• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KINERJA DPR MASA SIDANG III TS (11 Januari 10 Februari 2021) PERENCANAAN BURUK, KINERJA TERPURUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KINERJA DPR MASA SIDANG III TS (11 Januari 10 Februari 2021) PERENCANAAN BURUK, KINERJA TERPURUK"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KINERJA DPR MASA SIDANG III TS 2020-2021

(11 Januari – 10 Februari 2021)

“PERENCANAAN BURUK, KINERJA TERPURUK”

Jakarta, 7 Maret 2021

FORUM MASYARAKAT PEDULI PARLEMEN INDONESIA

FORMAPPI

JL. Matraman Raya No. 32 B, Jakarta Timur 13150, Indonesia. T: 021-8193324; F; 021-85912938; E: formappi@cbn.net.id;

W : www.parlemenindonesia.org.

Rekening Giro Bank BRI KCP Menteng No. 0502-01-000229-30-7 a/n YAYASAN FORMAPPI INDONESIA.

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN EKSEKUTIF/RILIS ………... 1

PENGANTAR ………….………...……….. 6

EVALUASI FUNGSI LEGISLASI ..………...………..…………. 8

EVALUASI FUNGSI ANGGARAN ...……….………..…………..…..……. 12

EVALUASI FUNGSI PENGAWASAN…………..……….……..……….. 26

EVALUASI KINERJA KELEMBAGAAN …………...…...…………...…..………. 42

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …..………..………. 49

LAMPIRAN 1. Tabel 4: Komisi yang Mengawasi Pelaksanaan Undang-undang Selama MS III TS 2020-2021 ……….. 51

2. Tabel 5. Sikap Komisi-Komisi DPR Terhadap Realisasi Anggaran TA 2020 oleh K/L Selama MS III TS 2020-2021……….………. 58

3. Tabel 6. Rapat-rapat Pengawasan Kebijakan Pemerintah Selama MS III TS 2020-2021 ……….….. 69

(3)

1 RINGKASAN EKSEKUTIF/RILIS

EVALUASI KINERJA (EVAKIN) DPR MASA SIDANG (MS) III TAHUN SIDANG (TS) 2020-2021 “Perencanaan Buruk, Hasil Terpuruk”

PENGANTAR

Menurut keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) tanggal 3 Desember 2020, Masa Sidang (MS) III Tahun Sidang (TS) 2020-2021 berlangsung dari tanggal 11 Januari sampai dengan 7 Maret 2021. Rapat-rapat dijadwalkan dari tanggal 11 Januari s/d 10 Februari 2021 (31 hari kalender atau 23 hari kerja), sementara masa reses diagendakan dari tanggal 11 Februari s/d 7 Maret 2021 (25 hari kalender atau 17 hari kerja). Jadi MS III ini sebetulnya relatif pendek. Selain itu, rencana kegiatan fungsi Pengawasan (P) dialokasikan 50%, fungsi Legislasi (L) dialokasikan 35%, dan fungsi Anggaran (A) 15% dari waktu yang tersedia. Meski demikian, setiap fungsi tersebut akan disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan 3 (tiga) fungsi Dewan.

FUNGSI LEGISLASI: “Perencanaan Legislasi Yang Buruk Karena DPR Lemah”

Kinerja legislasi MS III masih melanjutkan tradisi kinerja DPR yang buruk dari masa sidang-masa sidang di tahun sebelumnya. DPR gagal menjadikan MS III sebagai momentum untuk membangkitkan optimisme dalam meningkatkan kinerja legislasi. MS III justru memunculkan pesimisme sejak awal bahwa kinerja DPR di tahun 2021 tak akan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Ada banyak alasan yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi DPR di MS III. Mulai dari tata kelola perencanaan yang buruk hingga sabotase kepentingan politik yang menghambat laju pengesahan Prolegnas Prioritas. Kepatuhan DPR pada Presiden juga menambah runyamnya pelaksanaan fungsi legislasi DPR. DPR seolah-olah tanpa wibawa di hadapan keinginan Presiden atas beberapa RUU.

Perencanaan yang buruk di bidang legislasi ditandai oleh belum rampungnya DPR menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas yang seharusnya sudah disahkan pada MS I TS 2020-2021. Bagaimana mungkin DPR dapat langsung membahas suatu RUU sementara yang harus dibahas belum ditetapkan. Oleh karena itu, rencana DPR membahas 4 RUU pada MS III ini menjadi utopis karena tidak memiliki dasar yang jelas dan kuat.

Sesungguhnya Prolegnas Prioritas 2021 sudah ditetapkan oleh Badan Legislasi pada 14 Januari 2021. Mestinya Bamus langsung mengagendakan pengambilan keputusan di tingkat paripurna, tetapi tiba-tiba muncul pro kontra antara fraksi-fraksi dan juga Pemerintah terkait revisi UU Pemilu. Kemunculan pro kontra terkait apa yang mau diatur dalam UU Pemilu lebih didorong oleh kalkulasi politik sempit masing- masing fraksi, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada perlu atau tidaknya RUU Pemilu masuk dalam Prolegnas Prioritas. Inilah yang kami sebut dengan “sabotase” kepentingan politik yang menghambat penetapan Prolegnas RUU Prioritas.

Ke depan, DPR sebaiknya secara konsisten menetapkan Prolegnas Protitas pada akhir tahun sebelumnya. Perencanaan itu jangan berdasarkan kepentingan pragmatis sempit tetapi untuk kebutuhan prioritas

(4)

2

hukum nasional. Selain itu, pemerintah itu bermitra dengan DPR, karena itu DPR jangan tunduk kepada pemerintah dalam penyusunan legislasi.

FUNGSI ANGGARAN: “Perencanaan Pemerintah Buruk Tapi DPR Manut”

Rencana DPR dalam bidang anggaran juga kacau, dimana menurut Rapat Bamus: pada MS III TS 2020-2021, DPR akan melakukan evaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran (TA) 2020. Sedangkan dalam Pidato Pembukaan MS III, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa DPR melalui alat kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus pemulihan ekonomi nasional, pemulihan kesejahteraan rakyat, dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk mendukung upaya terbaik Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19. Namun demikian, masih beruntung keduanya dapat terlaksana.

Pelaksanaan fungsi anggaran DPR menurut Rapat Bamus yakni evaluasi atas pelaksanaan APBN TA 2020 adalah sebagai berikut:

Pertama, dari 11 (sebelas) Komisi DPR, hanya 8 Komisi yang ditemukan melakukan rapat untuk

mengevaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 oleh Kementerian dan Lembaga Negara Non Kementerian (K/L). Ini berarti ada 3 Komisi DPR yang tidak melakukan evaluasi pelaksanaan anggaran TA 2020 terhadap K/L mitra kerjanya. Komisi DPR yang melakukan evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 anggaran K/L selama MS III adalah: Komisi I dengan 11 K/L, Komisi III dengan 2 K/L, Komisi IV dengan 3 Kementerian, Komisi V dengan 5 K/L, Komisi VI dengan 9 K/L, Komisi VII dengan 2 Kementerian, Komisi VIII dengan 4 K/L, dan Komisi X dengan 4 K/L. Sedangkan 3 Komisi yang tidak ditemukan melakukan evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 dengan K/L mitra kerjanya adalah Komisi II, IX dan XI. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi pelaksanaan anggaran oleh K/L pada TA 2020 belum seluruhnya dilaksanakan oleh DPR.

Kedua, meski terdapat K/L yang realisasi anggarannya pada TA 2020 sangat rendah, yaitu Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) hanya sebesar 77,04% dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang) yang hanya mencapai 65,12%, DPR memberikan apresiasi dan dapat menerima penjelasan kedua lembaga tersebut. Berdasarkan evaluasi di atas dapat disimpulkan bahwa DPR tidak kritis dalam mengevaluasi pelaksanaan anggaran K/L pada TA 2020.

Sementara itu, pelaksanaan rencana kerja berdasarkan Pidato Ketua DPR pada Pembukaan MS III adalah sebagai berikut:

Pertama, DPR tidak tegas terhadap Pemerintah yang seenaknya mengubah struktur anggaran yang sudah

ditetapkan dalam APBN 2021. Pada 25 November 2020 Presiden Joko Widodo telah menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) TA 2021 kepada K/L dan Pemda. Pada penyerahan DIPA dan TKDD tersebut Presiden menegaskan bahwa kecepatan, ketepatan, dan akurasi merupakan karakter dalam pelaksanaan kebijakan, baik di bidang kesehatan maupun di bidang ekonomi. Namun beberapa hari kemudian, yakni pada 18 Desember 2020, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan No. 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021. PMK tersebut ditindaklanjuti lagi dengan penerbitan Surat

(5)

3

Edaran (SE) Menteri Keuangan No. S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021. SE tersebut ditujukan kepada: (1) Para Menteri Kabinet Kerja; (2) Jaksa Agung RI; (3) Kepala Kepolisian RI; (4) Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian; dan (5) Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara. Perubahan semena-mena terhadap APBN 2021 oleh Pemerintah c/q Menteri Keuangan tidak direspon oleh DPR secara kritis meski hak konstitusionalnya telah dilanggar, bahkan nampak nurut saja.

