• Tidak ada hasil yang ditemukan

Banjir di Perkotaan (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Banjir di Perkotaan (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

BANJIR DI PERKOTAAN

(Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh: MEGA NATALIA

100905070

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Mega Natalia

NIM : 100905070

Departemen : Antropologi

Judul : Banjir di Perkotaan (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)

Medan, Januari 2014

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

Drs. Yance M.Si Dr. Fikarwin Zuska

NIP. 131 763 361 NIP. 196221201989031005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

BANJIR DI PERKOTAAN

(Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tingi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Januari 2014 Penulis

(4)

ABSTRAK

Mega Natalia, 2014. Judul skripsi: BANJIR DI PERKOTAAN (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 120 halaman, 7 gambar dan 15 tabel.

Penelitian ini mengkaji mengenai perilaku masyarakat perkotaan yang tinggal bantaran sungai, khususnya di kota Medan. Pada umumnya kota-kota di Indonesia memiliki sistem drainase yang buruk. Akibatnya sering terjadi banjir dan genangan-genangan yang menyebabkan penduduk merasa tidak nyaman dan tidak aman untuk menjalankan kehidupannya. Banjir merupakan suatu fenomena alam yang dapat terjadi baik pada sungai yang memiliki aliran sepanjang tahun (sungai permanen) maupun pada sungai yang memiliki aliran hanya pada musim hujan saja (sungai intermiten). Indonesia memiliki 5.590 sungai induk, yang sebagian diantaranya memiliki potensi menimbulkan banjir.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Aur, yang merupakan kawasan padat penduduk dan berada di pusat Kota Medan. Terlebih lagi Kampung Aur berada di bantaran Sungai Deli. Kawasan bantaran Sungai Deli merupakan kawasan yang dikenal sebagai daerah banjir jika hujan deras mengguyur Kota Medan.

Permasalahan yang dibahas adalah perilaku masyarakat Kampung Aur di bantaran Sungai Deli, baik sebagai faktor penyebab banjir dan memanfaatkan sungai dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulannya, masyarakat sadar bahwa salah faktor penyebab banjir adalah karena ulah mereka sendiri. Namun perilaku seperti membuang sampah ke sungai sangat sulit untuk dimusnahkan karena sudah menjadi suatu kebiasaan membuang sampah ke sungai Deli.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat, kasih dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “BANJIR DI PERKOTAAN” (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan). Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai sarjana S1 Antropologi Sosial di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga saya yang selalu mengasihi, mendidik dan memotivasi saya. Terutama kepada kedua orang tua saya, yaitu: Hellis dan Mida Simarsoit br Sihotang. Adik saya satu-satunya, Winda Tania. Yang saya kasihi Daniel Karo Sekali S.Ikom.

Saya juga menyampaikan rasa terima kasih dengan tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Fikarwin Zuska M. Ant selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen penasihat akademik saya.

(6)

4. Bapak Drs. Yance M. Si yang telah sabar membimbing saya mulai dari pembuatan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini. terimakasih untuk waktu, saran, dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi saya ini.

5. Seluruh dosen dan staf administrasi di Departemen Antropologi FISIP USU.

6. Pak Sabil, Bang Budi Bahar, Bang Icap dan Nenek Rumiyati yang telah begitu banyak membantu saya baik proses mencari data, narasumber dan sampai akhirnya skripsi ini boleh selesai. Masyarakat Kampung Aur yang telah menerima saya dengan baik dan ramah, sehingga saya merasakan kenyamanan ketika berada di Kampung Aur.

9. Bapak B. Karo Sekali B.SC dan Bibik Dra. M. Munthe, yang telah mendukung dan mendoakan saya dan menjadi orang tua saya selama berada di Kota Medan.

10. Terimakasih buat sahabat-sahabat saya, Helpi Yohana Simatupang, Debora Ginting, Lina Manalu, Obrin Yuniarti Sianturi, Candra Silalahi, Simson Simanullang dan Gintarius Ginting. Terimakasih buat segala nasihat, dukungan, semangat dan leluconnya.

11. Kerabat-kerabat Mahasiswa/i Antropologi angkatan 2010, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penullis mengucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

(7)

senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis. Menyadari akan keterbatasan penulis, maka hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu koreksi dan masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis guna penyempurnaannya. Semoga tulisan ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, Januari 2014 Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Mega Natalia lahir pada 14 Desember 1991 di Dumai, Riau. Beragama Kristen Protestan dan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Hellis dan Ibu Mida Simarsoit br Sihotang. Riwayat pendidikan formal adalah SD YKPP Sungai Pakning, Kecamatan Bengkalis (1998-2004), SMP Negeri 1 Bukit Batu (2004-2007), SMA Negeri 2 Dumai (2007-2010). Kemudian merantau ke Kota Medan menempuh pendidikan S1 jurusan Antropologi Sosial angkatan 2010 Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Alamat email meganatalia.mn@gmail.com

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi adalah:

1. Peserta Inisiasi dalam kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru Departemen Antropologi Sosial Tahun 2010 FISIP USU, dengan thema “Menjalin Kebersamaan dalam Keanekaragaman untuk Mewujudkan Kekerabatan” yang dilaksanakan di Parapat pada tanggal 01-03 Oktober 2010.

2. Panitia Inisiasi dalam kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB) Departemen Antropologi Sosial FISIP USU pada tahun 2011.

(9)

4. Mengikuti pelatihan ‘Training of Fasilitator” Angkatan II oleh Departemen Antropologi Sosial FISIP USU, yang dilaksanakan di Wisma Syariah Harikita pada tanggal 24-25 April 2012.

5. Ketua Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Antropologi FISIP USU pada tahun 2012.

6. Mengikuti seminar dan diskusi publik “Kota-kota di Sumatera: Enam Kisah Kewarganegaraan dan Demokrasi” pada tahun 2012.

7. Sekretaris INSAN Departemen Antropologi Sosial FISIP USU periode 2012-2013. 8. Memperoleh beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun ajaran

2012/2013.

(10)

KATA PENGANTAR

Judul skripsi ini adalah “BANJIR DI PERKOTAAN” (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan). Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan masyarakat yang bermukim di pinggiran DAS Deli, yaitu Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun. Skripsi ini membahas mengenai perilaku masyarakat Kampung Aur di DAS Deli, baik itu perilaku masyarakat sebagai faktor penyebab banjir dan pemanfaatan sungai Deli dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Perilaku masyarakat Kampung Aur sebagai faktor penyebab banjir adalah membuang sampah ke DAS Deli, yang sudah dianggap menjadi kegiatan rutinitas setiap harinya. Masyarakat sadar dan mengakui bahwa membuang sampah ke sungai menyebabkan sungai menjadi dangkal sehingga sungai tidak sanggup menampung debit air, dan akhirnya terjadilah banjir. Namun di dalam kesadaran mereka bahwa tindakan mereka adalah salah, tidak membuat masyarakat untuk menghentikan kegiatan tersebut, karena sudah menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan mereka.

(11)

menganggap bahwa tubuh mereka sudah kebal dari penyakit, seperti demam, alergi, dan lainnya. Sungai juga masyarakat manfaatkan untuk kegiatan bersenang-senang, seperti menangkap ikan, yang kata masyarakat Kampung Aur sungai Deli terdapat ikan mujair, udang lobster dan ikan sapu kaca.

