• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.5 Perilaku Komunikasi Pengemis

Perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan informasi kepada pihak manapun yang memerlukan (Gould dan Kolb, 1984 : 102). Perilaku komunikasi dapat diartikan sebagai tindakan atau respon dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada sesuai dengan kebutuhan. Perilaku komunikasi seseorang dapat dilihat dari kebiasaan berkomunikasi.

Penelitian ini menjelaskan bahwasannya dalam melakukan kegiatan mengemis, ada koordinasi terlebih dahulu antara pengemis dan pendamping. Koordinasi yang dimaksud seperti adanya perjanjian tentang kapan dan dimana mereka akan bertemu, dan hal ini mereka lakukan melalui handphone. Diantara pasangan pengemis yang telah peneliti temui, ada yang bertemu

langsung ke lokasi mereka mengemis, ada juga pendamping yang justru menjemput tunanetra ke rumahnya dan pergi ke lokasi mengemis bersama-sama.

Seperti yang diungkapkan Dasniar kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 10 Mei 2015 di Palanta Popoko ByPass :

“Biasanya ibuk langsung janjian di sini saja sama bapak, bapak diantar sama anaknya. Kalau ibuk naik angkot ke sini dari rumah.”

Sementara seperti yang diungkapkan Rustami kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Saya biasanya dijemput sama buk Eni ke rumah, nanti ke lokasi nya sama-sama naik angkot. Jadi, buk Eni dari rumahnya ke rumah saya ya naik angkot. Karena kalau langsung janjian ketemu disini, saya tidak bisa melihat.”

Perilaku komunikasi yang terjadi pada informan yang diteliti dapat dibedakan berdasarkan lamanya waktu informan telah menjadikan kegiatan mengemis sebagai pekerjaannya. Adapun kriterianya adalah dikatakan telah lama menjadi pengemis jika informan telah bekerja sebagai pengemis selama lebih dari 1 tahun, dan dikatakan baru menjadi pengemis jika informan baru bekerja sebagai pengemis selama kurang dari 1 tahun.

4.5.1 Perilaku Komunikasi Verbal dengan Sesama Pengemis

Menurut Deddy Mulyana (2008 : 237) bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal. Bahasa dapat didefiisikan sebagai seperangkat simbol-simbol, dengan aturan mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami oleh suatu komunitas.

Pengemis tunanetra berasal dari berbagai daerah baik di dalam maupun di luar Kota Padang. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan, dalam berinteraksi dengan sesama pengemis dibagi dalam 2 peristiwa, yaitu :

(1) peristiwa ketika pengemis melakukan kegiatan mengemis (2) peristiwa ketika pengemis diluar kegiatan mengemis.

Adapun hasilnya adalah hampir tidak terdapat perbedaan secara signifikan terhadap komunikasi verbal yang dilakukan pada kedua peristiwa tersebut. Meskipun ada yang menggunakan bahasa Indonesia, tetap saja bahasa dominan yang digunakan adalah bahasa Minang. Seperti yang diungkapkan Neti kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Bahaso nan kami kalau maota yo acok nyo bahaso Minang, meskipun ado juo nan mamakai bahaso Indonesia saketek-saketek.”

Selain itu, suatu kebiasaan yang sering terjadi di dalam kegiatan berinteraksi mereka adalah adanya senda gurau sebagai cara untuk melupakan

sejenak perjuangan hidup mereka yang berat serta sebagai media untuk mendekatkan diri dan mengisi waktu istirahat mereka. Sebagai contoh ketika Eni menggoda Neti dengan Rustami saat istirahat di warung milik Niar.

“Alah latiah se apak ni ha, keceknyo nyo taragak jo uni. Nyo mamikian uni se, tabayang uni se. tu wak baok se apak kamari. Jan cemburu lo uni ndak? Wak mangawanan apak karajo se nyo ni.”

Spontan candaan Eni menjadi pemecah suasana kegiatan wawancara peneliti siang itu. Neti dan Rustami tersipu malu, mereka berdua juga turut tertawa tanpa merasa tersinggung oleh ucapan Eni. Sementara, peneliti, pemilik warung serta pengemis yang lain pun juga turut menggoda Neti dan Rustami. Senda gurau siang itu cukup mengubah suasana yang sedikit kaku menjadi suasana yang bersahabat.