Kedua, terhadap pemotongan anggaran pada TA 2021 dalam rangka refocusing, realokasi dan

penghematan, Komisi-komisi DPR pada umumnya hanya menyatakan sikap: telah mendengarkan penjelasan K/L yang bersangkutan, bahkan menyetujui. Sikap paling kritis hanya dirumuskan dengan kata prihatin, atau menyesalkan atas pemotongan anggaran tersebut dan meminta anggota Komisi yang ada di Badan Anggaran untuk membicarakan kembali dengan Kementerian Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sikap Komisi seperti itu menunjukkan bahwa Komisi-komisi DPR tidak berdaya ketika berhadapan dengan kebijakan Menteri Keuangan terkait penganggaran untuk K/L mitra kerjanya. Sekalipun menurut peraturan perundangan DPR memiliki hak untuk mengubah maupun menolak anggaran yang diajukan oleh Pemerintah, tetapi tidak ada satu Komisipun yang menggunakan hak tersebut. Demikian juga halnya dalam pembahasan anggaran PEN Tahun 2021 yang dilakukan oleh Komisi XI dengan Menteri Keuangan hanya sekedar menyetujui apa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan.

Ke depan, DPR seharusnya menggunakan hak budget-nya secara kritis, dan harus berani menolak anggaran mitra kerja yang dikurangi seenaknya sendiri oleh Menteri Keuangan. Amputansi terhadap kekuasaan konstitusional dalam bidang anggaran harus dipulihkan, sebab kalau tidak, DPR akan makin tidak berdaya.

FUNGSI PENGAWASAN: “DPR Lakukan Pengawasan Ala Kadarnya”

Menurut UU MD3 dan Peraturan Tata Tertib DPR, aspek-aspek yang harus diawasi DPR mencakup pelaksanaan atas: Undang-undang (UU), APBN dan menelaah/menindaklanjuti temuan-temuan BPK atas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), serta kebijakan Pemerintah. Selama MS III, Formappi menemukan kegiatan pelaksanaan pengawasan seperti berikut:

Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan UU paling banyak dilakukan terhadap UU No. 11/2020

tentang Cipta Kerja (Ciptaker), terutama pengawalan penyusunan aturan turunan UU tersebut berupa Peraturan Pemerintah (PP). FORMAPPI menemukan setidaknya ada 4 (empat) Komisi (IV, VII, IX, dan XI) yang mengawal penyusunan PP dimaksud. Sekalipun begitu, ada 4 (empat) PP turunan UU Citaker yang menyangkut pekerja, oleh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dimintakan kepada Presiden untuk ditunda pelaksanannya karena buruh sudah mengalami tekanan dan kesulitan akibat pandemi covid-19 seperti mengalami PHK atau kehilangan mata pencahariannya dan tertular covid-19 sehingga tidak bisa bekerja. Keempat PP yang diminta ditunda pelaksanaannya terdiri atas PP No. 34/2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), PP No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, PP No. 36/2021 tentang Pengupahan dan PP No. 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Padahal tanggal 18 Januari 2021, Komisi IX sudah mengadakan Raker dengan Menteri Ketenagakerjaan untuk mendapatkan laporan Progres Peraturan Turunan UU No.

(6)

4

11/2020 dan meminta agar mengakomodir masukan-masukan dari Komisi IX DPR dalam penyusunan PP pelaksanaan UU Cipta Kerja. Dengan adanya permintaan dari KSPSI itu maka dapat disimpulkan bahwa Komisi IX gagal memperjuangkan aspirasi dan kepentingan tenaga kerja kepada Pemerintah.

Kedua, evaluasi terhadap realisasi serapan anggaran TA 2020 oleh K/L tidak dilakukan oleh semua

Komisi. Dari 11 Komisi di DPR, FORMAPPI tidak menemukan kegiatan 3 Komisi melakukan evaluasi serap anggaran oleh K/L yang menjadi mitra kerja Komisinya. Ketiga Komisi tersebut adalah Komisi II, IX dan XI. Selain itu, pendapat Komisi DPR yang melakukan evaluasi serap anggaran K/L mitra kerjanya juga tidak kritis atas rendahnya serap anggaran TA 2020 oleh K/L tertentu dan bahkan memberi apresiasi. Hal itu misalnya serap anggaran oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), yang hanya mencapai 77,04%, dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang) yang hanya mencapai 65,12%.

Ketiga, Pasal 112D UU MD3 dan Pasal 76 Peraturan DPR No. 1/2020 tentang Tata Tertib, Badan

Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) secara khusus ditugasi melakukan telaahan atas temuan-temuan BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga Negara non Kementerian (LKKL) yang sudah dilaporkan ke DPR. Namun dalam kenyataannya hal itu tidak dilakukan secara serius. BAKN justru lebih banyak melakukan kunker untuk memantau realisasi subsidi energi, misalnya ke Banten (Tangerang), Cilegon, Cirebon, dan Sumedang. Memusatkan kegiatan BAKN yang hanya menyangkut subsidi energi menunjukkan bahwa BAKN gagap tugas. Sebab temuan-temuan BPK diluar masalah subsidi energi yang menimbulkan kerugian Negara triliunan Rupiah justru luput dari penelaahan oleh BAKN, karena itu badan ini layak dibubarkan.

Keempat, selama MS III TS 2020-2021, semua Komisi melakukan pengawasan terhadap kebijakan

pemerintah oleh K/L mitra kerjanya. Lebih dari itu, pengawasan bahkan dilakukan bukan saja pada tingkat pengambil keputusan dan kebijakan (Menteri maupun Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian) tetapi juga sampai pada tingkat pelaksana, yaitu para pejabat Eselon I K/L. Salah satu hal yang menarik atas pelaksanaan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah ini adalah munculnya rekomendasi/permintaan yang berulang-ulang oleh Komisi tertentu pada mitra kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa K/L yang bersangkutan mengabaikan rekomendasi DPR, tetapi DPR tidak menggunakan “kesaktian” hak-hak konstitusionalnya seperti menggunakan hak interpelasi, hak angket maupun hak menyatakan pendapat. Kecuali itu, masih saja ada Komisi yang melakukan rapat tertutup dengan mitra kerjanya.

Kelima, dari sekian banyak Tim bentukan DPR, selama MS III ini hanya ada satu Tim yang

terlihat bekerja, yaitu Tim penanganan bencana, itupun hanya berupa pemberian bantuan kepada korban bencana di Sukabumi. Timwas dan Tim Pemantau ataupun Tim-tim yang lain, termasuk Timwas Penanganan Pandemi Covid-19 tidak ditemukan kegiatannya. Karena itu Timwas maupun Tim Pemantau yang tidak jelas hasil kerjanya seyogyanya dievaluasi atau dibubarkan saja.

Keenam, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon-calon pejabat publik tidak

semuanya dilakukan secara kritis. Selain itu, sebagian fit and proper test dilakukan secara tertutup, sehingga dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan liar atau dugaan-dugaan negatif dari masyarakat. Untuk menghindarkan munculnya dugaan-dugaan negatif tersebut, seyogianya seluruh tahapan fit and

(7)

5

Berdasarkan uraian dan evaluasi di atas dapatlah disimpulkan bahwa pengawasan yang dilaksanakan DPR selama MS III hanyalah dilakukan secara ala kadarnya alias tidak tajam dan tidak menggigit sehingga rekomendasinya kurang/tidak diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap K/L mitra kerja masing-masing Komisi.

EVALUASI KELEMBAGAAN: “Perencanaan Buruk, Kinerja Terpuruk”

Pertama, perencanaan DPR (baik untuk fungsi legislasi, anggaran, maupun pengawasan) kacau karena

antara substansi Pidato Ketua DPR dalam Pembukaan MS dan Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Bamus masih berbeda. Selain itu, Keputusan Bamus tidak lengkap dan akurat, juga hanya merupakan

copy paste dari keputusan Bamus MS yang lalu, Ketua DPR juga sering berimprovisasi atau tidak

konsisten bahkan keluar konteks dari rencana kerja yang ditetapkan Rapat Bamus. Perencanaan yang tidak jelas dapat berdampak buruk pada capaian target atau hasil kinerja DPR.

Kedua, meskipun sudah sering dikritik Pimpinan DPR tetap tak bergeming. Mereka sering berbicara ke

publik tanpa membedakan apakah waktu berbicara itu dalam kapasitas sebagai apa, Pimpinan atau pribadi. Hal ini tentu membuat bingung publik atau publik bisa berpikir bahwa semuanya adalah sikap DPR. Pada kenyataannya tidak demikian, ada juga pendapat pribadi atau kelompok yang disampaikan. Jadi ke depan, Pimpinan DPR harus membedakan ketika berbicara atas nama DPR dan pribadi atau kelompok.