Pada saat banjir pun, mereka menggap banjir mendatangkan keuntungan. Selain mendapat bantuan dari pemerintah, sampah-sampah yang nyangkut mereka kumpulkan dan memilah, semisal botol-botol plastik atau botol-botol kaca yang dianggap akan mendatangkan uang.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN ORIGINALITAS

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Penelitian ... 18

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 18

1.5 Metode Penelitian ... 20

1.5.1 Lokasi Penelitian ... 20

1.5.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 21

1.5.3 Teknik Pengumpulan Data ... 22

1.5.3.1 Studi Lapangan ... 22

1.5.3.2 Studi Kepustakaan ... 28

1.5.3.3 Bahan Visual ... 29

1.5.4 Analisa Data ... 29

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 31

2.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 31

2.1.1 Sejarah Berdirinya Kampung Medan ... 33

2.1.2 Perkembangan Kota Medan Melalui Pertumbuhannya ... 36

2.1.3 Fluktuasi Banjir di Kota Medan ... 40

2.2 Gambaran Umum Sungai Deli ... 42

2.2.1 Kawasan Daerah Aliran Sungai Deli ... 42

2.2.2 Iklim ... 47

2.2.3 Sungai Deli Dalam Perspektif Sejarah ... 48

2.3 Gambaran Umum Kelurahan Aur ... 55

2.3.1 Komposisi Penggunaan Tanah Kelurahan Aur ... 57

2.3.2 Komposisi Penduduk Kelurahan Aur ... 58

2.3.3 Prasarana dan Sarana ... 64

(13)

BAB III. PERILAKU MASYARAKAT KAMPUNG AUR DI BANTARAN

SUNGAI DELI ... 70

3.1 Perilaku Masyarakat Kampung Aur Dalam Pemanfaatan Sungai Deli ... 70

3.2 Perilaku Masyarakat Kampung Aur Sebagai Faktor Penyebab banjir ... 75

3.2.1 Perilaku Membuang Sampah ke DAS Deli ... 75

3.2.2 Pemanfaatan Lahan Tidak Sesuai Dengan Tata Ruang ... 79

3.2.3 Alih Fungsi Lahan Yang Berfungsi Sebagai Simpanan Air Permukaan ... 81

3.3. Pengaruh Banjir Terhadap Kehidupan Masyarakat Kampung Aur ... 83

3.3.1 Perilaku Masyarakat Kampung Aur Ketika Banjir Datang ... 83

3.3.2 Perilaku Masyarakat Kampung Aur Setelah Banjir Surut ... 86

3.3.3 Adaptasi Oleh Masyarakat Kampung Aur ... 87

3.3.4 Penyebab Masyarakat Kampung Aur Bertahan ... 89

3.4 Perilaku Developer Sebagai Faktor Penyebab Banjir (Normalisasi Sungai Deli) ... 91

BAB IV. PERAN PEMERINTAH KOTA MEDAN TERHADAP BANJIR DI KAMPUNG AUR ... 96

4.1 Medan Flood Control Project ... 96

4.2 Rumah Susun Sederhana Sewa Kampung Aur ... 103

4.3 Keinginan Masyarakat Kampung Aur ... 108

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

5.1 Kesimpulan ... 113

5.2 Saran ... 114

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kota Medan ... 31

Gambar 2. Peta Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun ... 55

Gambar 3. Peta Lokasi Paket MFC-1 Sampai Paket MFC-8 ... 99

Gambar 4. Lokasi Floodway ... 100

Gambar 5. Keadaan MFC di Titi Kuning Marendal ... 102

Gambar 6. Keadaan Bantaran Sungai Deli Kampung Aur 2010 ... 110

Gambar 7. Keadaan Bantaran Sungai Deli Kampung Aur 2012 ... 111 Gambar 8. Markas LABOSUDE (Laskar Bocah Sungai Deli)

Gambar 9. Pak Sukiman sedang menangkap ikan sapu kaca Gambar 10. “KAMI BANGGA TIDAK MEMBUANG SAMPAH Gambar 11. Kesenangan bocah-bocah Kampung Aur di malam hari Gambar 12. beranda milik Bang Budi (baju hitam)

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk di Kampung Medan ... 35

Tabel 2. Anak dan Ranting Sungai Deli ... 43

Tabel 3. Penggolongan Sungai Deli ... 43

Tabel 4. Komposisi Penggunaan Tanah Kelurahan Aur ... 57

Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 58

Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 59

Tabel 8. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis (Suku Bangsa) ... 60

Tabel 9. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 62

Tabel 10. Komposisi Penduduk Berdasarkan Administratif Setiap Ling ... 63

Tabel 11. Prasarana dan Sarana Ekonomi ... 64

Tabel 12. Prasarana dan Sarana Pendidikan ... 65

Tabel 13. Prasarana dan Sarana Peribadatan ... 65

Tabel 14. Prasarana dan Sarana Kesehatan ... 66

(16)

LAMPIRAN

Foto-foto

Daftar Panduan Pertanyaan Daftar Informan

(17)

ABSTRAK

Mega Natalia, 2014. Judul skripsi: BANJIR DI PERKOTAAN (Studi Kasus Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 120 halaman, 7 gambar dan 15 tabel.

Penelitian ini mengkaji mengenai perilaku masyarakat perkotaan yang tinggal bantaran sungai, khususnya di kota Medan. Pada umumnya kota-kota di Indonesia memiliki sistem drainase yang buruk. Akibatnya sering terjadi banjir dan genangan-genangan yang menyebabkan penduduk merasa tidak nyaman dan tidak aman untuk menjalankan kehidupannya. Banjir merupakan suatu fenomena alam yang dapat terjadi baik pada sungai yang memiliki aliran sepanjang tahun (sungai permanen) maupun pada sungai yang memiliki aliran hanya pada musim hujan saja (sungai intermiten). Indonesia memiliki 5.590 sungai induk, yang sebagian diantaranya memiliki potensi menimbulkan banjir.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Aur, yang merupakan kawasan padat penduduk dan berada di pusat Kota Medan. Terlebih lagi Kampung Aur berada di bantaran Sungai Deli. Kawasan bantaran Sungai Deli merupakan kawasan yang dikenal sebagai daerah banjir jika hujan deras mengguyur Kota Medan.

Permasalahan yang dibahas adalah perilaku masyarakat Kampung Aur di bantaran Sungai Deli, baik sebagai faktor penyebab banjir dan memanfaatkan sungai dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulannya, masyarakat sadar bahwa salah faktor penyebab banjir adalah karena ulah mereka sendiri. Namun perilaku seperti membuang sampah ke sungai sangat sulit untuk dimusnahkan karena sudah menjadi suatu kebiasaan membuang sampah ke sungai Deli.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji mengenai perilaku masyarakat1 perkotaan yang tinggal bantaran sungai, khususnya di kota Medan. Sebagai kota yang memiliki masa kejayaan pada masa lalu, Medan telah tumbuh dan berkembang menjadi kota besar, memberikan banyak alternatif bagi siapapun yang berani, mau bekerja keras untuk meraih kesuksesan di kota terbuka ini (opened city)2

Pada umumnya kota-kota di Indonesia memiliki sistem drainase

. Sebuah kota harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana, agar penduduknya dapat hidup layak dan nyaman. Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan efisiensi dari prasarana ini akan menjaga kesehatan dan kestabilan sistem sosial kota, menjamin kelangsungan perekonomian dan aktivitas bisnis serta menentukan kualitas hidup masyarakat kota.

3

1

Secara sederhana masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, yang dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia diwujudkan.

yang buruk. Akibatnya sering terjadi banjir dan genangan-genangan yang menyebabkan penduduk

2

Piolina. Banjir di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971 – 1990-an. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.

3

(19)

merasa tidak nyaman dan tidak aman untuk menjalankan kehidupannya. Banjir merupakan suatu fenomena alam yang dapat terjadi baik pada sungai yang memiliki aliran sepanjang tahun (sungai permanen) maupun pada sungai yang memiliki aliran hanya pada musim hujan saja (sungai intermiten). Indonesia memiliki 5.590 sungai induk, yang sebagian diantaranya memiliki potensi menimbulkan banjir.4

Banjir adakalanya terjadi dengan waktu yang cepat dengan waktu genangan yang cepat pula, tetapi adakalanya banjir terjadi dengan waktu yang lama dengan waktu genangan yang lama pula. Banjir bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi, luapan dari sungai, tanggul sungai yang jebol, luapan air laut pasang, tersumbatnya saluran drainase atau bendungan yang runtuh. Banjir berkembang menjadi bencana jika sudah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti dan fasilitas infrastruktur.

(20)

Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan bervariasi, antara 1.000 - 4.000 mm setahun dengan angka penguapan antara 1.200 - 1.400 mm per tahun. Sekitar 25% - 35% air hujan yang jatuh menjadi aliran mantap berupa base flow. Sisanya menjadi aliran tidak mantap mengalir dalam bentuk banjir dan aliran permukaaan.5

Seperti yang diketahui, bencana Depok, dan Tangerang juga mengalami hal yang sama. Hingga pertengahan Januari 2013, Jakarta tercatat mencapai rekor curah hujan hingga 250 - 300 mm, melebihi kondisi

yang mencapai 340 mm.

