HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Data Pratindakan
4. Perbandingan Hasil Tindakan
Penerapan model pembelajaranaproblem solving berbantuan media LKS pada materi stoikiometriaidilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus I dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan, sedangkanasiklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dengan evaluasi di setiap akhir siklus. Pada pelakasanaan tindakan silus II hanya terfokus pada kompetensi siswa yang belumaitercapai pada siklus I. Perbandingan hasilatindakan antar siklus digunakan untuk mengetahui peningkatanayang terjadi selama tindakan siklus I dan siklus II.
a. Aspek Pengetahuan
Persentase ketuntasan merupakan penentu keberhasilan dalam penelitian ini. Ketuntasan belajar siswa padaamateri stoikiometri dalam penelitian ini dilihat dari nilai tes aspek pengetahuan di tiap akhir siklus.
Penilaian aspek pengetahuan yang diujikan pada siklus Iaterdiri dari 25 butir soal pilihan ganda, dan pada siklus II terdiri dari 25 butir soalapilihan ganda.
Hasil penilaian aspek pengetahuan siklus I menunjukkan 3 sebesar 36,11%
atau sebanyak 13 siswa sudah tuntas dan siswa yang belumituntas sebanyak 23 siswa atau sebesar 63,89%. Pada tindakan siklus II, sebanyak 27 siswa (75%) mencapai ketuntasan dan 9 siswa (25%) belum mencapaiiketuntasan.
Gambar 4.5 PerbandinganaPersentase Ketuntasan Aspek Pengetahuan Siklus I dan Siklus II
Data hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan persentase ketuntasan aspek pengetahuan siswa. Adapun peningkatan persentase ketuntasan tiap siklus dapat dilihatapada Gambar 4.5. Peningkatan ketuntasan belajar siswa pada aspek pengetahuan juga diikuti dengan kenaikan pencapaian tiap indikator. Pencapaian tiap indikator pada tiap siklus dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Ketuntasan Indikator Aspek Pengetahuan Siklus I dan Siklus II Indikator Kompetensi Ketercapain (%)
Siklus I Siklus II
1. Mengetahuiapengertian Mol 97,22 80,55
2. Mengetahuiapengertian Massa molar 83,33 86,11 3. Mengetahui pengertian volume molar. 69,44 72,22 4. Menentukanahubungan antara mol, jumlah
partikel,massaamolar, dan volume gas molar 55,56 75,00 5. Menghitung banyaknya zat dalam campuran 47,22 69,44 6. Menyetarakan persamaan kimia 66,67 66,67 7. Menentukanajumlah mol, massa molar,
volume molaragas, dan jumlah partikel yang terlibatadalam reaksi
50,00 69,44 8. Menentukan pereaksiapembatas 44,44 66,67
Indikator kompetensi yang belum tuntas pada siklus I mengalami peningkatan ketercapaian ketuntasan. Secara umum, penerapan model pembelajaran problem solving yang dilengkapi dengan telah berhasil meningkatkan prestrasi belajar aspek pengetahuan siswa kelas X M-IPA 3.
b. Aspek Kemampuan BerpikiraKritis
Aspek kemampuan berpikirakritis yang dimiliki siswa dapat diketahui dengan pengujian pada tindakan siklus I dan siklus II. Secara umum, hasil pengujian pada siklus I telah mencapai target yang diharapkan, namun pengujian kemampuan berpikir kritis dilakukan kembali pada siklus II karena dimungkinkan adanya peningkatan. Perbandingan hasil pengujian kemampuan berpikir kritis siklus I dan siklus II dapat dilihatipada Tabel 4.9.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan ketuntasan. Ketuntasan dilihat dari jumlah siswa yang masuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi.