Ketiga, terdapat gap yang signifikan dalam kegiatan rapat antar Komisi. Komisi paling sedikit

melakukan rapat adalah Komisi VI (8 kali) dan paling banyak adalah Komisi X (19 kali). Meski memiliki tugas dan fungsi yang sama tetapi ada Komisi yang sering rapat dan ada yang jarang rapat. Kemungkinan faktor sektor dan isu yang menjadi penyebabnya.

Keempat, pada MS III ini DPR sesungguhnya fokus mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran

2020 dan refocusing, realokasi maupun penghematan APBN TA 2021, tetapi justru Banggar tidak tampak mengadakan rapat.

Kelima, kehadiran anggota DPR pada Rapur dalam MS III lumayan membaik dibandingkan dengan MS

II. Namun demikian patut disayangkan ketika anggota yang ijin dianggap hadir sehingga menciptakan kehadiran dan tunjangan fiktif. Demikian pula soal kepastian kehadiran anggota DPR dalam rapat secara virtual, mungkin juga ada yang fiktif. Di MS-MS yang akan datang kehadiran anggota DPR pada Rapur diharapkan lebih baik lagi.

Selain itu, lemahnya sikap DPR terhadap Pemerintah baik di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan membuat checks and balances antar keduanya menjadi tidak balance lagi. Kelemahan demikian bila ditimpali dengan perencanaan buruk maka kinerja DPR pasti semakin terpuruk.

Jakarta, 7 Maret 2021 FORMAPPI

Bidang Legislasi: Lucius Karus (0813 9936 7707) Bidang Anggaran: Y. Taryono (0823 1015 8289)

Bidang Pengawasan: M. Djadijono (0813 1733 4457) dan Albert Purwa (0857 1796 6766) Bidang Kelembagaan: I Made Leo Wiratma (0813 1686 0458)

(8)

6

EVALUASI KINERJA (EVAKIN) DPR

MASA SIDANG (MS) III TAHUN SIDANG (TS) 2020-2021

“Perencanaan Buruk, Kinerja Terpuruk”

I. PENGANTAR

Menurut keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) tanggal 3 Desember 2020, Masa Sidang (MS) III Tahun Sidang (TS) 2020-2021 berlangsung dari tanggal 11 Januari sampai dengan 7 Maret 2021. Alokasi waktu untuk rapat-rapat dijadwalkan dari tanggal 11 Januari s/d 10 Februari 2021 (31 hari kalender atau 23 hari kerja), sementara masa reses diagendakan dari tanggal 11 Februari s/d 7 Maret 2021 (25 hari kalender atau 17 hari kerja). Selain itu, rencana kegiatan fungsi Pengawasan (P) dialokasikan 50%, fungsi Legislasi (L) dialokasikan 35%, dan fungsi Anggaran (A) 15% dari waktu yang tersedia. Meski demikian, setiap fungsi tersebut akan disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan 3 (tiga) fungsi Dewan.

Adapun agenda setiap fungsi direncanakan sebagai berikut: bidang Legislasi: (a) Komisi/Pansus membahas RUU sesuai hasil evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2021; (b) Baleg melaksanakan tugas di Bidang Legislasi; (c) AKD yang lain melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya. Sedangkan bidang Anggaran: mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020. Sementara bidang Pengawasan: (a) Komisi membahas hal-hal yang terkait dengan Bidang Pengawasan; (b) Tindaklanjut terhadap hasil kunjungan kerja perseorangan maupun kunjungan kerja Tim pada saat Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021; (c) memberikan pertimbangan untuk mengisi suatu jabatan: Calon Duta Besar Negara Sahabat, Pejabat Publik, dan Pewarganegaraan; (d) melanjutkan tugas Tim seperti Tim Pemantau DPR terhadap Pelaksanaan Undang-Undang terkait Otonomi Daerah Khusus Aceh, Papua, Papua Barat, Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan DKI Jakarta; Tim Pengawas DPR RI tentang Pembangunan Daerah Perbatasan; Tim Penguatan Diplomasi Parlemen; Tim Pemantau dan Evaluasi Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP); Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia; Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana; Tim Open

Parliament Indonesia (OPI); Tim Implementasi Reformasi DPR RI; dan Tim Pengawas

Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Agak berbeda dengan keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus tanggal 3 Desember 2020, Ketua DPR RI Puan Maharani1 menyebutkan bahwa dalam MS III TS 2020-2021, DPR akan melakukan hal-hal sebagai berikut. Fungsi legislasi: segera menetapkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2021 dan membahas sejumlah RUU bersama Pemerintah, yaitu RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia; RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua; dan RUU tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement

1 Pidato Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Pembukaan MS III TS 2020-2021 pada 11 Januari 2021 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. https://www.idntimes.com/news/indonesia/aldzah-fatimah-aditya/pidato-lengkap-puan-maharani-saat-pembukaan-masa-sidang-iii-2020/7

(9)

7

between the Republic of Indonesia and the EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi

Komprehensif antara Republik Indonesia dengan Negara-Negara EFTA).

Dalam pelaksanaan fungsi anggaran, DPR melalui alat kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus pemulihan ekonomi nasional, pemulihan kesejahteraan rakyat, dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk mendukung upaya terbaik Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19. Pemerintah dan DPR telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen. Pencapaian target tersebut akan sangat ditentukan oleh ketersediaan dan efektivitas vaksinasi, konsistensi berbagai upaya pengendalian pandemi, kecepatan dan efektivitas berbagai kebijakan pemulihan ekonomi, serta berbagai agenda reformasi.

Sementara pelaksanaan fungsi pengawasan DPR akan diarahkan pada penyelenggaraan pemerintahan di berbagai bidang yang tetap harus dapat terselenggara dengan baik sesuai dengan amanat Undang-Undang.Hal itu antara lain: pertama, mengawasi pengelolaan keuangan negara tahun 2021 agar dilaksanakan dengan memenuhi prinsip tata kelola yang baik, transparan, akuntabel, tepat nilai, tepat guna dan tepat sasaran. Kedua, mengawasi persiapan dan pengadaan vaksin yang aman, teruji dan jika telah memiliki ijin dari BPOM serta sertifikasi halal dari MUI. Pemberian vaksin harus berjalan secara efektif, menyeluruh dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ketiga, melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap 7 (tujuh) Calon Hakim Agung yang telah diusulkan oleh Komisi Yudisial, yakni 1 (satu) orang calon Hakim Agung dan 6 (enam) orang calon Hakim Ad Hoc; 18 (delapan belas) Calon Anggota Ombudsman Republik Indonesia Masa Jabatan 2021-2026 yang telah diusulkan oleh Presiden, dan memberi pertimbangan terhadap Calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Negara-Negara Sahabat. Keempat, melanjutkan tugas Tim Pemantau dan Tim Pengawas, serta Panja yang dibentuk melalui Alat Kelengkapan Dewan.

Selain itu Puan Maharani juga menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi diplomasi parlemen, pada masa sidang ini, DPR akan mengirimkan delegasi untuk menghadiri sejumlah pertemuan kerja sama antarparlemen, baik bilateral, regional, maupun internasional, antara lain menghadiri secara virtual pertemuan OECD Global Parliamentary Network yang akan dilaksanakan pada 9-10 Februari 2021 di Paris. DPR RI juga akan terus berupaya meningkatkan kerja sama internasional, menjaga kewaspadaan dan kesiapan Indonesia dalam merespons dinamika politik dan keamanan internasional.

Meski antara Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus tanggal 3 Desember 2020 dan Pidato Ketua DPR RI Puan Maharani) terdapat perbedaan, tetapi evaluasi kinerja ini tetap akan meninjaunya dari pencapaian target-target setiap fungsi yang sudah diagendakan. Bahkan mungkin baik untuk dijadikan komparasi, yang mana dari keduanya lebih menentukan arah dan hasil kinerja DPR RI pada MS III TS 2020-2021 ini. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi mengenai kelembagaan serta ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi.

(10)

8

II. BIDANG LEGISLASI: “Perencanaan Legislasi Yang Buruk Karena DPR Lemah” A. Pengantar

Masa Sidang (MS) III merupakan masa sidang pertama tahun 2021. Memasukki MS III DPR tak bisa langsung memulai proses penyusunan dan pembahasan RUU karena Prolegnas Prioritas 2021 belum disahkan DPR pada masa sidang terakhir di tahun sebelumnya. Oleh karena itu hanya Badan Legislasi yang terlihat menjalankan fungsi legislasi di MS III karena merekalah yang menjadi penanggungjawab penyusunan Prolegnas Prioritas di DPR. AKD lainnya tak bisa melakukan apa-apa karena menunggu sampai Prolegnas Prioritas disahkan terlebih dahulu sebagai rujukan resmi pembentukan legislasi.

