• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Kebudayaan Nasional

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 108-114)

BAB IV: DINAMIKA PERUMUSAN KEBUDAYAAN NASIONAL

B. Perumusan Kebudayaan Nasional

Rumusan tentang kebudayaan nasional Indonesia pertamakalinya dibicarakan dalam rapat besar BPUPKI yang diselenggarakan pada tanggal 11 Juli 1945. Rapat ini membahas tentang persiapan penyusunan Rancangan Undang-Undang Dasar Negara dan pembentukan panitia penyususunnya. Rapat diselenggarakan di gedung Tyuuoo Sangi-In, dipimpin oleh dr. Radjiman Wediodiningrat. Panitia pelaksana penyusunan undang-undang yang dipilih adalah sebagai berikut: Soekarno sebagai

120Ibid., Hlm. 152.

121

Secara lengkap daftar keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut dapat dilihat dalam, Saafroedin Bahar, dkk (Tim Penyunting), Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, (Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1995). Hlm. XXV – XXVI.

ketua, dengan anggota-anggotanya: Maramis, Oto Iskandardinata, Poerbojo, Salim, Soebardjo, Soepomo, Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Harahap, Latuharhary, Soesanto, Sartono, Wongsonagoro, Woerjaningrat, Singgih, Tan Eng Hoa, Hosein Djajadiningrat, Soekiman, dan Tuan Miyano sebagai anggota istimewa.122 Setelah terpilih, panitia penyusun undang-undang tersebut melaksanakan rapat pada jam 15.15 WIB. Dalam rapat dikemukakan perlunya diadakan dan dibentuk suatu panitia yang lebih khusus untuk merancang Undang-Undang Dasar. Oleh sebab itu, dibentuklah sebuah panitia dengan sebutan Panitia Kecil dan ditunjuklah Soepomo sebagai ketuanya.

Pada tanggal 13 Juli 1945, panitia perancang Undang-Undang Dasar mengadakan rapat untuk mendengarkan hasil rancangan Undang-Undang Dasar dari Panitia Kecil yang dipimpin oleh Soepomo.123 Dalam rapat itu disampaikan bahwa Undang-Undang Dasar teridiri dari 42 pasal. Peraturan mengenai kebudayaan nasional diatur oleh pasal 34 yang berbunyi sebagai berikut:

“Pemerintah harus memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan bagi itu memajukan kebudayaan dari masing-masing daerah, sebagai rukun dari

kebudayaan nasional itu”.124

122

Ibid. hlm. 204.

123 Soepomo lahir di Sukoharjo, 22 Januari 1903. Semasa hidupnya, Soepomo dikenal sebagai ahli hukum adat di Indonesia. Lihat misalnya J. B. Sudarmanta,

Jejak-Jejak Pahlawan : Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia. (Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2007), Hlm. 111 – 114.

124

Dari rumusan tesebut, dapat diketahui bahwa para anggota perancang Undang-Undang Dasar pada saat itu sangat memahami bahwa Negara Indonesia kelak adalah sebuah Negara yang terdiri dari banyak suku bangsa. Dengan demikian, maka suatu keputusan yang tepat adalah mengakui dan berusaha memajukan setiap kebudayaan yang terdapat dalam suku-bangsa yang ada tersebut.

Pada tanggal 15 Juli 1945, BPUPKI kembali mengadakan rapat besar, dengan agenda membahas Rancangan Undang-Undang Dasar. Rapat diselenggarakan di gedung Sangi-In, mulai dari pukul 10.20 – 21.55 WIB. Dalam rapat itu, panitia perancang Undang-Undang Dasar menyampaikan hasil rancangannya kepada BPUPKI. Panitia Kecil perancang undang-undang yang telah dibentuk oleh Soekarno pun menyampaikan hasil rancangannya. Soepomo pun menjelaskan pasal demi pasal, pengaturan tentang kebudayaan nasional Indonesia dirubah dari pasal 34 menjadi pasal 33 yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 33: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal ini

tidak berarti, bahwa kita menolak adanya kebudayaan daerah. Bukan maksud kami untuk menghapuskan misalnya kebudayaan Jawa, oleh karena dianggap bukan kebudayaan Indonesia. Kebudayaan daerah harus dihormati, dijunjung tinggi. Pasal 33 ini maksudnya ialah: Oleh karena kita menghendaki persatuan, maka kita mengajar lahirnya kebudayaan nasional Indonesia. bagaimana jalannya itu terserah kepada Negara dan masyarakat di kemudian

hari”.125

Setelah Panitia Kecil perancang Undang-Undang Dasar selesai menjelaskan rancangannya, rapat pun memutuskan bahwa rancangan tersebut dapat diterima. Akan tetapi, sebagian anggota rapat menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar yang telah

125

dibuat pada saat itu harus bersifat sementara. Menurut sebagian anggota rapat, Undang-Udang Dasar harus dapat dirubah mengingat situasi dan kondisi Indonesia di kemudian hari akan sangat berbeda. Dengan demikian, maka Undang-Undang Dasar pun akan mengalami perubahan menurut situasi dan kondisi yang sedang berlangsung di Indonesia.

