• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

ANALISIS SPASIAL DAN PREFERENSI PEMILIK LAHAN

TERHADAP PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU

(RTH) KOTA MEDAN

HASIL PENELITIAN

Oleh:

SELVI L LEHURLAWAL 041201019 / MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009

(2)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan anugerah-Nya Penulis dapat menyelesaikan draft hasil penelitian ini.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Judul dari penelitian ini adalah Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik

Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Nurdin Sulistiyono,S.Hut, M.Si dan Achmad Siddik Thoha, S.Hut, M.Si selaku

komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis

dalam menyelesaikan draft hasil penelitian ini.

Medan, Februari 2009

(3)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota ... 4

Manfaat dan Bentuk-Bentuk Penghijauan Kota ... 5

Sistem Informasi Geografis Untuk Perencanaan Wilayah ... 13

Subsistem SIG ... 14

Penginderaan Jauh Untuk Perencanaan Wilayah/Tata Ruang ... 15

Pemanfaatan SIG Dalam Perencanaan Penghijauan Kota.. ... 16

Analisis Citra Landsat Untuk Perencanaan Penghijauan ... 17

Pemanfaatan Ruang Kota Medan ... 17

Regresi Binary Logistik ... 18

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kota Medan Secara Geografis ... 19

Kota Medan Secara Demografis ... 19

Kota Medan Secara Sosial ... 20

Pemerintahan ... 20

Sarana dan Prasarana ... 21

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22

Bahan dan Alat... 22

Metode Penelitian ... 23

Metode Pemilihan Responden ... 23

Pengumpulan Data ... 24

Analisis Regresi Binari Logistik... 29

(4)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Citra Satelit Landsat ETM 7+ (Tutupan Lahan Kota Medan) ... 32

Analisis Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Dengan Kondisi Tutupan Lahan RTH kota Medan ... 37

Rencana Pengembangan RTH Berdasarkan RTRWK Medan ... 39

Kesesuaian RTRWK Dengan Tutupan Lahan Kota Medan ... 43

Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan RTH Kota Medan ... 44

Analisis Deskriptif ... 44

Analisis Regresi Logistik (BinaryLogisticRegression) ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(5)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alir Analisis Penggunaan Lahan ... 28

2. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Kota Medan Hasil Klasifikasi Citra Landsat Tahun 2006 ... 34

3. Luas Tutupan Lahan Kota Medan ... 35

4. RTH/lahan budidaya ... 36

5. Luas RTH di Setiap Kecamatan ... 38

6. Peta Rencana Pengembangan RTH Kota Medan ... 39

7. Luas Rencana Pengembangan RTH ... 40

(6)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis, Fungsi dan Tujuan Pembangunan RTH ... 12

2. Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001 – 2005 ... 20

3. Hasil Analisis Akurasi ... 33

4. Tutupan Lahan Kota Medan ... 35

5. Penyebaran Penggunaan Lahan Di Seluruh Kecamatan Kota Medan ... 37

6. Luas Daerah RTRWK Medan di Setiap Kecamatan ... 41

7. Perbandingan RTRWK dengan Tutupan Lahan ... 43

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 45

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45

10. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 46

11. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan ... 46

12. Karakteristik Responden Berdasarkan Harga Jual Tanah ... 47

13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Lahan Dengan Jalan Raya ... 47

14. Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi Ekonomi RTH ... 48

15. Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi Lingkungan RTH ... 48

16. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan ... 49

17. Karakteristik Responden Berdasarkan Preferensi Terhadap Perencanaan RTH ... 49

(7)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan yang

tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus

urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota makin berat. Demikian

juga halnya dengan kota Medan yang memiliki jumlah penduduk cukup besar dan

pertambahan penduduk yang tinggi dan terus meningkat dari waktu ke waktu

tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap

pemanfaatan ruang kota, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan perlu

mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan

kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik (open

spaces) di perkotaan.

Kualitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH) kota

Medan pada tahun-tahun terakhir, mengalami penurunan yang sangat signifikan.

Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik tersebut, baik berupa

RTH dan ruang terbuka non-hijau, telah mengakibatkan menurunnya kualitas

lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya

polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas, tawuran antar

warga), serta menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena

terbatasnya ruang yang tersedia untuk interaksi sosial.

Apabila permasalahan tersebut tidak ditanggapi dengan serius, maka tidak

menutup kemungkinan akan timbul suatu permasalahan baru. Oleh karena itu

(8)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

daerah perkotaan tersebut. Salah satu tindakan untuk mengurangi suasana

lingkungan yang panas dan sarat pencemaran adalah dengan menciptakan peranan

ruang terbuka hijau di dalam kawasan perkotaan. Penghijauan kota merupakan

alternatif terbaik dalam menciptakan suasana hutan di kawasan perkotaan. Untuk

ini perlu diketahui berapa luasan ruang terbuka hijau yang saat ini berada di kota

Medan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota (RTRWK) yang telah ada.

Untuk mengantisipasi timbulnya kerugian sebagai dampak minimnya peranan

ruang terbuka hijau maka diperlukan informasi yang memadai yang bisa

digunakan oleh pengambil keputusan, termasuk diantaranya informasi spasial.

Sistem Informasi Geografis (SIG) akan mempermudah perencanaan penghijauan

kota terutama dalam menentukan posisi geografis suatu lokasi dan menyajikan

tampilan dari kawasan perkotaan tersebut. Pemanfaatan SIG akan mendukung

kelancaran perencanaan penghijauan kota, sehingga tujuan dan sasarannya akan

tercapai.Melalui sistem ini dapat diperoleh peta lokasi ruang terbuka hijau yang

ada.

Dalam upaya mewujudkan ruang kota yang nyaman, produktif dan

berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup

terhadap keberadaan ruang terbuka publik, khususnya RTH di perkotaan.

Penghijauan kota dapat menciptakan suasana hutan di kawasan perkotaan karena

penghijauan kota dapat memberikan beberapa manfaat yang sama dengan manfaat

hutan seperti manfaat estetis, orologis, hidrologis, klimatologis, edaphis, ekologis,

protektif, hygienis dan edukatif. Adapun tujuan penghijauan kota adalah untuk

kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi

(9)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

kawasan perkotaan melalui pelaksanaan penghijauan kota, maka permasalahan

seperti suhu lingkungan yang panas dan sarat pencemaran dapat segera diatasi

(Nazaruddin, 1996).

Agar penghijauan kota terlaksana dengan sukses maka peran serta

masyarakat kota Medan sangat dibutuhkan. Warga masyarakat kota Medan

dituntut untuk menjaga lingkungan di sekitarnya. Peran serta masyarakat maupun

pihak lain yang merupakan pemilik lahan untuk menunjang penghijauan kota

antara lain dalam menangani halaman rumah tinggalnya dan menghijaukan

kawasan sekitarnya. Peran masyarakat sebagai pemilik lahan perlu diikutsertakan

dalam usaha penyediaan kawasan ruang terbuka hijau. Untuk itu dilakukan survey

langsung kepada masyarakat untuk mengetahui kesediaan masyarakat sebagai

pemilik lahan terhadap perencanaan ruang terbuka hijau di kota Medan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kesesuaian luasan RTH kota Medan yang ada

berdasarkan rencana tata ruang wilayah kota Medan

2. Untuk mengetahui preferensi masyarakat sebagai pemilik lahan terhadap

perencanaan pengembangan RTH kota Medan

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

pihak-pihak yang membutuhkan dasar pengambilan keputusan dalam perencanaan

(10)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Penghijauan Kota

Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih

luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area

memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada

dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau(RTH) pemanfatannya lebih

bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun

budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan

sebagainya (Instruksi Mendagri, 1988).

