum dan ketertiban; menjamin legalitas kontrak-kontrak bisnis; melindungi dan menjaga hak milik pribadi (private property); dan mempertahankan negara dari serangan musuh. Negara atau Pemerintah harus membiarkan berlangsungnya persaingan bebas antar sesama pengusaha di lingkungan swasta, sehingga berbagai keputusan dengan sendirinya akan diciptakan oleh pasar dan diatur secara alamiah oleh hukum ekonomi, dan lebih jauh pemerintah tidak perlu membantu mereka yang berhasil ataupun yang gagal dalam menjalankan usaha.124

Menurut sebagian besar pendukung laissez faire, bahwa dalam pembangunan ekonomi suatu negara, kebijakan yang semestinya dipilih oleh pemerintahnya adalah dengan membiarkan ekonomi sepenuhnya tidak diatur oleh siapapun, kecuali oleh pasar bebas (market discipline). Hal ini berarti bahwa doktrin laissez faire dibawa masuk ke dalam logika ekstrim yang anarkis karena bagi pendukung laissez faire

123 Ibid. 124

berlaku logika: jika pemerintah yang baik adalah yang sedikit memerintah atau mengatur, maka dapat dipastikan pemerintah yang paling baik adalah pemerintah yang tidak memerintah atau mengatur sama sekali.125

Dalam perkembangan selanjutnya laissez faire dipahami sebagai aplikasi dari semua urusan ekonomi yang bersandar kepada doktrin Presiden Amerika Thomas Jefferson: “that government is best which governs least” (pemerintah yang baik adalah yang memerintah atau mengatur sedikit).126 Slogan laissez faire yang menandai campur tangan negara atau pemerintah di bidang ekonomi, pertama kali dikumandangkan oleh John Locke dan sekelompok ekonom Perancis (disebut kaum physiocrats) pada abad ke-17 dan awal abad ke-18. Namun penjelasan yang paling terkenal dan berpengaruh mengenai laissez faire adalah hasil pemikiran Adam Smith melalui bukunya The Wealth of Nation yang terbit pada tahun 1776. Ekonom Skotlandia dan mahaguru kapitalisme ini seringkali dianggap sebagai tokoh utama yang menentang campur tangan pemerintah dalam segala urusan ekonomi. Padahal sesungguhnya, menurut Nathan Rosenberg, bahwa pada dasarnya seluruh argumen Adam Smith dalam membangun tatanan kelembagaan ekonomi: para pengusaha yang mengejar kepentingan pribadi akan dipaksa sedemikian rupa untuk ikut memajukan kepentingan bersama. Dengan kata lain Adam Smith menyumbangkan hasil

125 Ibid, hal. 26.

126 Lihat Robert L. Cord, et.al., Political Science: An Introduction, Second Edition, (New Jersey: Prentice Hall Inc., 1985), hal. 104.

pemikirannya yaitu suatu kebijaksanaan ekonomi praktis: bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi seraya menjamin kebebasan setiap pelaku ekonomi.127

Sedangkan sistem ekonomi “liberalisme modern” bertitik tolak dari kritik terhadap liberalisme klasik Adam Smith dan gagasan mereka mengenai ekonomi pasar karena terbukti bahwa hingga menjelang akhir abad ke-19 ekonomi pasar tidak mampu mengatur pasar. Tesis Adam Smith yaitu invisible hand (“tangan-tangan tak kelihatan” ternyata tidak menunjukkan kinerja yang cemerlang dan persaingan bebas dalam pasar pun berlangsung secara tidak sempurna. Hal ini terjadi karena pelaku ekonomi cenderung memanipulasi pasar, adalah masalah yang sejak dini diperingatkan oleh Adam Smith. Dalam praktiknya ada tendensi terciptanya pasar yang semakin besar bagi kelompok tertentu, dan sebaliknya semakin kecil bagi kelompok lain, sehingga menimbulkan depresi ekonomi dan melahirkan kelompok masyarakat kelas bawah yang miskin dan sengsara. Dengan kata lain, sistem ekonomi klasik (laissez faire) memiliki dampak negatif yang relatif lebih banyak.128

