• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGAULAN DALAM KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT

Dalam dokumen Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Halaman 77-80)

BAB V. PENGARUH TIMBAL BALIK ANTARA KELUARGA, SEKOLAH, DAN MA

A. PERGAULAN DALAM KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT

1. Pergaulan dalam Keluarga.

Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak, yang masing-masing saling membutuhkan dan mempengaruhi. Semua meladeni seorang, dan seorang meladeni semua. Anak membutuhkan makanan, minuman, pakaian, bimbingan, dsb. dari orang tua, dan orang tua membutuhkan rasa kebahagiaan dengan kelahir-an dkelahir-an kelucukelahir-an kelahir-anak. Anak ykelahir-ang semakin besar dibutuhkkelahir-an pikirkelahir-an dkelahir-an tenagkelahir-anya untuk membantu orang tua, lebih-lebih jika orang tua semakin tidak berdaya karena usia atau terganggu kesehatannya.

Peran pertama dan utama orang tua adalah memelihara, mendidik, dan membimbing anak selama belum dewasa dan mampu mandiri. Untuk membawa anak kepada kedewasaan, orang tua harus memberi contoh teladan yang baik, karena anak suka meniru (mengimitasi) kepada orang tua atau orang yang lebih tua daripadanya. Dengan teladan yang baik, anak tidak akan merasa dipaksa dalam menyikapi atau melakukan tugas-tugas kehidupannya. Orang tua dalam memberi-kan pengaruh (sugesti) kepada anak, hendaklah melalui sistem pergaulan yang baik dan ceria, tidak dengan cara otoriter, sehingga anak dengan senang melaksanakan tugas kewajibannya dalam keluarga. Biasanya anak suka untuk mengidentifikasi diri dengan orang tuanya, seperti anak laki-laki terhadap ayahnya, dan anak perempuan terhadap ibunya. Antara anak dengan orang tua harus ada rasa simpati dan keka-guman.

Hubungan anak-anak dengan orang tua dan anggota keluarga lain saling mempengaruhi dan tidak lepas dari adanya faktor-faktor interaksi. Secara tidak langsung setiap anak berguru kepada orang tua, saudara-saudaranya, dan orang-orang yang ada di keluarga tersebut, sehingga dia menjadi tahu dan merasa wajib

74

memberi sebagaimana dia merasa perlu pemberian, baik materi maupun nonmateri. Antaranak dalam keluarga belajar tukar-menukar pengalaman, pengetahuan, dll. sehingga semakin banyak hal-hal yang diketahui terutama tentang nilai-nilai dan norma, antara lain hal-hal yang baik-buruk, benar-salah, indah-jelek, hak dan kewa-jiban, saling menyayangi, dsb. dengan adanya hubungan satu sama lainnya. Pergaul-an antara orang tua dengan anak-anaknya dalam usaha pendewasaan, menunjuk-kan bahwa pergaulan dalam keluarga mengandung gejala-gejala pendidikan.

2. Pergaulan dalam Sekolah.

Di sekolah akan terjadi hubungan atau interaksi antara kepala sekolah dengan guru, kepala sekolah dengan petugas tata usaha, guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa atau antarsiswa. Khusus tentang guru dengan siswa, dengan wibawanya guru akan membawa siswa sebagai anak didik ke arah kedewa-saan. Memanfaatkan pergaulan sehari-hari dalam proses pendidikan merupakan cara terbaik dan efektif dalam rangka pembentukan pribadi siswa, dan dengan cara itu pula menghilangkan jurang pemisah (gap) antara guru dengan siswa.

Interaksi antarsiswa juga menunjukkan suasana edukatif. Sesama siswa saling berkawan dan kesetiakawanan, belajar bersama, olah raga bersama, kesenian ber-sama, saling mengajak dan diajak, saling bercerita, saling mendisiplinkan diri agar tidak menyinggung perasaan teman sepergaulan, dll. dengan koridor aturan-aturan sekolah. Hubungan siswa dengan siswa adakalanya sederajat, dan ada kalanya yang satu lebih tinggi atau lebih rendah tingkat kedewasaannya dari yang lainnya. Dalam kaitan ini, bisa terjadi adanya pergaulan sehari-hari yang berpengaruh positif maupun negatif. Pergaulan yang berpengaruh positif inilah yang mengandung gejala-gejala pendidikan, yang perlu terus diawasi dan diarahkan. Sememtara yang berpengaruh negatif harus diupayakan dicegah atau diselesaikan sehingga tidak berkelanjutan.