Badan Legislasi sesungguhnya sudah menetapkan Prolegnas Prioritas di awal MS III yakni pada 14 Januari, tiga hari setelah MS III dibuka. Setelah ditetapkan oleh Baleg, Prolegnas Prioritas tersebut tidak juga diagendakan oleh Bamus untuk diputuskan secara resmi di Rapat Paripurna. Bahkan sampai berakhirnya MS III, pengesahan tersebut tidak pernah terlaksana. Akibatnya tanpa Prolegnas Prioritas, tak ada proses penyusunan dan pembahasan RUU selama MS III. Catatan berikut ini bermaksud memberikan catatan kritis dan evaluatif atas pelaksanaan fungsi legislasi DPR yang mandeg sepanjang MS III akibat Prolegnas Prioritas yang belum juga disahkan. B. Rencana Pelaksanaan Fungsi Legislasi MS III

Ketua DPR dalam pidato pembukaan MS III sesungguhnya sudah memberikan penegasan terkait mendesaknya pengesahan Prolegnas Prioritas dalam rangka memenuhi kebutuhan hukum nasional dan meningkatkan kinerja legislasi DPR. Selain menetapkan Prolegnas Prioritas, Ketua DPR bahkan sudah menentukan RUU Prioritas lain yang ingin segera dibahas pada MS III. Sebagaimana diberitahukan di atas, hingga berakhirnya MS III, tak satupun target yang disampaikan Ketua DPR selesai dikerjakan.

Rencana pelaksanaan fungsi legislasi sebagaimana disampaikan Ketua DPR pada Pidato Paripurna Pembukaan MS III adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan Prolegnas Prioritas 2021. Penetapan Prolegnas Prioritas ini penting fungsinya sebagai skala prioritas pada tahapan penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) pada Pembicaraan Tingkat I. Penetapan daftar RUU ini merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan hukum nasional yang dinilai dapat mempercepat terwujudnya tujuan bernegara.

2. DPR akan membahas bersama Pemerintah beberapa RUU sebagai berikut: (a) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, (b) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia, (c) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dan (d) RUU tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement between the Republic of Indonesia and the EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dengan Negara-Negara EFTA).

(11)

9

C. Kinerja Legislasi MS III: Rencana saja Ngga Punya, Bagaimana Bisa Ada Hasil?

Sebagaimana disampaikan oleh Ketua DPR pada pidato Pembukaan MS III, target paling mendesak sekaligus menentukan dalam konteks pelaksanaan fungsi legislasi adalah penetapan Prolegnas Prioritas. Hanya dengan itu DPR bisa memulai proses penyusunan hingga pembahasan legislasi mereka di tahun 2021 ini. Ngga akan ada proses penyunan dan pembahasan legislasi jika Prolegnas Prioritasnya saja belum disahkan. Prolegnas Prioritas itu merupakan instrumen perencanaan legislasi nasional yang menjadi rujukan resmi bagi DPR bersama Pemerintah dalam menyusun dan membahas RUU. Jika rencananya saja belum selesai, bagaimana bisa melaksanakan proses-proses penyunanan hingga pembahasan RUU?

Ketakjelasan nasib Prolegnas Prioritas 2021 sepanjang MS III merupakan awal yang sangat buruk bagi DPR dalam konteks mendorong peningkatan kinerja legislasi. Bagaimana bisa hanya untuk menyelesaikan perencanaan legislasi saja DPR menghabiskan waktu hingga dua sampai tiga masa sidang atau kurang lebih 6 bulan? Prolegnas Prioritas sudah mulai dibicarakan pada Bulan November 2020 lalu namun sampai sekarang belum juga disahkan. Bayangkan, dua sampai tiga masa sidang dihabiskan untuk membuat rencana. Jika untuk sekedar menyusun dan menetapkan rencana saja perlu waktu selama itu, kapan DPR benar-benar mulai mengerjakan penyusunan dan pembahasan RUU-RUU tersebut? Tata kelola perencanaan legislasi seperti ini jelas sangat tidak efektif dan tidak efisien. DPR membuang begitu banyak waktu, juga anggaran untuk merencanakan pelaksanaan fungsi legislasi. Tak mengherankan jika di akhir tahun RUU yang dihasilkan sangat sedikit karena waktu tersisa untuk proses pembahasan RUU menjadi sangat pendek.

Perencanaan legislasi seharusnya sudah beres sebelum DPR memulai masa sidang pertama di tahun yang baru. DPR dan Pemerintah bisa langsung memulai proses penyunan hingga pembahasan RUU-RUU yang direncanakan sejak hari pertama DPR memulai persidangan di tahun yang baru. Maka 5 kali masa sidang dalam setahun akan bisa sangat bermakna untuk menyelesaikan RUU-RUU yang ditargetkan selama setahun. Hasil kerja yang maksimal selalu mulai dari perencanaan yang baik. Perencanaan yang baik mesti realistis dengan memperhitungkan ketersediaan waktu sidang selama setahun juga kebutuhan hukum nasional yang mendesak.

D. Sabotase Kepentingan Dibalik Molornya Pengesahan Prolegnas Prioritas

Kegamangan DPR untuk segera mengesahkan Prolegnas Prioritas 2021 pada MS III lalu tak hanya membuat perencanaan legislasi menjadi semakin molor, tetapi juga mengorbankan prinsip prioritas legislasi untuk memenuhi kebutuhan hukum publik. Sebagaimana diketahui bahwa Prolegnas Prioritas 2021 sudah ditetapkan oleh Badan Legislasi pada 14 Januari lalu. Pasca penetapan itu, mestinya Bamus langsung mengagendakan pengambilan keputusan di tingkat paripurna agar RUU-RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas segera mulai disusun dan dibahas oleh masing-masing AKD yang ditugasi.

(12)

10

Faktanya setelah penetapan di Badan Legislasi, Prolegnas Prioritas 2021 belum juga diagendakan untuk diputuskan pada Rapat Paripurna. Yang terbaca sebagai pemicu molornya proses pengesahan Prolegnas Prioritas itu adalah munculnya pro kontra antara fraksi-fraksi dan juga Pemerintah terkait revisi UU Pemilu. Alasan ini tentu saja sangat mengecewakan karena mestinya perbedaan sikap soal norma-norma yang mau diatur dalam RUU Pemilu mestinya akan menjadi bagian dari proses pembahasan substansi nanti. Pada tahapan perencanaan, pertimbangan soal urgensi RUU yang menjadi dasar penentuan RUU-RUU yang diakomodasi dalam daftar Prolegnas Prioritas. Yang terjadi, DPR dan Pemerintah sudah mendiskusikan norma baru RUU Pemilu, padahal pembahasannya saja belum dimulai. Mestinya jika sejak awal DPR dan Pemerintah tak menganggap penting revisi UU Pemilu, maka mereka tak perlu memasukkannya dalam daftar RUU Prioritas 2021 yang dibahas bersama antara Baleg, Pemerintah dan DPD.

Kemunculan pro kontra terkait apa yang mau diatur dalam UU Pemilu lebih didorong oleh kalkulasi politik, termasuk soal perlu atau tidaknya memasukkan RUU Pemilu dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Semula ketika pembicaraan soal Prolegnas Prioritas, kalkulasi politik yang muncul jika revisi UU Pemilu dilakukan pada 2021 mungkin tidak muncul. Semua partai, Pemerintah, dan DPD hanya fokus pada bagaimana membenahi tata kelola pemilu melalui revisi UU Pemilu.

Sayangnya rencana untuk memenahi tata kelola pemilu di atas mulai dikacaukan oleh kalkulasi politik praktis khususnya terkait waktu pelaksanaan Pilkada yang di UU Pilkada sudah ditentukan akan berlangsung serentak pada tahun 2024. Hitung-hitungan parpol mulai membayang-bayangi revisi UU Pemilu hingga menggantung agenda pengesahan Prolegnas Prioritas 2021.

Nampak bahwa hampir semua fraksi, pun pemerintah tetap berkeinginan merevisi UU Pemilu, akan tetapi di sisi lain potensi kegaduhan yang dipicu oleh keinginan mendorong perubahan jadwal pelaksanaan Pilkada juga tak bisa disepelekan. Hitung-hitungan itu yang nampaknya belum tuntas dipertimbangkan hingga saat ini.

Terkait revisi UU Pemilu memang kepentingan parpol sangat kental harus kita akui, tetapi dengan alasan itu agenda prioritas legislasi lain menjadi tak jelas tentu hal yang mengecewakan. Prolegnas Prioritas tak melulu bicara soal kepentingan parpol semata atau kepentingan penguasa. Prolegnas Prioritas itu dibuat untuk menjawab kebutuhan hukum nasional. Kepentingan nasional itu yang mestinya tak bisa disabotase oleh kepentingan pragmatis parpol dalam mengesahkan Prolegnas Prioritas 2021.

E. Peran Pimpinan DPR sekaligus Pimpinan Badan Musyawarah

Molornya pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 tak terelakkan juga disumbangkan oleh peran Pimpinan DPR yang sekaligus menjadi Pimpinan Badan Musyawarah yang gagal mendukung upaya peningkatan kinerja legislasi DPR dengan menghambat penetapan agenda pengesahan Prolegnas Prioritas. Sikap Pimpinan DPR bertolak belakang dengan pernyataan mereka yang selalu menginginkan pelaksanaan fungsi legislasi DPR terus diperkuat sehingga bisa meningkatkan kinerja.