WIB)

Kepala BPPT, Tri Handoko Seto menyatakan bahwa gelombang atmosfer

da

laut China selatan dan India bergerak ke selatan menuju pusat tekanan rendah di

5

Sabo Technical Centre. Tt. Tinjauan Bencana Alam Sedimen di Indonesia. Tidak diterbitkan. 6

(21)

Australia. Massa udara ini kemudian mengalami pembelokan di sekitar Jakarta, akibat tekanan rendah di Samudera Indonesia, di sebelah barat daya Jakarta.

Banjir juga dapat disebabkan oleh perilaku manusia. Misalnya aktifitas manusia mengembangkan daerah pemukiman di sepanjang tepi alur sungai, adanya perubahan tata guna lahan di Daerah Pengaliran Sungai (DPS)7

Kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk karena laju pertumbuhan penduduk dan migrasi yang cukup besar. Lahan-lahan yang sebelumnya menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dijadikan area permukiman dan berbagai fasilitas lain. Letak geografis juga sangat mempengaruhi keadaan lingkungan suatu daerah. Faktor ini menyebabkan keuntungan dan kerugian bagi penduduk yang bertempat tinggal pada daerah tersebut. Salah satunya yang banyak merugikan manusia pada saat ini adalah bencana banjir yang secara matematis tidak dapat terelakkan.

yang menyebabkan meningkatnya aliran permukaan. Bantaran sungai yang dimanfaatkan sebagai tempat permukiman dan ditanami tanaman keras dapat pula menjadi faktor penyebab banjir.

Begitu juga dengan masalah banjir di kota Medan agaknya tidak terlepas dari kondisi geografis kota ini yang memang dilalui sejumlah sungai besar dan sungai kecil beserta beberapa anak sungai lainnya. Sungai besar yang membelah kota Medan adalah Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut, Sungai Kera dan Sungai Babura.

Persoalan banjir di kota Medan ternyata kini sudah menjadi kronis dan berulang setiap tahun. Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan, dan tidak terhitung dana yang telah dikeluarkan melalui berbagai proyek penanggulangan banjir di kota ini, namun

7

(22)

sampai sekarang banjir masih saja menghantui masyarakat kota Medan. Hal ini disebabkan karena banjir yang terjadi sekarang tidak hanya disebabkan karena jika hujan turun di hulu sungai Deli, hujan di kota Medan pun bisa menyebabkan banjir dan genangan-genangan air di mana-mana. Begitu pula sejumlah kawasan permukiman padat penduduk yang menjadi langganan rendaman banjir, terutama kalau hujan deras mengguyur di bagian hulu sungai-sungai yang melintas kota Medan.

Untuk menuntaskan banjir, pihak Pemerintah Kota Medan pernah memakai jasa tim konsultan dari Belanda untuk menemukan jalan keluar untuk air yang selama ini membanjiri kota Medan. Dari penelitian tersebut, antara lain diidentifikasi masalah sedimentasi8

Penelitian ini lebih difokuskan pada banjir di daerah Kampung Aur. Kampung Aur yang terletak di jalan Brigjen Katamso dan bisa juga di akses melalui jalan Letjen Suprapto. Kampung Aur tepatnya berada di bantaran Sungai Deli seringkali mengalami banjir, paling tidak sebulan sekali air pasti naik menggenangi rumah masyarakat, walaupun hanya sebatas lutut orang dewasa dan banjir tersebut diakibatkan oleh hujan gunung di Berastagi.

atas drainase serta kecenderungan warga masyarakat yang selalu terbiasa membuang sampah ke sungai dan parit, hingga menyebabkan banjir selalu terjadi di Medan.

9

Dari hasil observasi, Kampung Aur ini termasuk ke dalam kategori permukiman kumuh10

8

Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media

, karena kualitas bangunan rumah tidak permanen,

20.15 WIB)

9

Hasil wawancara dengan Pak Angkasa Silalahi pada tanggal 1 April 2013, pukul 11.00 WIB.

10

(23)

kerapatan bangunan tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan sangat terbatas (sempit), tidak ada saluran drainase dan tempat pembuangan sampah sehingga masyarakat yang ada disana pada umumnya membuang sampah ke sungai.

Kawasan bantaran Sungai Deli merupakan kawasan yang dikenal sebagai daerah banjir jika hujan deras mengguyur Kota Medan. Namun, hingga kini banyak warga yang masih bertahan untuk tetap tinggal di daerah tersebut, termasuk masyarakat Kampung Aur. Apalagi, tidak berfungsinya kanal dan proyek pembangunan perumahan di daerah itu merupakan sumber banjir. Penyempitan dan pendangkalan sungai, membuat air dengan cepat meluap. Bahkan, banjir diperparah dengan adanya banjir kiriman dari daerah dataran tinggi di Kabupaten Tanah Karo serta buruknya sistem drainase yang tak

sanggup menampung debit air.

Diawal tahun 2013 yang lalu, hujan deras yang terjadi pada Kamis 2 Januari 2013 malam mengakibatkan rumah warga di Kampung Aur bantaran Sungai Deli, Jalan Letjen Suprapto, Medan Maimun kembali mengalami banjir. Banjir ini merupakan yang pertama di tahun 2013 ini dan hingga siang air baru mulai surut yang sempat mencapai hampir dua meter. Hujan deras pada Kamis malam menyebabkan Sungai Deli meluap dan menggenangi rumah. Banjir yang terjadi karena kiriman dari hulu. Warga yang sudah terbiasa menghadapi banjir ini, sudah bersiap menyelamatkan barang atau perabotan rumah tangga mereka ke tempat yang aman

(24)

April 2013, pukul 17.30 WIB)

Sejak ada program PNPM Mandiri tahun 2012 yang lalu, pinggir Sungai Deli Kampung Aur yang dulu tidak tertata kini sudah cantik dan rapi. Pinggiran Sungai Deli sekarang sudah dibeton, sehingga masyarakat disana lebih mudah memanfaatkan pinggiran sungai untuk MCK.

Rencananya Pemerintah Kota Medan di tahun 2013 ini akan melakukan pelebaran Sungai Deli dan pembetonan pinggir sungai, di Kampung Aur. Seandainya itu terjadi, maka rumah warga yang berada 20 meter dari bibir sungai akan tergusur. Menurut informasi yang beredar Pemko Medan sedang melakukan pendataan kepada penduduk, terutama yang berada di pinggiran sungai. Hal ini terkait dengan rencana Pemerintah Kota Medan yang ingin menjadikan Kampung Aur menjadi taman kota.

Sebelum rencana ini dicanangkan, Pemerintah Kota Medan sudah menawarkan masyarakat untuk pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Namun, masyarakat di Kampung Aur menolak Rusunawa tersebut, dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan. Mayoritas mata pencaharian masyarakat disana adalah pedagang, sehingga dengan pembangunan rusunawa itu dianggap dapat mengurangi

(25)

1.2 Tinjauan Pustaka

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai disebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang sungai dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggung sebelah dalam. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Dataran banjir (flood plain) adalah lahan atau dataran di kanan kiri sungai yang sewaktu-waktu bisa tergenang banjir. Sedangkan daerah dataran banjir (flood plain area) menurut Dirjen SDA PU adalah daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang elevasi muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal di daerah tersebut.

(26)

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan

siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan meluap menggenangi areal dataran rendah di kiri-kanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di Indonesia.

2. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju.

3. Banjir bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya.

(27)

mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.

Sedangkan penyebab banjir pada umumnya disebabkan curah hujan yang tinggi di atas normal, namun banjir juga bisa terjadi akibat kiriman dari hulu, bila curah hujan tinggi di hulu sungai dan sistem DAS dari sungai itu rusak maka luapan airnya akan terjadi di hilir sungai. Pada daerah permukiman dengan tingkat bangunan padat dapat mengakibatkan tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran permukaan (run off) yang berlangsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya banjir.

Secara umum penyebab banjir dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan manusia (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002:78-79). Yang termasuk sebab-sebab alami antara lain:

1. Curah hujan

Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

2. Pengaruh fisiografi

(28)

kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai, lokasi sungai, merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

3. Erosi dan sedimentasi

Erosi di daerah pengaliran sungai akan berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai, besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.

4. Kapasitas sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi daerah pengaliran sungai dan erosi tanggul sungai yang berlebihan serta sedimentasi di sungai karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.

5. Kapasitas drainase yang tidak memadai

Kondisi drainase yang tidak memadai apakah dari kapasitas tampungan ataupun kondisi struktur yang rusak dapat menyebabkan terjadi genangan dan banjir. 6. Pengaruh air pasang

Air pasang laut memperlambat aliran sungai kelaut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadinya aliran balik (back water).

