• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV PROFIL MASYARAKAT

A. Sikap dan Aksi Konservas

9. Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola

Berdasarkan hasil penelitian terbukti, bahwa ada perbedaan pengalaman antara masyarakat dengan pengelola, seperti ditunjukkan pada Tabel 16 berikut : Tabel 16. Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola tentang kedawung

No Pernyataan stimulus dan aksi konservasi kedawung terhadap sikap masyarakat dan sikap pengelola

Masya- rakat

Penge -lola Nilai manfaat ekonomi (stimulus manfaat)

1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam + +

2 Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya. + -

3 Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat. + -

4 Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu + + Nilai manfaat obat (stimulus manfaat)

5 Biji kedawung dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung. - -

6 Biji kedawung selalu ada disimpan di rumah untuk obat. - -

7 Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung. + +

8 Pohon kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya. - -

Nilai fungsi ekologis (stimulus alamiah)

9 Kedawung banyak tumbuh di lereng bukit yang terjal + +

10 Kedawung adalah pohon raksasa pengayom tumbuhan lainnya di hutan + -

11 Kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu. + -

12 Kedawung menggugurkan daunnya sebanyak 1 atau 2 kali setahun. + -

13 Buah kedawung yang muda dimakan satwa budeng - +

Kondisi populasi dan regenerasi (stimulus alamiah)

14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya. - -

15 Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam. - -

16 Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari. + -

17 Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan - -

Aksi konservasi kedawung dan kerelaan berkorban

18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam. - -

19 Buah kedawung yg tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya dipungut - +

20 Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit. - -

21 Kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam. - -

22 Ada biji kedawung yang tercecer diperjalanan pulang di hutan sehabis memanen - - 23 Biji direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu disemaikan. - -

24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya. - -

25 Jarak tanam Kedawung di lahan rehabilitasi baiknya diperlebar min. 30 m. + -

26 Patroli dan larangan masuk hutan, bukan kegiatan penting untuk dilakukan + -

27 Pohon kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia. - -

28 Pohon kedawung ditanam di lahan rehabilitasi tanpa imbalan menanam palawija. - -

29 Pohon kedawung ditanam di lahan pertanian hak milik pribadi masyarakat. - -

30 Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja. - -

31 Biji kedawung yang dipanen selama ini, ada yang ditinggalkan di hutan - -

+ = sangat suka atau suka/setuju - = tidak suka atau kurang suka/setuju/tak tahu

Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa ternyata masyarakat lebih berpengalaman dengan kedawung, masyarakat lebih memahami potensi

109 stimulus kedawung, terutama stimulus tentang nilai manfaat ekonomi dan nilai fungsi ekologis. Sebagian masyarakat berpengalaman dalam menyebarkan biji di hutan alam, walaupun mereka melakukannya tidak sengaja atau tidak dengan sadar, yaitu melalui cara tercecernya biji waktu proses pengangkutan di dalam hutan. Hal ini terjadi karena masyarakatlah yang lebih banyak berinteraksi dengan kedawung dan interaksi ini terjadi berulang-ulang setiap tahun, terutama pada saat panen buah kedawung atau saat mereka masuk hutan mengambil tumbuhan obat lainnya.

Adanya perbedaan pengalaman antara masyarakat dan pengelola ini, akan menyebabkan perbedaan sikap dan perilaku untuk konservasi kedawung. Pengelola sampai saat ini masih menganggap masyarakat yang masuk hutan memanen buah kedawung adalah pelaku utama yang menyebabkan kedawung menjadi langka. Padahal berdasarkan pengalaman masyarakat malahan sebaliknya, tanpa disadari sebenarnya mereka membantu untuk konservasi kedawung dengan ikut menyebarkan biji di hutan.

Oleh karena itu seharusnya pengelola menjadikan kelompok masyarakat pendarung kedawung sebagai pelaku utama dalam konservasi kedawung. Cara ini bisa dilakukan secara sadar, mudah dan murah serta melakukan terlebih dahulu peningkatan kapasitas masyarakat pendarung tersebut.

