Mekanisme kampanye yang tidak diatur secara setara— seperti pemilih tidak diberikan porsi pemahaman yang sama pentingnya untuk memilih tidak setuju jika calon tunggal tersebut tidak sesuai dengan harapan pemilih—terbukti berpotensi pada penggiringan pemilih. Tanpa penjelasan ada opsi tidak setuju, pemilu dengan calon tunggal sama saja seperti tidak ada pemilu karena hanya memuluskan satu pasangan calon.
Jika merujuk pada UU 8/2015 pasal 65 terdapat empat bentuk kampanye yang dibiayai oleh negara yakni debat publik, iklan di media massa, penyebaran bahan peraga, dan pemasangan alat peraga kampanye. Keempat bentuk kampanye tersebut tentunya harus disesuaikan dengan penyelenggaraan pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon, dengan mengedepankan prinsip equal playing battle field atau arena persaingan yang setara meskipun hanya satu calon yang bersaing.
Dalam praktiknya, KPU tidak hanya memfasilitasi empat bentuk kampanye tersebut hanya untuk satu calon tunggal saja. Melainkan KPU tetap harus memberikan ruang sekaligus pemahaman kepada pemilih untuk memberikan suaranya kepada kolom tidak setuju melalui metode sosialisasi dan kampanye. Hal ini karena putusan MK secara tidak langsung melegalkan sekaligus memfasilitasi pilihan
agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi
syarat verifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu. UU No. 8 Tahun
tidak setuju yang dapat dimanfaatkan oleh pemilih untuk menuangkan gagasan golput sebagai bentuk kritik pemilih terhadap kandidat. Jika merujuk pada pemilu sebelumnya golput lebih banyak dilakukan dengan cara tidak hadir ke TPS atau membuat surat suara tidak sah, akan tetapi melalui mekanisme ini pemilih bisa menandai kolom tidak setuju.
Pada sisi lain, keberadan mekanisme untuk memilih kolom tidak setuju dapat dijadikan sarana mobilisasi pemilih oleh lawan politik atau sekelompok masyarakat yang tidak suka terhadap calon tunggal tersebut dengan mengampanyekan pilih kolom tidak setuju. Padahal, dalam realitasnya, ajakan untuk golput merupakan tindakan yang terlarang dan memiliki sanksi hukum.
Akan tetapi realitanya mekanisme golput ditransformasikan dalam wujud pilihan tidak setuju. Dari sinilah kemudian aturan main penyelenggaraan kampanye menjadi penting untuk dipikirkan secara lebih jauh dengan tetap memfasilitas dua pilihan tersebut dan tetap menegakan hukum pemilu yang ada.
Penyelenggara juga diharapkan bisa mengatur jalannya partisipasi tersebut dengan melarang adanya ajakan untuk memilih tidak setuju melalu metode kampanye hitam (black
campaign) berbasiskan pada sara, agama, atau bahkan menggunakan politik uang. Hal ini menjadi penting guna mewujudkan adanya persaingan yang setara dalam pilkada meskipun hanya diikuti oleh satu pasangan calon.
Dalam rangka mewujudkan equal playing battle field dalam proses kampanye melalui empat jenis kampanye yang difasilitasi oleh KPU, maka aturan main mengenai
debat publik, iklan di media massa, dan pemasangan serta penyebaran alat peraga harus dibuat setara antara calon tunggal dengan mekanisme pemilihan setuju dan tidak setuju.
Debat Publik: Meski hanya diikuti oleh satu pasangan calon debat publik harus tetap dilakukan dengan tujuan membedah visi misi dan program-program yang ditawarakan oleh calon tunggal tersebut. Walaupun hanya terdapat satu calon, panelis dalam debat publik diberikan keleluasaan untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat eksploratif kepada kandidat tersebut, serta masyrakat diberikan ruang untuk memberikan pertanyaan secara langsung yang kepada kandidat tersebut. Hal ini menjadi penting karena tidak mungkin ada lawan debat terhadap calon tunggal tersebut yang mewakili kolom tidak setuju. Sehingga mekanisme debat publik dijadikan sebagai arena uji publik terhadap calon tunggal tersebut.
Iklan Media Massa:Meski hanya satu pasangan calon, KPU tidak semerta-merta memberikan ruang secara leluasa untuk calon tunggal tersebut berkampanye di media massa. Jika ini terjadi potensi anggapan terhadap KPU yang tidak jauh berbeda dengan tim kampanye calon tunggal akan muncul dimasyarakat dan peluang KPU menghadapi gugatan etik di DKPP akan sangat bisa terjadi. Untuk itu KPU harus bisa mengemas iklan di media massa yang mampu memberikan pemahaman sekaligus pendidikan politik kepada masyarakat bahwa pemilih diberikan ruang untuk memilih “setuju” atau tidak setuju. Salah satu bentuk konkretnya ialah, KPU bisa mengkampanyekan bentuk
agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi
syarat verifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu. UU No. 8 Tahun
surat suara kepada masyarakat.
Pemasangan dan Penyebaraan Alat Peraga:Meski hanya satu pasangan calon, tidak berarti hanya terdapat satu alat peraga berupa baliho yang berisi visi-misi, program, disertai foto calon tunggal tersebut yang memenuhi ruang publik masyarakat. Akan tetapi KPU harus membuat, memasang, dan menyebarkan alat peraga yang berisikan mekanisme pemilihan setuju atau tidak setuju terhadap calon tunggal tersebut.
PENUTUP
Keberadaan fenomena satu pasangan calon atau yang dikenal dengan istilah calon tunggal dalam penyelenggaran pilkada di Indonesia, menyiratkan beberapa catatan kemajuan demokrasi dan catatan persoalan-persoalan demokrasi. Kemajuan demokrasi tercermin dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan solusi bahwa pilkada dengan calon tunggal tetap dilaksanakan dengan mekanisme pemilu melalui desain surat suara yang diubah dengan menanyakan “setuju” atau “tidak setuju” kepada pemilih sebagai sarana mengukur legitimasi satu pasangan calon tersebut.
Pada sisi lain, catatan persoalan dari keberadaan calon tunggal serta desain pemilu yang diputuskan oleh MK tersebut nampaknya berdampak langsung pada menurunya tingkat partisipasi warga negara. Desain surat suara yang membingungkan pemilih sehingga tidak sedikit surat suara yang dinyatakan tidak sah, serta mekanisme kampanye yang belum mampu menjangkau pemilih secara menyuluruh.
Untuk itu perbaikan desain surat suara dan mekanisme kampanye khusus calon tunggal sudah sepatutnya untuk dilakukan menjelang pilkada serentak 2017.
REFERENSI
Ace Project. 2009, December 14. Election Integrity.
Retrieved from Aceproject.org: https://aceproject.org/ main/english/ei/index.htm
Pamungkas, 2009, Perihal Pemilu, Yogyakarta, Univeritas Gadjah Mada
Perludem. 2015. Dana Kampanye Pilkada: Pengaturan
Teknis Tentang Sumbangan, Pengeluaran, dan Pelaporan Berdasarkan UU No. 1/2015 Juncto UU No. 8/2015. Jakarta: Perludem
Reynolds, A, Reily, B, & Ellis, A 2005, Electoral System
Design: The New International IDEA Handbook,
Stockholm, IDEA
agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi