• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada 16 Desember 2020, Ketua Komisi Yudisial (KY), Jaja Ahmad Jayus menyerahkan nama-nama calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi

B. Perencanaan DPR

Rencana kerja DPR biasanya dirumuskan dan dituangkan dalam Keputusan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR atau Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus, yang selanjutnya disebut Rapat Bamus. Kemudian Ketua DPR akan menyampaikan pokok-pokok rencana kerja tersebut dalam setiap Pidato Pembukaan MS. Namun seringkali terjadi perbedaan antara rencana kerja yang dirumuskan dalam Keputusan Rapat Bamus atau Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus dan rencana kerja yang disampaikan oleh Ketua DPR dalam Pidato Pembukaan MS. Perbedaan rencana keduanya seyogyanya tidak perlu terjadi karena Ketua Bamus dan Ketua DPR adalah orang yang sama karena Ketua DPR secara ex-officio menjadi Ketua Bamus. Pidato Ketua DPR mestinya berpedoman pada Keputusan Bamus sehingga secara substansial pokok-pokok rencana kerja tidak terjadi perbedaan. Kalaupun terdapat perbedaan hanya menyangkut

43

rincian lebih lanjut dari substansi pokok-pokok rencana kerja dalam Keputusan Bamus yang disesuaikan dengan dinamika kepentingan nasional.

Bila berkaca pada MS III ini, Keputusan Rapat Bamus tidak mencantumkan rencana kerja untuk menyusun dan menetapkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas sebagaimana yang disebut dalam Pidato Ketua DPR dalam Pembukaan MS. Padahal penetapan Prolegnas RUU Prioritas tahun 2021 sangat penting karena tanpa Prolegnas RUU Prioritas akan berakibat tidak jalannya fungsi legislasi. Mengapa Rapat Bamus sampai lalai mencantumkan rencana kerja penyusunan dan penetapan Prolegnas RUU Prioritas itu, yang sampai MS III belum juga berhasil ditetapkan DPR. Yang juga tidak masuk akal adalah ketika Prolegnas RUU Prioritas 2021 belum ditetapkan, Bamus dan Pidato Ketua DPR pada Pembukaan MS sidang sudah menetapkan rencana pembahasan RUU. Lalu pembahasan RUU-RUU tersebut mengacu pada apa, sebab Prolegnas RUU Prioritas sendiri belum ditetapkan DPR.

Demikian juga dengan bidang anggaran, Rapat Bamus menentukan bahwa rencana kerja bidang anggaran dalam MS III adalah mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun 2020, sedangkan Pidato Ketua DPR menyebutkan bahwa alat kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN Tahun 2021. Meskipun keduanya berbeda tetapi secara ajaib keduanya dilaksanakan oleh alat kelengkapan Dewan. Entah kebetulan atau karena sudah terlanjur disampaikan ke publik maka mau gak mau harus dilaksanakan.

Dalam bidang pengawasan juga ada perbedaan antara keduanya. Rapat Bamus menyebutkan bahwa DPR akan menindaklanjuti hasil kunjungan kerja perseorangan maupun kunjungan kerja Tim pada saat Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021, tetapi rencana ini tidak disebutkan dalam Pidato Ketua DPR dalam Pembukaan MS. Padahal setiap hasil kunjungan pada saat reses suatu MS (serap aspirasi) harus dilaporkan pada Pembukaan MS berikutnya. Ini penting, bukan saja karena untuk memenuhi ketentuan UU tetapi juga sebagai pertanggungjawaban anggota DPR kepada konstituennya.

Perbedaan-perbedaan tersebut diatas menunjukkan perencanaan DPR yang tidak matang dan asal-asalan. Apa yang dirumuskan dalam Rapat Bamus terkesan copy paste karena isinya cenderung sama dari MS ke MS. Bahkan sampai lupa mengganti tahun, yang seharusnya 2021 ternyata masih tercantum 2020. Untuk melengkapi hal-hal yang seharusnya masuk dalam rencana Bamus tapi belum diatur, akhirnya Ketua DPR berimprovisasi dengan menambah hal-hal yang seharusnya dilakukan pada MS III. Namun seringkali improvisasinya berlebihan sehingga keluar dari konteks yang telah dirumuskan Rapat Bamus. Di masa mendatang, DPR harus menghentikan kekacauan perencanaan ini, dan mulai merumuskan rencana yang terstruktur sehingga arah kinerja DPR menjadi jelas dan goal atau target dapat dicapai.

C. Pimpinan

Pimpinan DPR merupakan orang-orang yang terpilih untuk jabatannya, karenanya semestinya mereka yang duduk disini memiliki kapabilitas, akuntabilitas, dan integritas yang sudah teruji.