(13)

11

Molornya pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 nampaknya karena Pimpinan DPR harus mengikuti perintah partai masing-masing yang tiba-tiba menyatakan sikap tak ingin melanjutkan pembahasan RUU Pemilu. Tentu saja sikap partai itu penting untuk diperjuangkan tetapi medan untuk memperjuangkan itu jangan sampai menghambat misi utama legislasi untuk memenuhi kebutuhan hukum nasional. Pimpinan DPR mesti berdiri di atas kepentingan nasional ketimbang menjadi algojo parpol masing-masing. Dan urusan memperjuangkan kepentingan parpol melalui UU itu seharusnya menjadi bagian dari proses pembahasan, bukan pada saat perencanaan. F. Kepatuhan pada Presiden Mengalahkan Peran dan Fungsi DPR

Kontroversi RUU Pemilu yang menghambat pengesahan Prolegnas Prioritas dipicu oleh kemunculan perubahan sikap parpol dari yang semula mendukung revisi UU Pemilu menjadi menolak revisi tersebut. Perubahan sikap itu muncul setelah elit parpol diajak bicara oleh Presiden. Penyampaian sikap Presiden yang cenderung menolak revisi UU Pemilu dalam waktu sekejap merubah peta dukungan terhadap revisi UU Pemilu. Parpol koalisi tak bisa mempertahankan argumentasi soal urgensi revisi UU Pemilu sebagaimana yang sudah mereka bicarakan sejak tahun lalu di DPR. Parpol koalisi nampak begitu tunduk pada presiden sehingga sikap presiden dengan mudah diterima dan didukung walaupun mungkin saja tak menguntungkan secara politik bagi parpol di masa yang akan datang.

Persoalan yang sama juga terjadi dalam wacana revisi UU ITE. Ketika Presiden mulai menyuarakan keinginan untuk merevisi UU ITE, DPR yang sebelumnya bahkan tak pernah membicarakannya sepanjang penyusunan Prolegnas Prioritas kembali seperti “dipaksa” untuk mengikuti Presiden dengan mengupayakan revisi UU ITE masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021. Jika pola pembentukan legislasi lebih banyak dikendalikan oleh Presiden, lalu apa artinya kekuasaan DPR sebagai pembentuk legislasi sesuai dengan amanat konstitusi?

G. Kesimpulan

Kinerja legislasi MS III masih melanjutkan tradisi kinerja DPR yang buruk dari masa sidang-masa sidang di tahun sebelumnya. DPR gagal menjadikan MS III sebagai momentum untuk membangkitkan optimisme dalam meningkatkan kinerja legislasi. MS III justru memunculkan pesimisme sejak awal bahwa kinerja DPR di tahun 2021 tak akan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Ada banyak alasan yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi DPR di MS III. Mulai dari tata kelola perencanaan yang buruk hingga sabotase kepentingan politik yang menghambat laju pengesahan Prolegnas Prioritas. Kepatuhan DPR pada Presiden juga menambah runyamnya pelaksanaan fungsi legislasi DPR. DPR seolah-olah tanpa wibawa di hadapan keinginan Presiden atas beberapa RUU.

(14)

12

III. BIDANG ANGGARAN: “Perencanaan Pemerintah Buruk Tapi DPR Manut” A. Pengantar

MS III TS 2020-2021 merupakan awal kinerja DPR di tahun 2021, tahun yang masih dibayangi oleh bencana non alam yakni pandemi Covid-19. Meskipun demikian, DPR tidak boleh mengendorkan tapi justru lebih memacu kinerjanya bersama-sama pemerintah agar pandemic cepat berlalu dan memperbaiki ekonomi rakyat yang semakin terpuruk. DPR harus tetap menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan protokol kesehatan. Terkait dengan fungsi anggaran, tugas pokok dan fungsi DPR diatur dalam Undang-Undang No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagaimana telah diubah tiga kali (terakhir dengan UU No. 13/2019) maupun Peraturan DPR No.1/2020 tentang Tata Tertib.

Menurut Pasal 69 UU MD3, DPR mempunyai fungsi: (a) legislasi; (b) anggaran; dan (c) pengawasan. Ketiga fungsi (legislasi, pengawasan, dan anggaran) itu dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara Pasal 70 Ayat (2) menentukan bahwa fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Selanjutnya Pasal 71 huruf e mengatur: DPR berwenang membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Senada dengan itu, Peraturan DPR No.1/2020 tentang Tata Tertib Pasal 4 juga menyatakan bahwa DPR mempunyai fungsi: (a) legislasi; (b) anggaran; dan (c) pengawasan. Ketiga fungsi (legislasi, pengawasan, dan anggaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudin Pasal 5 Ayat (2) menyebutkan: fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Rencana pelaksanaan fungsi anggaran dalam Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR tanggal 3 Desember 2020 tentang Jadwal Acara Rapat DPR selama MS III TS 2020-2021, yaitu melakukan Evaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020. Porsi alokasi waktu yang diberikan bagi pelaksanaan fungsi anggaran MS III sama dengan MS II (kurang lebih 15 persen) atau lebih rendah dibandingkan dengan MS I (kurang lebih 40 persen). 2 Rencana kerja menurut Rapat Bamus tersebut berbeda dengan rencana kerja DPR berdasarkan Pidato Pembukaan MS III TS 2020-2021 yang disampaikan oleh Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani. Dalam pidato tersebut disebutkan, pelaksanaan fungsi anggaran, DPR melalui alat

(15)

13

kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus pemulihan ekonomi nasional, pemulihan kesejahteraan rakyat, dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk mendukung upaya terbaik Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19. Pemerintah dan DPR telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen. Pencapaian target tersebut akan sangat ditentukan oleh ketersediaan dan efektivitas vaksinasi, konsistensi berbagai upaya pengendalian pandemi, kecepatan dan efektivitas berbagai kebijakan pemulihan ekonomi, serta berbagai agenda reformasi. Meski ada perbedaan, Formappi akan melakukan evaluasi terhadap keduanya. B. Evaluasi Serap Anggaran K/L TA 2020.

Pelaksanaan rencana kerja DPR berdasarkan Rapat Bamus sebagaimana disebutkan diatas, yakni evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020, dalam MS III ini Komisi DPR melakukan rapat dengan mitra kerja (Kementerian dan Lembaga Negara non kementerian atau K/L) masing-masing. Berdasarkan penelusuran Formappi pada laman resmi www.dpr.go.id, live streaming youtube dan facebook, tidak semua Komisi DPR melakukan rapat membahas serap anggaran K/L TA 2020. Dari sebelas Komisi (I-XI) hanya 8 Komisi yang ditemukan melakukan rapat membahas serap anggaran K/L, yaitu Komisi I dengan 11 K/L, Komisi III dengan 2 K/L, Komisi IV dengan 3 Kementerian, Komisi V dengan 5 K/L, Komisi VI dengan 9 K/L, Komisi VII dengan 2 Kementerian, Komisi VIII dengan 4 K/L, dan Komisi X dengan 4 K/L. Sementara 3 Komisi tidak ditemukan hasil rapat dengan mitra kerja membahas serap anggaran K/L TA 2020. MS III kali ini mengalami peningkatan kinerja jika dibandingkan dengan MS sebelumnya, dimana MS I (4 Komisi dengan 18 K/L) dan MS II (3 Komisi dengan 10 K/L). Meskipun kinerja DPR dalam MS III mengalami peningkatan dari MS sebelumnya, namun tetap saja masih ada Komisi yang absen melakukan rapat, sehingga pembahasan serap anggaran K/L tahun 2020 tidak tuntas dilaksanakan.

Apalagi terdapat 2 Komisi yang baru memulai melakukan pembahasan serap anggaran K/L TA 2020 pada MS III ini, yaitu Komisi I dan VII. Sementara itu, sampai dengan MS III TS 2020-2021 berakhir, Komisi II, IX dan XI tidak ditemukan melakukan pembahasan serap anggaran TA 2020 (lihat Tabel 1).