Oleh sebab itu, sekelompok pemikir mulai mempertanyakan sistem ekonomi liberalisme klasik yang dipandang lebih cenderung menekankan pengertian “bebas

127 Lihat Nathan Rosenberg, “Adam Smith and Laissez Faiere Revisited”, dalam Gerald P. O’Driscoll, (ed), Adam Smith and Modern Political Economy. Bicentennial Essayas on The Wealth Nations”, (Iowa: Iowa State University Press, 1979), hal. 75. Bandingkan dengan Gregorio S. Miranda yang mengemukakan: “Laissez faire may be defined as the doctrine which demand the minimum interference by the government in economic and political affairs. Under the doctrine of laissez faire, the ideal society is characterised by the competition of individuals armed with equal rights who freely search fot their interest in the interaction of economic relataionships. From its beginnings, laisesz faire is marked by an optimistic faith in the power of uncontrolled action to produce social good. As a theory of exchange, laissez faire leads to such a stabilization of prices as results, in a given market, in the maximum possible satisfaction to all those participating therein”. Gregorio S. Miranda,

International Trade, (Manila: Business House, 1979), hal. 12. 128

dari” (freedom from) campur tangan negara atau pemerintah dalam urusan ekonomi. Kecenderungan ini kemudian disebut sebagai “negative freedom” (kebebasan yang bersifat negatif) karena penekanan terhadap “freedom from” tersebut justru

“memakan” kebebasan itu sendiri. Sebaliknya yang diperlukan adalah sistem ekonomi yang menekankan freedom to (“bebas untuk”) dalam konteks peran negara atau pemerintah di seluruh bidang perekonomian. Dalam perkembangannya kemudian freedom to dikenal sebagai positive freedom (“kebebasan yang bersifat positif”), yang mendorong pemerintah untuk secara serius dan riil memberikan jaminan kebebasan hidup bagi semua lapisan masyarakat. Ideologi (positive freedom) yang dicetuskan oleh Thomas Green pada tahun 1880-an ini selanjutnya dikenal sebagai “liberalisme modern”. Jadi jelas bahwa penganut “liberalisme klasik”

mendesak pemerintah keluar dari pasar, sebaliknya “liberalisme modern”

memasukkan kembali pemerintah ke dalam pasar agar setiap orang mendapat perlindungan dari sistem ekonomi liberalisme klasik yang adakalanya tidak adil itu. Untuk melindungi hak-hak setiap orang dalam sistem ekonomi, liberalisme modern mempromosikan ketentuan tentang upah dan jam kerja, hak berserikat dan berorganisasi, asuransi pengangguran dan kesehatan, serta memberikan kesempatan bagi semua orang untuk meningkatkan keterampilan bekerja melalui pendidikan. Liberalisme semacam ini dikembangkan oleh Woodrow dan Franklin D. Roosevelt di Amerika Serikat pada abad ke-20, dengan tujuan pokok untuk mencapai a free society (“masyarakat yang bebas”).129

129

Franklin D. Roosevelt dan kolega-kolega New Deal-nya berpendapat bahwa liberalisme sejati haruslah menjadi “liberalisme yang positif”. Artinya, jaminan kebebasan yang diberikan oleh negara kepada rakyat untuk berbicara dan memeluk agama masing-masing tidak akan memberikan arti yang positif apabila anggota masyarakat itu sendiri tidak bisa: (i) menghidupi keluarganya; (ii) mendapatkan pendidikan yang baik; dan (iii) mendapatkan jaminan kesehatan yang cukup memadai.130 Mereka sependapat bahwa proteksi semacam itu harus diberikan dan dijamin oleh negara sepenuhnya sehingga mengarah kepada welfare state (“negara kesejahteraan”), sebagai suatu sistem di mana pemerintah menjamin prasyarat kehidupan minimum warganya secara layak mencakup keadilan mendasar seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan kesejahteraan sosial-ekonomi. Kendati standar persyaratan minimum bagi setiap individu pada dasarnya tidak sama, akan tetapi penganut liberalisme modern pada umumnya menerima premis bahwa negara harus memiliki tanggung jawab sosial-ekonomi atas warga negaranya. Sebaliknya kaum liberalis modern mengembangkan tradisi kebebasan individu dan pilihan bebas dalam hal urusan non-ekonomi. Dengan kata lain, para penganut paham ini menjaga intervensi atau campur tangan negara atau pemerintah di bidang moral, agama dan intelektual harus seminimal mungkin. Untuk itu, pemerintah harus memisahkan secara tegas fungsi gereja dan negara.131