Tabel 4.9 Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I dan Siklus II Kategori Pencapaian Siswa (%)
Siklus I Siklus II
SangataTinggi 22,22 13,89
Tinggi 47,22 66,67
Sedang 30,56 19,44
Rendah 0,00 0,00
Sangatarendah 0,00 0,00
B. Pembahasan
Penelitian yang dilakukan peneliti merupakan penelitian tindakanakelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklusaterdiri dari 4 tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi tindakan. Pelaksanaan penelitian dapat dimulai ketika peneliti sudah melakukan observasi untuk mengetahuiakondisi awal yang ada di SMA Negeri Kebakkramat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pratindakan, ditemukan permasalahan bahwa rendahnya prestasi belajar dan kemampuan berpikirakritis siswa kelas X M-IPA 3. Oleh karena itu dilakukan diskusi dengan guru mata pelajaran kimia untuk mengatasiapermasalahan tersebut dengan menerapkan model pembelajaran problem tsolving yang dilengkapi dengan LKS.
Model pembelajaran problem solving mendorong siswa untuk dapat memecahkan masalah dan memahami konsep secara mandiri. Selain itu, siswa aktif bertanya, menjawab, mencatat hasil diskusi, dan berani mengemukakan pendapat dalam proses pembelajaran. Hal ini didukung penelitian dari Ernawati, Ashadi dan Utami (2015) yang menyatakan bahwa untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar pada siswa maka dibutuhkan metode yang dapatimengembangkan kreatifitas, keaktifan, dan kekritisan siswa salah satunya adalah metode pembelajaraniproblem solving. Proses pembelajaran dengan model problem solving dilakukan dalam kelompok agar melatih siswa untuk gotong royong, jujur, tanggung jawab, dan percaya diri dalam kelompoknya. Penggunaan media LKS dimaksudkan agar siswa lebih banyak berlatih untuk mencari solusi dari
permasalahan berupa soal-soal yang berkaitan dengan materi stoikiometri, sehingga pemahaman siswa akan konsep stoikiometri lebih kuat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penerapan model pembelajaran problemasolving yang dilengkapi dengan LKS dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini didukung penelitian dari Snyder dan Snyder (2008) bahwa teknik pemecahan masalah (problem solving) akan membimbing siswa untuk memahami suatu materi melalui proses berpikir kritis dan memanfaatkan kolaborasi antar siswa. Sebuah penelitian serupa oleh Gürses (2007) menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang melibatkan masalah dapat mengasah pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan suatu persoalan, partisipasi aktif dalam proses pembelajaran termasuk pengarahan diri sendiri, identifikasi kebutuhan belajar sendiri, kerja tim, diskusi kreatif, dan belajar dari teman. Hasil observasi danawawancara prasiklus menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa pada saat mengikuti pelajaran kimia masih rendah. Pada saat pembelajaran kimia siswa terlihat tidak ada yang bertanya pada guru mengenai suatu materi yang sedang dipelajari. Setelah pelaksanaanatindakan pada siklus I maupun siklus II, terdapat perubahan yang besar. Pembelajaran yang diterapkan merupakan pembelajaran dengan model problem solving yang menuntut siswa lebih aktif mengikuti pembelajaran. Siswa lebih leluasaaberpendapat, mau mengungkapkan idenya. Apabila kesulitan, siswa berusaha bertanya dengan temannya maupun guru.
Berdasarkan data hasil perlakuan didapatkan kemampuan berpikirakritis dan prestasi belajar siswaamengalami peningkatan. Faktor yangamenyebabkan peningkatan kemampuan berpikirakritis salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan. Penerapan model problem solving menuntut siswa untuk menemukan konsep secara mandiri dalam memecahkan masalah yang ada.
Hubungan antara model pembelajaran problem solving dengan indikator kemampuan berpikir kritis menurut Ennis ditunjukan pada tabel 4.10. Model problem solving menuntut siswa aktif dalam mencari data-data pendukung serta menganalisis data yang berguna untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Diskusi kelompok kecil memberikanikesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi
yang lebih besar sehingga setiap siswa merasa terlibat dan puasaterhadap belajarnya serta mencegah dominasi anggota tertentu.
