• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perguruan Taman Siswa

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 43-48)

BAB II: DINAMIKA MUNCULNYA CITA-CITA KE-INDONESIAAN

B. Munculnya Cita-cita ke-Ind onesiaan

B.2. Perguruan Taman Siswa

Pada tahun 1920-an, kehidupan masyarakat pribumi Indonesia semakin terpuruk. Hal ini diperparah lagi dengan semakin gencarnya pihak pemerintah Hindia-Belanda melakukan tindakan eksploitasi, terutama di bidang ekonomi. Melalui sektor pertanian, masyarakat pribumi Indonesia diperkerjakan dengan upah yang sangat rendah, dengan alasan bahwa tingkat pendidikan masyarakat pribumi Indonesia masih rendah.

Situasi dan kondisi masyarakat yang demikian itu, menggugah pemikiran seorang kerabat istana Paku Alam bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Pada saat itu, Ia sedang berada di negeri Belanda, menjalani masa pengasingan akibat

keaktifannya dalam sebuah organisasi politik bernama Indische Partij30, bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo. Setelah pulang dari pengasingannya, pada tahun 1922 Raden Mas Suwardi Suryaningrat mendirikan sebuah perguruan yang diberikan nama Taman Siswa. Nama lengkap perguruan ini adalah National Onderwijs Instituut Taman Siswa.31 Tujuannya adalah untuk mengembangkan suatu sistem pendidikan yang berdasar pada suatu sintesa realistis dari kebudayaan Indonesia dan kebudayaan Barat yang kelak bias mendidik pemuda Indonesia untuk berdikari dan mengembangkan dalam diri mereka suatu tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis yang mereka hadapi.32 Prinsipnya ialah

bahwa pendidikan harus bertujuan “konstruksi suatu peradaban dari bawah,

mula-mula dari Jawa, kemudian Indonesia” bukan “tiruan budaya Barat”.33

Dengan demikian, maka yang diinginkan oleh Raden Mas Suwardi Suryaningrat adalah

30 Indische Partij adalah sebuah organisasi politik yang didirikan oleh E.F.E. Douwes Dekker, yang kemudian lebih dikenal dengan nama dr. Setiabudi, pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini keanggotaannya terdiri dari campuran orang indo dan pribumi Indonesia. Organiasi Indische Partij merupakan kelanjutan dari organisasi bernama Indische Bond yang didirikan pada tahun 1898. Douwes Dekker selanjutnya melakukan kerjasama dengan Tjipto Mangunkusumo dan Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Ketiga tokoh ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan

“Tiga Serangkai”. Lihat misalnya, Suhartono, Op.Cit., Hlm. 38.

31 Lihat misalnya, H. M. Nasaruddin Anshory, Pendidikan Berwawasan Kebangsaan Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme, (LKiS, Yogyakarta, 2008), Hlm. 69.

32 G. Mc. T. Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, (Sebelas Maret University Press berkerjasama dengan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995), Cetakan I. Hlm. 133.

33 Bernard H. M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia. PT Gramedia. Jakarta. Cetakan II, edisi terjemahan. Hal. 427.

menciptakan generasi baru masyarakat pribumi Indonesia yang memiliki cirri-ciri Indonesia sendiri, berbeda dari bangsa-bangsa lain, bukan bangsa Barat atau pun bangsa lainnya. Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Raden Mas Suwadi Suryaningrat tersebut dipelajarinya dari sistem pendidikan di negeri India yang pelopori oleh Rabindranath Tagor. Raden Mas Suwardi Suryaningrat memepelajari sistem pendidikan dari Rabindranath Tagor ini ketika sedang berada di pengasingannya di negeri Belanda.

Dalam kurun waktu yang sama, Raden Mas Suwardi Suryaningrat kemudian mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Hal ini dilakukannya supaya dapat memasuki atau berinteraksi dengan masyarakat pribumi biasa, bukan semata-mata berinteraksi dengan kalangan kerajaan. Dengan demikian, Ki Hadjar Dewantara mengharapkan bahwa pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat pribumi Indonesia dari kalangan yang kurang mampu.