Pengaturann tentang kebudayaan nasional Indonesia, selain diatur dalam Undang-Undang Dasar, juga diatur pada bagian ketiga Garis-Garis Besar Soal Pendidikan dan Pengajaran, yakni sebagai berikut:

“Kebudayaan Indonesia ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha

budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kepada kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat

kemanusiaan Bangsa Indonesia”.126

Pada bagian ketujuh Garis-Garis Besar Soal Pendidikan dan Pengajaran yang membahas tentang pelajaran bahasa dan kebudayaan disebutkan bahwa langkah untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia dilakukan melalui pelajaran bahasa. Dengan mengacu pada rumusan pasal 32 dan 36, serta Garis-Garis Besar Soal Pendidikan dan Pengajaran, dijelaskan sebagai berikut:127

126Ibid. hlm. 399.

127

1. Bahasa Indonesia diajarkan dengan cukup di segala sekolah di seluruh Indonesia dan dipakai sebagai bahasa perantaraan, mulai di Sekolah Rakyat sampai di Sekolah Tinggi.

2. Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, diwajibkan mengajar bahasa persatuan mulai kelas 3 pada sekolah pertama, dengan jaminan akan cukup pandainya anak-anak dalam bahasa Indonesia, bila mereka tamat belajar di Sekolah-Sekolah Rakyat.

3. Bahasa Nippon (Jepang) sebagai bahasa asing yang terpenting di seluruh Asia, baik untuk keperluan hubungan Negara-negara di Asia Timur Raya maupun untuk mudah mengambil kebudayaan Nippon, yang dapat memperkaya kebudayaan Bangsa Indonesia, diajarkan mulai kelas 5 di Sekolah Rakyat, dengan jaminan akan cukup pandainya anak-anak dalam bahasa itu, bila mereka duduk di sekolah menengah.

4. Di Sekolah Menengah Tinggi (SMA) bagian Budaya diajarkan bahasa Arab dan bahasa Sanskerta.

5. Bahasa asing, yang kelak diakui sebagai bahasa perantaraan sedunia, diajarkan mulai di Sekolah Menengah.

Rumusan bagian ketujuh dalam Garis-Garis Besar Soal Pendidikan dan Pengajaran tersebut, dapat diartikan sebagai usaha untuk membentuk suatu Negara Indonesia sebagai Negara dengan satu kebudayaan, yakni kebudayaan Indonesia.

Usaha ini dilakukan dengan penyelenggaraan bahasa persatuan di seluruh wailayah Indonesia merdeka. Selain itu, untuk memajukan kebudayaan Bangsa Indonesia maka harus mempelajari kebudayaan-kebudayaan asing yang ada di seluruh dunia, pertama-tama melalui pembelajaran bahasa asing seperti bahasa Arab dan bahasa Jepang.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan, PPKI segera mengedarkan surat undangan untuk mengadakan rapat besar pada tangaal 18 Agustus. Dalam surat edaran tersebut diagendakan bahwa rapat akan membahas tentang beberapa hal penting yang menyangkut tata cara pembentukan suatu Negara baru, yakni: 1) menetapkan Undang-Undang Dasar, 2) memilih Presiden dan Wakil Presiden, 3) dan lain-lainnya.128 Setelah diselenggarakan, rapat yang diadakan oleh PPKI tersebut menetapkan Undang-Undang Dasar terdiri dari 16 bab dan 37 pasal. Beberapa ketetapan yang diatur dalam bab-bab tersebut yaitu: Bentuk dan Kedaulatan Negara Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Hal Keuangan, Kekuasaan Kehakiman, Warga Negara, Agama, Pertahanan Negara, Pendidikan, Kesejahteraan Sosial, Bendera dan Bahasa, dan peraturan mengenai Perubahan Undang-Undang Dasar. Selain itu, ditetapkan pula peraturan mengenai Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan, yakni suatu ketetapan yang akan mengatur perihal peralihan kekuasaan dari pemerintahan Jepang kepada pemerintahan Indonesia, serta pegaturan tentang menjalankan Undang-Undang Dasar. Setelah dilakukan rapat pada tanggal 18

128

Agustus, peraturan dan ketetapan mengenai kebudayaan nasional Indonesia mengalami perubahan. Kebudayaan nasional Indonesia diatur dalam bab 13, pasal 32. Meskipun demikian, isi dari ketetapan tersebut tetap sama.

Hasil rapat PPKI yang diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut, kemudian diterbitkan dalam surat kabar resmi Negara Indonesia, yaki Berita Repoeblik Indonesia, pada tanggal 15 Februari 1946. Dalam surat kabar itu dimuat beberapa berita penting seperti Teks Proklamasi Kemerdekaan, Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, Maklumat Pemerintah Republik Indonesia, dan Penjelasan Undang-Undang Dasar.129

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 108-114)

Dokumen terkait