Meskipun secara keseluruhan komunikasi verbal pengemis dengan sesama pengemis tampak tidak ada perbedaannya, berdasarkan observasi yang selama ini peneliti lakukan, komunikasi verbal pengemis dengan sesama pengemis bisa dibedakan berdasarkan lamanya waktu informan menjadi pengemis, berikut penjelasannya:

4.5.1.1 Pengemis yang telah lama mengemis

Pengemis yang telah menjalani pekerjaannya sebagai pengemis selama lebih dari 1 tahun dapat dikatakan sebagai pengemis yang telah lama mengemis. Pengemis yang telah lama mengemis tentu sudah sangat paham

bagaimana caranya mengemis. Dalam berinteraksi dengan sesama pengemis, pengemis yang telah lama mengemis juga terbiasa menggunakan istilah-istilah yang telah disepakati bersama, lebih akrab satu sama yang lainnya, lebih terbuka satu sama yang lainnya, lebih saling mengenal karakter masing-masing dan masih banyak lagi. Sebagian besar pengemis yang telah lama mengemis ini juga tergabung ke dalam organisasi paguyuban YPCN (Yayasan Penyandang Cacat Netra). Seperti kutipan pembicaraan Arizal kepada Dasniar ketika hendak bergantian beristirahat pada tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Baa ni? Gantian lai? Alah panek ni Neti keceknyo.”

Begitu juga kutipan pembicaraan Dasniar mengajak Rustami untuk kembali mengemis pada tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Alah istirahatnyo da? Dinas wak lai?”

Selama melakukan observasi dan wawancara, terdapat beberapa istilah dan kode verbal yang sebelumnya telah dipahami oleh pengemis dan pendampingnya selama bekerja dan berinteraksi. Fungsi pertama bahasa adalah penamaan (Mulyana, 2008 : 274). Berikut adalah istilah-istilah yang peneliti temukan pada saat observasi serta wawancara berlangsung :

Tabel 4.3 Istilah-istilah yang ada di lapangan

Istilah Makna

Dinas/kerja Waktunya mengemis

Ganti/change Waktunya pergantian shift/istirahat

Supir Pengemis yang menjadi pemandu jalan pengemis

tunanetra ketika mengemis

Pendamping Pengemis yang menjadi pemandu jalan pengemis tunanetra ketika mengemis

Tunanetra Pengemis yang memiliki cacat mata

Buta Pengemis yang memiliki cacat mata

Dermawan Orang yang memberi sedekah/sumbangan

Bagi hasil Waktunya perhitungan dan pembagian pendapatan Absen Tidak bisa hadir untuk bekerja dengan beberapa

alasan

Razia Kegiatan penertiban oleh Dinas Sosial atau Satpol PP

Lari/Bubar Usaha yang dilakukan untuk menghindari

penangkapan oleh Dinas Sosial atau Satpol PP (Sumber : Olahan Peneliti)

4.5.1.2 Pengemis yang baru mengemis

Pengemis yang telah menjalani pekerjaannya sebagai pengemis selama kurang dari 1 tahun dapat dikatakan sebagai pengemis yang baru mengemis. Berbeda dengan pengemis yang telah lama mengemis, dalam berinteraksi dengan sesama pengemis, pengemis yang baru mengemis belum terbiasa menggunakan istilah-istilah yang telah disepakati bersama juga sedikit canggung untuk mengobrol dengan pengemis yang telah lama mengemis. Sehingga, berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, terlihat adanya

pembatasan diri yang dilakukan pengemis yang baru mengemis dengan pengemis yang sudah lama mengemis.

Pada saat berinteraksi pada jam istirahat, adapun topik pembicaaran yang selalu jadi bahan perbincangan adalah pengemis baru mengemis selalu bertanya bagaimana cara menarik simpati calon dermawan ataupun menyampaikan keluh kesah kepada pengemis yang telah lama mengemis bahwasannya lebih banyak yang tidak memberi dibandingkan memberi sumbangan. Seperti kutipan pembicaraan Mur kepada Dasniar ketika sama-sama beristirahat pada tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Ndeh…panek wak ni, baa caronyo bia urang tu namuah se agiah piti ni? Alah bara jam wak tagak, sagiko nan dapek nyo ni.”