Penghijauan dilakukan di tanah milik perorangan atau masyarakat. Usaha

penghijauan ini merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri. Namun, dalam

pelaksanaannya biasanya terjalin kerjasama yang baik antara masyarakat dengan

pihak pemerintah melalui Dinas Kehutanan atau Dinas Pekerjaan Umum

(Setiawan,2000).

Pelaksanaan penghijauan di perkotaan bukan asal jadi, tujuan

pelaksanaannya harus jelas sehingga diperlukan suatu pemikiran dan kerja keras

perencana penghijauan di perkotaan agar terwujud suatu kota yang berwawaskan

lingkungan. Penghijauan kota bertujuan mewujudkan suatu kawasan hunian yang

berwawasan lingkungan, suasana lingkungan yang asri, serasi dan sejuk berusaha

ditampilkan kembali. Gedung perkantoran, rumah hunian, sarana umum, daerah

aliran sungai, jalan raya, dan tempat lain di kota ditanami dengan aneka

pepohonan. Hal ini dapat terjadi bila ada keseimbangan antara ketersediaan ruang

(11)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Menurut Nazaruddin (1996), peran serta warga untuk menunjang

penghijauan kota antara lain dalam menangani halaman rumah tinggalnya

masing-masing. Berikut ini hal-hal yang dapat diterapkan oleh setiap warga menangani

halaman rumahnya.

1. Perbandingan antara bangunan dan halaman hendaknya 60 : 40 agar

halaman sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dapat berfungsi dengan baik.

2. Bila melakukan perluasan bangunan hendaknya tidak menghabiskan

halamannya. Sebaiknya perluasan bangunan dibuat kea rah vertical.

Dengan demikian, pertambahan bangunan tidak menghabiskan ruang

terbuka hijau.

3. Usahakan setiap halaman harus memiliki tanaman. Lakukanlah

penanaman tanaman di halaman. Apabila tidak ada tanah yang tersisa,

lakukanlah penanaman di dalam pot. Tanaman harus dirawat dan ditata

agar sedap dipandang mata.

4. Peliharalah halaman dan lingkungan di sekitar rumah agar selalu bersih.

Manfaat dan Bentuk-Bentuk Penghijauan Kota

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.63 Tentang Hutan

Kota, penghijauan kota memiliki beberapa manfaat yaitu :

1. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika

2. Meresapkan air

3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota

(12)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Menurut Setiawan (2000) ada manfaat dari penghijauan yang dapat

dirasakan dalam kehidupan bermasyarakat perkotaan baik secara langsung

maupun tidak langsung, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Estetis

Manfaat estetis atau keindahan dapat diperoleh dari tanaman-tanaman

yang disengaja ditata sehingga tampak menonjol keindahannya. Warna hijau dan

aneka bentuk dedaunan serta bentuk susunan tajuk berpadu menjadi suatu

pemandangan yang menyejukkan.

2. Manfaat Orologis

Perpaduan antara tanah dan tanaman merupakan kesatuan yang saling

memberi manfaat. Pepohonan yang tumbuh diatas tanah akan mengurangi erosi.

Manfaat orologis ini penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama

longsor, dan menyangga kestabilan tanah.

3. Manfaat Hidrologis

Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan

sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat terserap oleh tanah. Hal

ini sangat mendukung daur alami tanah sehingga daerah hijau menjadi sangat

penting sebagai daerah persediaan air tanah.

4. Manfaat Klimatologis

Iklim yang sehat dan normal penting untuk keselarasan hidup manusia.

Faktor-faktor iklim seperti kelembapan, curah hujan, ketinggian tempat, dan sinar

matahari akan membentuk suhu harian maupun bulanan yang sangat besar

(13)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

banyaknya tanaman dalam suatu daerah dan menambah kesejukan dan

kenyamanan lingkungan.

