• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pers dan Wanita dalam Pergerakan Nasional

Dalam dokumen smp8ips JelajahCakrawala Nurhadi (Halaman 107-111)

B.

1. Peranan Golongan Terpelajar

Pendidikan Barat maupun pendidikan Islam telah mem beri kan kesempatan kepada kaum bumiputera untuk mendapat kan pendidikan. Oleh karena itu, muncullah golongan-golongan ter pelajar dengan wawasan baru me ngenai nasionalisme Indonesia. Secara garis besar, peranan golongan terpelajar bagi pertumbuhan dan perkembangan nasionalisme Indonesia, yaitu:

a. mengubah pandangan di dalam masyarakat yang bersifat ke daerahan menjadi nasional,

b. menjadi kelompok yang kelak memicu pergerakan nasional Indonesia,

c. menciptakan dan mengembangkan organisasi pergerakan na sio nal sebagai wadah mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.

Gambar 5.4

(a) Sekolah rakyat di Aceh tahun 1900-an d1900-an (b) Sekolah partikelir Sarekat Islam tahun 1917.

Muhammadiyah di Yogyakarta pada 18 Oktober 1912. Adapun K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur pada 1899 dan mendirikan organisasi NU pada tahun 1926.

Dengan wawasan nya, golongan ter pelajar menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Hanya dengan per lawanan nasionallah, penjajah Belanda dapat diusir dari Indonesia. Untuk itu, perjuangan golongan terpelajar ini sudah mempunyai satu tujuan yang jelas, yakni Indonesia Merdeka.

,

Nama Kyai dapat diperuntukan bagi dua macam golongan.

Pertama, mereka yang pengetahuannya tentang Islam melebihi pengetahuan orang biasa. Kedua, merupakan seseorang dukun yang mengajarkan berbagai macam kepandaian mistik serta mengobati orang-orang sakit dengan cara pengobatan yang bersifat rahasia.

Sumber: Gerakan Modern Islam

di Indonesia 1900-1942, 1996

Referensi Sosial

Pergerakan Kebangsaan Indonesia 99

Sumber: Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, 1996

Gambar 5.5

Golongan terpelajar melakukan perjuangannya melalui organisasi-organisasi. Misalnya, Perhimpunan Indonesia yang menyatakan bahwa organisasi mereka merupakan organisasi pergerakan nasional.

2. Peranan Pers

Pers merupakan salah satu alat perjuangan dalam pergerakan nasional. Selama penjajahan Belanda, peranan pers tidak bisa dilepaskan dari pergerakan nasional. Sejak abad ke-19, per kembangan pers di Indonesia didukung oleh teknologi modern dan paham-paham baru dari Eropa. Akan tetapi, pers mendapatkan sensor ketat dari pemerintah kolonial Belanda.

Bagi organisasi pergerakan, media massa berperan bagi penyebaran gagasan dan asas perjuangan organisasi kepada masya rakat. Selain itu, media massa pun sering dijadikan alat mengkritik berbagai kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Sebelum berlangsung pergerakan nasional, di Indonesia telah berkembang beberapa surat kabar yang menggunakan bahasa Melayu, antara lain: a. Pewarta di Pulau Jawa,

b. Pemberitaan Betawi, Sinar Djawa, dan Benteng Pagi di Surabaya,

c. Pemberitaan Aceh, Tjahaya Soematra, dan Sinar

Soematra di Sumatra,

d. Pewarta Borneo di Kalimantan, dan

e. Pewarta Menado di Sulawesi.

Adapun surat kabar yang menyuarakan suara pemerintahan adalah Bentara Hindia dan Pancaran Warta

(Jakarta), Medan Prijaji (Bandung), dan Sinar Matahari

(Makassar). Pemerintah tidak mau berkompromi dengan surat kabar yang pemberitaannya menentang pemerintah Belanda.

Surat kabar dijadikan sebagai alat menyebarkan cita-cita kemerdekaan. Perkembangan pers sebagai alat perjuangan semakin hebat dan pesat. Contoh surat kabar yang terbit pada masa pergerakan nasional, di antaranya:

a. Benih Merdeka pimpinan Mohammad Yunus dan

O.K. Nazir,

b. Oetoesan Indonesia pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto,

c. Soeara Oemoem pimpinan Tohir Cindarbumi, dan

d. De Express pimpinan dr. Tjipto Mangunkusumo.

Di samping itu, ada beberapa surat kabar yang secara rutin memuat pemikiran-pemikiran Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Surat kabar tersebut, antara lain Pikiran Rakyat,Sarekat Indonesia Moeda, Daoelat Rakjat,

dan Penjebar Semangat. Media- media tersebut memuat

Sumber: Indonesian Heritage: Language

and Literature, 1996 a

b

Gambar 5.6

(a) Penerbitan surat kabar harus didukung oleh mesin cetak yang harus diperoleh dari luar negeri dan (b) beberapa surat kabar yang diterbitkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

pemikiran mereka yang berkaitan dengan penyebar-luasan semangat persatuan dalam mencapai Indonesia merdeka.

Pada masa pergerakan nasional, media massa yang paling berani dan radikal dalam penyampaiannya adalah Indonesia Merdeka (semula Hindia Poetra). Majalah yang diterbitkan Per himpunan Indonesia (PI) tersebut, terkenal dengan isinya yang memuat kritikan-kritikan yang sangat tajam. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pemerintah Belanda melarang penerbitan majalah tersebut karena dianggap berbahaya bagi pemerintah.

