• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Perilaku Konsumtif

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif menurut Gilarso (dalam Dewi, 2006) adalah kecenderungan perilaku membeli yang didasari oleh keinginan tanpa pertimbangan secara rasional dan terencana melainkan ingin memiliki dan memanfaatkannya. Hal ini membawa konsumen untuk membeli barang atau jasa karena ingin kebutuhannya terpenuhi dan dapat merasakan kepuasan (Swastha, 1984).

Menurut penelitian Parma (2007) perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli secara berlebihan tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu secara rasional. Diungkapkan pula oleh Anggarasari (dalam Sriningsih, 2006) bahwa perilaku konsumtif terjadi karena adanya kecenderungan keinginan memiliki barang yang tidak diperlukan dan bersifat berlebihan. Perilaku konsumtif ini akan memunculkan kebiasaan membeli yang disebut impulsive buying yaitu pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan.

Perilaku konsumtif terjadi saat konsumen tidak menyesuaikan barang atau produk berdasarkan kebutuhan dan kegunaannya (Swastha & Handoko, 2000). Ditegaskan pula oleh Grinder (1969) bahwa

perilaku konsumtif terjadi karena adanya dorongan untuk memenuhi keinginan yang menyenangkan bagi diri individu.

Fromm (1995) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif sering dilakukan secara berlebihan untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh hanya bersifat semu. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Konsumen dalam membeli sesuatu bukan untuk memenuhi kebutuhan saja melainkan didorong oleh keinginan untuk memuaskan kesenangan. Keinginan tersebut mendorong seseorang membeli barang yang sebenarnya bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan. Hal ini dapat dilihat dari keinginan untuk meniru orang lain atau model. Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi ini juga mampu menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif.

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan konsumen untuk mendapatkan atau membeli dan menggunakan barang tanpa memperhatikan prioritas utama dalam pemenuhan kebutuhan melainkan hanya untuk kepuasan sesaat.

2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

Hidayati (dalam Tedja, 2003) mengungkapkan bahwa perilaku konsumtif terdiri atas beberapa aspek yaitu:

a. Impulsif

Perilaku konsumtif terjadi karena adanya keinginan sesaat dan bersifat emosional. Perilaku konsumtif ini juga dilakukan tanpa perencanaan dan pertimbangan terlebih dahulu.

b. Pemborosan

Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli secara berebihan dan menghamburkan banyak uang

c. Mencari kesenangan

Perilaku konsumtif dilakukan untuk mencari kesenangan. d. Mencari kepuasan

Perilaku konsumtif terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan untuk selalu bisa lebih dari yang lain. Aspek perilaku konsumtif ini terjadi untuk memperoleh pengakuan, serta biasanya diikuti oleh rasa bersaing yang tinggi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Menurut Stanton (1986) perilaku membeli konsumen dipengaruhi oleh:

1. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan simbol dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia dan tanpa disadari diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya (Swastha, 1984). Dengan kata lain, budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang

paling dasar karena budaya meliputi pola pikir, perasaan, dan keyakinan (Boeree, 2006). Kebudayaan terdiri atas kesatuan ide dan konsep yang diwujudkan dalam cara hidup, nilai-nilai sosial, normal, kepercayaan, dan kesenangan yang dikomunikasikan secara simbolis (Mowen & Minor, 2002). Kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan budaya terus diikuti selama menghasilkan kepuasan. Tetapi, jika standar tertentu tidak lagi memuaskan para anggota suatu masyarakat, maka akan diubah atau diganti, sehingga standar yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan sekarang.

Saat ini kebudayaan tersebut dengan mudah tersampaikan melalui media televisi. Televisi menurut Gerbner (dalam Junaedi, 2007) merupakan agen penghomogen dalam kebudayaan. Sehingga secara tidak langsung, budaya merupakan keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang dipelajari untuk membantu mengarahkan perilaku konsumen para anggota masyarakat tertentu (Schiffman & Kanuk, 2004).

Saat ini anak – anak yang sedang bertumbuh akan mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari rasa ingin tahunya melalui tayangan televisi sebagai pembelajaran informal. Dengan demikian pada era ini televisi mengandung kebudayaan yang mempengaruhi segala kebutuhan anak dalam perkembangannya termasuk pergaulannya. Salah satu

contohnya budaya memberikan wawasan mengenai pakaian yang cocok untuk ke sekolah, ke kantor, ke gereja, ke restoran, atau ke mall. Selain itu budaya memberikan standar dan ‘kaidah’ mengenai kapan harus makan, di mana harus makan, dan apa yang cocok untuk dimakan sesuai waktunya.

2. Kelas sosial

Kelas sosial merupakan pembagian masyarakat ke dalam golongan atau kelompok berdasarkan pertimbangan tertentu. Kelas sosial ditunjukkan dengan pemilihan produk maupun merk tertentu yang dinilai memiliki presitige yang tinggi. Dengan demikian kelas sosial mempengaruhi perilaku membeli seseorang untuk bisa diterima dalam kelompoknya.

3. Kelompok acuan kecil

Kelompok kecil yang menjadi acuan untuk bertingkah laku dan bersikap adalah kelompok sebaya, kelompok keagamaan, kelompok kerja, kelompok bermain. Usia akhir masa kanak-kanak merupakan usia berkelompok karena adanya minat terhadap aktivitas teman-teman untuk diterima sebagai anggota kelompok (Hurlock, 1980). Anak sangat dipengaruhi oleh kelompok sebayanya sehingga anak menjalani perilaku dan gaya hidup yang baru. Adanya tuntutan dari kelompok sebaya juga mempengaruhi perilaku serta konsep pribadi. Hal ini terjadi karena anak saling bergaul dan saling meniru satu dengan lainnya.