130 Austin Ranney, Op.Cit., hal. 88. 131

Di Amerika Serikat, New Deal adalah program sosial-ekonomi yang diajukan oleh Presiden Franklin D. Roosevelt yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah pengangguran, menghidupkan kembali kegiatan usaha dan pertanian, membantu mereka yang kehilangan ladang pertanian dan tempat tinggal, membenahi perbankan nasional, serta memberi jaminan sosial dan menghapuskan praktik buruh anak. Adapun gagasan mendasar New Deal sebagai berikut:132

a. pemerintah harus campur tangan lewat proses demokratik dalam memecahkan masalah sosial-ekonomi;

b. pemerintah harus menopang dan memikul tanggung jawab dalam membantu korban-korban tidak berdosa akibat depresi ekonomi;

c. sektor pertanian berhak diperlakukan sama dengan sektor industri; d. para pekerja harus memiliki posisi tawar (bergaining position);

e. perekonomian harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan menjamin setiap orang memiliki standar hidup minimal;

f. semangat kerja sosial antar kelompok dapat dan harus menggantikan falsafah kompetitif yang kejam;

g. kecenderungan sentrifugal individualisme yang berlebihan harus diimbangi oleh pengertian yang lebih luas akan tanggung jawab individu dan kelompok dalam memajukan kesejahteraan umum;

h. semua masalah tidak diselesaikan secara revolusi, melainkan secara demokratis;

132

i. lembaga dan kebijakan-kebijakan pemerintah dapat dan harus diperbaharui dan dipermodern untuk mengatasi berbagai macam masalah yang mungkin muncul;

j. pelaksana pemerintahan harus memperhatikan penambahan kekuasaan federal, penggunaan para tenaga ahli (profesional) secara lebih luas, dan penyerahan kekuasaan legislatif yang ridak benar serta pengadilan sesat kepada agen-agen pemerintah.

Aliran konservatisme pada dasarnya berurusan dengan upaya pelestarian nilai-nilai dan institusi tradisional. Persoalan pelik yang mereka hadapi adalah berbagai perubahan radikal yang didorong oleh kaum libelaral klasik pada abad ke-19. Penganut aliran konservatisme berkeyakinan bahwa masyarakat harus tetap berjalan sebagaimana adanya. Akan tetapi pemegang kekuasaan adalah kaum bangsawan, bukan kelompok-kelompok bisnis yang baru muncul. Setiap majikan harus dapat menjamin kehidupan sosial para buruh pabrik dan petani, serta kehidupan moral yang dituntun oleh nilai-nilai tradisi dan agama. Hal ini didasari pemikiran bahwa masyarakat yang baik adalah masyarakat yang hidup dengan tradisi kemasyarakatan dan keagamaan. Untuk itu setiap anggota masyarakat harus dapat memahami posisi dan peran masing-masing dalam hierarki sosial, dengan asumsi bahwa setiap individu telah memahami hak dan kewajiban masing-masing, serta berhak untuk turut serta menikmati keuntungan yang diperoleh masyarakat.133

Di Amerika Serikat, gagasan yang dikemukakan Milton Friedman bahwa pasar bebas masih tetap merupakan jalan terbaik dan kebenaran akan doktrin Adam