5. Manfaat Edaphis

Manfaat edaphis berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa

diperkotaan yang semakin terdesak lingkungannya dan semakin berkurang tempat

huniannya. Lingkungan hijau akan memberi tempat yang nyaman bagi satwa

tanpa terusik.

6. Manfaat Ekologis

Keserasian lingkungan bukan hanya baik untuk satwa, tanaman atau

manusia saja. Kesemua makhluk ini dapat hidup nyaman apabila ada kesatuan.

Walaupun diberi tanggung jawab untuk menguasai alam, namun manusia tidak

bisa sewenang-wenang merusaknya. Kehidupan makhluk hidup di alam ini saling

ketergantungan. Apabila salah satunya musnah maka makhluk hidup lainnya akan

terganggu hidupnya.

7. Manfaat Protektif

Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya sinar matahari di siang hari

sehingga manusia memperoleh keteduhan. Pohon juga dapat menjadi pelindung

dari terpaan angin kencang dan peredam dari suara kebisingan.

8. Manfaat Hygienis

Lambat laun udara perkotaan semakin tercemar yang dikenal juga dengan

polusi. Dengan adanya tanaman, bahaya polusi ini mampu dikurangi karena

dedaunan tanaman mampu menghasilkan oksigen, menyaring debu dan

menghisap kotoran di udara. Semakin besar jumlah tanaman yang ada, maka

(14)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

9. Manfaat Edukatif

Semakin langka pepohonan yang hidup di perkotaan membuat sebagian

warganya tidak mengenalnya lagi. Karena langkanya pepohonan tersebut maka

generasi manusia yang akan datang tidak mengenal lagi sosok tanaman yang

pernah ada. Sehingga penanaman kembali pepohonan di perkotaan dapat

bermanfaat sebagai laboratorium alam.

Menurut Nazaruddin (1996), beberapa lokasi di perkotaan yang menjadi

perhatian utama untuk dihijaukan ialah daerah yang baru dibuka, jalan umum,

lokasi kosong yang belum dibangun, daerah aliran sungai, halaman perkantoran

dan perumahan, serta daerah kumuh yang umumnya tidak lagi memiliki ruang

terbuka hijau.

Umumnya kegiatan penghijauan untuk mewujudkan lingkungan kota yang

hijau dan asri dapat dilakukan dengan banyak cara. Cara-cara ini disesuaikan

dengan lingkungan daerah yang akan dihijaukan. Oleh karena itu ada beberapa

bentuk penghijauan kota yaitu diantaranya :

1. Hutan Kota

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002

Tentang Hutan Kota, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan

pohon-pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik pada tanah

negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang

berwenang. Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit

0.25 hektar.

Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh

(15)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

disini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan

tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah

pinggiran, dibuat sebagai daerah penyangga kebutuhan air, lingkungan alami,

serta pelindung flora dan fauna di perkotaan. Hutan kota dapat dibuat berbentuk

jalur, mengelompok, dan menyebar.

2. Taman Umum

Taman umum merupakan taman yang diperuntukkan sebagai ruang

terbuka hijau untuk umum. Masyarakat dapat memanfaatkan taman umum untuk

aneka keperluan, diantaranya sebagai tempat bersantai, berjalan-jalan, membaca

dan sebagainya. Lokasi taman umum biasanya digelar di lokasi strategis yang

banyak dilalui orang, seperti di pusat kota, dekat perkantoran, atau bahkan

ditengah pemukiman penduduk. Jenis tanaman yang dapat ditanam di taman

umum dapat berupa pepohonan dan tanaman hias yang memberikan keindahan

bagi setiap orang yang melihatnya.

3. Taman Halaman Perkantoran

Perkantoran di daerah pemukiman yang cukup baik umumnya memiliki

halaman yang cukup luas. Bila ditata dengan baik, halaman tersebut dapat

dijadikan taman yang indah. Taman perkantoran umumnya lebih mengutamakan

keindahan fisiknya dan didomonasi oleh tanaman perdu dan tanaman hias.