Gambar 4.8 Komunikasi Verbal dengan sesama pengemis (Sumber : Observasi peneliti dan hasil wawancara dengan informan)

Perilaku Komunikasi Verbal dengan sesama pengemis

peristiwa ketika pengemis melakukan kegiatan mengemis

peristiwa ketika pengemis diluar kegiatan mengemis.

Pengemis yang telah lama mengemis ( pengemis yang

bekerja lebih dari 1 tahun)

Pengemis yang baru mengemis ( pengemis yang bekerja kurang dari 1 tahun)

1. Terbiasa menggunakan istilah-istilah

2. Lebih akrab 3. Lebih terbuka

4. Lebih saling mengenal karakter masing-masing

5. Tergabung ke dalam organisasi

paguyuban YPCN (Yayasan

Penyandang Cacat Netra)

1. Tidak terbiasa menggunakan istilah-istilah

2. Canggung untuk ikut mengobrol dengan pengemis yang lain

3. Sering memulai percakapan dengan pertanyaan bagaimana caranya menarik simpati calon dermawan

4.5.2 Komunikasi verbal dengan calon dermawan dan atau dermawannya

serta masyarakat

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan, dalam berinteraksi dengan calon dermawan atau dermawannya dibagi dalam 2 peristiwa, yaitu :

(1) peristiwa ketika pengemis pertama kali menghampiri calon dermawannya untuk mendapatkan sedekah

(2) peristiwa ketika pengemis telah selesai bertemu dengan calon dermawannya (terlepas memberi atau menolak untuk memberi sedekah).

Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwasannya peranan bahasa atau simbol verbal pada peristiwa pertama dan kedua, hampir tidak dipergunakan secara berkelanjutan oleh informan. Hal ini dikarenakan para pengemis memperhitungkan tenaga yang harus mereka keluarkan jika berbicara setiap melakukan kedua peristiwa tersebut sepanjang jam kerja dengan kemungkinan mereka mendapatkan uang dalam waktu singkat, terlebih lagi jika panas terik pada saat jam kerja. Pada kedua peristiwa tersebut, pengemis justru lebih sering mengandalkan bahasa nonverbal dibanding bahasa verbalnya.

Meski demikian, ada sebagian diantaranya yang tetap menggunakan bahasa verbal untuk menarik empati calon dermawannya dalam bentuk salam atau permintaan langsung. Seperti yang diungkapkan Sawir kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 10 Mei 2015 di Palanta Popoko ByPass :

“Ketika minta-minta tu, biasanya kita ngucapin “Assalamu’alaikum minta sedekah pak/buk” Atau cukup ngucapin salam aja orang udah ngerti maksud kita.”

Pada peristiwa kedua, yaitu ketika pengemis telah selesai bertemu dengan calon dermawannya, umumnya pengemis menyampaikan kesan yang baik dengan mengucapkan terima kasih, Alhamdulillah atau ucapan yang disertai dengan do’a jika diberi uang. Namun, jika tidak diberi uang, pengemis umumnya tidak mengucapkan sepatah kata pun dan berlalu begitu saja. Seperti yang diungkapkan Sawir kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 10 Mei 2015 di Palanta Popoko ByPass :

“Kalau dikasih uang, ya kita bilang terima kasih atau Alhamdulillah. Kalau dikasih banyak atau misalnya sepi pengendara, kita do’a in sekalian. Misalnya terima kasih atau Alhamdulillah Pak/Buk semoga rezekinya dimurahkan Allah swt dan selamat sampai tujuan. Kalau kita nggak dikasih, ya kita pergi ke pengendara berikutnya”

Sementara berdasarkan observasi, adapun komunikasi verbal yang dilakukan oleh calon dermawan dibagi menjadi dua peristiwa yaitu, ketika ingin memberi sumbangan, calon dermawan biasanya mengucapkan kata “ini

pak/buk”. Sedangkan ketika tidak ingin memberi sumbangan, calon dermawan

biasanya mengucapkan kata “maaf pak/buk”.

