• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Masyarakat Kampung Aur Dalam Pemanfaatan Sungai Deli

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Perilaku Masyarakat Kampung Aur Dalam Pemanfaatan Sungai Deli

Sungai pada umumnya merupakan sumber daya penting bagi masyarakat Indonesia, karena sungai memiliki multi fungsi ganda, misalnya sebagai air baku untuk air minum dan kebutuhan domestik lainnya, air minum, jalur transportasi, pertanian, industri, perikanan, sumber tenaga listrik, rekreasi dan tempat pembuangan sampah, serta limbah rumah tangga maupun industri. Dengan demikian, sungai merupakan urat nadi perekonomian bagi sepanjang daerah yang dialirinya, baik itu kota maupun desa.

Dari beratus-ratus aliran sungai yang ada di Indonesia, salah satu sungai yang cukup terkenal di Sumatera Utara adalah Sungai Deli. Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di Kota Medan. Mulanya pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda Sungai Deli merupakan jalur transportasi dan urat nadi perdagangan ke daerah lain, pada masa itu keadaan Sungai Deli juga masih bersih, air jernih, bebas sampah dan belum terjadi pencemaran dialiran sungai.

Semakin padatnya penduduk kota, lahan untuk tempat tinggal semakin sempit mengharuskan masyarakat yang melakukan urbanisasi mendirikan pemukiman di pinggiran sungai. Seperti yang menjadi tempat fokus penelitian, yaitu Kampung Aur yang terletak di Jalan Brigjen Katamso, tepatnya berada di bantaran Sungai Deli.

Awal mulanya masyarakat yang berdomisili di Kampung Aur ini merupakan pendatang dari tanah Sumatera Barat pada zaman Pemerintahan Kolonial Belanda. Lama kelamaan mereka membuat pemukiman dan sampai sekarang turun temurun menetap di Kampung Aur. Masyarakat yang membangun sebuah pemukiman di bantaran sungai bisa dipastikan bahwa tergolong ke dalam kategori ekonomi yang

kurang mampu, sehingga keadaan lingkungan di Kampung Aur ini terkesan kumuh dan jadilah pemukiman kumuh.

Telaah tentang pemukiman kumuh, pada umumnya mencakup tiga sesi, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di pemukiman tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan pemukiman kumuh antara lain mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit, perilaku menyimpang dan tidak jarang pemukiman kumuh terdapat juga di daerah yang secara berkala mengalami banjir, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya. Secara sederhana pemukiman kumuh lebih mengarah ke aspek lingkungan dimana suatu komunitas tinggal. Status kepemilikan tanah di dominasi hak milik, kebanyakan tanah tersebut berasal dari tanah girik dan sebagian kecil berasal dari kegiatan peningkatan hak atas tanah Negara untuk tempat tinggal, serta hak pakai dapat berupa hak pakai selama di pergunakan (untuk instansi pemerintah) dan hak pakai untuk tanah masyarakat yang berasal dari tanah Negara dan belum dibangun (Anonim. 2009).

Secara keruangan, pemukiman kumuh berada di pusat kota yang dekat dengan daerah pusat usaha dan merupakan pemukiman penduduk pribumi pada masa kolonial, daerah bantaran sungai, sepanjang rel kereta api, daerah sekitar industri dan pergudangan. Demikian pula di sekitar pelabuhan dan terminal serta stasiun kereta api juga merupakan lokasi pemukiman kumuh pada umumnya dijumpai dibagian belakang perumahan kelas menengah atas yang sejajar dengan jalur jalan keluar kota (Arsalan, 2006).

Bermukim di bantaran Sungai Deli dimanfaatkan oleh masyarakat bantaran Sungai Deli Kampung Aur sebagai tempat mandi, cuci, kakus pada umumnya. Walaupun semua rumah yang ada di lingkungan ini memiliki kamar mandi layak pakai dan ketersediaan air PAM tercukupi, namun kegiatan seperti itu sudah menjadi suatu kebiasaan dan sudah turun temurun. Seperti pernyataan oleh salah satu informan yang peneliti temui di Kampung Aur:

“Kalau kami sih udah biasa mandi di sungai, nyuci baju, nyuci piring, ada juga yang buang air besar. Gak tau kenapa, kami tidak merasa jijik atau jorok, udah dari semenjak kecil dulu kami sering mandi dan buang air besar di sungai. Udah kayak terbiasa gitu. Kalau di sungai kan rame-rame, bisa sambil ngobrol- ngobrol dengan ibu-ibu yang lain. anak-anak juga rame, banyak yang berenang. Beda kalau mandi di kamar mandi sendiri…”(Indah, 30 tahun)