Tabel 1: Realisasi Serap Anggaran K/L Atas APBN TA 2020 Pada MS I, II dan III TS 2020-2021 Komisi Kementerian/Lembaga Negara

MS I Realisasi (%) MS II Realisasi (%) MS III Realisasi (%) I

Kementerian Luar Negeri - - 95,35

Lembaga Ketahanan Nasional - - 93,05

Dewan Ketahanan Nasional - - 93,45

Kementerian Komunikasi dan Informatika3

- - 98,2

Badan Keamanan Laut RI - - 96,39

Lembaga Penyiaran Publik TVRI 93,52

Lembaga Penyiaran Publik RRI - - 87,92

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat - - 96,23

(16)

14

Komisi Informasi Pusat (KIP) - - 95,40

Dewan Pers 95,17

Badan Siber dan Sandi Negara - - 96,47

III Kementerian Hukum dan HAM - Tertutup -

Jaksa Agung RI4 - - 98,34

IV

Kementerian Pertanian5 60,43 - 95,61

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan6

47,49 - 93,94

Kementerian Kelautan dan Perikanan

54,44 - 91,27

V

Kementerian PUPR 48,13 73,05 93,97

Kementerian Perhubungan 45,27 70,72 95,58

Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi

55,55 78,23 95,57

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

41,52 63,10 92,60

Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan

59,51 80,42 94,59

VI

Kementerian Perdagangan 53,82 - 93,31

Komisi Pengawas Persaingan Usaha 65,55 - 99,33

Badan Standarisasi Nasional 46,22 - 99,37

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

26,00 - 77,04

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang

29,58 - 65,12

Badan Kordinasi Penanaman Modal 47,87 - 97,65

Kementerian Perindustrian 47,19 - 93,73

Kementerian Koperasi dan UMKM 46,13 - 99,23

Kementerian BUMN 38,18 - 97,65

VII Kementerian Ristek/BRIN RI7 - - 89,32

Kementerian ESDM RI - - 93,80

VIII

Badan Nasional Penanggulangan Bencana 50,62 - 92,97 Kementerian PPPA - - 98,03 Kementerian Sosial RI - - 97,11 Kementerian Agama RI - - 96,07 X

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

- 62,21 91,61

Perpustakaan Nasional - 83,71 96,62

Kementerian Pemuda dan Olahraga - 73,00 95,14

4https://www.merdeka.com/peristiwa/kemenkeu-alokasikan-rp350-miliar-untuk-bangun-gedung-kejagung-yang-terbakar.html 5https://economy.okezone.com/read/2021/01/25/320/2350325/serapan-anggaran-kementan-2020-capai-95-ini-rinciannya 6http://www.menlhk.go.id/site/single_post/3526 7 https://www.ristekbrin.go.id/komisi-vii-dpr-dukung-kemenristek-brin-dalam-penguatan-ekosistem-inovasi-dan-riset-nasional-di-tahun-2021/

(17)

15

Kemenparekraf/Baparekraf RI - 59,91 92,56

Sumber: Data diolah dari laman resmi www.dpr.go.id , live streaming youtube, facebook DPR RI dan berbagai sumber pemberitaan media.

Selain itu, Formappi mencatat bahwa masih banyak pula K/L yang serap anggarannya masih rendah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258 tahun 2015 (PMK 258/2015) tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga (Reward and Punisment) dalam Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa penghargaan diberikan dengan ketentuan capaian serapan anggaran K/L tahun anggaran sebelumnya paling sedikit 95 persen. Namun sebaliknya, terhadap serap anggaran K/L yang masih dibawah 95 persen akan diberikan punishment. Terkait dengan K/L yang serapan anggarannya rendah, sikap Komisi justru sangat lemah bahkan ada yang memberi apresiasi. Komisi I DPR RI misalnya, menyatakan bahwa dapat memahami serap anggaran Lemhannas dan Wantannas, bahkan memberi apresiasi dan mendorong LPP TVRI dan LPP RRI untuk terus meningkatkan kinerjanya agar menjadikan Lembaga Penyiaran Publik yang mandiri, kuat, handal, profesional serta terdepan.

Komisi IV DPR RI: (a) menerima penjelasan Kementerian Kelautan dan Perikanan; (b) memberikan apresiasi kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terhadap pendanaan program/kegiatan di TA 2020 yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), yang tidak terealisasi; (c) meminta Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi agar hal ini tidak terulang kembali; (d) meminta Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi untuk berkoordinasi dengan pihak donor dan Bappenas mengenai prediksi kendala teknis pelaksanaan pada program/kegiatan TA 2021 sehingga tidak mengganggu kinerja tahun berjalan, dan hasilnya dilaporkan kepada Komisi V DPR RI; (e) terhadap pendanaan program/kegiatan pada TA 2020 yang tidak terealisasi sebesar Rp6,36 triliun (6,75%) dari pagu anggaran TA 2020 antara lain dari dana blokir, sisa lelang serta kegiatan PHLN, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), meminta Kementerian PUPR untuk mengambil langkah strategis untuk mengatasinya sehingga ke depannya tidak terulang kembali; (f) terhadap pendanaan program/kegiatan di TA 2020 yang tidak terealisasi sebesar Rp1,6 triliun (4,42% dari pagu anggaran), meminta Kementerian Perhubungan agar mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi hal ini sehingga ke depannya tidak terulang kembali; (g) terhadap anggaran program/kegiatan BMKG di TA 2020 yang tidak terealisasi sebesar Rp165,95 Miliar (7,4% dari pagu anggaran) dan BNPP/Basarnas sebesar Rp85,84 Miliar (5,41% dari pagu anggaran), meminta BMKG dan BNPP/Basarnas agar mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi hal ini sehingga ke depannya tidak terulang kembali.

Komisi VI DPR RI mengapresiasi realisasi anggaran Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, bahkan mengapresiasi realisasi anggaran Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) yang serap anggarannya hanya 77,04 persen, dan menerima penjelasan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang) yang serap anggarannya hanya mencapai 65,12 persen;

(18)

16

Komisi VIII meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memjelaskan secara rinci dan detail penggunaan Anggaran BNPB TA 2020 termasuk capaian prioritas nasional Tahun 2020 yang dilengkapi dengan besaran program dan anggaran, lokasi dan bentuk kegiatannya. Komisi VIII juga meminta penjelasan secara detail penggunaan Dana Siap Pakai (DSP) tahun 2020;

Komisi X DPR RI mencatat daya serap anggaran Kemendikbud RI dan memahami daya serap anggaran Kemenparekraf/Baparekraf RI pada TA 2020.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa DPR tampak sangat lemah dan masih bersikap datar-datar saja kepada 17 K/L meskipun realisasi serap anggaran K/L TA 2020 masih di bawah 95 persen. Bahkan DPR memberikan apresiasi dan dapat menerima penjelasan kepada BP Batam dan BP Sabang yang serap anggarannya masih sangat rendah. Oleh karena itu, dapat dipahami jika mitra kerja (K/L) akan acuh tak acuh atas rekomendasi yang diberikan oleh Komisi DPR.

Reward dan punishment yang seharusnya dijalankan DPR dalam memberikan anggaran kepada

K/L juga tidak dijalankan sebagaimana mestinya. K/L tidak akan pernah merasa terpacu untuk memperbaiki serap anggarannya jika tidak ada sikap kritis dan keras dari DPR.

C. Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021

Agenda kerja anggaran DPR lainnya seperti yang disampaikan dalam pidato Ketua DPR pada Pembukaan MS III TS 2020-2021 adalah DPR melalui alat kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus pemulihan ekonomi nasional, pemulihan kesejahteraan rakyat, dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk mendukung upaya terbaik Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19. Untuk itu, pada tanggal 12 Januari 2021 Menteri Keuangan menerbitkan Surat Edaran No.S-30/MK.02/2021 tentang

Refocusing dan Realokasi Belanja K/L Tahun Anggaran (TA) 2021. Surat edaran Menteri

Keuangan ini ditujukan kepada: (1) Para Menteri Kabinet Kerja; (2) Jaksa Agung RI; (3) Kepala Kepolisian RI; (4) Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian; dan (5) Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara.

Beberapa poin penting yang disampaikan oleh Menteri Keuangan pada Surat Edaran tersebut, adalah: (1) K/L diminta untuk segera menyampaikan usul revisi anggaran dalam rangka penghematan belanja TA 2021 kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), sesuai ketentuan dalam PMK Nomor: 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran TA 2021, paling lambat tanggal 12 Februari 2021; (2) dalam hal sampai dengan tanggal 12 Februari 2021, usul revisi anggaran tidak disampaikan, maka akan dilakukan pemblokiran anggaran oleh Kementerian Keuangan; dan (3) seluruh proses revisi anggaran dalam rangka penghematan belanja K/L TA 2021 dilaksanakan secara transparan, akuntabel dan bertanggung jawab, serta terhindar dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sesuai ketentuan yang berlaku. Tata cara refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 diatur pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021.

(19)

17

Pasal 2 angka (1) Revisi Anggaran terdiri atas: (a) Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah; (b) Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap; dan (c) Revisi administrasi.

