• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhatian Pemerintah Terhadap Keberadaan Becak

BAB IV PERANAN BECAK SIANTAR

4.2 Ikon Kota

4.2.1 Perhatian Pemerintah Terhadap Keberadaan Becak

Pada bab sebelumnya sudah terlebih dahulu dijelaskan bagaimana kehadiran becak di Pematangsiantar muncul murni inisiatip dari masyarakat. Selain sebagai alat transportasi, sebagian masyarakat Pematangsiantar menjadikan becak sebagai tumpuan ekonomi keluarga. Pada perjalanan waktu becak telah menyatu dengan mobilitas masyarakat kota Pematangsiantar. Awal dari kemunculan becak sampai dengan perkembangannya, becak telah mampu menghubungkan seluruh wilayah Pematangsiantar. Perluasan wilayah kota Pematangsiantar yang terjadi pada tahun 1986 menjadikan becak sangat dibutuhkan bagi menjangkau daerah-daerah pinggiran Pematangsiantar.

Pemerintah Pematangsiantar pun menyadari peranan yang dilakukan para penarik becak dalam menjangkau daerah-daerah pinggiran Pematangsiantar. Hal ini didukung pula dengan keunikan becak Siantar menjadikan becak Siantar terkadang mendapatkan perhatian dari pemerintah kota Pematangsiantar. Perhatian terbesar dari pemerintah kotamadya Pematangsiantar terhadap keberadaan becak siantar ada ketika

42

Kapan muncul anekdot ini tidak di ketahui dengan pasti, namun mayoritas masyarakat Siantar lebih mengetahui BSA sebagai singkatandari Becak Siantar Asli.

masa Walikota Zulkifli Harahap menjabat menjadi Walikota Pematangsiantar ( 1989 – 1994 ). Pada masa ini beliau sangat mendukung keberadaan becak siantar. Ditunjukan dengan peluncuran 100 unit becak pariwisata menjadikan becak sebagai salah satu ikon Kota Siantar. Mulai tahun ini juga sudah sedikit sekali terjadi razia polisi khusus becak siantar.43 Becak seakan mendapat dispensasi bisa lalu-lalang dijalanan kota Pematangsiantar tanpa harus memiliki surat-surat kelengkapan yang masih hidup masa berlakunya. Hal ini jugalah yang membuat becak tidak terdata secara menyeluruh, berujung kepada ketidakpastian jumlah becak yang ada. Ketika krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, sekitar 30% tukang becak terkena imbas karena tidak tersedianya ban becak di pasaran baik di Medan dan secara khusus di Pematangsiantar. Keadaan ini membuat tukang becak khawatir akan keberlangsungan mata pencaharian mereka. Namun pemko Pematangsiantar dalam hal ini Walikota Pematangsiantar, Drs H. Abu Hanifah membantu tukang becak dengan menyediakan ban dengan harga lebih murah sehingga pemilik becak dapat kembali mengoperasikan becaknya.44

Namun perhatian Pemko Siantar pada masa lalu terhadap becak, berbeda dengan sebagian anggota DPRD Pematangsiantar periode 2006. Isu keberadaan becak menjadi memanas di Pematangsiantar, hal ini dikarenakan adanya wacana dari beberapa anggota DPRD dan beberapa oknum Pemerintah Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar untuk mengeluarkan Perda yang mengatur peremajaan becak siantar pada april 2006. Wacana Perda ini bertujuan mengganti motor penarik becak siantar

43

Wawancara dengan Suyadi.