44

Dan yang terpenting adalah kemampuan menjadi jurubicara DPR sebagai lembaga yang berhadapan dengan Pemerintah. Sebagai jurubicara DPR, Pimpinan harus mampu mewakili semua suara dan sikap anggota DPR yang berasal dari berbagai fraksi (partai politik) dan resmi berdasarkan hasil keputusan Rapat DPR baik secara musyawarah maupun pemungutan suara (voting). Jadi Pimpinan DPR tidak boleh sembarangan bicara dalam keadaan jabatan itu masih disandangnya ketika menyampaikan pendapat. Bila itu pendapat pribadi atau mewakili fraksi atau partainya, semestinya jabatan sebagai pimpinan tidak disebutkan. Ini untuk menghindari kerancuan dan bias pendapat antara sebagai Pimpinan DPR dan pribadi (termasuk sebagai wakil fraksi atau partai).

Semua pihak pasti bisa memaklumi jika Pimpinan DPR menyampaikan rasa dukacita, simpati, dan empati terhadap korban dalam berbagai peristiwa dan bencana akhir-akhir ini, seperti jatuhnya pesawat Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu, gempa di Sulawesi Barat, banjir bandang di Kalimantan Selatan, tanah longsor di Sumedang, dan banyak peristiwa lainnya. Misalnya ucapan dukacita mendalam yang disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani terhadap keluarga korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Jakarta-Pontianak.37 Demikian juga ungkapan dukacita yang disampaikan Wakil Ketua DPR RI Korbid Polkam M. Azis Syamsuddin38 dan Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel.39 Baik secara pribadi maupun atas nama lembaga DPR, ucapan Pimpinan DPR dapat diterima secara manusiawi.

Namun dalam hal lain tentu harus dibedakan. Mengenai isu revisi UU Pemilu misalnya, dalam pernyataan pertama Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang (Korbid) Politik dan Keamanan (Polkam) M. Azis Syamsuddin menyebutkan pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting dilakukan dalam rangka menyempurnakan sistem demokrasi dan politik Indonesia.40 Namun belakangan M. Azis Syamsuddin menyatakan bahwa usai melakukan konsolidasi dan menyerap aspirasi, Golkar lebih mengutamakan untuk menarik dan mengikuti amanah Undang-Undang mengenai Pilkada secara serentak dilaksanakan di tahun 2024. Hal itu guna mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang saat ini sedang melakukan pemulihan ekonomi di masa pandemi.41

Terhadap hal ini dapat diberi catatan sebagai berikut. Pertama, dalam kedua pernyataan itu disebutkan M. Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR RI Korbid Polkam, artinya mengatasnamakan Pimpinan DPR sehingga apa yang disampaikan seharusnya “pendapat” DPR. Namun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Kedua, secara substansi kedua pernyataannya berbeda bahkan saling bertentangan sehingga membingungkan dan publik akan menilai DPR tidak konsisten. Ketiga, dalam pernyataan pertama tidak mengatasnamakan partai manapun, tetapi pernyataan kedua secara jelas menyatakan bahwa itu adalah sikap Golkar. Kesimpangsiuran informasi yang disampaikan ke publik dengan mengatasnamakan lembaga DPR seperti itu dapat menggerus kepercayaan publik terhadap DPR sekaligus tidak baik untuk 37https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31243/t/Puan+Maharani+Berduka+Atas+Hilangnya+Pesawat+Sriwijaya 38https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31273/t/Pimpinan+DPR+Apresiasi+Kinerja+Tim+Pencarian+dan+Evakuasi+Sriwijaya+Air 39https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31279/t/Jatuhnya+Sriwijaya+Air+adalah+Duka+Bagi+Seluruh+Masyarakat 40https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31732/t/Azis+Syamsuddin%3A+Revisi+UU+Pemilu+Perkuat+Kualitas+Demokrasi 41https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31763/t/Baleg+Berwenang+Tarik+Draf+RUU+Pemilu+dari+Prolegnas

45

pendidikan politik bagi rakyat. Jadi ke depan Pimpinan DPR mesti bijak kapan harus menempelkan predikat sebagai Pimpinan DPR, atau melepaskan predikat itu semisal ketika menjadi wakil fraksi/partai, maupun secara pribadi sebagai anggota DPR.

D. Komisi

Kinerja Komisi dan Badan yang dimiliki oleh DPR secara substansial sudah dijelaskan didepan dalam masing-masing pelaksanaan fungsinya, yakni fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dari sudut pandang kelembagaan, Komisi dan Badan DPR akan dijelaskan secara kuantitas mengenai apa saja yang telah dilakukan. Sejauh hasil penelusuran Formappi terhadap lapsing, secara keseluruhan terdapat 153 rapat yang dilakukan Komisi dan Badan DPR selama MS III TS 2020-2021. Semua Komisi DPR (I s/d XI) ditemukan melakukan rapat-rapat, sementara hanya dua Badan DPR (BKSAP dan Baleg) yang ditemukan melakukan rapat. Sementara BAKN, MKD, dan Banggar sama sekali tidak ditemukan kegiatan rapatnya.

