• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Produksi Telur Galur Induk PM dan PA

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persilangan Pekin dengan Itik Lokal sebagai Calon Galur Induk

1.5. Performa Produksi Telur Galur Induk PM dan PA

Galur induk PA yang merupakan itik hasil silang antara Pekin dengan lokal (Alabio dan Mojosari putih) memiliki umur pertama bertelur ± 6 bulan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa galur induk PA (p<0.01) nyata lebih cepat bertelur dibandingkan dengan galur induk PM. Rataan umur pertama bertelur galur induk PA adalah 180 hari atau 12 hari lebih cepat dibanding dengan galur induk PM yaitu 192 hari. Produksi telur pertama dari galur induk PA tercepat dicapai pada umur 141 hari sedangkan paling lambat bertelur umur 260 hari. Adapun galur induk PM mulai bertelur paling awal pada umur 147 hari atau 6 hari lebih lampat dibandingkan dengan galur induk PA dan yang paling lambat adalah umur 272 hari. Hasil ini menunjukkan bahwa kisaran (awal terhadap paling lambat) dari umur bertelur pertama galur induk PM lebih lebar dari PA. Kondisi ini sebagai akibat belum adanya seleksi umur bertelur pada tetua Mojosari putih.

Rataan umur pertama bertelur di atas tampaknya cukup panjang, mengingat hasil laporan Rahmat (1989) untuk itik Alabio adalah 162 hari, kemudian diikuti umur yang lebih pendek oleh itik Khaki Campbell (160 hari), hasil silang Alabio dengan Khaki Campbell 150 hari. Prasetyo dan Susanti (1997) melaporkan umur pertama bertelur yang terpanjang terjadi pada itik galur hasil silang Tegal dengan Mojosari yaitu 183 hari, sementara umur tercepat bertelur terjadi pada galur silang resiprokalnya yaitu Mojosari x Tegal yaitu 164 hari. Hasil di atas relatif lebih lambat bertelur jika dibandingkan hasil penelitian Valez et al. (1996) yang menyilangkan antara Pekin dengan Tsaiya coklat, keturunannya memiliki rataan umur pertama bertelur 122±3 hari. Brun dan Larzul (2002) melaporkan bahwa umur pertama bertelur dari itik galur murni yang berada di INRA (Institute National de la Recherche Agronomique) adalah 139±12.8 hari.

Dilihat dari besarnya bobot badan itik saat mulai bertelur maka bobot badan galur induk PM nyata (p<0.01) lebih ringan dibandingkan dengan galur induk PA. Kondisi ini sebagai dampak pola pewarisan sifat bobot badan dari salah satu tetuanya dalam hal ini induk yang berbeda. Sebagaimana diketahui bahwa itik Alabio memiliki bobot badan lebih berat dibanding dengan itik Mojosari putih.

Besarnya nilai rataan bobot badan galur induk PA pada saat pertama bertelur adalah 2.5 kg sedangkan untuk galur induk PM sebesar 2.3 kg. Potensi

bawaan yang merupakn cerminan kemampuan genetik, lebih rendah yang dilaporkan Tai et al. (1997) bahwa hasil persilangan Peking dengan Tsaiya coklat mencapai 3.4 kg (umur 10 minggu) dan 3.7 kg (umur 13 minggu). Hal ini menunjukkan bahwa bangsa tetua yang berbeda dapat memberikan perbedaan ditingkat genetik dan pada akhirnya keeskpresi bobot badan saat bertelur pertama. Bobot telur pertama dari kedua genotipe dapat dilaporkan bahwa galur induk PM miliki bobot telur pertama yang nyata (p<0.01) lebih rendah dibanding dengan galur induk PA. Nilai rataan bobot telur pertama galur induk PM adalah 64 g dan untuk genotipe PA adalah 68 g. Rentang perbedaan bobot telur terendah dan tertinggi dari kedua genotipe menunjukkan bahwa galur induk PA lebih lebar yaitu dari 46 g (minimal) hingga 89 g (maksimal), sedangkan untuk galur induk PM bobot telur terendah 47 g dan tertinggi 82 g.

Tabel 11. Tingkat perbedaan beberapa parameter produksi saat bertelur pertama antara galur induk PM dan PA

Genotipe PM Genotipe PA Parameter Rataan/h2 SE rataan/h2 SE

Umur pertama bertelur (hr) Bobot induk bertelur pertama (g) Bobot telur pertama (g)

191.95a 2.277.08a 63.72a 2.78 18.06 0.80 180.25b 2.459.29b 67.82b 2.07 26.78 0.74

Keterangan: Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Hasil bobot telur pertama cenderung lebih tinggi dibanding telur pertama itik Bali putih maupun coklat sebagaimana yang dilaporkan oleh Setioko et al.