Adanya taman tersebut membuat penampilan gedung perkantoran menjadi lebih

megah.

4. Penghijauan Pemukiman Penduduk

Halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka

(16)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

terbuka tersebut memadai untuk dilakukan penanaman pepohonan atau tanaman

hias. Pemukiman penduduk yang padat dan sarat tanpa ada halaman atau

pekarangan dapat melakukan penghijauan dengan cara melakukan penanaman

tanaman di dalam pot.Tanaman yang dapat ditanam umumnya tergolong tanaman

berukuran kecil dan tanaman hias.

5. Jalur Hijau di Jalan Umum

Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon

dibagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di tengah jalan

untuk jalan raya maupun di kanan kiri jalan. Jalan protokol umumnya lebar dan

terang dengan pandangan tidak terhalang. Biasanya di jalan protokol dilengkapi

lampu jalan yang tidak boleh terhalangi oleh pepohonan yang terlalu rimbun,

sehingga jalan protokol tidak boleh ditanami dengan vegetasi secara penuh. Jenis

tanaman yang biasa di lokasi ini dapat berupa rumput, bunga-bungaan, atau

tanaman hias kecil.

6. Penghijauan Daerah Aliran Sungai

Penghijauan daerah aliran sungai dilakukan pada tepian sungai.

Penghijauan ini bermanfaat dalam penguat tebing sungai dan penanaman

pepohonan akan terlihat lebih rapi dan indah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai

tempat rekreasi.

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 (1988), fungsi ruang

terbuka hijau adalah :

1. Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan

(17)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan

kehidupan lingkungan

3. Sebagai sarana rekreasi

4. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam

pencemaran baik di darat, perairan maupun udara termasuk limbah cair

yang dihasilkan manusia

5. Sebagai sarana pendidikan maupun penelitian serta penyuluhan bagi

masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkunga

6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah

7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi maupun memperbaiki iklim mikro

8. Sebagai pengatur tata air karena dapat menyimpan air tanah

900m3/tahun/hektar dan mampu mentransfer 4000 liter air/hari/hektar yang

berarti dapat mengurangi suhu udara 50C-80C

9. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah yang rusak akibat pembangunan

maupun bencana alam

10.Sebagai sumber oksigen sebesar 0,6 ton/hektar/hari yang cukup untuk

konsumsi 1500 jiwa

11.Sebagai peredam kebisingan sekitar 25%-80%

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijau antara

lain adalah:

1. Memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan

2. Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota

(18)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 1. Jenis, Fungsi dan Tujuan Pembangunan RTH (Purnomohadi, 2001)

Jenis RTH Fungsi

Lahan Tujuan Keterangan

Taman Kota gisi dan pengalas) kurangi rekreasi aktif dan pasif,

nuansa rekreatif, terjadinya

keseimbangan mental (psikologis) dan fisik manusia, habitat

Perlindungan total tepi kiri-kanan bantaran

sungai (+/-25-50

meter) rawan erosi

Taman Olahraga,

Rekreasi yang aktif, sosialisasi,mencapai pemersatu ruang kota

Dibutuhkan seluruh anggota masyarakat, menghilangkan rasa angker.

Pertanian Kota Produksi, Estetika, Pelayananan

publik

(umum)

Kenyamanan

spasial,visual, audial dan ternal,ekonomi.

lingkungan kota, wisata alam,rkreasi, prduksi hasil hutan,iklim mikro, oksigen,ekonomi.

Pelestarian,perlindunga n dan pemanfaatan plasma

Pelestarian SD air,flora dan fauna (budidaya ikan air tawar)

(19)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Kebun Binatang

nutfah, elemen khusus kota besar, Kota Madya.

character building.

”Bangunan” sebagai elemen Taman.