(29)

Perubahan daerah pengaliran sungai seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena aliran banjir.

2. Kawasan kumuh

Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan. Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat menjadi penghambat aliran.

3. Sampah

Fenomena disiplin masyarakat yang kurang baik dengan membuang sampah tidak pada tempatnya melainkan di sungai, akan dapat meninggikan muka air banjir karena menghalangi aliran.

4. Drainase lahan

Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi. 5. Bendung dan bangunan air

Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (back water).

6. Kerusakan bangunan pengendali banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

(30)

Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, menyebabkan kecepatan aliran yang sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.

Keberadaan kota11 dikenali dengan adanya berbagai macam kondisi dan hal-hal yang membuat kota menjadi wilayah yang dinamis dan heterogen.12

Adanya ciri khas kota yang menunjukkan banyaknya penduduk dari beranekaragam suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari yang kaya sampai miskin, membuat kehidupan kota begitu kontras dengan perbedaan dan

Defenisi yang mendukung keheterogenan kota juga dinyatakan oleh Louis Wirth (Menno dan Mustamin Alwi dalam Antropologi Perkotaan ,1994) merumuskan kota sebagai “… a relatively large, dense, and permanent settlement of socially heterogenous individuals.”

Kota ditentukan oleh ukurannya yang cukup besar, kepadatan penduduknya dan heterogenitas masyarakatnya. Sejalan dengan kehidupan kota yang keadaannya begitu kompleks serta beranekaragam, maka keberadaan kotapun dinamakan heterogen.

11

Menurut Yunus (2005) Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat popular dikalangan masyarakat baik masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota, karena hal inilah bagi masyarakat awam kata kota ini seolah-olah tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut.

12

(31)

mencoloknya kesenjangan para masyarakat, khususnya yang paling tampak adalah menyangkut aspek ekonomi atau kemiskinan. Faktor ekonomi membawa dampak yang besar bagi terciptanya strata sosial ekonomi sehingga membuat kesenjangan masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan kota, cara yang paling mudah untuk mengenalinya dapat dilihat dari segi permukiman.

(32)

dilihat secara langsung adalah terjadinya banjir. Air hujan yang turun lebih banyak yang mengalami run off dibandingkan dengan yang mengalami infiltrasi. Dampak tersebut tentu saja pada akhirnya juga akan dirasakan oleh masyarakat perkotaan sendiri.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. pengertian lingkungan hidup tersebut sesuai dengan penjelasan tentang lingkungan hidup yang tertulis pada UU No. 2 tahun 1997. Lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas manusia mempengaruhi lingkungannya dan sebaliknya kehidupan manusia dipengaruhi oleh lingkungannya.

(33)

Otto Soemarwoto (1979) mengemukakan bahwa di dalam hubungan fungsional antara lingkungan alam dan lingkungan manusia terdapat dua aliran yaitu:

1. Aliran imanen, manusia dalam lingkungan sosial digambarkan terpisah dari lingkungan alamnya (biofisik), manusia merasa terlepas dari sistem alamnya karena merasa mempunyai kemampuan untuk menguasainya

2. Aliran transenden, manusia dengan sistem sosialnya membentuk satu kesatuan, merupakan bagian integral dari sistem alamnya; manusia secara arif bijaksana merasa mempunyai kepentingan yang sama dengan lingkungan hidupnya.

Selanjutnya Totok Gunawan (1983) mengemukakan bahwa Clifford Geertz (1979) melihat perkembangan kebudayaan manusia dari cara strategi manusia dalam menghadapi kondisi dan situasi lingkungan alamnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Pendekatan deterministic, disini dalam menghadapi lingkungan alam sekitar, kebudayaan manusia masih dipengaruhi dan ditentukan atau tergantung kepada kondisi lingkungan alamnya.

2. Pendekatan posibilisme, manusia dengan peningkatan kebudayaannya mampu melakukan seleksi dan adaptasi terhadap kondisi lingkungan alam yang dihadapi, disesuaikan dengan kehendaknya.

(34)

terjadinya tekanan-tekanan terhadap ekosistem yang menjurus kepada degradasi kualitas lingkungan.

Ada dua pengertian persepsi manusia terhadap lingkungannya (environment perception). Pertama adalah proses manusia memperoleh pengetahuan lingkungan (objective environment) melalui rangsangan-rangsangan yang diterimanya. Kedua tanggapan manusia terhadap lingkungan (image of the environment) yang terdapat dalam pikirannya. Proses manusia memperoleh pengetahuan lingkungan ditentukan oleh pandangan yang sifatnya individual terhadap lingkungan, sesuai dengan kebudayaan yang dianutnya. Sebaliknya pandangan hidup, motivasi ekonomi dan tradisi yang dianut masing-masing individu merupakan pertimbangan yang menentukan bagaimana eksistensi kebudayaan itu mampu melakukan seleksi atau menyaring rangsangan dari luar (objective environment). Dalam hal ini kebudayaan lebih bersifat menyaring rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Hal ini kemudian dipelajari manusia yang memungkinkan kebudayaan itu membentuk respon terhadap lingkungan yang lebih bersifat kultural dan kemudian disosialisasikan kepada individu warga masyarakat yang lain, akhirnya menjadi pola perilaku yang diterima dan diakui oleh masyarakat. (Ahimsa, 1994).

(35)

ke hari dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.(Koentjaraningrat 2000:186-187)

Spradley (1997:10) menyatakan bahwa kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Dengan pengalaman masyarakat Kampung Aur yang telah berkali-kali merasakan banjir, mereka belajar bagaimana keadaan sungai ketika hendak datangnya banjir, mereka interpretasikan dan mereka dapat menyusun strategi untuk menghadapi banjir yaitu dengan melakukan penyelamatan seluruh anggota keluarga dan perabotan-perabotan, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.

1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Penelitian

(36)

Pokok permasalahan tersebut akan dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perilaku masyarakat Kampung Aur di bantaran Sungai.

2. Bagaimana peran pemerintah Kota Medan terhadap banjir di Kampung Aur.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan tulisan yang digunakan sebagai tugas akhir pada Departemen Antropologi Sosial FISIP USU. Secara teoritis penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas bagaimana pengaruh perilaku masyarakat yang tinggal di bantaran sungai melalui kasus-kasus yang sering terjadi. Lebih lanjut, tujuan penelitian akan diuraikan sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran mengenai perilaku masyarakat bantaran Sungai Deli baik dalam memanfaatkan sungai dan perilaku masyarakat sebagai faktor penyebab banjir yang terjadi di lingkungan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.

(37)

3. Memberikan gambaran mengenai peran Pemerintah Kota Medan terhadap banjir yang terjadi di Kota Medan khususnya di lingkungan Kampung Aur, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Menambah wawasan serta menjadi referensi dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Antropologi mengenai masalah banjir di perkotaan yang terjadi di lingkungan masyarakat bantaran Sungai Deli.

2. Sebagai bahan acuan, pertimbangan dan pembanding bagi pihak-pihak yang ingin mengangkat atau mengembangkan gambaran program penanggulangan masalah banjir yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat kota dan masyarakat pinggiran sungai

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Aur Lingkungan IV Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Oleh masyarakat setempat, Lingkungan IV lebih dikenal dengan nama Kampung Aur. Dipilihnya lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan:

(38)

2. Tingginya frekuensi banjir di lingkungan Kampung Aur semenjak beberapa tahun terakhir ini.

3. Jalur akses dari tempat tinggal peneliti ke Kampung Aur mudah dan tidak memakan waktu lama.

4. Lokasi penelitian merupakan saran dan masukan dari dosen matakuliah Etnosains, dan setelah membaca berita-berita melalui internet tentang Kampung Aur, lokasi ini menarik untuk diteliti.

1.5.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif13

Dengan tahapan penelitian pra lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian peneliti akan mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin yang akan dirumuskan menjadi beberapa kasus-kasus yang akan dianalisa dan dikonsultasikan dengan bantuan informan kunci. Prosedur penelitian kualitatif lebih bersifat sirkuler, artinya dalam hal-hal tertentu, langkah atau tahapan

. Metode ini digunakan untuk menghasilkan data-data etnografis serta deskriptif mengenai kehidupan masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Deli. Selain itu penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang tentu saja bersifat etnografis yang bermaksud mendeskripsikan mengenai kehidupan dan perilaku masyarakat Kampung Aur di pinggiran Sungai Deli.