(2002) yaitu 56.33±9 g (itik Bali putih) dan 57.68±9 g (bulu coklat). Applegate et al. (1999), menyatakan bahwa bobot tetas yang berasal dari induk yang lebih tua memiliki selisih sekitar 2.2 g lebih berat dan akan berpengaruh terhadap PBB dan akibatnya berpengaruh pula terhadap umur pertama bertelur dan bermuara pada bobot telur pertama. Meskipun demikian perbedaan bobot telur pertama merupakan akibat perbedaan genotipe itik lokal. Sebagaimana diketahui bahwa induk Alabio memiliki bobot telur lebih besar dibandingkan dengan Mojosari.

Karakteristik galur induk PA yang lebih cepat untuk umur bertelur pertama maupun lebih tinggi bobot telur pertama dibandingkan dengan PM, tampaknya dapat mungkin diakibatkan oleh lebih tingginya bobot badan saat pertama bertelur

yang terjadi pada galur induk PA. Sebagaimana yang diketahui bahwa pada pola pertumbuhan yang cepat maka akan mempercepat pula umur pertama bertelur dan pada bobot badan yang lebih besar diperoleh bobot telur yang lebih besar.

Disini terlihat bahwa galur induk PA selain baik digunakan untuk calon induk mandalung, juga sebagai itik tipe petelur juga tampak memiliki kemampuan yang sama baiknya dengan kemampuannya sebagai calon induk penghasil daging. Sedangkan evaluasi untuk galur induk PM tampaknya hanya cocok sebagai calon induk mandalung, tetapi tidak sebagai penghasil telur, karena bobot telur yang lebih kecil dibandingkan dengan telur dari galur induk PA.

Nilai h2 pada beberapa sifat produksi saat pertama bertelur. Nilai heritabilitas umur, bobot induk dan bobot badan saat bertelur pertama menunjukkan hasil yang tidak konsisten diantara kedua galur induk yang diuji. Hal ini disebabkan karena adanya nilai negatif disatu pihak, sementara dipihak lian hasilnya positif.

Pada galur induk PM pada parameter umur induk saat pertama bertelur nilai h2=0.4, nilai tersebut yang cukup moderat dan memberikan makna bahwa keragaman genetik relatif besar sehingga bila dilakukan seleksi terhadap umur pertama bertelur diharapkan akan mempercepat kemajuan genetik dari sifat yang diseleksi. Hasil yang didapat menyatakan bahwa galur induk PA, bobot telur pertama nilai h2 adalah 0.3 dan menunjukkan nilai yang moderat. Kondisi yang sama juga terjadi pada bobot telur pertama galur PA diharapkan akan mampu memperbaiki kondisi bobot telur pertama pada generasi berikutnya.

Tabel 12. Nilai h2 pada beberapa sifat produksi saat bertelur pertama antara galur induk PM dan PA

Genotipe PM Genotipe PA Parameter Rataan/h2 SE rataan/h2 SE

Umur pertama bertelur (hr) Bobot induk bertelur pertama (g) Bobot telur pertama (g)

(0.404) (-0.086) (0.113) (0.265) (-) (0.140) (-0.016) (0.327) (0.330) (-) 0.239) (0.239)

Adanya nilai yang ekstrim dari masing-masing galur induk yang diuji menunjukkan bahwa data observasi memiliki keterbatasan dalam jumlah sampel

pengamatan. Hal ini menyebabkan pembahasan yang lebih lanjut pada sifat yang diamati tidak dapat dilakukan.

Produksi telur per bulan dari galur induk PM dan PA. Dari populasi galur induk yang ada menunjukkan bahwa terdapat ternak yang tidak menghasilkan telur yaitu sekitar 4.21% (PM) dan 3.19% (PA) dari total galur induk yang ada. Ketidak mampuannya untuk bertelur ini perlu diperhatikan, mengingat semakin banyak itik yang tidak mampu bertelur maka produksi telur baik per individu (duck day) maupun per flok (duck house) akan semakin rendah.