Kelompok acuan juga menuntut seseorang untuk mengikuti kebiasaan kelompok.

Machfoedz (2010) menyatakan bahwa kelompok acuan berpengaruh secara informasional karena pengalaman orang lain merupakan komunikasi informatif. Kelompok acuan juga berpengaruh komparatif karena adanya perbandingan kepercayaan, sikap, dan perilaku individu dengan apa yang dimiliki oleh kelompok acuan. Kelompok acuan bersifat normatif karena secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku berdasarkan norma kelompok tersebut.

Salah satu perilaku konsumtif yang terjadi pada anak usia akhir adalah pembelian peralatan sekolah. Mereka berusaha memiliki peralatan sekolah yang sama dengan temannya atau berusaha untuk memiliki peralatan sekolah yang lebih bagus daripada temannya.

Maka jika dihubungkan dengan menonton televisi, nilai-nilai kelompok juga didasari oleh trend suatu kelompok idola yang disukai dalam tayangan televisi. Anak-anak yang berada dalam kelompok acuan akan berusaha mengikuti gaya hidup idola sebagai cara untuk dapat bergaul dan dapat diterima oleh kelompoknya atau lingkungannya. Hal ini dapat terjadi karena kelompok acuan juga membutuhkan sesuatu yang dapat menunjang kelompoknya sendiri. Maka hal ini akan berpengaruh

pada anak untuk berperilaku konsumtif karena secara tidak sadar mereka telah menyimpan informasi ke dalam memori terhadap seringnya menonton tokoh yang diidolakan dalam televisi.

4. Keluarga

Keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil namun perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli untuk mengkonsumsi banyak produk seperti jenis makanan yang bergizi baik, dan cara berpakaian yang pantas pada beberapa acara (Mangkunegara, 2002). Keputusan membeli keluarga untuk memberikan yang terbaik untuk anak dibantu melalui tayangan-tayangan televisi. Televisi memberikan segala informasi kebutuhan setiap orang baik orang dewasa hingga anak-anak. Sehingga anak akan mengikuti perilaku dan gaya hidup dari keluarganya sendiri. Namun demikian, sikap permisif keluarga terhadap anak juga akan mempengaruhi segala keinginan anak untuk meniru tokoh atau idola dalam televisi tersebut. Sehingga jika anak kurang mendapatkan pendampingan dalam menonton televisi dan keluarga atau orangtua sering mengikuti keinginan anak, maka anak akan berperilaku konsumtif.

5. Pengalaman belajar

Pembelajaran merupakan perubahan perilaku yang muncul melalui pengalaman dan bersifat relatif menetap (King, 2010).

Pembelajaran terjadi karena adanya dampak langsung atau tidak langsung dari pengalaman yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku pada masa mendatang (Machfoedz, 2010). Anak usia akhir tanpa disadari melakukan pembelajaran melalui pengamatan yaitu meniru dan mengamati perilaku seseorang. Salah satunya adalah anak membeli suatu produk karena ia melihat gaya hidup model di tayangan televisi

6. Kepribadian dan konsep diri

Merupakan pola sifat individu yang dapat menemukan tanggapan untuk bertingkah laku. Menurut Swastha (1984) kepribadian merupakan pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan untuk bertingkah laku. Sedangkan menurut Schiffmann dan Kanuk (2005) kepribadian mencerminkan perbedaan dari orang lain, sikap konsisten yang berkelanjutan tetapi bisa berubah. Hal ini tampak dalam pola perasaan, pemikiran dan perilaku setiap individu. Sedangkan konsep diri merupakan aspek-aspek kepribadian individu yang terdiri atas actual self dan ideal self dalam mengekspresikan diri mereka (Ferrinadewi, 2008). Actual self adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain konsep diri merupakan cara seseorang untuk melihat dirinya sendiri dan mempunyai gambaran tentang diri orang lain. Sedangkan ideal self adalah keinginan individu untuk sesuai dengan yang diharapkan.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anak berperilaku konsumtif karena cenderung membandingkan kepribadian dan konsep diri yang mereka miliki dengan model atau tokoh dalam televisi.

7. Sikap dan keyakinan

Seseorang memiliki keyakinan dan sikap melalui bertindak dan belajar. Keyakinan merupakan pengertian pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan terhadap merek tertentu mempengaruhi keputusan membeli. Sedangkan sikap merupakan pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi dan kognitif dalam melakukan evaluasi serta kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap objek atau gagasan tertentu. Solomon (dalam Ferrinadewi, 2008) mengemukakan mengenai komponen sikap seperti kognitif, afektif dan konatif ke dalam hirarki pengalaman yaitu sikap konsumen muncul karena adanya dorongan motivasi hedonis atau keinginan untuk mendapatkan perasaan senang.

Maka hubungannya dengan televisi ialah televisi mampu membentuk sikap dan keyakinan anak melalui tayangan televisi yang disajikan berulang kali. Hal ini dikarenakan televisi memberikan sesuatu yang bersifat meyakinkan dan bersifat persuasif. Sehingga anak yang berada pada masa kanak-kanak

akhir akan dengan mudah dipengaruhi oleh televisi pada motivasi, emosi, persepsi dan kognitif anak. Dengan demikian anak akan mudah meniru apa yang disajikan oleh televisi.

Dokumen terkait