Hubungan sikap-stimulus, erat keterkaitannya dengan keberlanjutan konservasi atau memungkinkan pula putusnya keberlanjutan konservasi tersebut. Sebagai contoh adalah stimulus manfaat ekonomi dari kedawung yang telah membuat sikap masyarakat pada periode Agustus-Oktober secara turun temurun untuk masuk hutan dan memanen buah masak dari tumbuhan obat ini. Semua biji habis mereka jual tanpa ada yang dijadikan bibit (pernyataan stimulus 2 dan 3). Masyarakat pendarung kedawung belum secara sadar untuk menyemaikan biji kedawung di areal hutan yang terbuka dan terkena sinar matahari. Keadaan seperti ini telah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Pengalaman dan perilaku masyarakat pendarung ini kurang tergali oleh pengelola, sehingga pengelola tidak dapat membuat umpan balik (feedback) kepada masyarakat. Misalnya, pengelola belum pernah memberikan penyuluhan kepada masyarakat pendarung agar mau dengan sadar menyemaikan biji kedawung di tempat-tempat terbuka di hutan yang

110 berjauhan dari pohon induknya. Hal ini sangat berguna bagi masyarakat pendarung dan generasi penerusnya agar dapat memanen buah kedawung secara berkelanjutan, bahkan dapat meningkatkan hasilnya, karena mereka melakukan intervensi untuk regenerasinya.

Berdasarkan hasil analisis data diketahui adanya perbedaan yang nyata pada sikap nilai manfaat obat, sikap terhadap kondisi populasi dan regenerasi, serta sikap dan aksi terhadap kebutuhan konservasi kedawung. Hal ini terjadi pada masyarakat dengan pengalaman lebih dari 10 tahun yang memiliki sikap lebih konservasi. Keadaan ini wajar dalam masyarakat yang normal, karena semakin banyak dan lama pengalaman mendarung kedawung, maka mereka akan semakin memiliki sikap dan aksi konservasi kedawung yang lebih baik.

Sikap terhadap nilai manfaat ekonomi, sikap nilai manfaat ekologis dan kerelaan berkorban tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara masyarakat yang sudah lama berpengalaman lebih dari 10 tahun dengan masyarakat yang berpengalaman kurang dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan sangat lambatnya perkembangan pengetahuan tentang kedawung dalam masyarakat serta sangat kurangnya informasi tentang kedawung yang sampai kepada masyarakat. Ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa tidak ada penyuluhan maupun program upaya peningkatan pengetahuan kedawung yang dilakukan oleh pengelola kepada masyarakat.

Berdasarkan uji Pearson Correlation ditemukan korelasi yang nyata antara umur dan lama pengalaman terhadap sikap konservasi. Semakin tua umur dan semakin lama pengalaman, ternyata sikap, aksi dan kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung semakin besar. Hubungan atau korelasi yang nyata dan positif terjadi antara sikap manfaat obat dengan aksi konservasi kedawung, Hubungan nyata yang positif terjadi pula antara kerelaan berkorban dengan sikap dan aksi konservasi kedawung.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan masyarakat untuk bersikap dan beraksi untuk konservasi kedawung, walaupun hal ini belum cukup memadai untuk mewujudkan tercapainya konsevasi kedawung yang diharapkan. Untuk meningkatkan atau menghilangkan perbedaan ini perlu dilakukan pendampingan kepada mayarakat serta perlu dibangun image bahwa

111 hutan Meru Betiri adalah untuk kesejahteraan masyarakat yang perlu dilestarikan agar manfaatnya berkesinambungan. Pandangan (image) bahwa alas iku duwe’e pemerintah harus dihilangkan dari pola pikir masyarakat, dan diganti dengan hutan ini modal dasar dan utama untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang harus dikonservasi dan dikembangkan nilai tambahnya oleh masyarakat untuk masyarakat bersama-sama dengan pengelola.

10. Ketidak-sejalanan stimulus terhadap sikap dan aksi konservasi