Produktivitas telur selama satu tahun produksi dari dua galur induk itik (PM dan PA) menghasilkan persentase produksi telur yang baik. Persentase produksi

duck day galur induk PM adalah 72.19±5.65% nyata (p<0.05) lebih tinggi dari galur induk PA yaitu sebesar 69.06± 16.98%. Persentase tertinggi yang mampu diproduksi oleh galur induk PM sebesar 98.51% sedangkan untuk nilai minimum persentase produksi adalah 35.54%. Hasil rataan di atas menggambarkan potensi produksi telur itik tanpa adanya seleksi terhadap ternak calon galur induk tersebut. Pada galur induk induk PA persentase produksi individu tertinggi sebesar 89.59% dan produksi minimal dicapai angka sebesar 18.34%, penyebab rendahnya produktivitas terjadi karena ternak setelah beberapa waktu bertelur mengalami sakit hingga tidak ada produksi telur sampai terjadi kematian. Namun demikian ditemui itik galur induk PA yang memiliki persentase produksi telur bulanan selama 7 minggu pengamatan mencapai 100%. Angka ini hanya untuk produksi jangka pengamatan yang pendek, karena secara tiba-tiba ternak terbut mati secara mendadak. Fenomena ini hanya merupakan peluang yang kebetulan.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Jml (btr) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan ke

Gambar 11 menampilkan grafik produksi telur galur induk PM dari bulan pertama hingga bulan ke-7 dengan jumlah telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur induk PA. Pada galur induk PA tampak bahwa rataan jumlah telur tertinggi terjadi pada bulan ke-8. Secara konsisten ada kecenderungan produksi tetap tinggi pada galur induk PA hingga umur produksi bulan ke-12 dibandingkan dengan galur induk PM. Bagi galur induk PA kondisi tersebut di atas bertolak belakang dengan laporan sebelumnya yang disampaikan oleh Setioko dan Rohaeni (2001), bahwa produksi tertinggi itik Alabio didapat hingga bulan ke-6. Namun demikian tampaknya laporan Setioko dan Rohaeni (2001) selaras dengan kondisi yang ditampilkan oleh galur induk PM.

Disamping jumlah telur yang turun secara gradual (perlahan-lahan) seiring dengan berjalannya waktu pengamatan, ternyata jumlah ternak (n) yang bertelur juga mengalami penurunan, baik pada galur induk PM maupun PA. Mengingat bahwa perhitungan jumlah produksi telur per bulan (4 minggu) dilakukan dengan menggunakan produksi duck day maka penurunan produksi tidak terjadi secara serentak, namun secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu.

Gambar 11. Rataan produksi telur bulanan dari dua galur induk PM () dan PA (•)

Tabel 13. Rataan produksi telur bulanan per ekor itik galur induk PM dan PA

PM (dalam butir) PA (dalam butir)

Bulan ke n Rataan±SE n Rataan±SE

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 97 97 97 97 97 95 94 92 89 86 74 58 25.20±0.38a 23.91±0.67a 22.01±0.82a 22.84±0.69a 23.10±0.69a 24.35±0.49a 23.25±0.63a 21.55±0.78a 20.37±0.82a 17.29±1.09a 14.57±1.27a 14.51±1.44a 89 89 89 84 82 72 55 48 47 47 46 44 21.81±0.67b 21.96±0.74a 18.94±0.90b 21.36±0.94a 18.74±1.17b 17.22±1.42b 20.66±1.43a 23.08±1.03a 22.64±1.06a 21.68±1.27b 21.03±1.31b 18.54±1.22a Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (p<0.05)

Perbedaan produksi bulanan antar galur induk menunjukkan bahwa galur induk PM secara statistik memiliki produksi yang nyata (p<0.005) lebih tinggi dari galur induk PA adalah pada bulan produksi ke 1, 3, 5 dan 6. Sedangkan sebaliknya yaitu produksi bulanan dari galur induk genotipe PM yang nyata (p<0.05) lebih rendah dari galur induk PA adalah bulan produksi ke 10, 11 dan 12. Untuk bulan lainnya menunjukkan bukti bahwa kedua galur induk yang ada jumlah telur per bulan tidak berbeda.

Karakteristik yang ditampilkan oleh kedua galur induk dalam hal produksi telur bulanan berbeda, namun dengan melihat kemampuan produksi yang baik menjadikan kedua galur induk PM dan PA layak digunakan sebagai induk penghasil mandalung.

Ukuran telur galur induk PM dan PA. Besarnya bobot telur yang dihasilkan senantiasa mengalami perubahan dari bobot rendah pada bulan pertama produksi ke bobot yang lebih berat pada bulan produksi ke-6. Rataan umum bobot telur dari kedua galur induk menunjukkan adanya perberdaan yang nyata (p<0.05), yaitu bobot telur dari galur induk PM nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ratan umum bobot telur dari galur induk PM.