Jalur Hijau Pengamanan

Keamanan Penunjang iklim mikro,

thernal, estetika

Pengaman: Jalur lalu lintas, Rel KA, jalur

listrik tegangan tinggi,kawasan industri

dan lokasi berbahaya lain.

Penunjang iklim mikro, pertanian subsistem; TOGA (tanaman obat keluarga) Apotik hidup karangkitri (sayur dan buah-buahan)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Perencanaan Wilayah

SIG merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input,

manajemen, proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis.

Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data

spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah,

data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan

sebagainya. Data SIG dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data

atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau

kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data

deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut (Nuarsa, 2005).

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) adalah suatu

(20)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

data spasial (keruangan) serta data non spasial (tabular), dalam memperoleh

berbagai informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan, baik yang

berorientasi ilmiah, komersil, pengelolaan maupun kebijaksanaan

(Yuliadji et al, 1994).

Sub-sistem SIG

Yuliadji, et al, (1994) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis pada

dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu :

1. Input Data

Input data dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial dan data

atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database tersebut meliputi data

tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari kenampakan geografis yang

disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan piksel atau grid.

Sumber database untuk SIG secara konvensional dibagi dalam tiga kategori :

a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data sensus,

catatan lapangan dan data tabuler lainnya.

b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra

penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.

c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari

satelit (Landsat, SPOT, NOOA).

2. Pemrosesan Data

Pemrosesan terdiri dari manipulasi dan analisis data. Manipulasi dilakukan

dengan rotasi, pengubahan dan penskalaan koordinat, konversi koordinat geografi,

(21)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

dilakukan dengan menggunakan overlaying beberapa layer tematik yang

berkaitan.

3. Output Data

Output dari SIG dapat berupa peta hasil cetak warna, peta digital, dan data

tabuler. Peta hasil cetak dapat berupa peta garis (dengan menggunakan plotter)

maupun peta biasa (dengan menggunakan printer).

Penginderaan Jauh Untuk Perencanaan Wilayah/Perencanaan Tata Ruang

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisa data yang diperoleh

dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objjek, daerah atau

gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,1990) Informasi yang diperoleh dari data

visual yang mewakili sebagian dari permukaan bumi

(Janssen dan Huurneman, 2001)

Suatu wilayah baik di pedesaan maupun di perkotaan menampilkan wujud

yang rumit, tidak teratur dan dimensi yang heterogen. Kenampakan wilayah

perkotaan jauh lebih rumit dari pada kenampakan daerah pedesaan. Oleh karena

itu sistem penginderaan jauh yang diperlukan untuk penyusunan tata ruang harus

disesuaikan dengan resolusi spasial yang sepadan. Untuk keperluan perencanan

tata ruang detail, maka resolusi spasial yang tinggi akan mampu menyajikan data

spasial secara rinci. Data satelit seperti Landsat TM dan SPOT dapat pula

digunakan untuk keperluan penyusunan tata ruang hingga tingkat kerincian

tertentu, misalnya tingkat I (membedakan kota dan bukan kota). hingga sebagian

tingkat II (perumahan, industri, perdagangan, dsb.). Sedangkan untuk tingkat III

(22)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

IV (rincian dari tingkat III, misalnya perumahan teratur yang padat, sedang, dan

jarang) (Martono; Surlan dan Sukmana, 2008).

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Perencanaan Penghijauan Kota

Meskipun secara keilmuan penginderaan jauh sering dipandang sebagai

cabang ilmu geografi dengan penekanan pada pengamatan vegetasi dari suatu

kejauhan, adanya kepentingan di bidang-bidang lainnya seperti kehutanan,

menyebabkan aplikasi penginderaan jauh berkembang pesat pada sektor tersebut

(Jaya,1997).