Sesi I : akan meminta sedekah

Sesi II : selesai meminta sedekah

Gambar 4.9 Model pengelolaan kesan pengemis melalui simbol verbal

(Sumber : Observasi peneliti dan hasil wawancara dengan informan) Mengemis dengan mengelola

kesan melalui simbol verbal

Bahasa verbal yang digunakan terhadap calon dermawan dan

atau dermawan

Meminta Mengucap salam

Ketika diberi sejumlah uang

Ketika tidak diberi sejumlah uang - Mengucapkan terima kasih - Mengucapkan hamdalah - Mendo’akan kebaikan terhadap dermawan - Tidak mengucapkan sepatah kata pun - Berlalu begitu saja

4.5.2.1 Pengemis yang telah lama mengemis

Ketika melakukan kegiatan mengemis, interaksi antara pengemis yang telah lama mengemis dengan calon dermawan dan atau dermawan tidak terlalu sering menggunakan komunikasi verbalnya. Pengemis lebih mengkedepankan komunikasi nonverbalnya karena justru lebih menghemat tenaga yang dikeluarkan. Seperti yang diungkapkan Dasniar kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Iya, biasanya kita menengadahkan tangan langsung aja, jarang sih ngomong. Kalau tiap ke pengendara kita ngomong terus, capek dek, cepat haus, apalagi hari terik panas. Toh, mereka juga ngerti maksud kita apa. Ya rasanya gak perlu ngomong juga gak masalah lah.”

Sementara, ketika berinteraksi dengan orang baru, berdasarkan observasi dan wawancara dengan informan, pengemis yang telah lama mengemis akan merasa takut ketika berhadapan dengan orang baru. Hal ini dikarenakan adanya traumatik pengemis terhadap seringnya orang yang baru yang datang meminta informasi kepada mereka dengan dalih sebagai mahasiswa, ternyata mereka adalah mata-mata satpol PP. Seperti yang diungkapkan Neti kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Ya dek, dulu pernah ada juga yang datang kesini, katanya mahasiswa, terus nanya-nanya ke kita, taunya gak beberapa lama, datang satpol PP ke tempat kita, makanya pas adek ke sini kami juga was-was, gak ada yang berani ke warung.”

4.5.2.2 Pengemis yang baru mengemis

Berbeda dengan pengemis yang baru mengemis, dalam melakukan kegiatan mengemis, interaksi antara pengemis yang baru mengemis dengan calon dermawan dan atau dermawan justru lebih sering menggunakan komunikasi verbalnya. Meskipun sedikit menguras tenaga, tapi cara ini informan anggap lebih efektif dalam menarik simpati calon dermawannya. Seperti yang diungkapkan Mur kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Kok awak justru pas minta tu labiah acok mangecek diak, bia pas urang tu mandanga wak memelas, inyo taibo mancaliak awak. Yo awak surang maraso, mangecek ko labiah lasuah dibandiang wak langsuang-langsuang manangadahan tangan atau manyodoran peci diak.”

4.5.3 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang tidak menggunakan kata-kata (Mulyana, 2008 : 308). Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun kenyataanya, kedua komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari. Karena itu, komunikasi verbal akan lebih efektif bila didukung oleh komunikasi nonverbal. Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, perilaku nonverbal juga dapat menggantikan peran perilaku verbal (Mulyana, 2008 : 314).

Pada penelitian ini, pengemis tunanetra serta pendampingnya memiliki perilaku-perilaku nonverbal dalam interaksinya dengan sesama pengemis, calon dermawan dan masyarakat sekitar lokasi mengemis. Perilaku-perilaku nonverbal pengemis yang ditemukan dikelompokan menjadi 4 bagian, yaitu Nada suara, Isyarat dan bahasa tubuh, penampilan fisik dan ekspresi wajah. 4.5.3.1 Nada Suara

Umumnya, pengemis akan memperhatikan nada suaranya ketika pengucapan kata verbal saat ia hendak menemui calon dermawannya. Hal ini bertujuan untuk menarik empati calon dermawan. Misalnya ketika mengucapkan “Assalamu’alaikum atau minta sedekahnya pak/buk”, nada suara pengemis akan berubah menjadi nada suara yang memelas dan sedikit bergetar. Volume suaranya juga lemah lembut dan bernada panjang. Hal sama juga terjadi ketika calon dermawan telah memberikan sejumlah uang. Pengemis akan mengucapkan Alhamdulillah atau terima kasih yang kadang diiringi dengan do’a sekaligus dengan suara yang bergetar.