Dari pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa mandi, cuci dan buang air besar di sungai sudah menjadi suatu budaya di tengah-tengah masyarakat Kampung Aur, apalagi hal seperti itu sudah dilakukan dari semenjak mereka kecil dan akhirnya menjadi terbiasa hingga saat ini. Bahkan peneliti juga menemui ibu-ibu yang

membawa balita mereka untuk mandi di pinggir sungai. Mereka tahu air sungai memang tidak bersih dan sebenarnya tidak layak untuk digunakan sebagai air untuk mandi, dan perilaku seperti itu dapat menimbulkan penyakit, tetapi terpaksa dilakukan karena keterbatasan, sudah terbiasa dan merasa kebal terhadap penyakit. Seperti yang dinyatakan oleh seorang Ibu muda ketika membawa balitanya untuk mandi di pinggir sungai.

“Anak kakak senang banget mandi di pinggir sungai dek. Sungainya kan dangkal, jadi kadang dia sambil berenang-renang. Tapi kalau arusnya lagi deras dan airnya naik, nggak kakak mandikan di sungai dek…. Belum pernah anak kakak sakit gara-gara mandi di pinggir sungai, lagian udah pada kebal sih. Jadi yaa santai aja. Semua pada kayak gitu kok.” (Ratna, 29 tahun)

Sungai selain di manfaatkan oleh masyarakat Kampung Aur sebagai tempat mandi, cuci dan kakus, mereka juga melakukan suatu aktivitas menangkap ikan. Ada beberapa jenis ikan di sungai ini, seperti ikan sapu kaca, udang lobster, ikan mujair dan ikan nila walaupun tidak banyak. Diantara kesemua jenis ikan yang ada, jenis ikan yang paling banyak dan mudah di dapatkan adalah ikan sapu kaca. Sudah menjadi hobi dan kesenangan masyarakat Kampung Aur untuk memancing dan menangguk ikan. Apabila arus sungai tidak deras, sungai di jadikan arena permainan untuk menangkap ikan oleh anak-anak.

Tidak hanya masyarakat Kampung Aur yang memanfaatkan Sungai Deli, seorang warga asal Glugur juga memanfaatkan Sungai Deli untuk menangkap ikan sapu kaca, yang katanya telurnya berfungsi sebagai bahan untuk membuat pelet.

“Telur ikan sapu kaca bisa di pergunakan untuk bahan membuat pelet ikan. Setiap harinya, mulai dari subuh sampai menjelang magrib saya selalu menelusuri sungai Deli untuk menangkap ikan sapu kaca, dengan menggunakan ban-ban bekas yang sudah di rakit dan jaring ala kadarnya. Tapi liat situasi juga sih, kalo arusnya sedang deras, saya tidak berani turun ke sungai.”

(Sukiman, 40 tahun)

Selain menangkap ikan sebagai suatu hobi dan kesenangan, ada hal lain yang menguntungkan masyarakat. Aliran sungai yang membawa bermacam-macam jenis sampah, seperti botol plastik, botol kaca, kaleng susu, dan lainnya dapat di manfaatkan sebagai botot. Biasanya anak-anak atau siapa saja ketika melihat ada jenis sampah yang dapat di manfaatkan sebagai botot, mereka akan siap sedia menangguk dengan menggunakan jaring yang cukup besar dengan galah mencapai tiga meter. Baskom besar dan galah panjang sudah tersedia di pinggir sungai untuk menampung sampah- sampah yang dianggap bisa menguntungkan. Setelah baskom tersebut penuh, maka akan di jual ke tukang botot.

Bagi masyarakat Kampung Aur perilaku-perilaku tersebut diatas, seperti mandi, cuci dan kakus, menangkap ikan dan mengutip sampah-sampah yang dianggap menguntungkan merupakan perilaku masyarakat Kampung Aur dalam pemanfaatan sungai Deli yang mempunyai nilai-nilai tersendiri. Seperti pernyataan informan di atas, berbeda rasanya jika mandi di kamar mandi sendiri dan mandi ramai-ramai di bantaran sungai. Perilaku seperti itu dapat menjalin hubungan dan komunikasi yang baik antar masyarakat, antar tetangga sehingga hubungan kekerabatan terasa kental di lingkungan

3.2 Perilaku Masyarakat Kampung Aur Sebagai Faktor Penyebab Banjir

Dokumen terkait