Berdasarkan bulan produksi, besarnya telur yang berasal dari galur induk PA nyata (p<0.05) lebih berat dibandingkan dengan bobot telur dari galur induk

PM. Kondisi ini didapatkan pada hampir semua umur produksi, kecuali pada bulan produksi pertama hasil analisis menunjukkan bahwa bobot telur dari galur induk PA tidak berbeda nyata (p>0.05) bila dibandingkan dengan galur induk PM. Tingkat perbedaan bobot telur diakibatkan oleh tetua induk, dimana bobot telur yang dihasilkan oleh itik Alabio sebesar 69.3±2.7 g (Togatorop et al., 1988), sedangkan bobot telur Mojosari adalah

Tabel 14. Uji t-test ukuran telur dari galur induk PM dan PA

Bobot Telur (g) Indeks Telur

Umur Produksi PM PA PM PA Rataan Umum Bulan ke 1 Bulan ke 2 Bulan ke 3 Bulan ke 4 Bulan ke 5 Bulan ke 6 74.66a 72.33a 73.71a 74.82a 75.76a 76.43a 77.12a 77.66b 73.02a 76.65b 75.47a 81.01b 81.04 b 81.71b 77.05a 75.83a 76.87a 77.40a 77.32a 77.38a 77.96a 76.14b 76.05a 76.14b 76.66b 75.97b 75.91b 76.03b Keterangan : Superskrip yang berbeda pada setiap parameter ukuran telur menunjukkan perbedaan

yang yata (p<0.05)

Karakteristik perubahan bobot telur pada galur induk PA yang paling besar terjadi pada umur produksi 3 bulan ke 4 bulan yang mencapai rataan selisih 5.5 g. Akan tetapi untuk produksi bulan berikutnya besarnya bobot badan telur adalah sama besar. Berbeda halnya dengan galur induk PM, meskipun perubahan bobot telur dari bulan produksi satu ke bulan produksi berikutnya ada namun tingkat perubahannyanya kecil.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks telur yang berasal dari galur PA nyata lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan indeks telur yang berasal dari galur induk PM, kecuali untuk nilai indeks produksi bulan pertama adalah tidak berbeda nyata. Artinya bahwa bentuk telur produksi bulan pertama dari ke dua galur induk (PA dan PM) tidak berbeda. Bulan produksi selanjutnya bentuk telur dari galur induk PA lebih mengarah ke panjang.

Indeks telur yang berasal dari galur induk PM memperlihatkan ukuran yang semakin tinggi yaitu mulai dari nilai 75.83 untuk produksi bulan pertama menjadi 77.96 untuk bulan produksi ke-6. Kondisi ini menggambarkan bahwa bentuk telur dari galur induk PM semakin mengarah ke bulat oval. Dipihak lain, pada galur induk PA tampak bahwa nilai indeks yang didapat tidak banyak berubah. Hal ini

memberikan menunjukkan bahwa bentuk telur yang bersifat memanjang selalu ditampilkan karena untuk mengimbangi besarnya bobot telur yang dihasilkan.

Dilihat dari besarnya bobot telur yang ditampilkan pada Tabel 15, maka galur induk PA tampak lebih cocok sebagai itik tipe petelur. Hal ini disebabkan karena bobot telur yang dihasilkan lebih besar dan cokok sebagai telur konsumsi atau bahan baku makanan lain. Sementara untuk galur induk PM akan lebih cocok untuk induk penghasil Mandalung karena bobot telurnya yang medium dengan bentuk telur oval akan sesuai untuk telur tetas.

Kurva produksi telur galur induk PM dan PA. Teknik pendekatan untuk menilai pola produksi telur dari galur induk PM maupun PA melalui data catatan kandang maupun hasil pendugaan persamaan regresi non-liner model WOOD sebagaimana dilakukan Grossman et al. (2000) diharapkan memberi hasil rekomendasi yang baik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keunggulan masih terjadi pada galur induk PA. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa tetua dari Alabio memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibanding Mojosari putih, khususnya bobot telur, ini tercermin pada zuriatnya.

Kondisi yang menarik dari produksi kumulatif mingguan tampak bahwa goyangan grafik yang lebih fluktuatif terjadi pada galur induk PA. Keadaan ini disebabkan oleh dua penyebab utamanya yaitu pertama disebabkan oleh jumlah telur yang dihasilkan berkurang atau penyebab kedua masing-masing bobot telur yang dihasilkan relatif lebih ringan. Namun penampilan PA pada umur produksi minggu ke-25 terjadi lonjakan total bobot telur yang tajam, mencapai 650 g per minggu dan bila dibagi dengan 7 hari maka bobot telur mencapai 93 g, suatu ukuran telur yang cukup besar.