13

(39)

penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data yang lengkap untuk membangun teori dasar. (Berutu, dkk.2001)

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu.

Penelitian ini akan dilakukan di Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Kampung Aur terpilih menjadi tempat penelitian karena frekuensi banjir yang dialami oleh masyarakat cukup tinggi dan tingginya daya tahan masyarakat terhadap serangan banjir.

1.5.3 Teknik Pengumpulan Data

(40)

1.5.3.1 Studi Lapangan

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan ini adalah:

1. Observasi14

Untuk mendukung kelengkapan data yang dapat diperoleh dengan cara pengamatan maka observasi menjadi pilihan yang tepat dalam penelitian ini. Observasi digunakan juga untuk melakukan pendekatan awal dengan objek pengamatan, hal ini tentunya penting untuk memberikan kemudahan pada awal penelitian, sebelum kegiatan wawancara dilakukan dan tentu saja untuk menggambarkan kondisi awal penelitian di lapangan. Observasi berguna untuk menjaring informasi-informasi empiris yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian (Bungin, 2007:230).

Oleh sebab itu peneliti akan melakukan dan menjalankan observasi tanpa partisipasi terkait fokus penelitian dengan mengamati dan melihat kondisi pemukiman di kawasan Jalan Brigjen Katamso serta mengamati dari atas jembatan HVA (Holland Vereniging Amsterdam). Sebelum memulai penelitian lebih mendalam, peneliti melakukan observasi pra penelitian, hal ini peneliti perlukan guna mengetahui lebih dalam dan lebih dekat lokasi / lapangan. Selain itu pra survei yang peneliti lakukan

14

(41)

penting bagi peneliti untuk menjaring dan mengenali orang-orang / masyarakat di lokasi penelitian guna dijadikan informan.

Untuk pertama kalinya peneliti mengunjungi Kampung Aur di awal bulan Januari 2013, pada saat itu banjir setinggi 3 meter baru saja surut, masyarakat masih sibuk menyedot air yang masih tergenang dan membersihkan sampah-sampah yang di bawa arus. Peneliti mulai menelusuri Kampung Aur di mulai dari Kampung Aur atas hingga ke Kampung Aur lembah dan pinggir sungai Deli. Ketika mulai masuk ke lingkungan Kampung Aur, tercium aroma yang tidak enak. Bau busuk, bau sampah. Terasa menjijikkan, namun sebagai seorang peneliti hal yang seperti itu tidak boleh diperlihatkan. Ada berpuluh pasang mata yang memperhatikan kedatangan peneliti, sempat berfikir dalam hati “ada yang salahkah dengan penampilanku ke tempat ini?” Dengan memakai kaos Inisiasi Antropologi 2011, celana jeans hitam, kets All Stars tak lupa ransel berwarna coklat mendampingi observasi non partisipasi hari ini. Peneliti santai saja terus berjalan, masa bodoh dengan apa yang ada dipikiran masyarakat. Sesekali peneliti senyum ketika berpapasan dengan sepasang bola mata yang memperhatikan kedatangan peneliti.

(42)

bermodalkan positive thinking, “apabila datang ke tempat ini dengan maksud dan tujuan yang baik, maka saya juga akan disambut dengan baik”.

(43)

Dan setelah selesai berbincang-bincang dengan Pak Silalahi dan menelusuri Kampung Aur, peneliti segera pulang dan mengambil kesimpulan dari hasil wawancara bahwa lokasi cocok untuk menjadi tempat penelitian dan mengangkat topik permasalahan mengenai perilaku masyarakat pinggir Sungai Deli, khususnya sebagai faktor penyebab banjir.

2. Wawancara

Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (interview guide), pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.

Peneliti berusaha untuk menjalin rapport15 dengan informan. Pengembangan

(44)

lapangan untuk memudahkan pemahaman akan disertakan foto, rekaman suara dan video yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam melakukan wawancara peneliti tidak membedakan mana informan pangkal, informan kunci ataupun informan biasa.

Dari observasi awal peneliti dilapangan, maka peneliti sudah menemukan informan meskipun untuk tahap awal peneliti masih melakukan wawancara sambil lalu. Kunjungan ke Kampung Aur yang selanjutnya ketika judul peneliti telah di ACC oleh Ketua Jurusan Departemen Antropologi FISIP USU. Saat itu peneliti berniat akan menjumpai Kepala Lingkungan IV (Kampung Aur). Berdasarkan informasi Pak Silalahi Kepala Lingkungan IV (Kampung Aur) bernama Sabil, usianya masih sangat muda tetapi sudah dipercayakan masyarakat untuk menjadi kepala lingkungan Kampung Aur.

(45)

“premankah abang ini?”. Pertanyaan yang sama dilontarkan oleh pria tersebut, “mau cari siapa dek?”

Pria tersebut bernama Budi Bahar, beliau merupakan saudara Pak Sabil, satu nenek katanya. Bang Budi memberikan peneliti nomor HP Pak Sabil, segera peneliti menghubungi Pak Sabil dan menjelaskan maksud peneliti. Setelah berbincang sebentar dengan Pak Sabil melalui telefon, beliau meminta harus ada surat izin penelitian dari kampus dan sudah melapor ke Kantor Lurah Kampung Aur. Namun peneliti menjelaskan ini hanya pra penelitian, jadi pihak kampus belum mengeluarkan surat izin. Namun akhirnya Pak Sabil mengerti dan mengizinkan peneliti untuk melakukan wawancara.

Bang Budi sendiri bersedia untuk di wawancarai, beliau kemudian menghubungi rekannya yang bernama Syafri Icap. Mereka berdua merupakan orang yang cukup di segani oleh masyarakat Kampung Aur. Bang Budi mengenalkan dirinya beserta keluarganya, ternyata Ibu Muda tadi adalah isterinya, bernama Indah. Beranda tersebut adalah miliknya, yang biasanya dijadikan untuk tempat kumpul masyarakat di Kampung Aur apabila hendak bersantai atau mengobrol. Tempat tinggalnya berada di lantai dua, keluarga Bang Budi tinggal bersama Ibu dan adiknya.

(46)

untuk membuat janji jika peneliti akan mewawancarai mereka. Terjadi percakapan yang seru diantara kami bertiga, setiap pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan mereka jawab dengan jelas. Dimulai dari awal berdirinya Kampung Aur ini, sampai akhirnya Kampung Aur tetap ada sampai sekarang, perjuangan yang cukup panjang.

Pak Icap memberikan kepada saya nama-nama yang patut untuk di wawancarai, beliau mengingatkan hati-hati dalam memilih informan, karena tidak semua masyarakat yang di Kampung Aur mau terbuka untuk diwawancarai. Akhirnya peneliti pamit dan bejanji akan segera kembali setelah ujian proposal dan mendapatkan surat izin penelitian lapangan dari Fakultas.

1.5.3.2 Studi Kepustakaan

(47)

teknologi yang begitu pesat juga membantu dalam pencarian informasi melalui media

online16 seperti internet.

1.5.3.3 Bahan Visual

Tidak luput juga untuk menggunakan dokumentasi visual untuk lebih menguatkan data yang telah didapat baik dari hasil observasi maupun wawancara. Bahan atau peralatan yang digunakan untuk mendukung dokumen visual ini disajikan dalam bentuk foto. Bahan fotografi bentuknya seperti: foto, grafis, film, video, kartun, microfilm, slide dan sebagainya sehingga semuanya disebut sebagai bahan visual (Bungin, 2007:123).

1.5.4 Analisa Data

(48)
(49)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2. 1 Gambaran Umum Kota Medan

Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak wilayah pada posisi 30.30’ LU-30.48’ LU dan 980.39’BT-980.47’36’BT dengan ketinggian 0 - 40 m di atas permukaan laut. Suhu kota Medan pada pagi hari berkisar 23,700C-25,100C, siang hari berkisar 29,200C-320C, pada malam hari berkisar 260C-30,80C, dan kelembapan udara berkisar antara 68% sampai 93%.

Gambar 1: KOTA MEDAN bila dilihat dari satelite/google map.