133

Smith (“di manapun pemerintah melakukan campur tangan akan mengacaukan banyak hal sehingga menimbulkan masalah”), tidak sedikit kaum konservatisme yang meyakini dan mengikutinya. Lebih lanjut Milton Friedman mengemukakan bahwa pilihan individual akan memberikan eksistensi moral yang lebih baik ketimbang dipilihkan oleh pemerintah, dan bersama Friedrich von Hayek memiliki pandangan yang sama bahwa pemerintah seharusnya mengatur usaha swasta seminimal mungkin atau tidak sama sekali. Di bidang kegiatan ekonomi, pemerintah harus menegaskan aturan-aturan dasar persaingan bebas dengan memperkuat kontrak dan melindungi hak milik pribadi. Dalam hal ini, pemerintah tidak boleh membatasi keuntungan si pemenang dan tidak boleh pula mengatasi kerugian pihak yang kalah. Menurut pandangan kaum konservatif modern, pengusaha yang kreatif akan berkembang seiring dengan tumbuhnya pasar serta munculnya produk-produk baru yang menarik dan bisa mencetak uang. Harapan mereka adalah setiap pengusaha diperbolehkan berusaha secara bebas sehingga bisnis lama dapat berkembang dan sekaligus membangun bisnis baru yang pada gilirannya akan membuka dan menciptakan lapangan kerja baru serta membawa kemakmuran bagi banyak orang. Sebaliknya jika para pengusaha dihambat oleh berbagai ketentuan yang dibuat oleh pemerintah dan dibebani pula dengan pajak yang tinggi akan mengakibatkan penurunan investasi dan produksi secara drastis dan lapangan kerja semakin terbatas. Dengan demikian jelas bahwa kaum konservatif modern tetap menghendaki agar pemerintah tidak membebani pelaku usaha dengan berbagai macam peraturan yang memberatkan, dan

mereka mempertimbangkan intervensi pemerintah di bidang intelektual, moral dan agama.134

Pandangan kaum sosialis tentang kebebasan dan persaingan berbeda dengan aliran lainnya. Karena kebebasan dan persaingan tersebut sangat erat kaitannya dengan struktur sosial secara keseluruhan, maka kebebasan dan persaingan dalam suatu susunan masyarakat yang tidak adil akan mengukuhkan ketidakadilan itu sendiri. Oleh sebab itu negara atau pemerintah tidak bisa tidak harus mengambil peran tertentu secara lebih aktif agar pihak-pihak yang lemah dapat dilindungi dari pihak-pihak yang kuat karena mereka memiliki kekuasaan. Secara moral dan politik, campur tangan pemerintah di bidang ekonomi dapat dibenarkan dan bersifat mutlak agar keadilan dan kesejahteraan bersama dapat diwujudkan bagi semua anggota masyarakat.135

Aliran sosialis (sosialisme) adalah sistem ekonomi dan sekaligus sebagai ideologi politik. Sebagai sistem ekonomi, sosialisme merupakan lawan dari sistem ekonomi kapitalis. Secara sederhana sosialisme dapat dipahami sebagai suatu sistem ekonomi dengan cara produksi, distribusi serta pertukaran barang dan jasa dimiliki dan dioperasikan oleh publik. Menurut paham kaum sosialis, negara adalah suatu organisasi yang paling representatif, sehingga konsepsi “dimiliki dan dioperasikan oleh publik” artinya kuasa kepemilikan dan operasionalisasi berada di tangan pemerintah atau negara. Sosialisme sebagai ideologi politik, dan dalam kaitannya

134 Ibid, hal. 32-33. 135

dengan kontrol di bidang ekonomi, penganut paham ini meyakini bahwa negara perlu mengembangkan perencanaan ekonomi dan pengendalian pasar. Hal itu perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya eksploitasi sekelompok orang atas kelompok lain, dan selain itu untuk menjamin berlangsungnya distribusi keadilan dan kesejahteraan bagi setiap orang.136

