• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.4.10 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.11 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95%, lalu ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan didinginkan (Ditjen POM, 1995).

3.5 Pemeriksaan Karakterisisasi Simplisia 3.5.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi. Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung dan pendingin, tabung penyambung dan penerima 10 ml, dan pemanas listrik.

a. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu alas bulat lalu dipasang alat penampung dan pendingin kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan Kadar Air Simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan kedalam labu yang berisi toluen yang telah dijenuhkan lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilai, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persenv/b (WHO, 1992).

3.5.2 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu

bersumbat, dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.5.3 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkann sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telat dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam kurs porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.5.5 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas.

Residu dan kertas saring dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid

Sampel uji ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid. Ke dalam 3 tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi : 1. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning. 2. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan. 3. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga pereaksi di atas (Ditjen POM, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g sampel uji ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Ditjen POM, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan Glikosida

Sampel uji ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan metanol digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Ditjen POM, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan Saponin

Sampel uji ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan Tanin

Sampel uji ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%, jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukan adanya tannin (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan Steroid/triterpenoid

Sampel uji ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru hijau atau warna merah ungu menunjukkan adanya steroid/triterpenoid (Ditjen POM, 1995).

3.7 Pengujian Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

3.7.1 Pembuatan Larutan Blanko

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, lalu dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 μg/ml) (Molyneux, 2004).

3.7.2 Pengukuran Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH

Larutan DPPH konsentrasi 40 µg/ml dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm yang merupakan panjang gelombang sinar tampak (Molyneux, 2004).

3.7.3 Penentuan Waktu Kerja (Operating Time)

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 516 nm setiap 1 menit selama 80 menit dan diamati waktu larutan tersebut mulai menghasilkan absorbansi yang stabil, yang akan digunakan sebagai operating time.

3.7.4 Pembuatan Larutan Induk

Sebanyak 25 mg ekstrak buah jambu ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampaigaris tanda (konsentrasi 1000 ppm).

3.7.5 Analisis Aktivitas AntioksidanEkstrak Buah Jambu

Larutan induk dipipet sebanyak 0,625 ml; 1,25 ml; 1,875 ml; 2,5 ml kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml (untuk mendapatkan konsentrasi 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm), kemudian dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan di tempat gelap, lalu diukur serapannya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 515 nm.

3.7.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Uji Sampel

Pembuatan kurva kalibrasi larutan uji sampel didapatkan dari pengukuran absorbsi pada berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 25 μg/ml, 50 μg/ml, 75 μg/ml dan 100 μg/ml dari sampel ekstrak etanol Buah Jambu Biji, Jambu Biji Merah dan Jambu Biji Kristal.

3.7.7 Pembuatan Larutan Induk Vitamin C

Serbuk vitamin C ditimbang 25 mg, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 μg/ml).

3.7.8 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Uji Vitamin C

Pembuatan kurva kalibrasi larutan uji vitamin c didapatkan dari pengukuran absorbsi pada berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 2 μg/ml, 4 μg/ml, 6 μg/ml dan 8 μg/ml dari sampel vitamin C.

3.7.9 Analisis Persen Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

Menurut Molyneux (2004), penentuan persen pemerangkapan radikal bebas oleh ekstrak buah jambu dengan vitamin C sebagai kontrol positif, menggunakan metode pemerangkapan radikal bebas 1,1- diphenyl-2-picryhydrazil (DPPH), yaitu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Aktivitas pemerangkapan radikal bebas (%) = 𝐴 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐴 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑥 100 % Keterangan: A kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel

A sampel = Absorbansi sampel 3.7.10 Analisis nilai IC50

Data antioksidan pada radikal DPPH (% penghambatan) sampel esktrak buah jambu dianalisis dan dihitung nilai IC50. Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidan semakin kuat. Pada penelitian ini nilai IC50 dianalisis dan dihitung menggunakan persamaan regresi linear.

Data % hambatan dan konsentrasi larutan digunakan untuk mencari nilai IC50 dengan persamaan regresi linear y = ax + b, dimana y adalah % hambat 50 (senilai 50) dan x adalah nilai IC50.

Nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif ekstrak yang dibutuhkan untuk meredam 50% dari total DPPH, sehingga nilai 50 disubstitusikan untuk nilai y.

Setelah mensubstitusikan nilai 50 pada nilai y, akan didapat nilai x sebagai nilai IC50 (Tristantini dkk., 2016).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identitas Tanaman

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense Universitas Sumatera Utara menyebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan merupakan tumbuhan jambu biji (Psidium guajava.), famili M yrtaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Karakterisasi Simplisia

Hasil karakterisasi simplisia tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 4.1 – 4.3.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan karakteristik Serbuk Simplisia Jambu Biji

No. Parameter (%)

1. Kadar air 8,67

2. Kadar sari larut air 55,31

3. Kadar sari larut etanol 29,48

4. Kadar abu 7,46

5. Kadar abu tidak larut asam 2,37

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan karakteristik Serbuk Simplisia Jambu Biji Kristal

No. Parameter (%)

1. Kadar air 7,99

2. Kadar sari larut air 57,03

3. Kadar sari larut etanol 29,61

4. Kadar abu 7,12

5. Kadar abu tidak larut asam 2,27

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan karakteristik Serbuk Simplisia Jambu Biji Merah

No. Parameter (%)

1. Kadar Air 9,33

2. Kadar sari larut air 57,26

3. Kadar sari larut etanol 30,38

4. Kadar abu 7,45

5. Kadar abu tidak larut asam 2,01

Berdasarkan Tabel 4.1 sampai Tabel 4.3, didapatkankadar air simplisia Jambu Biji, Jambu Biji Kristal dan Jambu Biji Merah yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 8,67%; 7,99% dan 9,33% lebih kecil dari 10% yang sudah memenuhi syarat. Kadar air yang melebihi 10% dapat menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat serta menjadi media pertumbuhan yang baik untuk jamur atau serangga dan mikroba lainnya (WHO, 1992).

Kadar sari larut air yang diperoleh Jambu Biji, Jambu Biji Kristal dan Jambu Biji Merah sebesar 55,31%; 57,03%dan7,26% dan kadar sari larut etanol sebesar 29,48%; 29,61%; 30,38%. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar dalam simplisia dan kadar sari larut etanol untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar dan nonpolar (Ditjen POM, 1995).

Kadar abu total yang dioperoleh Jambu Biji, Jambu Biji Kristal dan Jambu Biji Merah sebesar 7,46%; 7,12%dan7,45%dan kabar tidak larut dalam asam sebesar 2,37%; 2,27% dan 2,01%. Penetapan kadar abu untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat di dalam simplisia, serta senyawa anorganik yang tersisa selama pembakaran. Kadar abu tidak larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang terdapat pada simplisia. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7 (WHO, 1992).

4.2.1 Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia simplisia buah jambu diketahui bahwa mengandung golongan senyawa kimia yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil skrining fitokimia

No. Metabolit Sekunder Simplisia

1. Alkaloid -

2. Flavonoid +

3. Saponin -

4. Tanin +

5. Steroid/Triterpenoid +

Keterangan: (+) positif = mengandung golongan senyawa (-) negatif = tidak mengandung golongan senyawa Hasil yang diperoleh dari skrining fitokimia menunjukkan bahwa simplisia jambu biji mengandung golongan senyawa flavonoid, terpenoid dan tannin. Tanin berperan sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilisasi fraksi lemak dan aktivitasnya dalam menghambat lipoksigenase (Tristantini dkk., 2016).

4.3 Aktivitas Antioksidan

4.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum larutan DPPH 40 µg/ml dalam pelarut methanol menghasilkan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm. Panjang gelombang 516 nm yang diperoleh, termasuk salah satu dalam kisaran panjang gelombang sinar tampak yaitu 400–800 nm. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Kurva Absorbansi Larutan DPPH Menggunakan Spektrofotometer

4.3.2 Penentuan Operating Time

Penentuan operating time bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Hasil penentuan operating time diperoleh waktu kerja terbaik adalah pada menit ke 30 setelah penambahan pelarut metanol. Data spektro hasil penentuan operating time dapat dilihat pada Lampiran 11.