(50)

Posisi dan letak kota Medan berada di dataran rendah pantai Timur Sumatera, persis di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan yang membujur dari Barat Laut sampai wilayah Tenggara Pulau Sumatera menjadikan kota Medan daerah yang strategis baik untuk menjalankan roda perekonomian hingga pusat kebudayaan. Medan adalah tempat yang selalu terbuka bagi siapa saja yang memiliki kompeten dan kemampuan bertahan hidup sebagai orang kota. Topografinya miring ke utara dan berada pada ketinggian 0 - 40 m di atas permukaan laut dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Mengenai curah hujan di Tanah Deli, Medan dapat digolongkan dua macam yakni Maksima Utama yang berarti bagi waktu yang lebih banyak mendapat curah hujan dan Maksima Tambahan yang berarti bagi waktu yang mendapat lebih sedikit curah hujan. Maksima Utama terjadi pada bulan Oktober s/d bulan Desember, sedangkan Maksima Tambahan terjadi antara bulan Januari s/d bulan September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 mm pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.

(51)

bata yang berkualitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata zaman itu bernama Deli Klei.

2.1.1 Sejarah Berdirinya Kampung Medan

Sebelum menjadi sebuah kota yang megah, kota Medan adalah sebuah perkampungan yang disebut dengan kampung Medan yang pertama kali dibuka oleh Guru Patimpus pada sekitar tahun 1590 di kawasan yang disebut Medan pada masa itu. Menurut tradisi masyarakat setempat, perkampungan yang dibuka oleh Guru Patimpus itu disebut kuta istilah dalam bahasa Karo karena Guru Patimpus adalah bangsawan berketurunan suku Batak Karo. Kampung Medan sebagai sebuah kuta menjadi satu bagian di dalam kesatuan kekuasaan tradisional suku Batak Karo yang dinamakan

Urung Sepuluh Dua Kuta yang juga disebut Hamparan Perak.

Sedangkan lokasi pertama kalinya diketahui letak kampung Medan adalah terletak di sekitar pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu tepatnya di sekitar kantor walikota Medan saat ini.

(52)

Sejarah berdirinya kampung Medan diawali dari dimulainya penelitian kependudukan dan sosial yang dilakukan oleh seorang sarjana Inggris. Pada sekitar tahun 1823 saat John Anderson telah berkunjung ke kampung Medan yang mana penduduknya hanya berjumlah sekitar 200 orang, dimana terdapat wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam kota Medan saat itu bernama Desa Pulo Brayan, Desa Babura dan Kampung Jawa. Desa-desa ini adalah desa primer yang tumbuh dari keberagaman dan heterogenitas masyarakatnya.

Pada waktu Belanda mulai melakukan penjajahannya di Deli, dalam kawasan yang sekarang dikenal sebagai kota Medan sudah lebih dahulu terdapat sejumlah perkampungan yang ditempati oleh penduduk suku bangsa Melayu dan Karo. Menurut perkiraan Residen Riau, Netscher penduduk yang terdapat dalam wilayah kekuasaan Sultan Deli berjumlah kira-kira 2000 orang pada masa itu, Labuhan Deli sebagai ibukota kerajaan Deli berpenduduk kurang lebih 1000 orang, termasuk 20 orang Cina dan 100 orang India. Sedangkan di Kampung Medan Puteri terdapat 50 rumah tangga pada waktu itu.17

Hingga kedatangan Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha yang tertarik pada perusahaan perkebunan, yang mula-mula mendirikan kantor pusat perkebunan Deli Maatschappij di Kampung Medan Putri dipindahkan ke Labuhan Deli dan berhasilnya panen tembakau pada tahun 1881 hingga mencapai 82.356 pak dan terjual dengan harga tinggi di negeri Belanda menyebabkan bertambah banyaknya perusahaan-perusahaan tembakau swasta dari berbagai negeri di luar Nusantara yang membuka usaha disini dan

17

(53)

diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya dari Eropa. Bidang pemerintahanpun secara administratif turut menyusul kemajuan akibat merambahnya kemajuan dibidang perkebunan ini. Pada sekitar tahun 1874 sudah dibuka 22 perusahaan perkebunan asing.

Akibat berkembang pesatnya perkebunan-perkebunan swasta, secara otomatis lahan pemukiman pun semakin bertambah luas yang diperuntukkan bagi pengusaha sendiri maupun tenaga-tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menjadi buruh perkebunan. Interaktif antar bangsa ini menyebabkan semakin bertambah banyak pulalah imigran yang datang dan pergi ke Kampung Medan. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel di bawah ini:

Tabel 1

Perkembangan Jumlah Penduduk di Kampung Medan Hingga Menjadi Kota Medan dari Tahun 1823-196518

Tahun Jumlah Penduduk

1823 200

1860 3.500

1905 14.250

(54)

1930 76.584

1941 93.799

1950 158.950

1957 338.000

1960 465.000

1965 705.734

Dari tabel di atas jelaslah bahwa perkembangan jumlah penduduk kota Medan yang cukup drastis menyebabkan tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga dari analisa yang didapat bahwa jumlah penduduk yang semakin meningkat dapat menimbulkan gejala-gejala masalah kependudukan dimana pada akhirnya akan membawa masyarakat itu sendiri pada persoalan banjir yang didasari pada konsep lingkungan yang tidak seimbang antara manusia dan alamnya.

2.1.2 Perkembangan Kota Medan Melalui Pertumbuhannya

(55)

kehebohan yang ada di negeri Belanda ketika Jacobus Nienhyus membawa hasil panen tembakau ke negeri Belanda dengan kualitas terbaik dan mencapai keuntungan yang besar. Maka dari banyak pengusaha-pengusaha perkebunan mengadu peruntungan di tanah Deli yang juga dijuluki sebagai Paris Van Sumatera ini.

Setelah dibukanya perkebunan-perkebunan tembakau swasta, maka keadaan kampung Medan telah berubah menjadi sebuah kampung yang sudah dapat dikatakan sebagai sebuah kota karena jumlah penduduknya telah mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Maka dari itu, dari pihak pemerintah Belanda memiliki ide untuk memindahkan keresidenan Sumatera Timur yang awalnya berada di Riau untuk pada akhirnya dipindahkan ke kota Medan karena lokasinya yang strategis, mudah dijangkau dari daratan dan lautan. Maka, ide itu disetujui oleh Gubernur Sumatera Timur sehingga kota Medan menjadi ibu kota Keresidenan Sumatera Timur. Sejak Medan menjadi ibu kota keresidenan Sumatera Timur pada tanggal 1 Maret 1887 maka tumbuhlah kampung-kampung seperti Petisah Hulu, Petisah Hilir, Kampung Sungai Rengas, Kampung Aur dan Kampung Keling. Kemudian muncul kampung lain yang masuk ke wilayah Sultan Deli yaitu Kampung Maksum, Kampung Baru, Kampung Sungai Mati dan lain-lain.

(56)

Vollenhoven berhasil membujuk direksi mereka untuk mengatasi hal ini. kemudian dibangunlah perusahaan air minum (PDAM Tirtanadi saat ini) pada akhir 1907 dengan kemampuan tandon air 1.200 m3 dengan 21 km menyuplai 283 rumah.19

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang semakin meningkat di Kota Medan, pada tahun 1929 mulai dipasang pipa-pipa besar untuk menyalurkan air dari Sibolangit ke Medan.20

Pembangunan perusahaan listrik Medan di mulai tahun 1898 dan mulai beroperasi pada Maret tahun 1900 untuk menerangi jalan-jalan di Medan dan kebutuhan pasokan listrik untuk Medan Hotel, rumah Tjong A Fie, Hotel De Boer, Istana Maimon dll. Salah satu perbedaan yang mencolok dimana hanya sebuah rumah yaitu rumah Tjong A Fie yang mendapatkan pasokan listrik sementara yang lainnya adalah berupa instansi, hotel-hotel, dan bangunan-bangunan megah. Jelaslah bahwa di dalam sejarah pembangunan Kota Medan, peran warga asing dari Eropa dan keluarga Tjong A Fie memiliki peranan yang sangat besar.