Namun, ketika pengemis tidak sedang melakukan kegiatan mengemis atau sedang berinteraksi dengan sesama pengemis dan masyarakat sekitar lokasi mengemis, nada suara yang memelas, sedikit bergetar, lemah lembut dan bernada panjang hampir tidak peneliti temukan. Justru ada yang menggunakan kata-kata sedikit kasar dengan intonasi yang meninggi dan suara

yang cukup keras. Terlebih lagi ketika sedang bersenda gurau, ada yang mengekspresikannya dengan teriakkan gembira. Sebagai contoh ketika Eni menggoda Neti dengan Rustami saat istirahat di warung milik Niar :

“Alah latiah se apak ni ha, keceknyo nyo taragak jo uni. Nyo mamikian uni se, tabayang uni se. tu wak baok se apak kamari. Jan cemburu lo uni ndak? Wak mangawanan apak karajo se nyo ni.”

Diatas adalah sedikit gambaran tentang bagaimana nada suara informan diluar kegiatan mengemis tidak menunjukkan nada suara yang memelas dan gemetar lagi, justru sebaliknya, informan nada suara informan terdengar bahagi saat menggoda salah satu rekannya.

4.5.3.2 Isyarat dan Gerakan Tubuh

Bahasa isyarat yang sering digunakan pengemis pada saat mengemis adalah menengadahkan tangannya atau menyodorkan peci (kopiah). Hal ini dianggap sebagai cara efisien, yakni dengan upaya minimal tetapi hasilnya jelas akan diterima di dalam genggaman tangannya atau di dalam peci (kopiah) nya. Bahasa isyarat ini bisa juga dibarengi dan tidak dibarengi dengan nada suara dan bahasa verbal yang mereka gunakan untuk menarik empati calon dermawannya. Jika calon dermawan memberikan uang, bahasa isyarat yang sering digunakan adalah anggukan kepala sambil mengucapkan terima kasih atau menengadahkan tangan seraya berdo’a. Gerakan tubuh pengemis pun

terlihat agak sedikit lamban dan tidak berdaya ketika berjalan dari satu pengendara ke pengendara lain.

Sementara, ketika pengemis tidak sedang melakukan kegiatan mengemis atau sedang berinteraksi dengan sesama pengemis dan masyarakat sekitar lokasi mengemis, bahasa isyarat yang peneliti temukan seperti mengangguk tanda setuju, menggeleng tanda tidak setuju, menggoyang-goyangkan kaki, menyandarkan badan ke kursi atau membaringkan badan ke kursi sebagai tanda melepaskan kepenatan (istirahat). Gerakan tubuh pengemis pun tidak seperti saat sedang mengemis lagi. Pengemis justru keliatan bersemangat ketika sedang bersenda gurau.

Berdasarkan observasi peneliti, ada perbedaan isyarat dan gerakan tubuh yang ditampilkan pengemis yang telah lama mengemis dengan pengemis yang baru mengemis pada peristiwa mengemis dan peristiwa diluar kegiatan mengemis. Adapun pada pengemis yang telah lama mengemis, informan lebih sering menatap wajah calon dermawan dan atau dermawannya ketika meminta dan telah diberi sejumlah uang. Hal ini dikarenakan, pengemis yang telah mengemis telah terbiasa dengan kondisi seperti ini dan telah menerima pekerjaan mengemis yang telah lama ia tekuni. Sementara, pengemis yang baru mengemis belum terbiasa dengan kondisi ini dan belum menerima sepenuh hati pekerjaan yang baru ia jalani ini, hal ini jugalah yang

menyebabkan pengemis yang baru mengemis lebih sering menundukkan pandangannya kepada calon dermawan dan atau dermawannya ketika meminta dan telah diberi sejumlah uang. Hal ini juga dikarenakan malu yang disebabkan belum banyak orang-orang terdekat pengemis yang baru mengemis ini tau mengenai pekerjaannya.