4.3.3 Persamaan Regresi

Persamaan regresi didapatkan dari data pengukuran kurva kalibrasi larutan uji sampel dan vitamin C pada masing-masing konsentrasi sehingga diperoleh nilai absorbansi setiap sampel. Perhitungan data hasil persamaan regresi setiap sediaan yang menunjukkan aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan perhitungan data hasil persamaan regresi vitamin C yang menunjukkan aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 10.

4.3.4 Aktivitas Antioksidan Sampel Uji

Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak buah jambu biji, jambu biji merah dan jambu biji kristal menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi sampel uji menyebabkan terjadinya penurunan nilai absorbansi. Data dapat dilihat pada Lampiran 8. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH. Adanya aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna violet pekat menjadi kuning pucat. Warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 516 nm akan hilang jika semua

elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan (Molyneux, 2004). Data spektro hasil analisis sampel uji dapat dilihat pada Lampiran 12.

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Peredaman DPPHoleh Ekstrak jambu Biji Kristal

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Peredaman DPPHoleh Ekstrak jambu Biji Merah

4.3.5 Nilai IC50 (Inhibitory Concentration)

Nilai IC50diperoleh berdasarkan perhitungan persamaan regresi dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dengan persen peredaman DPPH sebagai parameter aktivitas antioksidan, konsentrasi sampel (µg/ml) sebagai absis (sumbu X) dan nilai absorbansi sebagai ordinat (sumbu Y). Persentase inhibisi ini didapatkan dari perbedaan serapan antara absorban DPPH dengan absorban sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50 % radikal bebas DPPH (Wahdaningsih, dkk, 2011). Perhitungan analisis nilai IC50dan regresi pada uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol ketiga jenis jambu dapat dilihat pada Lampiran 9.

Tabel 4.5Hasil persamaan regresi dan nilai IC50sampel uji dan pembanding Larutan Uji Persamaan regresi Nilai IC50 Ekstrak Etanol Jambu Biji Y = 0,1360X + 3,066 59,63µg/ml Ekstrak Etanol Jambu Biji Merah Y = 0,795618X + 4,70698 56,92 µg/ml Ekstrak Etanol Jambu Biji Kristal Y = 0,805212X + 0,0504 62,03 µg/ml

Vitamin C Y = 11,251X + 0,04 4,44 µg/ml

Dari Tabel 4.5, diperoleh bahwa ekstrak etanol jambu biji, jambu biji merah dan jambu biji kristal dengan nilai IC50 sebesar 59,63; 56,92 dan 62,03 µg/ml yang termasuk dalam kategori kuat. Dimana kategori nilai IC50 sangat kuat (<50), kuat (50-100), sedang (100-250), lemah (250-500) dan tidak aktif (>500) (Tristantini dkk., 2016).

Sedangkan vitamin C dengan nilai IC50 sebesar 4µg/ml memiliki aktivitas antioksidan dalam kategori sangat kuat, perhitungan dapat dilihat pada Lampiran

10. Hal ini dikarenakan vitamin C merupakan senyawa murni sedangkan ekstrak sampel uji masih berupa campuran beberapa senyawa. Nilai IC50 berbanding terbalik dengan kemampuan senyawa menangkap radikal DPPH, semakin kecil IC50 maka semakin besar kemampuan senyawa untuk menangkap radikal bebas.

Kemampuan larutan ekstrak dalam menangkap radikal bebas DPPH dilihat dari berkurangnya intensitas warna ungu dari larutan DPPH setelah ditambahkan sampel. Pengurangan intensitas warna tersebut disebabkan oleh bereaksinya molekul radikal DPPH (1,1 difenil-2-pikrilhidrazil) dengan satu atom hidrogen yang dilepaskan oleh sampel, sehingga terbentuk senyawa DPPH tereduksi yaitu 1,1 difenil-2-pikrilhidrazil yang berwarna kuning stabil (Mailandari, 2012).