Aktivitas di sekolah yang mengandung gejala pendidikan antara lain adanya organisasi intrapelajar/siswa (OSIS), pelajaran olah raga, kesenian, latihan baris-berbaris, upacara bendera, kegiatan kepramukaan, prakarya atau pelajaran

kete-75

rampilan, kerja bakti, dsb. Semua itu mengharuskan para siswa berdisiplin dan meningkatkan “keprofesionalannya”.

3. Pergaulan dalam Masyarakat.

Masyarakat merupakan perwujudan kehidupan bersama manusia, karena di dalam-nya berlangsung proses kehidupan sosial, proses antarhubungan, dan antaraksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia, berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. (Muhammad Noor Syam, 1996:183). Dalam konteks pendidikan, lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan selain keluarga dan sekolah. Menurut Djumberansyah Indar (1994:66), pergaulan di masyarakat bagi anak akan membentuk kebiasaan, pengetahuan, minat dan sikap, kesusilaan, kemasyarakatan, dan keagamaan. Di masyarakatlah anak melakukan pergaulan yang berlangsung secara informal baik dari para tokoh masyarakat, penguasa atau pejabat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Ketua RW/RT,dll.) dan para pemimpin agama (Kiyai, Ustadz, Pendeta, Pastur, Bhiksu, dll.), dsb.

Mengenai pergaulan ini, dalam ajaran Tonnis, dibedakan antara pergaulan hidup dalam Gemeinschaft (persekutuan, paguyuban), dan gesselschaft (perbuatan, patembayan). Hubungan paguyuban dibentuk oleh kodrat, seperti orang tua dengan anak, kekerabatan seperti antar keluarga atau warga, dll. yang sama sekali tidak ada motif keuntunganh. Sedangkan hubungan petembayan dibentuk oleh adanya kepentingan tertentu terutama yang berkaitan dengan ekonomi, misalnya koperasi, organisasi dagang (NV, CV, kongsi, dsb.).

Demikianlah, dalam pergaulan sehari-hari seseorang terutama anak-anak dengan tokoh-tokoh agama, terkemuka, masyarakat, pejabat, mengandung gejala-gejala pendidikan karena mengarah pada hal-hal positif, menuju kepada nilai-nilai luhur. Adanya teguran dari orang yang lebih dewasa dalam bidang-bidang tertentu terhadap anak nakal, jorok, melakukan perbuatan yang membahayakan, dll. juga merupakan gejala dan proses pendidikan. Begitu juga berkumpulnya sesama teman untuk bercerita, tukar-menukar pengetahuan dan pengalaman, bermain dengan disiplin mengikuti aturan permainan, dll. tidak terlepas dari kandungan gejala pen-didikan.

76

4. Kewibawaan dalam Pergaulan.

Dalam proses pendidikan, kewibawaan merupakan syarat bagi orang tua dan pendi- dik dan digunakan untuk membawa anak didik ke kedewasaan. Oleh karena itu kewibawaan termasuk alat pendidikan, karena tanpa kewibawaan tidak mungkin anak didik mau menurut atau mengikuti, dan bahkan malah akan menentang ter-hadap orang tua dan guru.

Salah seorang tokoh pendidikan, yaitu Langeveld (Sutari Iman Barnadib, 1986: 33), menyatakan bahwa pendidikan yang sungguh-sungguh baru dapat diberikan setelah anak mengenal kewibawaan, yaitu kira-kira berusia tiga tahun. Sebelum usia tiga tahun, biasanya anak merasa diberi semacam paksaan (dressur). Akan tetapi sebenarnya paksaan-paksaan yang diberikan kepada anak yang masih sangat kecil itu sebagai pendidikan pendahuluan, agar menjadi kebiasaan yang baik nanti-nya. Adanya pergaulan menyediakan kemungkinan sebagai lapangan pendidikan, dan di dalam pergaulan ini anak dapat bersikap kritis terhadap perbuatan orang dewasa, dan sebaliknya, orang dewasa dapat mengkritik peniruan anak.

Dalam dokumen Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Halaman 77-80)