4.5.3.3 Penampilan

Penampilan bisa dibagi dua, yaitu pertama penampilan karena bukan direncanakan (misalnya cacat fisik) dan kedua penampilan karena direncanakan (misalnya memaka peci, jilbab, pakaian yang agak lusuh, dan sebagainya). Biasanya, pengemis sengaja mendesain penampilan mereka dengan lebih menonjolkan pakaian yang sengaja diperuntukkan untuk kegiatan mengemis. Seperti yang diungkapkan Eni kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung milik Niar :

“Kalau untuk mengemis ya beginilah pakaian saya dek, agak lusuh, pakai jilbab juga, tapi diluar kegiatan mengemis, ya pakaian saya harus yang bagus dan bersih, keseharian saya juga tidak selalu memakai jilbab.”

Beda halnya seperti yang diungkapkan Dasniar kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 10 Mei 2015 di Palanta Popoko ByPass :

“Saat mengemis dan tidak mengemis hampir tidak ada bedanya sama saya, pakaian ya harus bersih, biar orang juga gak jijik liat kita, gak menjauh saat kita dekatin dek. Intinya kita nyaman, orang lain juga nyaman dekat kita.”

Hal ini juga berlaku kepada pengemis tunanetra, hanya saja, mereka lebih menonjolkan penampilan yang bukan mereka rencanakan, yaitu menonjolkan sisi kebutaan mereka untuk menarik empati calon dermawannya. Seperti yang diungkapkan Rustami kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung milik Niar :

“Pakaian saya dipersiapan istri saya, ya tentu istri saya yang bisa menilai pantas tidaknya saya memakai pakaian ini dan menerima sumbangan, yang penting saya pakai nya nyaman. Lagian orang-orang kasihan dan kasih sumbangan itu kan karena saya buta.”

Berdasarkan observasi peneliti, ada perbedaan penampilan yang ditampilkan pengemis yang telah lama mengemis dengan pengemis yang baru mengemis pada peristiwa mengemis dan peristiwa diluar kegiatan mengemis. Adapun pada pengemis yang telah lama mengemis, biasanya menggunakan pakaian yang lebih lusuh dan kucel dibanding pengemis yang baru mengemis. Hal ini dikarenakan, pengemis yang telah mengemis telah terbiasa dengan kondisi seperti ini dan telah menerima pekerjaan mengemis yang telah lama ia tekuni. Sementara, pengemis yang baru mengemis belum terbiasa dengan kondisi ini dan belum menerima sepenuh hati pekerjaan mengemis yang baru ia jalani ini, hal ini jugalah yang menyebabkan pengemis yang baru mengemis terkadang membawa baju ganti yang ia gunakan saat hendak berangkat dari

rumah serta pulang menuju rumahnya. Seperti yang diungkapkan Mur kepada peneliti pada saat wawancara tanggal 7 Juni 2015 di warung harian milik Niar :

“Wak baok baju ganti taruih diak, soalnyo alun banyak nan tau karajo awak taka iko, yo malu saketek jo tetangga pasti adolah. Sampai bilo mode iko yo alun tau lai do, tunggu awak siap jo lah urang-urang tau karajo awak mode iko.”

4.5.3.4 Ekspresi wajah

Ada perbedaan ekspresi wajah yang terjadi ketika mendekati calon dermawan dengan ekspresi wajah setelah diberi maupun tidak diberi uang oleh calon dermawan. Berdasarkan observasi peneliti, saat mendekati calon dermawan, umumnya ekspresi wajah pengemis tidak menunjukkan keceriaan, bahkan terkesan loyo dan sedih saat pertama mendekati calon dermawan. Sementara ekspresi wajah ketika diberi uang oleh calon dermawan, ekspresi wajah pengemis akan tampak ceria dengan senyumnya yang mengembang. Dan terakhir, ekspresi wajah ketika tidak diberi uang oleh calon dermawan, akan lebih sering terlihat datar saja meskipun ada juga yang terlihat seperti raut wajah yang kecewa.

Adapun untuk komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh calon

Dokumen terkait