Gambar 13 tampak telah terjadi penurunan total masa bobot telur mingguan yang tajam pada galur induk PA, yaitu produksi minggu ke-7 hingga ke-10. Periode waktu ini merupakan puncak penurunan produksi dengan total bobot telur hingga di bawah 300 g per minggu. Kondisi ini menggambarkan bahwa rataan bobot telur jika dihitung 7 hari produksi hanya sebesar 43 g. Hal ini tidak realistis mengingat telur PA rataan bobotnya ± 80 g. Dengan demikian jika rataan bobot telur PA 80 g maka hanya ± 4 hari produksi per minggu per individu.

250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 Minggu ke Prod. tlr (g)

Pola perubahan produksi galur induk PM untuk total bobot telur mingguan adalah stabil. Produksi tertinggi dicapai sekitar 500 g per minggu, ini setara dengan bobot telur harian sebesar 71 g. Sedangkan untuk produksi terendah pada bobot masa telur 400 g per minggu atau setara dengan lama produksi 5-6 hari per minggu jika konversi rataan bobot telur 70 g.

Pola produksi yang ditampilkan pada Gambar 12, dari kedua galur induk tampak selaras, meskipun fluktuasi grafik galur induk PA lebih besar dibanding dengan galur induk PM. Pola produksi yang tampilkan dari galur induk PM akan menurun secara gradual lebih lambat dibanding PA. Kondisi ini terjadi setelah produksi bulan ke-5 kemudian kembali naik hingga puncaknya pada bulan ke-7. Meski demikian puncak produksi tersebut tidak setinggi produksi bulan ke-5.

Performan galur induk PA puncak penurunan produksi justru terjadi pada minggu ke-3, bergerak naik pada minggu ke-4 dan kembali menurun. Namun demikian pada minggu ke-5 produksi bergerak naik hingga minggu ke-7 yang merupakan puncak produksi, setelah itu grafik menunjukkan pola yang menurun.

Gambar 12. Kurva produksi mingguan (total bobot/masa telur) hasil simulasi galur induk PM (•) dan PA (•), dengan rataan hasil catatan kandang itik galur induk PM (

) dan PA (

)

1000 1250 1500 1750 2000 2250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Bulan ke Prod. tlr (g)

Kecenderungan setelah melewati 7 bulan produksi dari kedua galur induk sama-sama menunjukkan grafik menurun hingga mencapai bulan ke 9. Gejala di atas tampak merupakan fenomena alam bahwa dengan semakin panjangnya masa produksi maka jumlah telur per bulan yang dihasilkan juga akan mengalami pengurangan. Pakan sebagai faktor penting dalam proses produksi, meskipun tidak terjadi perubahan baik jumlah pemberian maupun kualitas pakan, proses kemampuan alat reproduksi yang turun ini akan senantiasa terjadi secara alami.

Pembahasan secara menyeluruh tampak bahwa apabila dilihat dari selisih rataan bobot telur dari galur induk PA dengan tetuanya (Alabio) yang mencapai ± 10-15 g merupakan potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai galur petelur. Rohaeni dan Setioko (2001) melaporkan bahwa bobot telur itik Alabio antara 66- 81 g. Telur yang lebih kecil dilaporkan oleh Subiharta et al. (2001) terhadap itik Tegal yaitu 50 g sebagai bobot telur pertama. Galur induk PM meskipun menghasilkan bobot telur yang lebih besar dari tetuanya, namun terdapat pola bahwa besar telur akan menurun seiring dengan bertambahnya masa produksi.

Dilihat dari besar telur dan jumlah produksi telur pada dua galur induk yang ada maka dapat diartikan bahwa galur induk PA masih tetap cocok untuk program peningkatan produksi telur, meskipun jika dilihat dari produksi telur memiliki kemampuan yang baik untuk induk penghasil mandalung. Adapun galur induk PM cenderung lebih cocok digunakan sebagai tetua mandalung. Hal ini didasarkan pada kenyataan hasil produksi telur PM yang tinggi dengan ukuran telur yang ideal sebagai telur tetas.

Gambar 13. Kurva rataan produksi bulanan (total bobot telur) pada galur induk PM (•) dan PA (•)