Bukan hanya perusahaan-perusahaan perkebunan yang berkembang pesat, selain sejumlah kampung-kampung baru mulai di buka, bangunan-bangunan bergaya Eropa pun mulai dibangun arsitektur yang indah seperti Istana Maimon dan Mesjid Raya Medan yang dibangun tenaga ahli dari belanda yang bernama Van Erp. Bahkan Medan disebut-sebut sebagai kota ratu (Queen City) dari Pulau Sumatera dan terlebih lagi pioneer lokasi pertumbuhan perusahaan perkebunan di Sumatera Timur yang sangat

19

Hasibuan, Gindo Maranti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam Pengelolaan Banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan, 2005, hlm. 2

20

(57)

penting dan progresif. Saat ini kota Medan memiliki keanggunannya tersendiri, bersinar dalam hal bisnis yang dikelilingi kota-kota kecil yang indah yang ketika itu memiliki sanitari yang hanya dimiliki kota Medan dan banyak kota di Inggris Raya. Memiliki hotel-hotel yang bagus, jalur kereta api dengan arsitektur yang indah, lapangan pacuan, klub-klub lapangan tennis dan sepak bola, bioskop, dan semua atribut modern dari sebuah kota yang maju.

Namun tidak hanya itu, jika melihat situasi perkembangan sungai-sungai yang membelah kota Medan untuk mencari tahu penyebab awal ketidak acuhan berbagai pihak untuk lebih mengerti aspek-aspek yang mempengaruhi indikasi penyebab banjir di Kota Medan. Maka kita perlu mengetahui berbagai aspek itu termasuk sungai yang dulunya sangat berpengaruh dan sangat penting bagi kehidupan masyarakat di kota Medan.

(58)

dengan kampung Medan selaku pelabuhan tongkang dari laut yang membongkar muatan disitu untuk diteruskan dengan perahu-perahu lebih kecil mudik ke Deli Tua dan mudik Sungai Babura.21

Dari sini, maka jelaslah perkembangan kampung Medan menjadi sebuah kota bergantung pada jalur transportasi yang ketika itu berupa transportasi air di karenakan jalur darat yang berupa jalan setapak dan masih dikelilingi hutan belantara dianggap lebih aman dan lebih cepat sampai tujuan. Berbeda dari sekarang sungai-sungai ini hanya berupa tempat membuang sampah dan di abaikan kebersihannya menyebabkan sungai tampak kumuh dan kotor. Memang sangat ironis apabila dibandingkan dengan perannya ketika sungai sangat diperhatikan dan dijadikan asset untuk mendapatkan nafkah sehari-hari.

2.1.3 Fluktuasi Banjir di Kota Medan

Akibat Pertumbuhan kota dari tahun ke tahun semakin tinggi, maka kehidupan perkotaan yang dialami kota Medan pun tidak terlepas dari keterlibatan penduduknya mengenai masalah banjir, pada masa penjajahan Belanda, banjir maupun genangan-genangan air telah banyak ditemukan kota Medan. Dan untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Belanda membuat parit-parit berukuran besar untuk menampung genangan-genangan air ini, namun karena pada masa tersebut adalah masa yang sangat kacau dikarenakan banyaknya pemberontakan-pemberontakan dan masalah politis, sehingga masalah lingkungan ini tidak terperhatikan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan

21

(59)

drainase primer yang dibuat oleh pemerintah Belanda berkesan tergesa-gesa dan tampak belum jadi seutuhnya. Sehingga keoptimalan drainase-drainase ini kurang mencapai sasaran dan pada puncaknya adalah peristiwa banjir yang terjadi berulang dan terulang kembali hingga saat ini. Selain itu, masalah banjir di kota Medan adalah disebabkan adanya penggundulan hutan secara besar-besaran dengan tingkat frekuensi penebangan hutan yang terlalu cepat untuk selanjutnya dijadikan lahan perkebunan adalah penyebab utama, berbeda dengan yang dialami kota Medan pada saat ini.

Peristiwa banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kali/tahun sangat dipengaruhi oleh kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dan DAS Belawan di daerah hulu. Mencakup Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.

Bencana banjir di kota Medan sendiri sebagian besar terjadi di sepanjang Sungai Deli berawal dari pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1725 m di atas permukaan laut hingga Selat Malaka dengan panjang 75,8 km mengalir ke kota Medan yang berada di bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan laut mempunyai luas DAS Deli seluas 481,62 km2. Sungai ini merupakan saluran utama yang mendukung drainase kota Medan dengan cakupan wilayah pelayanan sekitar 51% dari luas kota Medan.

(60)

dinamis dan mempunyai potensi untuk berpengaruh positif dan negatif terhadap subsistem alam. Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih (renewable) seperti air, tanah dan vegetasi (ekosistem) dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan air minum masyarakat, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya.

Daerah Aliran Sungai (DAS) memikul beban yang semakin berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif. Di sisi lain, tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang sistem kehidupan, betapapun berbagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah telah dilakukan selama ini, kondisinya masih jauh dari memadai, bahkan terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun. Meningkatnya frekuensi banjir Sungai Deli di kota Medan serta di beberapa wilayah lainnya merupakan indikator betapa tidak optimalnya kondisi DAS di atas antara lain disebabkan adanya ketidakterpaduan antar sektor dan wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang.

(61)

Mangaraja, Jalan Sutomo, Jalan Gatot Subroto, Jalan AH Nasution, Jalan Denai, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Yos Sudarso dan Jalan Dokter Mansur.

Jumlah itu di luar ruas jalan kecil seperti Jalan Kampung Aur, Jalan Mantri, Jalan Madras, Jalan Selamat. Jika hujan turun lebih deras dan lebih lama, maka genangan airnya akan lebih tinggi dan tidak jarang merendam rumah warga.

2.2 Gambaran Umum Sungai Deli

2.2.1 Kawasan Daerah Aliran Sungai Deli

Sungai Deli merupakan salah satu induk sungai pada Satuan Wilayah Sungai (SWS) Belawan/Belumai Ular dengan lima anak sungai. Panjang sungai sekitar 73 km dengan luas basin 402 km2.

Sungai Deli beserta anak dan ranting sungainya mengalir dari Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan melintasi Kota Medan sebelum bermuara ke Selat Malaka. Bagian hulu sungai pada umumnya berada di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang, sedangkan bagian tengah dan hilir berada di Kota Medan.

Tabel 2

Anak dan Ranting Sungai Deli

Induk

Sei Sikambing Kota Medan Sei Putih Sei Selayang Sei Batua

(62)

L

Sei Simai-mai Namorambe* Lau Bewaci Lau Simantri Lau Bekusah

Namorambe* Sibiru-biru* Sibiru-biru* Sumber: Dokumen laporan pemantauan kualitas Sungai Deli, Bapedalda Sumut

*Kecamatan pada Kabupaten Deli Serdang

*Kecamatan pada Kabupaten Karo

Sungai Deli dapat digolongkan atas tiga bagian yakni, daerah hulu, tengah dan daerah hilir.

Hulu Kaki G. Sibayak sampai pertemuan dengan anak sungai Simei-mei

159 30

Tengah Sampai pertemuan dengan Sungai Sikambing

188 20

Hilir Sampai ke Muara Sungai 55 20

Total 402 73

Sumber: Dokumen laporan kualitas Sungai Deli Bapedalda

Daerah pengaliran sungai di Kabupaten Karo terdapat di Kecamatan Simpang Empat Desa Semangat Gunung dan Desa Doulu sedangkan di Kabupaten Deli serdang meliputi lima kecamatan yaitu:

(63)

4. Kec. Deli Tua 5. Kec. Sibiru-biru

Sedangkan di Kota Medan meliputi 14 kecamatan yaitu: 1. Kec. Medan Tuntungan

2. Kec. Medan Johor 3. Kec. Medan Selayang 4. Kec. Medan Polonia 5. Kec. Medan Maimun 6. Kec. Medan Kota 7. Kec. Medan Baru 8. Kec. Medan Sunggal 9. Kec. Medan Petisah 10. Kec. Medan Barat 11. Kec.Medan Deli 12. Kec. Medan Labuhan 13. Kec. Medan Marelan 14. Kec. Medan Belawan

Pada beberapa kecamatan sungai ini menjadi bagian batas administrasi.

a. Daerah Hulu

(64)

alirannya cenderung turbulen sehingga proses aerasi dapat berlangsung dengan baik. Hal ini didukung oleh banyaknya batuan yang terdapat pada badan air.