Pasal 3 Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 juga berlaku dalam hal terdapat: (a) perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021; dan/atau (b) perubahan atas kebijakan prioritas Pemerintah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021 dan/atau Undang-Undang mengenai perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021, termasuk kebijakan pemotongan, penghematan anggaran, dan/atau self blocking. Pasal 10:

ayat (1) Kementerian/Lembaga menyampaikan usul revisi pergeseran anggaran antar-Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf (c) butir 1 ke Direktorat Jenderal Anggaran;

ayat (2) Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran antar-Program untuk: (a) penanggulangan bencana; (b) pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari PNBP sepanjang dalam 1 (satu) bagian anggaran yang sama; (c) memenuhi kebutuhan Belanja Operasional sepanjang dalam bagian anggaran yang sama; (d) memenuhi kebutuhan Pengeluaran yang tidak diperkenankan (Ineligible Expenditure) atas kegiatan/proyek yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri sepanjang dalam 1 (satu) bagian anggaran yang sama; (e) penyelesaian restrukturisasi Kementerian/Lembaga dalam hal pergeseran anggaran antar-Program dan/atau antar bagian anggaran sebagai akibat dari perubahan kabinet; dan/atau (f) pergeseran anggaran antar-Program dalam unit eselon I yang sama, disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran tanpa memerlukan dokumen persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

ayat (3) Revisi pergeseran substansi selain anggaran antar-Program untuk yang disebutkan pada ayat (2) disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Atas dasar Surat Edaran Menteri Keuangan tersebut diatas, Komisi DPR melakukan rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan mitra kerja K/L terkait. Selama MS III terdapat 6 Komisi dengan 24 K/L mitra kerja yang melakukan pembahasan. Komisi I dengan 7 K/L (Kementerian Luar Negeri dilakukan secara tertutup), Komisi IV dengan 3 Kementerian, Komisi V dengan 3 K/L (BMKG dan BNPP/Basarnas tidak ditemukan data refocusing), Komisi VI dengan 7 K/L, Komisi VII dengan 2 Kementerian, dan Komisi X dengan 2 K/L (Perpusnas RI tidak ditemukan data).

Tabel 2 menggambarkan beberapa K/L telah melakukan refocusing dan realokasi belanja tahun 2021 sebagaimana tampak dari kesimpulan hasil rapat Komisi DPR. Besaran refocusing dan realokasi belanja K/L bervariasi. Misalnya jumlah refocusing dan realokasi belanja yang paling kecil dilakukan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan dari pagu anggaran semula sebesar Rp6.652,14 miliar menjadi sebesar Rp6.494,47 miliar atau 2,37 persen. Sementara jumlah

(20)

18

anggaran semula sebesar Rp21.838,98 miliar menjadi sebesar Rp15.512,07 miliar atau 28,97 persen.

Tabel 2: Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 yang dibahas DPR

Dalam Miliar Rupiah

Ko-misi K/L Semula Menjadi

Pemo-tongan (%) Sikap Komisi I Kementeri an Luar Negeri 8.205,3 Tidak ditemuka n data. Tertutup - Lembaga Ketahana n Nasional

182,37 168,55 7,58 Komisi I DPR RI prihatin pagu alokasi anggaran TA 2021 Lemhannas semula sebesar Rp182.375.470.000,- mengalami perubahan menjadi Rp168.554.503.000,- Selanjutnya Komisi I DPR RI mengharapkan program-program prioritas nasional dapat terlaksana sebagaimana yang telah direncanakan pada RKP. Kementeri an Komunika si dan Informatik a

16.958,78 16.098,45 5,07 Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan perubahan alokasi pagu anggaran Kemkominfo TA 2021 berdasarkan Refocusing APBN Surat Menkeu No.S-30/MK.02/2021, yang semula sebesar Rp16.958.777.950.000 menjadi Rp16.098.451.886.000. Untuk selanjutnya, Komisi I DPR RI mendorong Kemkominfo untuk mengemplementasikan APBN TA 2021 secara efektif, efesien, transparan dan akuntabel sesuai dengan RKP. Badan

Keamanan Laut RI

515,5 478,13 7,25 Komisi I DPR RI prihatin pagu alokasi anggaran TA 2021 Bakamla semula sebesar Rp515.500.587.000 mengalami penurunan menjadi Rp478.135.631.000. Untuk itu selanjutnya Komisi I DPR RI mengharapkan program-program prioritas nasional dapat terlaksana sebagaimana yang telah direncanakan pada RKP secara efektif, efesien, transparan, dan akuntabel.

Lembaga Penyiaran Publik TVRI

1.458,21 1.375,8 5,65 Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan Dewas dan Dirut LPP TVRI dan LPP RRI tentang perubahan alokasi Pagu Anggran LPP TVRI dan LPP RRI TA 2021 sebagai dampak

refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021

berdasarkan Surat Menteri Keuangan No.S-30/MK.02/2021 tanggal 12 Januari 2021. Sehubungan dengan perubahan tersebut Komisi I DPR RI meminta LPP TVRI dan LPP RRI untuk tetap melaksanakan program prioritas nasional sesuai dengan target dan sasaran Lembaga

Penyiaran Publik RRI

(21)

19

yang sudah ditetapkan di dalam RKP secara efektif, efesien, transparan, dan akuntabel. Badan

Siber dan Sandi Negara

1.716,61 1.527,85 10,99 Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan BSSN bahwa pagu alokasi anggaran TA 2021 BSSN semula sebesar Rp1.716.608.435.000 mengalami penurunan menjadi Rp1.527.848.887.000. Untuk selanjutnya Komisi I DPR RI mengharapkan program-program prioritas nasional yang antara lain penguatan Nasional Security

Operation Centre-Security Operation Centre

(NSOC-SOC) dan pembentukan Computer

Security Incident Response Team (CSIRT) dapat

terlaksana sebagaimana yang telah direncanakan pada RKP secara efektif, efesien, transparan, dan akuntabel.

II Tidak ditemukan data. III Tidak ditemukan data.

IV

Kementeri an Pertanian

21.838,98 15.512,07 28,97

Komisi IV DPR RI menyetujui usulan penghematan belanja Kementerian Pertanian TA 2021 dalam rangka mengamankan pelaksanaan pengadaan vaksin dan program vaksinasi nasional, penanganan pandemi COVID-19, dukungan anggaran perlindungan sosial kepada masyarakat, serta percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Kementeri an Lingkunga n Hidup dan Kehutana n

7.957,11 7.437,74 6,53 Komisi IV DPR RI menyetujui usulan penghematan belanja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan TA 2021 dalam rangka mengamankan pelaksanaan pengadaan vaksin dan program vaksinasi nasional, penanganan pandemi COVID-19, dukungan anggaran perlindungan sosial kepada masyarakat, serta percepatan pemulihan ekonomi. Kementeri an Kelautan dan Perikanan

6.652,14 6.494,47 2,37 Komisi IV DPR RI menerima penjelasan penghematan belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan TA 2021 dalam rangka mendukung pelaksanaan program vaksinasi nasional di masa pandemi COVID-19.

Kementeri an Perhubun gan

45.664,0 33.234,26 27,22 Komisi V DPR RI prihatin terhadap besarnya pemotongan dan refocusing/realokasi APBN TA 2021 berdasarkan Surat Menteri Keuangan No S-30/MK.02/2021 tanggal 12 Januari 2021 sebesar Rp.12,44 Trilliun (27,22% dari total pagu anggaran Rp.45,66 Triliun) yang dapat mengganggu program/kegiatan dalam target Renstra/RPJMN. Selanjutnya Komisi V DPR RI

(22)

20 V

melalui Anggota Komisi V DPR RI yang ada di Sadan Anggaran DPR RI untuk membicarakan kembali dengan Kementerian Keuangan terkait besaran pemotongan anggaran Kementerian Perhubungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan Meteorol ogi Klimatolo gi dan Geofisika (BMKG) 3.274,2 Tidak ditemukan data.

Komisi V DPR RI sepakat dengan BMKG dan BNPP/Basarnas agar dalam melakukan

refocusing dan realokasi belanja program/

kegiatan TA 2021 tetap mengutamakan kegiatan berbasis kerakyatan yang memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat sesuai saran dan masukan Komisi V DPR RI. Komisi V DPR RI mendesak BMKG dan BNPP/Basarnas agar meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan sehingga tidak terjadi refocusing pada TA 2021.

Badan Nasional Pencarian dan Pertolong an (Basarnas) 2.267,5 VI Kementeri an Perdagang an

3.028,95 2.937,39 3,02 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan alokasi Anggaran Kementerian Perdagangan RI TA 2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk melakukan penghematan/ realokasi anggaran sebesar Rp91.577.906.000 dari Pagu Anggaran sebesar Rp3.028.964.712.000 sehingga Pagu Anggaran Kementerian Perdagangan RI Tahun Anggaran 2021 menjadi sebesar Rp2.937.386.806.000.