Untuk tujuan perencanaan hutan, penginderaan jauh dan SIG dapat

digunakan sebagai sarana yang membantu pelaksanaan kegiatan penataan hutan,

tata guna lahan dan tata ruang kota. Penghijauan kota sebagai salah satu dari

bagian kegiatan tata guna lahan dan tata ruang kota dapat dilaksanakan dengan

berbasiskan SIG dan penginderaan jauh terutama dalam penentuan lokasi

penghijauan dengan menggunakan citra satelit. Manajemen dan sistem

pengelolaan data harus mampu menyediakan data yang siap dan mudah digunakan

sesuai dengan kebutuhan penyusunan rancangan rencana pengembangan

perkotaan (Wikantiyoso, 2000).

Kemampuan SIG dalam pemrosesan data antara lain ; pendigitan, update

data digital, penghasil peta dan pemaparan informasi dalam peta, kajian lapangan,

foto udara dan citra satelit. Penggunaan SIG memungkinkan variasi data dari

berbagai sumber ini dipadukan di dalam informasi geografis (mapping) yang sama

dan memberikan informasi terbaru untuk tujuan perencanaan dan perancangan

(23)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Analisis Citra Landsat Untuk Perencanaan Penghijauan

Dalam melakukan analisis citra, dapat dilakukan secara digital dan visual.

Howard (1996) mendefinisikan analisis citra visual sebagai aktivitas visual untuk

mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam

citra tersebut untuk tujuan identifikasi objek..

Pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua proses yaitu proses

penemuan identitas objek dan elemen yang dideteksi pada citra dan proses untuk

menemukan arti pentingnya objek dan elemen tersebut. Sedangkan unsur-unsur

interpretasi citra terdiri dari rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan,

situs, asosiasi dan konvergensi bukti (Lo, 1996) dalam Sutanto (1994).

Landsat TM (Thematic mapper) dan SPOT (System Pour 1’Observation

de la Terre) merupakan satelit yang sering digunakan dalam kegiatan perencanaan

tata guna lahan dan tata ruang kota. Menurut Jaya (1997), landsat TM memiliki

kelebihan pada resolusi spektral dengan 6 saluran tampak / inframerah dan 1

saluran termal dengan resolusi spasialnya sebesar 30x30 m.

Pemanfaatan Ruang Kota Medan

Berdasarkan hasil perhitungan luas lahan diketahui bahwa luas Kota

Medan adalah 26.510 Ha, yang terdiri atas lahan kosong 10.089 Ha (38%) dan

16.421 Ha lahan terbangun (62%). Penggnaan lahan untuk kawasan RTH tersebar

di wilayah kota Medan yang berupa hutan bakau, sempadan sungai, kawasan

Bandara Polonia, Kebun Binatang, Kampus USU Padang Bulan dan Kwala

Bekala, Kawasan Medan Tuntungan, Kawasan Medan Johor dan areal taman.

Berdasarkan data yang ada jumlah taman di Kota Medan adalah 118 buah dengan

(24)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Regresi Binary Logistik

Model logit atau model regresi logistik mangikuti fungsi distribusi logistik.

Model logit berkembang sejak tahun 1961 dan merupakan metode dasar untuk

analisis data berskala biner (Hosmer dan Lomeshow, 1989).

Logistic Regression dipergunakan untuk menguji probabilitas terjadinya

variabel dependen mampu diprediksi oleh variabel independen. Mayer dan Pifer

(1970) menerapkan limited dependent variable regression model dalam penelitian

mereka. Pendekatan ini menggunakan simbol ”1” untuk perusahaan yang pailit

dan ”0” untuk perusahaan yang tidak pailit. Ahli ekonometrika mengidentifikasi

model ini sebagai linear probability model (LPM). Pendekatan logistic regression

dapat dipakai untuk menyelesaikan LPM (Aldric dan Nelson, 1984) sehingga

dapat menjamin hasil estimasi akan berada antara 0 dan 1.