Pemanfaatan lahan daerah pengaliran sungai di hulu antara lain sebagai daerah pertanian, perikanan dan pemukiman serta hutan. Sedangkan air sungai dimanfaatkan untuk irigasi, rekreasi air serta air baku air minum. Pertanian terutama terdapat di Desa Semangat Gunung, Desa Doulu dan Desa Lau Mulgap, perikanan terutama terdapat di Desa Lau Mulgap. Irigasi terdapat diberbagai lokasi, rekreasi air terdapat di Desa Sembahe dan Desa Logna Kecamatan Sibolangit. Pemanfaatan air sungai sebagai air baku air minum terdapat di Desa Pamah Kecamatan Delitua.

Kegiatan yang berpotensi menurunkan kualitas air sungai dan lingkungan sekitarnya antara lain, penambangan pasir dan batu dari badan air, pegunungan pestisida dan pupuk di daerah pertanian, pengambilan humus serta konversi hutan menjadi pemukiman dan lahan pertanian.

b. Daerah Pertengahan

Pada daerah pertengahan topografi daerah pengaliran Sungai Deli cenderung landai dengan kemiringan 0.31%. Hal ini menyebabkan laju air sungai lebih lambat dibandingkan daerah hulu. Pada laju air yang lebih lambat, proses aerasi juga berkurang dengan demikian self purification juga menurun.

(65)

Terdapat banyak kegiatan yang menimbulkan degradasi sungai pada daerah ini, pemukiman kumuh pada bantaran sungai, pembuangan limbah domestik dan industri, pembuangan sampah, pengubahan alur sungai, pengerasan benteng sungai dengan beton dll. Pada lokasi-lokasi pemukiman kumuh, penduduk memanfaatkan sungai sebagai tempat mandi, cuci dan juga kakus. Pada umumnya limbah domestik yang masuk ke Sungai Deli tidak mengalami pengolahan terlebih dahulu. Menurut survey yang dilakukan oleh Bapedalda (2003), terdapat lebih dari 89 saluran air limbah domestik ke Sungai Deli beserta anak-anak sungainya dan lebih dari 48 lokasi pembuangan sampah pada bibir/bantaran sungai.

c. Daerah Hilir

Topografi daerah hilir Sungai Deli semakin landai dengan kemiringan 0.2% laju air pada daerah ini semakin lambat, terutama kearah muara. Daerah hilir merupakan sentral industri, terdapat lebih dari 54 kegiatan/industri disepanjang Sungai Deli, termasuk hotel dan rumah sakit, banyak diantara industri ini yang membuang limbahnya ke Sungai Deli tanpa pengolahan terlebih dahulu.22

2.2.2 Iklim

Iklim di daerah air Sungai Deli menunjukkan sedikit perbedaan antara musim kemarau dan musim hujan. Suhu udara berkisar antara 210C-330C dan suhu rata-rata tahunan adalah 260C.

(66)

Curah hujan disebelah selatan daerah pegunungan dan sebelah utara daerah pantai diperkirakan masing-masing berkisar 2.800 mm/tahun dan 1.700 mm/tahun. Dari catatan hujan sepanjang tahun, diketahui bahwa curah hujan terendah pada bulan Februari dan tertinggi pada bulan September. Pada daerah yang lebih tinggi, curah hujan juga lebih tinggi.

Rata-rata curah hujan tahunan diperkirakan 2.337 mm/tahun. Musim hujan mulai bulan Januari sampai bulan Juli sedangkan musim kemarau mulai bulan Juli sampai Desember. Namun demikian, hujan dapat terjadi setiap bulan, sehingga perbedaan antara musim hujan dan kemarau kurang jelas.

b. Panjang dan Kemiringan DAS Deli

Panjang sungai dan kemiringan pada DAS Deli seluas 32,581 ha dengan kemiringan lereng < 5%, 7,445 ha dengan kemiringan lereng antara 5-15%, 6,273 ha dengan kemiringan lereng 15-35%, 1,521 ha dengan kemiringan lereng 35-50% dan 342 ha dengan kemiringan > 50%

c. Debit Air Sungai Deli

Debit air Sungai Deli dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini terutama karena konversi hutan yang terjadi pada daerah hulu sungai. Pada saat ini terdapat dua stasiun pengukuran debit air Sungai Deli yakni di Helvetia pada koordinat 03037’39.1” LU, 0980 39’53.6” BT dan 21 m dpl serta di Simei-mei pada koordinat 03028’33.6” LU, 0980.40’36.0” BT dan 59 m dpl.

(67)

Dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991), dituliskan bahwa menurut “Hikayat Aceh”, Medan sebagai pelabuhan telah ada pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan deli.

Sejak akhir abad ke-16, nama Haru berubah menjadi Ghuri, dan akhirnya pada awal abad ke-17 menjadi Deli. Pertempuran terus-menerus antara Haru dengan Aceh mengakibatkan jumlah penduduk Haru jauh berkurang. Sebagai daerah taklukan, banyak warganya yang dipindahkan ke Aceh untuk dijadikan pekerja kasar.

Selain dengan Aceh, Kerajaan Haru yang makmur ini juga tercatat sering terlibat pertempuran dengan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaka. Juga dengan kerajaan dari Jawa. Serangan dari Pulau Jawa ini antara lain tercatat dalam kitab Pararaton yang dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu. Dalam Negarakertagama, Mpu Prapanca juga menuliskan bahwa selain Pane (Panai), Majapahit juga menaklukkan Kampe (Kampai) dan Harw (Haru).23

Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik Tarigan, pemimpin daerah sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka Desa Medan yang terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Dia pun lalu memimpin desa tersebut. Oleh karena itu,

23

(68)

nama Guru Patimpus saat ini diabadikan sebagai nama salah satu jalan utama di Kota Medan.

Nama Deli mulanya berasal dari nama seorang anak raja satu kerajaan di India yang bernama Muhammad Dalik, perahunya tenggelam di dekat Kuala Pasai sehingga ia terdampar di Pasai, daerah Aceh sekarang. Tidak lama sesudah ia datang di Aceh, Sultan Aceh mengalami kesulitan untuk menaklukkan tujuh laki-laki dari Kekaisaran Romawi Timur yang membuat kekacauan. Dalik berhasil membunuh para pengacau tersebut satu persatu.

Sebagai penghargaan atas keberhasilannya membunuh para pengacau tersebut, Sultan memberinya gelar Laksamana Kud Bintan dan menunjuknya sebagai Laksamana Aceh. Atas berbagai keberhasilannya dalam pertempuran akhirnya ia diangkat sebagai Gocah Pahlawan, pemimpin para pemuka Aceh dan raja-raja taklukkan Aceh.

Beberapa tahun kemudian, Dalik meninggalkan Aceh dan membuka negeri baru di Sungai Lalang-Percut. Posisinya di daerah baru adalah sebagai wakil Sultan Aceh di wilayah bekas Kerajaan Haru (dari batas Tamiang sampai Sungai Rokan Pasir Ayam Denak) dengan misi, menghancurkan sisa-sisa pemberontak Haru yang didukung Portugis, menyebarkan Islam hingga ke dataran tinggi, serta mengorganisir administrasi sebagai bagian dari Kesultanan Aceh.

Gambar

Gambar 1: KOTA MEDAN bila dilihat dari satelite/google map.(http://maps.google.com/maps?q=kota%20 medan&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en- US:official&client=firefox-a&um=1&ie=U TF-8&hl=en&sa=N&tab=wl (diakses 2 Juni 2013 pukul 10.00 WIB)
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3 Penggolongan Sungai Deli
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis evaluasi Kesesuaian lahan dengan Sistem Informasi Geografis (GIS) di wilayah pesisir Kecamatan Medan Belawan, maka untuk penggunaan lahan tambak yang

Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.. USU Repository

Perbedaan nilai suhu yang tinggi terjadi pada tutupan lahan berupa lahan terbuka (lapangan) dan lahan terbangun (berbagai jenis gedung) dengan kondisi RTH (ruang terbuka

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Garut dalam penyusunan rencana Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Garut RTH terdekat

komunitas dan institusi swasta dalam perwujudan pengembangan kota hijau Melalui model pengelolaan RTH menuju pembangunan kota hijau diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Garut dalam penyusunan rencana Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Garut RTH terdekat

Perbedaan nilai suhu yang tinggi terjadi pada tutupan lahan berupa lahan terbuka (lapangan) dan lahan terbangun (berbagai jenis gedung) dengan kondisi RTH (ruang terbuka

3.3.1 Analisis Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau RTH di Kecamatan Gunungsitoli Untuk mengetahui kebutuhan akan luasan ruang terbuka hijau di Kecamatan Gunungsitoli yaitu dengan