Dari keseluruhan rapat-rapat (153 rapat), ada 20 (13,07%) rapat yang sifatnya tertutup dan 133 lainnya (86,93%) bersifat terbuka (Lihat Tabel 7). Memang tidak bisa dipungkiri masih terjadi rapat-rapat tertutup dan itu dapat dipahami bila masih dalam batas kewajaran karena menyangkut masalah internal dan rahasia negara. Namun adanya rapat tertutup mengenai kebijakan bagi rakyat, seperti yang dilakukan Komisi II, III dan VIII, tentunya susah diterima. Adalah hal yang aneh, mengapa pihak yang dibahas kepentingannya justru tidak boleh mengetahuinya. Misalnya Komisi II, dari 11 (sebelas) rapat yang dilakukan ternyata 6 (enam) diantaranya dilakukan secara tertutup atau lebih banyak dari rapat terbuka yang hanya 5 (lima) kali rapat. Dari enam kali rapat tertutup itu antara lain membicarakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 18 calon anggota ORI 2021-2026, pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan penjelasan atau penyampaian perkembangan penyesuaian 13 RUU tentang Provinsi. Bahkan Komisi III mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) tertutup untuk mendapat masukan terkait dengan uji kelayakan calon Kapolri. Sementara Komisi VIII melakukan rapat tertutup untuk membahas DIM RUU tentang Penanggulangan Bencana.

Tabel 7. Rapat-rapat Komisi dan Badan DPR MS III TS 2020-2021

Komisi

Jenis Rapat Sifat Rapat

Jumlah Rapat Raker RDP RDPU Rakor Rapim Internal Pleno Fit&proper

test Panja Tertutup Terbuka

I 2 6 1 0 1 1 0 0 5 3 13 16 II 2 1 2 0 0 4 0 2 0 6 5 11 III 1 3 0 0 0 0 2 3 0 2 7 9 IV 6 10 1 0 0 0 0 0 0 0 17 17 V 4 8 0 1 0 0 0 0 0 0 13 13 VI 5 2 1 0 0 0 0 0 0 0 8 8 VII 2 10 0 0 0 0 0 0 0 3 9 12 VIII 5 0 0 1 1 3 0 0 1 4 7 11 IX 10 0 1 0 0 1 0 5 0 1 16 17 X 4 8 6 1 0 0 0 0 0 0 19 19 XI 5 5 1 0 0 0 0 0 0 1 10 11 Baleg 1 0 4 0 0 2 0 0 0 0 7 7 BKSAP 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 2 Total 47 53 19 3 2 11 2 10 6 20 133 153

46

Sumber: Laporan singkat (Lapsing) rapat-rapat yang dilakukan Komisi dan Badan DPR sebagaimana ditemukan dalam laman www.dpr.go.id

Masih terkait rapat-rapat Komisi DPR, Komisi X paling banyak melakukan rapat yakni 19 (sembilan belas) kali rapat dan semuanya bersifat terbuka. Untuk itu kita perlu memberi apresiasi kepada Komisi X yang menjadi Komisi terajin dalam MS III ini sekaligus contoh penerapan transparansi. Sementara Komisi VI adalah Komisi yang paling sedikit melakukan rapat yakni hanya 8 (delapan) kali rapat tetapi semuanya terbuka. Yang menjadi persoalan adalah mengapa terjadi perbedaan jumlah rapat yang signifikan, dimana Komisi VI melakukan rapat kurang dari setengah yang dilakukan Komisi X. Padahal keduanya memiliki fungsi dan tugas yang sama, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan meski sektor mereka berbeda. Apakah perbedaan sektor itu (tergantung isu yang sedang berkembang) yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau memang kemampuan Komisi yang tidak berimbang.

E. Badan-badan

Badan-badan DPR lain lagi, jika Komisi semuanya melakukan rapat maka berdasarkan laporang singkat (lapsing) yang dimuat dalam dpr.go.id tidak semua Badan DPR ditemukan melakukan rapat. Badan Legislasi (Baleg) menjadi Badan DPR yang terbanyak melakukan rapat yakni sebanyak 7 (tujuh) kali. Meski demikian, Baleg belum mampu menuntaskan penyusunan Prolegnas RUU Prioritas 2021 hingga kini. Banyaknya rapat juga ternyata tidak menjamin produktivitas tinggi. Sementara itu, BKSAP (Badan Kerja Sama Antar Parlemen) hanya melakukan 2 (dua) kali rapat. Yang membuat kita bertanya-tanya adalah tidak ditemukannya BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara) dan Banggar (Badan Anggaran) dalam lapsing melakukan rapat-rapat. Padahal salah satu agenda DPR dalam MS III ini adalah mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020. Kegiatan BAKN baru ditemukan dalam berita (bukan lapsing), dimana kegiatan itupun hanya menyangkut pelantikan Pimpinan BAKN dan kegiatan melakukan kunjungan kerja (lihat evaluasi bidang pengawasan). Tugas utama BAKN yakni menelaah Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) dan temuan-temuan BPK ternyata terabaikan.

Dokumen terkait