Dalam uji diatas dapat dilihat bahwa nilai IC50 paling rendah (kuat) adalah pada ekstrak jambu biji merah. Semakin merah warna yang ditimbulkan maka semakin tinggi kadar flavonoid yang terkandung ddidalamnya. Hal ini terjadi karena semakin tinggi kadar flavonoid maka molekul-molekul yang terdapat pada ekstrak tumbuhan semakin banyak sehingga molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu juga semakin banyak. Dengan demikian mengakibatkan nilai absorbansi semakin tinggi. Kadar flavonoid dan senyawa fenolik lain di dalam tanaman berbeda-beda di antara setiap bagian, jaringan, dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.

Faktor-faktor ini adalah temperatur, sinar ultraviolet dan tampak, nutrisi, ketersediaan air, dan kadar CO2 pada atmosfer (Mailandari, 2012).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:

a. Diperoleh bahwa terdapat senyawa bersifat antioksidan pada ekstrak etanol buah jambu biji, jambu biji Kristal dan jambu biji merah. Dengan nilai IC50 masing-masing adalah 59,63; 62,03 dan 56,92 ppm.

b. Hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol jambu biji, jambu biji Kristal dan jambu biji merah menunjukkan aktivitas antioksidan kategori kuat dibanding dengan nilai IC50 vitamin C sebesar 4,44 µg/ml yang menunjukkan aktivitas antioksidan kategori sangat kuat.

5.2 Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk melakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode lain seperti FRAP.

DAFTAR PUSTAKA

Budilaksono, W., Wahdaningsih, S., Fahrurroji, A. 2014. Uji aktivitas antioksidan fraksi N-Heksana kulit buah naga merah (Hylocereus lemairei Britton dan Rose) menggunakan metode DPPH (1,1 – Difenil – 2 - Pikrilhidrazil).

Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN. 1(1): 1-2.

Clarkson, P.M., Thompson, H.S. 2000. Antioxidants: what role do they play in physical activity amd health?. Am J Clin Nutr. 72(2): 637S-639S.

Coky, N.W.C., Diarini, A.S., Adiluhur, M.A., Oka, M., Dewantari., A.A.I.S.H., Laksmiani, N.P., dkk. 2014. Uji aktivitas mengkelat logam dari ekstrak etanol bekatul beras hitam dengan metode Ferrous Ion Chelating (FIC).

Jurnal Farmasi Udayana. 3(1): 26-27.

Ditjen POM., DPOT. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 5, 10, 11.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Cetakan Pertama.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1131-1136.

Djanis, R.L., Hanafi. 2009. Aktivitas antioksidan selama pematangan buah jambu

biji (Psidium guajava L). WARTA AKAB.

https://studylibid.com/doc/116940/aktivitas-antioksidan-selama-pematangan-buah-jambu-biji. [diakses tanggal 6 Oktober 2019]. Halaman 12-13.

Hamid, A.A., Aiyelaagbe, O.O., Usman, L.A., Ameen, O.M., Lawal, A. 2010.

Antioxidants: Its medicinal and pharmacological applications. Afr. J. Pure Appl. Chem. Halaman 142-143.

Hanani, E., Mun’im, A., Sekarini, R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia Sp dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3): 127-128.

Handajani, A., Roosihermiatie, B., Maryani, H. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola kematian pada penyakit degeneratif di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 13(1): 42.

Hapsoh, Hasanah, Y. 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: USU Press. Halaman 17-19.

Herbarium Medanense. 2019. Hasil Identifikasi Tumbuhan. Nomor 4097/MEDA/2019. Herbarium Medanense (MEDA). Universitas Sumatera Utara.

Herbarium Medanense. 2019. Hasil Identifikasi Tumbuhan. Nomor 4098/MEDA/2019. Herbarium Medanense (MEDA). Universitas Sumatera Utara.

Herbarium Medanense. 2019. Hasil Identifikasi Tumbuhan. Nomor 4099/MEDA/2019. Herbarium Medanense (MEDA). Universitas Sumatera Utara.