Tabel 4.10 Hubungan Sintaks Problem Solving dengan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Sintaks Problem
Solving Indikator Kemampuan Berpikir Kritis yang Diasah
1. Menganalisis masalah
- Memfokuskan pertanyaan
- Bertanya dan menjawab pertanyaan
- Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi
- Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi
- Mengidentifikasi asumsi-asumsi - Berinteraksi dengan orang lain 2. Merumuskan
hipotesis
- Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi - Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi - Bertanya dan menjawab pertanyaan
- Berinteraksi dengan orang lain 3. Mengumpulkan
data
- Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
- Menganalisis argument
- Berinteraksi dengan orang lain 4. Menguji
hipotesis
- Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi - Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi - Menganalisis argument
- Menentukan suatu tindakan - Berinteraksi dengan orang lain 5. Menarik
kesimpulan
- Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi - Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi - Bertanya dan menjawab pertanyaan
- Membuat dan menentukan hasil pertimbangan - Berinteraksi dengan orang lain
Pada tahap siskusi siswa bersama kelompoknya berdiskusi memecahkan soal dalam LKS, saling bertukar ilmu antar anggota untuk memahami materinya, serta menyiapkan diri untuk mempresentasikanajawabannya. Setiap siswa harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap dirinya sendiri maupun terhadap kelompoknya. Pembelajaran yang melibatkan pemecahan masalah dan dikerjakan secara berkelompok membuat siswa terbiasa untuk berpikir secara kritis. Kondisi siswa yangadapat menyelesaikan masalah mengakibatkan pemahaman konsep
secara mendasar. Hal ini sesuai dengan teori belajar Ausubel dimana model pembelajaran problemasolving dapat mematangkan konsepadasar materi, karena pembelajaran yang dilaksanakan bertujuan untuk membangun pemahaman siswa melalui pemecahaan masalah. Model pembelajaran ini dapat memberikan pembelajaran yang bermakna melalui permasalahan yang disajikan oleh guru.
Wawancara dengan guruamata pelajaran kimia menyatakan bahwa masih banyak siswa yang belum tuntas pada materi stoikiometri. Setelahadilakukan tindakan pada siklus I ketuntasan prestasi belajar siswa adalah 36,11% . Hasil ini belum mencapai target yangatelah ditentukan karena masih terdapat beberapa indikatorakompetensi yang belum tercapai sehingga perluadilanjutkan ke siklus II untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Padaasiklus II, pembelajaran hanya difokuskan pada satu indikator yang belum tercapai ketuntasannya tersebut. Hasil persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II meningkat menjadi sebesar 75,00%.
Dari hasil belajar siswa yangamencakup aspek pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemampuan berpikir kritis siswa, dapat dinyatakan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving yang dilengkapi dengan LKS dapat meningkatkan prestasi belajar. Hal ini sesuai dengan penelitian Mandina dan Ochonogor (2017) yang mengungkapkan bahwa pengajaran pemecahan masalah (problem solving) lebih efektif dan lebih unggul daripada model pembelajaran konvensional dalam mengatasi kesulitan siswa yang berkaitan dengan stoikiometri.
Pada materi stoikiometri LKS akan memudahkan siswa dalam menentukan pokok permasalahan yang ada. Hal ini didukung oleh penelitian dari Carolin, Saputro dan Catur (2015)yang menyatakan bahwa dengan bantuan LKS, maka ketergantungan siswa pada guru akan berkurang, sehingga siswa dapat lebih aktif untuk menyelesaikan permasalahan pada materi. Dalam stoikiometri diperlukan kemampuan berpikir kritis karena siswa memerlukan tahapan seperti menentukan masalah dan bagaimana cara menyelesaikan soal stoikiometri. Dengan begitu, prestasi belajar pada materi stoikiometri akan meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa
Penelitian ini dapat disimpulkanaberhasil karena indikator proses dan prestasi belajar meliputi aspek pengetahuan, sikap keterampilan dan kemampuan berpikir kritis telah mencapai target dan mengalamiipeningkatan. Berdasarkan hasil tindakan, pengamatan danapembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwaipenerapan model pembelajaran problem solving yang dilengkapi dengan LKS dapat meningkatkan prestasiabelajar dan kemampuan berpikirakritis siswa pada materi Stoikiometri kelas X M-IPA 3 SMA Negeri Kebakkramat tahun ajaran 2017/2018.
79 BAB V