2. Peranan Wanita

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, budaya feodal sangat terasa. Saat itu kedudukan wanita dalam kehidupan masih serba dibatasi oleh adat yang kuat dan mengalami nasib yang kurang baik. Kebanyakan dari mereka tidak diper bolehkan mengikuti pendidikan sekolah. Oleh karena itu, dalam banyak hal kehidupan perempuan bergantung kepada laki-laki. Namun, pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui Politik Etis, telah membuka mata kaum wanita Indonesia terhadap kedudukan dan nasibnya.

R.A. Kartini menganggap perbaikan nasib wanita akan terwujud jika pendidikan wanita dikembangkan. Ia sering me nuang kan rasa kekecewaannya melalui surat-surat yang sering ia kirimkan kepada sahabat-sahabatnya di luar negeri, misalnya Abendanon. Oleh Abendanon kumpulan surat-surat tersebut ia terbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis

Gelap Terbitlah Terang pada 1911. Upaya Kartini ini

lambat laun membuahkan hasil. Beberapa sekolah untuk perempuan mulai didirikan. Untuk mengenang jasa yang telah di berikannya, setiap 21 April rakyat Indonesia memperingatinya sebagai Hari Kartini.

Awalnya, pergerakan yang dilakukan oleh para wanita hanya bersifat pergerakan sosial. Mereka hanya memperjuangkan kedudukan wanita dalam masyarakat. Pergerakan ini sering disebut pergerakan emansipasi. Artinya, pergerakan yang bertujuan mencapai persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan, terutama

Gambar 5.7

Raden Ajeng Kartini merupakan salah satu wanita Indonesia yang beruntung memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan bangku sekolah pada masa mudanya.

Sumber: Sejarah Nasional

Indonesia, 1990

Tirtoadisurjo (1880-1918) Pada 1903, berdiri surat kabar pertama yang didirikan dan dijalankan oleh orang-orang Indonesia asli, yaitu mingguan yang berbahasa melayu Soenda Berita, yang dicetak di Cianjur. Pada 1907, ia mendirikan mingguan Medan Prijaji di Batavia yang pada tahun 1910, Medan Prijaji

berubah menjadi harian. Medan Prijaji merupakan surat kabar harian pertama yang dikelola oleh pribumi.

Sumber: Sejarah Indonesia

Modern, 2005

Referensi Sosial

Pergerakan Kebangsaan Indonesia 101

yang menyangkut urusan keluarga dan perkawinan. Misalnya, wanita tidak semata-mata mengurus dan melakukan pekerjaan rumah serta terhindar dari kawin paksa dan kebiasaan poligami. Tokoh pergerakan wanita lain, misalnya Dewi Sartika dari Bandung dan Maria Walanda Maramis dari Maluku.

Pada dasarnya ada dua kategori organisasi pergerakan wanita. Pertama, organisasi pergerakan wanita yang bercorak keagamaan, seperti Aisyiah dari Muhammadiyah, Nahdatul Fataat dari Nahdatul Ulama, Wanita Katolik, dan Wanudyo Utomo dari Sarekat Islam.

Kedua, organisasi pergerakan wanita yang bercorak

non-keagamaan, seperti Putri Mardika (1912) dari Budi Utomo, Kartinifouds (1912) atau dana Kartini yang dipimpin Ny. C. Th. van Deventer, Kaoetamaan Istri

(1913) yang didirikan oleh Dewi Sartika, Keradjinan Amai

Setia (1914) yang didirikan di Kota Gadang oleh Rohana

Kudus, Serikat Kaum Ibu Sumatra di Bukit Tinggi,

Gorontaloche Mohammadansche Vrouwenvereeniging di

Gorontalo, dan Ina Tuni di Ambon.

Sejak 1920, organisasi-organisasi tersebut mulai memasuki arena politik, terutama organisasi wanita yang masih menginduk pada organisasi politik. Untuk memenuhi panggilan persatuan kebangsaan, organisasi wanita mengadakan Kongres Persatuan Wanita Indonesia I pada 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Hari pembukaan Kongres tersebut sampai saat ini diperingati sebagai Hari Ibu. Keputusan terpenting dari kongres adalah terbentuknya Perserikatan Per himpunan Istri Indonesia (PPII).

Berbeda dengan PPII, di Bandung pada 22 Maret 1930 didirikan organisasi wanita yang jelas-jelas bercorak politik, yaitu Istri Sedar. Organisasi politik ini dipimpin oleh Suwarni Jayaseputra dengan tujuan utama mencapai Indonesia Merdeka. Selain Istri Sedar, masih ada organisasi politik wanita yang bertujuan mencapai Indonesia Merdeka, yaitu Istri Indonesia. Organisasi ini didirikan pada 1932 di bawah pimpinan Maria Ulfah dan Ny. Suharno Mangunpuspito.

Sumber: Sejarah Nasional Indonesia, 1990

Gambar 5.8

Kongres wanita I di Yogyakarta

Rohana kudus merupakan satu-satunya wanita Indonesia yang menyandang sebutan perintis pers Indonesia. Ia dilahirkan di kota Gadang, Sumatra Barat. Rohana mendirikan organisasi wanita Kerajinan Amat Setia

(KAS) yang bergerak di bidang pendidikan rohani. Rohana menyadari pentingnya surat kabar bagi kemajuan suatu bangsa. Pada 1912, terbitlah Soenting Malajoe

berupa lembaran-lembaran yang terbit seminggu sekali. Soenting Malajoe berisi artikel biasa, syair-syair, sejarah, biografi, dan juga iklan. pada tahun 1974, Rohana Kudus mendapatkan piagam penghargaan sebagai perintis pers dari pemerintah Indonesia.

Sumber: Ensiklopedi Nasional

Indonesia, 1990

Referensi Sosial

Perkembangan Istilah Indonesia

Dalam dokumen smp8ips JelajahCakrawala Nurhadi (Halaman 107-111)