Kuncahyo, I., Sunardi. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1 – Diphenyl-2 (DPPH).

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). Halaman 2-3.

Lampe, J.W. 1999. Health effects of vegetables and fruit: Assessing mechanisms of action in human experimental studies. Am J Clin Nutr. 70(3): 477-478.

Mailandari, M. 2012. Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun Garcinia kydia Roxb.

dengan metode DPPH dan identifikasi senyawa kimia fraksi yang aktif.

Skripsi. Fakultas Ilmu Matematika dan Pengetahuan Alam. Program Studi Ekstensi Farmasi. Universitas Indonesia. Depok.

Marliani, L., Kusriani, H., Sari, N.I. 2014. Aktivitas antioksidan daun dan buah jamblang (Syzingium cumini L.) Skeel. Prosiding SNaPP2014. 4(1): 201-203.

Maryam, St., Pratama, R., Effendi, N., Naid, T. 2015. Analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanolik daun yodium (Jatropha multifida L.) dengan metode Cupric Ion Reducing Capacity (CUPRAC). Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 2(1): 90-91.

Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal Science Technology. 26(2): 211-219.

Muchtaridi., Subarnas, A., Indrayati, N. 2006. Aktivitas antioksidan proantosianidin dari akar pakis (Polypodium feei METT) secara in vitro.

Jurnal Artocarpus Media Pharm. 5(2): 3.

Mustikaningrum, M. 2015. Aplikasi metode spektrofotometri visibel Genesys-20 untuk mengukur kadar curcuminoid pada temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknik Kimia.

Program Diploma Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.

Nugraha, A.T., Firmansyah, M.S., Jumaryatno, P. 2017. Profil senyawa dan antioksidan daun yakon (Smallanthus sonchifolius) dengan metode DPPH dan Cuprac. Jurnal Ilmiah Farmasi. 13(2): 14-16.

Pezzuto, J., Park, E.J. 2007. Autoxidation and Antioxidants. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Halaman 139-140.

Putri, D.A. 2014. Pengaruh metode ekstraksi dan konsentrasi terhadap aktivitas jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) sebagai antibakteri Escherichia coli. Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Putri, N.K.M., Gunawan, I.W.G., Suarsa, I.W. 2015. Aktivitas antioksidan antosianin dalam ekstrak etanol kulit buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) dan analisis kadar. Jurnal Kimia. 9(2): 244.

Putro, W. 2013. Daya peredam radikal bebas ekstrak etanol buah pepino putih dan ungu (Solanum muricatum Aiton var putih dan ungu) terhadap DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(2): 1-2.

Ramayulis, R. 2013. Jus Super Ajaib. Jakarta Timur: Penebar Plus. Halaman 30-33.

Tristantini, D., Ismawati, A., Pradana, B.T., Jonathan, J.G. 2016. Pengujian aktivitias antioksidan menggunakan metode DPPH pada daun tanjung (Mimusops elengi L.). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

“Kejuangan”. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Yogyakarta, 17 Maret 2016. Prodising. Yogyakarta:

FTI UPN Veteran Yogyakarta. Halaman 1-3.

Vaya, J., Aviram, M., 2001. Nutritional antioxidants: Mechanisms of action, analyses of activities and medical applications. Curr. Med. Chem.-Imm, Endoc. &Metab. Agents. 1(1): 100-102.

Wahdaningsih, S., Setyowati, E.P., Wahyuono, S. 2011. Aktivitas penangkap radikal bebas dari batang pakis (Alsophila glauca J. Sm). Majalah Obat Tradisional. 16(3): 156-160.

WHO. 1992. Our planet, Our Health. Report of the WHO Comission on Health and Environment. World Health Organization. Geneva. Halaman 8-10.

Yefrida, Ashikin, N., Refilda. 2015. Validasi metoda FRAP modifikasi pada

Yefrida, Ashikin, N., Refilda. 2015. Validasi metoda FRAP modifikasi pada

Dokumen terkait