Didirikannya perguruan Taman Siswa oleh Ki Hadjar Dewantara pada saat itu, menimbulkan berbagai macam sikap dari orang-orang di sekitarnya. Menurut Nasaruddin Anshory, sikap-sikap tersebut ada tiga macam:341) ada yang tertarik, lalu menjadi keluarga Taman Siswa, 2) ada yang tidak cocok, sebagian besar Guru Pemerintah. Mereka marah-marah mengatakan Ki Hadjar Dewantara memundurkan kemajuan Oderwijs, 3) sebagian besar orang Pemerintah menamakan Taman Siswa sekolah Komunis. Meskipun mendapatkan berbagai macam reaksi, perguruan Taman

Siswa tetap berjalan dan semakin dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara menjadi bentuk pendidikan nasional.

Perguruan Taman Siswa mengetahui dengan jelas bahwa pendidikan nasional merupakan alat untuk membuat persemaian golongan nasionalis.35 Dengan demikian, maka perguruan ini diharapkan mampu menghasilkan golongan nasionalis baru bersama dengan sekolah-sekolah swasta lain. Selain mengembangkan bidang pendidikan, perguruan Taman Siswa juga berusaha membangkitkan dan mengembangkan kebudayaan daerah di tempat perguruan ini didirikan. Apabila perguruan Taman Siswa didirikan di Pulau Jawa, maka kebudayaan Jawa akan dibangkitkan dan kembangkan, serta diajarkan kepada murid-muridnya. Hal ini menunjukkan bahwa perguruan Taman Siswa tidak semata-mata ingin menciptakan golongan nasionalis yang mengerti tentang ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus menciptakan golongan nasionalis yang mengetahui tentang kebudayaan asalnya.

Dalam perjalanannya, perguruan Taman Siswa dibekali semboyan pendidikan yang tegas dari pendirinya, Ki Hadjar Dewantara. Seboyan tegas tersebut terdiri dari tiga pokok pemikiran, yaitu: tut wuri handayani, ing madya mangunkarsa, dan ing ngarsa sung tulada.36 Salah satu dari tiga semboyan tegas perguruan Taman Siswa

35 G. Mc. T. Kahin . Op.Cit.,Hal. 66.

36 Secara lengkap tentang asas perguruan Taman Siswa diungkapkan oleh Ki

Hadjar Dewantara dalam tulisannya berjudul ”Pangkal-pangkal Roch Taman Siswa

dalam buku Peringatan 30 Tahun Taman Siswa tahun 1922 – 1952”, Percetakan

tersebut, yakni tut wuri handayani, sampai ini masih digunakan sebagai semboyan Pendidikan Nasional Indonesia.

Perguruan Taman Siswa mengalami perkembangan yang sangat pesat, pada tahun 1940 tercatat bahwa telah berdiri 250 sekolah di seluruh Kepulauan Indonesia.37 Keadaan seperti ini dikhawatirkan oleh pemerintah karena dengan dibiarkannya sekolah swasta berarti member peluang kepada perluasan nasionalisme Indonesia yang secara tidak langsung akan menghancurkan kolonialisme dari Indonesia.38 Pada tahun 1932, Pemerintahan Hindia-Belanda mengeluarkan Undang-Undang Sekolah Liar (Wilde Schoolen Ordonantie) untuk menjerat laju perkembangan perguruan Taman Siswa. Akan tetapi setahun Undang-Undang tersebut segera dicabut oleh pemerintah karena banyak perguruan yang menentangnya. Meskipun tidak mendapatkan dana pendidikan dari pemerintah, perguruan Taman Siswa tetap dijalankan dan dikembangkan dengan anggaran dari para pendirinya.

Dari usaha-usaha yang dilakukan oleh perguruan Taman Siswa, seperti mendirikan sekolah-sekolah yang mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan dan tidak lupa mengajarkan tentang kebudayaan di tempat sekolahnya didirikan, perguruan ini telah berusaha menciptakan sebuah masyarakat Indonesia dengan cirri-ciri sendiri, yakni Indonesia. Selain itu, perguruan Taman Siswa juga telah

37 Bernard H. M. Vlekke, Op.Cit., Hlm. 428.

38 Akira Nagazumi, Op.Cit., Hlm. 188 – 210. Lihat juga, Suhartono, Op.Cit., Hlm. 66.

menciptakan “cita-cita ke-Indonesiaan”, yaitu sebuah bangsa dengan masyarakat

Indonesia yang memiliki keterampilan dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dari hal ini kemudian dapat dimengerti bahwa perguruan Taman Siswa ingin menciptakan bangsa Indonesia, dengan lain perkataan lepas dari tangan penjajahan.

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 43-48)

Dokumen terkait