44 Koran SIB, tanggal 16 april 1999, Tidak Ada Ban Beca Dijual di Pematangsiantar, Arsip Pribadi Kartiman

dari motor BSA dengan sepeda motor tahun terbaru buatan Jepang. Keseriusan wacana ini juga dialami Rohim, dikediaman beliau di Jln.Tombang pada awal 2006 beliau didatangi empat orang yang mengaku sebagai pengusaha Dealer sepeda motor dari Medan yang menawarkan untuk bekerjasama memasukkan Seratus lima puluh unit sepeda motor merek Honda Wins menggantikan motor BSA sebagai penggerak becak Siantar.45

1. Menolak dengan Tegas Perda tentang Peremajaan Becak Siantar.

Serta iming-iming mendapatkan persenan apabila wacana ini berhasil digulirkan. Secara tegas Rohim menolak tawaran ini dengan mengatakan :

“... tidak mungkin saya mematikan usaha saya dan saudara-saudara saya... ...Selama pemerintah Siantar masih membolehkan becak beroperasi, saya bisa menjamin sampai lima puluh tahun kedepanpun becak masih bisa tetap ada. ”

Tidak hanya dari Rohim, penolakan secara keras terjadi dikalangan penarik becak lainnya. Dimotori oleh salah tokoh di Pematangsiantar E. Rizal Kesuma Ginting, tukang becak dan masyarakat yang peduli akan kelestarian Becak Siantar menghimpun diri dalam sebuah organisasi yang bernama BOM’S ( BSA Owner Motorcycle Siantar ) 25 Juni 2006. Untuk menentang wacana ini mereka melakukan aksi ke kantor Walikota dan DPRD Pematangsiantar dengan empat tuntutan :

2. Pemerintah Pematangsiantar harus memperhatikan kelestarian Becak Siantar.

45 Wawancara dengan Rohim, untuk hal ini beliau mengaku lupa nama tamu tersebut beliau cuman ingat empat orang tersebut dua orang etnis Tionghoa dan dua lainnya pribumi.

3. Menjadikan Becak Siantar satu-satunya kendaraan pariwisata di Kota Pematangsiantar.

4. Menjadikan becak sebagai cagar budaya yang harus dilindungi sesuai Undang-Undang No.5 Tahun 1992 tentang Perlindungan benda cagar budaya dan melegitimasi keputusan tersebut dalam payung hukum yang sah.

BOM’S tidak hanya melakukan aksi protes ke jalan dengan mengerahkan para tukang becak tetapi juga melakukan aksi-aksi penekanan melalui pelayangan surat-surat somasi ke Pemko dan DPRD Pematangsiantar.46

46

Wawancara dengan Suyadi.

Dengan adanya aksi ini menjadikan becak siantar mulai kembali menarik perhatian masyarakat. Apabila di tahun 1993 dan 1996 becak konvoi untuk mendukung keberhasilan yang telah di capai Pemko Siantar dengan mendapatkan piala Adipura dan Wahana Tatanugraha. Tidak untuk kali ini, tukang becak berkonvoi untuk menggugat wacana yang dilayangkan Pemko dan DPRD Pematangsiantar. Bila dahulu hubungan pemko dengan tukang becak lebih kepada hubungan kerjasama vertikal antar rakyat dengan penguasa, namun kali ini yang terlihat adalah perlawanan sebahagian rakyat terhadap penguasa . Kartiman menceritakan pada saat itu dia dan kawan-kawan tukang becak lainya juga melakukan dialog-dialog dengan instansi-instansi yang terkait seperti fihak kepolisian, Dishub (Dinas Perhubungan), juga Dinas Olahraga dan Pariwisata untuk menguatkan posisi mereka. Secara lisan kepala instansi-instansi ini mendukung para tukang becak namun itu semua di kembalikan kepada Pemko dan DPRD sebagai

lembaga yang berhak dalam mengambil keputusan. Tidak patah semangat BOM’S tetap meneruskan perjuangannya.

Aksi ini sebenarnya merupakan puncak kegamangan hidup tukang becak di Kota Pematangsiantar. Diakui Suryadi tukang becak juga menyadari besarnya biaya merawat becak semenjak terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Apalagi dengan motor BSA yang berumur 50-65 tahun menambah mahalnya biaya perawatan becak siantar. Dengan mulai meningkatnya pertumbuhan mopen di kota Siantar semakin memperparah pengahasilan tukang becak. Mereka menyadari hari-hari kedepan mungkin makin sulit bagi tukang becak di kota ini. Tapi yang pasti mereka hanya ingin becak hilang secara alami. Seperti slogan yang mereka usung pada saat melakukan perlawan :47

Dokumen terkait