Varian dari paham kaum sosialis relatif cukup banyak. Meskipun demikian terdapat karakteristik khas yang mempertautkan masing-masing varian menjadi suatu flatform dasar.137 Salah satunya yang paling utama adalah penghisapan ekonomi dan ketidakadilan institusi dasar kapitalisme, yaitu hak milik pribadi (private property). Hak milik pribadi berarti kepemilikan yang sah atas aset yang nyata maupun yang tidak nyata oleh perorangan. Menurut pendukung sosialisme, satu-satunya cara untuk melepaskan masyarakat dari penghisapan kapitalis adalah dengan merebut kembali seluruh cara produksi, distribusi dan pertukaran agar bisa dimiliki kembali oleh masyarakat dan dioperasikan pemerintah. Mereka berpendapat bahwa pemerintah yang seharusnya mengambil-alih dengan cara membeli atau menyita. Pengendali tertinggi ekonomi yaitu pemerintah yang seharusnya mendistribusikan barang-barang

136 Austin Ranney, Op.Cit., hal. 81.

137 Penjelasan tentang varian dari sosialisme sebagai ideologi politik antara lain dapat dilihat dalam buku Cariton Rodec, et.al., Pengantar Ilmu Politik, diindonesiakan oleh Zulkifly Hamid, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), khususnya Bab 7. Bandingkan juga dengan Ebenstein, William dan Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa Ini, diindonesiakan oleh Alex Jemadu, cetakan ketiga, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994), khususnya Bagian Pertama. Selain itu lihat juga Robert L. Cord, Op.Cit., hal. 107-120.

ekonomi kepada rakyat banyak sesuai dengan kebutuhan mereka sebagai manusia, bukan karena produktivitas ekonomi mereka sendiri.138

Pengambilalihan alat-alat produksi oleh kaum sosialis dari tangan kapitalisme dilakukan melalui revolusi. Untuk itu kelas pekerja harus bahu-membahu mengorganisasikan gerakan berskala massif, dengan atau tanpa kekerasan, untuk meruntuhkan kekuasaan politik rezim kaum kapitalis dan menguasai alat-alat produksi yang ada seperti tanah, pabrik dan sebagainya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, revolusi sebagai metode perubahan struktur masyarakat yang dipraktekkan kaum sosialis sebelumnya tidak lagi menjadi satu-satunya cara. Seperti kaum revisionis berpandangan bahwa melalui perjuangan demokratis sebagai metode perlawanan terhadap kaum kapitalis, maka kekuasaan dapat direbut melalui pemilihan umum. Varian yang lain seperti komunisme (sosialisme ilmiah) meyakini bahwa untuk merebut alat-alat produksi serta menghancurkan kaum kapitalis hanya dengan revolusi kekerasan, dan pemerintahan diktator proletariat diperlukan untuk mempertahankan kekuasaan. Sedangkan sosialisme demokratik melakukannya dengan cara-cara yang demokratis dan damai. Kekuasaan yang diperoleh melalui Pemilu dipergunakan untuk mengontrol pemerintahan demokratis, melakukan adopsi secara damai dan penguatan kebijakan-kebijakan sosialis. Sosialisme ilmiah (scientific sosialism) dikembangkan oleh Karl Marx-Friederich Engels dan Vladimir

138

Illich Ulyanov Lenin, sedangkan sosialisme demokratis dikembangkan oleh Eduard Berstein, adalah seorang marxis revisionis dari Jerman.139

Untuk membandingkan asumsi-asumsi dasar dari keempat ideologi tersebut dalam rangka pengaturan dan pengawasan negara di bidang ekonomi dan non- ekonomi dapat lebih diperjelas dengan Tabel 4 berikut ini.140

Tabel 4. Asumsi Dasar Ideologi Kontrol Ekonomi dan Non Ekonomi Kontrol Pemerintah

Ideologi

Bidang Ekonomi Bidang Non Ekonomi

Laissez Faire Pada dasarnya tidak

diperlukan; atau intervensi minimum

Pada dasarnya tidak diperlukan; atau intervensi minimum

Liberalisme Modern

Pada dasarnya diperlukan (menjamin kehidupan

Dokumen terkait