Komisi Pengawas Persainga n Usaha

118,49 95,64 19,28 Komisi VI DPR RI menerima Pagu Anggaran Komisi Pengawas Persaingan Usaha TA 2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk melakukan penghematan/realokasi anggaran sebesar Rp22.843.718.000 dari Pagu Anggaran sebesar Rp118.485.015.000 sehingga Pagu Anggaran Komisi Pengawas Persaingan Usaha TA 2021 menjadi sebesar Rp95.641.297.000. Badan

Standarisa si

Nasional

265,99 228,80 13,98 Komisi VI DPR RI menerima Pagu Anggaran Badan Standardisasi Nasional TA 2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan S-30/MK.02/2021 tentang refocusing dan realokasi anggaran untuk melakukan penghematan/realokasi anggaran sebesar Rp37.192.199.000 atau sebesar 14%, sehingga Pagu Anggaran Badan Standardisasi Nasional

(23)

21 TA 2021 menjadi sebesar Rp228.803.934.000,- Badan Kordinasi Penanama n Modal

1.089,50 930,92 14,55 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan Pagu Anggaran Badan Koordinasi Penanaman Modal TA 2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk melakukan penghematan/realokasi anggaran sebesar Rp158.574.714.000 dari Pagu Anggaran sebesar Rp1.089.500.127.000,- sehingga Pagu Anggaran Badan Koordinasi Penanaman Modal TA 2021 menjadi sebesar Rp930.925.413.000,-

Kementeri an Perindustr ian

3.181,38 2.879,46 9,50 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan alokasi anggaran Kementerian Perindustrian RI TA 2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk melakukan penghematan/ realokasi anggaran sebesar Rp301.921.038.000 dari Pagu Anggaran sebesar Rp3.181.384.901.000 sehingga Pagu Anggaran Kementerian Perindustrian RI TA 2021 menjadi sebesar Rp2.879.463.863.000. Kementeri an Koperasi dan UMKM

978,29 890,06 9,02 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan Pagu Anggaran Kementerian Koperasi dan UKM TA 2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk melakukan penghematan/ realokasi anggaran sebesar Rp88.228.724.000,- dari Pagu Anggaran sebesar Rp978.289.099.000,- sehingga Pagu Anggaran Kementerian Koperasi dan UKM TA 2021 menjadi Rp890.060.375.000,-

Kementeri an BUMN

244,83 228,59 6,63 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan sesuai dengan DIPA Kementerian BUMN nomor SP DIPA-041.01.1.606538/2021 tanggal 23 November 2020 dan sebagaimana diubah dengan Surat Menteri Keuangan nomor S-30/MK.02/2021 tanggal 12 Januari 2020 perihal Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021, terhadap Anggaran awal Kementerian BUMN Tahun 2021 sebesar Rp244.827.483.000 dilakukan penghematan menjadi Rp228.591.256.000. Kementeri an Ristek/BRI N RI

2.787,2 2.696,15 3,27 Komisi VII DPR RI sepakat dengan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN agar rencana program anggaran untuk kegiatan aspirasi masyarakat TA. 2021 dapat dikoordinasikan

(24)

22 VII

dengan Komisi VII DPR RI untuk menyusun matriks pelaksanaan Program Aspirasi Masyarakat tersebut, untuk pelaksanaan program yang akan dimulai pada tanggal 15 Februari 2021.

Kementeri an ESDM RI

7.003,1 5.898,4 15,77 Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM RI untuk menyampaikan data secara detail terkait penghematan belanja pada refocusing dan realokasi belanja TA 2021 sebesar Rp1.104.718.442.

VIII Tidak ditemukan data. IX Tidak ditemukan data.

X

Perpusnas RI

675,5 Tidak ditemukan data.

Terkait rencana refocusing anggaran TA 2021, Komisi X DPR RI menekankan Perpustakaan RI untuk melakukan kajian dan berkoordinasi dengan Kemenkeu RI, agar capaian target program prioritas nasional dan Perpusnas RI dapat tetap terwujud.

Kemenpar ekraf/Bap arekraf RI

4.907,1 4.565,0 6,97 Terkait rencana pemotongan anggaran Kemenparekraf/Baparekraf RI TA 2021 sebesar Rp342.145.794.000, Komisi X DPR RI mendorong Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk: (a) melakukan simulasi anggaran yang ada secara cermat dan teliti agar capaian target program prioritas Kemenparekraf/ Baparekraf RI dan prioritas nasional dapat tetap terwujud; (b) melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Kemenkeu RI, agar penggunaan anggaran tersebut tetap diarahkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif.

XI Tidak ditemukan data. Jumlah

Refocusing

128.232,7 105.255,7 22.977 *

Keterangan: * Jumlah anggaran PEN mengalami kenaikan sebesar Rp70,6 triliun diambil dari refocusing dan realokasi belanja K/L 2021.

Sumber: Data diolah dari laman resmi www.dpr.go.id , live streaming youtube, facebook DPR RI. Sikap Komisi DPR bervariasi terhadap perubahan pagu anggaran mitra kerja berdasarkan

refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021. Misalnya Komisi I DPR menyampaikan sikap

prihatin dan menyesalkan terhadap refocusing dan realokasi belanja kepada Lemhanas dan Bakamla, serta Komisi V DPR prihatin terhadap besarnya pemotongan dan refocusing/realokasi belanja Kementerian Perhubungan. Selebihnya sikap Komisi DPR, yakni hanya mendengarkan penjelasan dan menyetujui besaran refocusing dan realokasi belanja K/L mitra kerja (Lihat Tabel 2). Meskipun DPR menyampaikan bermacam-macam sikap namun tetap saja tak mempengaruhi perubahan anggaran yang disampaikan oleh mitra kerja K/L. Begitu juga DPR dalam membahas penentuan alokasi pagu anggaran K/L TA 2021 menjadi terkecualikan. Hal ini diatur dalam PMK

(25)

23

Nomor 208/PMK.02/2020 disebutkan pada Pasal 2 angka (1) Revisi Anggaran terdiri atas: huruf (a) Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah, yang kemudian dijelaskan pada Pasal 10 ayat (3) Revisi pergeseran substansi selain anggaran antar-Program untuk yang disebutkan pada ayat (2) disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya DPR hanya dapat menyetujui revisi pergeseran subtansi selain anggaran antar-Program dalam hal Pagu Anggaran berubah. Jadi dalam hal pembahasan

refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 yang dilakukan selama MS III oleh Komisi dengan

mitra kerja menjadi tak bermakna atau sandiwara karena DPR tinggal memberi stempel belaka. Selain itu, Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran TA 2021 dapat dilakukan sendiri oleh Menteri Keuangan dengan kewenangan yang tertuang pada PMK Nomor 208/PMK.02/2020. Menteri Keuangan dapat memberikan perintah kepada K/L untuk mengubah pagu anggaran belanja TA 2021. Hal ini dapat dilihat dari Surat No.S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 yang menunjukkan bahwa perubahan pagu belanja K/L berada dibawah kendali Menteri Keuangan. Dengan demikian pembahasan anggaran oleh DPR dengan mitra kerja K/L nampaknya akan menjadi sia-sia belaka ketika kewenangan untuk mengatur semua belanja K/L berada di bawah satu tangan, yakni Menteri Keuangan. Dengan demikian persetujuan dari DPR atas perubahan belanja K/L TA 2021 hanyalah formalitas.

Berbeda dengan keadaan normal sebelum pandemi Covid-19, dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 UU MD3 huruf (e) DPR berwenang membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden; Pasal 177 huruf (c) angka (2) menyebutkan, DPR menyelenggarakan kegiatan pembahasan bila terjadi penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Selain itu, berdasarkan Pasal 180 Ayat (6), DPR juga berwenang melakukan pembahasan apabila terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran antar-unit organisasi. Sementara Pasal 182 mengatur bahwa APBN yang disetujui oleh DPR terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, dan program. Selain itu pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang tentang perubahan APBN sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran dan komisi terkait dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan dalam masa sidang setelah rancangan undang-undang tentang perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada DPR8

Dari uraian diatas yang menjadi catatan pertama, pelaksanaan fungsi anggaran DPR dalam membahas refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 tidak dapat berjalan signifikan. Hal ini

8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun

2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang Pasal 28 Ayat (10) Pasal 177 huruf c angka 2, Pasal 180 ayat (6), dan Pasal 182 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran COVID-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Gambar

Tabel 1: Realisasi Serap Anggaran K/L Atas APBN TA 2020 Pada MS I, II dan III TS 2020-2021  Komisi  Kementerian/Lembaga Negara
Tabel 2: Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 yang dibahas DPR
Tabel 3: Anggaran PEN 2021 dan Perubahan (dalam triliun rupiah)
Tabel 7. Rapat-rapat Komisi dan Badan DPR MS III TS 2020-2021
+4

Referensi

Dokumen terkait

Matr Sistem Temu ndeks Dokum s si si dokumen jumlah in seperti riks Dokumen u Kembali In men 2 n ditunjukka ndeks dalam gambar n Indeks nformasi … ( an dengan suatu dokum

Oleh karenanya dalam SMAI Sepuluh November menerapkan Pendidikan multikultural pada materi Pendidikan Agama Islam agar mampu membekali dan menjadikan pedoman peserta didik

pada akhirnya akan diperoleh hasil dari analisis ini yang merupakan titik tolak perenanaan kesehatan terpadu dan dalam langkah selanjutnya diikuti oleh kegiatan untuk

silabus BI SD berbasis CLIL, ini terbukti dari skor rata-rata yang berada pada rentang nilai 82. Sedangkan, guru yang berasal dari sekolah yang sedang menerapkan

Teori perkembangan anak tersebut seharusnya dapat menjadi dasar pijakan bagi orangtua dan guru dalam merencanakan pendidikan yang tepat untuk anak usia dini,

Inflasi Kota Banjarmasin terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukan oleh naiknya indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 3,02 persen, kelompok makanan

Creativity Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Hikmah dan manfaat ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan

Selain itu penerapan model faktor-faktor yang mempengaruhi S/C pada sapi perah di Provinsi Lampung yang berasal dari peternak dan ternak dapat dihitung dengan