Regresi binary logistik sangat tepat digunakan untuk melakukan pemodelan

suatu kemungkinan kejadian dengan variabel respons bertipe categorical dua

pilihan. Nilai kemungkinan kejadian berada pada rentang 0-1. Kemungkinan

kejadian dapat didekati dengan nilai yang menunjukkan propensity towards atau

(25)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kota Medan Secara Geografis

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265.10 km2) atau 3.6 % dari

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil,

tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan

terletak pada 3º 30' - 3º 43' Lintang Utara dan 98º 44' Bujur Timur. Untuk itu

topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2.5 –

37.5 meter di atas permukaan laut (BPS Kota Medan)

Secara administratif, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan

berbatasan dengan daerah kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, selatan

dan timur. Sepanjang wilayah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka

yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Karenanya

secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya

alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli

Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain (BPS Kota Medan).

Kota Medan Secara Demografis

Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika

sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya

tingkat kelahiran (fertalitas) dan tingkat kematian (mortalitas) mempengaruhi

(26)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 2. Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001 – 2005

Sumber : BPS Kota Medan

Berdasarkan data tabel di atas dikatakan bahwa selama tahun 2001 – 2005

jumlah penduduk kota Medan cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 1.92

juta jiwa pada tahun 2001 menjadi 2.03 juta jiwa pada tahun 2005, demikian juga

kepadatan penduduk kota Medan, meningkat dari 7.267 jiwa/km2 pada tahun

2001 menjadi 7.681 jiwa/km2 tahun 2005 (BPS Kota Medan).

Jumlah penduduk kota medan pada siang hari diperkirakan mencapai 2.5

juta jiwa, sedang pada malam hari diperkirakan 2.036.180 jiwa. Hal ini

berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang

harus disediakan secara keseluruhan (BPS Kota Medan).

Kota Medan Secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan,

keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan

penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana

pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi

(27)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya (BPS Kota

Medan).

Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota

medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa.

Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan,

Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar

(37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin(BPS Kota Medan).

Pemerintahan

Administratif pemerintah kota Medan yang dipimpin oleh seorang

Walikota pada saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang

terbagi dalam 2002 lingkungan (BPS Kota Medan).

Sarana Dan Prasarana

Sarana dan prasarana perhubungan di Kota Medan terdiri dari prasarana

perhubungan darat, laut, udara. Transportasi lainnya adalah kereta api. Disamping

itu juga telah tersedia prasarana listrik, gas, telekomunikasi, air bersih dan

(28)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

2008 di Kota Medan. Analisa data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Citra satelit (landsat TM) Kota Medan path/row 129/58

2. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan

3. Peta administrasi kota Medan

4. Data dasar yaitu kondisi umum wilayah penelitian, yang mencakup

kondisi fisik lapangan (letak geografis, luas wilayah, tanah), kondisi sosial

masyarakat (kepadatan penduduk, sarana dan prasarana, penggunaan

lahan, sosial budaya)

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Personal Computer (PC) dengan perangkat lunaknya

2. Tools SIG

3. Global Positioning System (GPS) Garmin 60 CSx

4. Penyimpan data berupa flashdisc/CD

5. Printer

6. Kamera digital

(29)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Metode Penelitian

1. Metode Pemilihan Responden

Mengingat populasi penelitian sangatlah luas/banyak, maka perlu

dilakukan pengambilan sampel guna mengatasi keterbatasan sumber daya yang

digunakan dalam penelitian ini (tenaga, waktu dan biaya). pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yang bersumber dari

populasi penelitian. Menurut Soekartawi (1995), dalam purposive sampling,

pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang

sudah diketahui sebelumnya. Metode purposive sampling ini digunakan untuk

mencapai tujuan tertentu dalam suatu penelitian. Langkah penarikan sampel

dalam penelitian ini selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan areal (kelurahan) yang dijadikan daerah penelitian. Penentuan

dilakukan secara purposive sampling dengan desain judgement sampling,

yaitu dengan melihat penyebaran kawasan ruang terbuka hijau yang terlihat

dari hasil analisis citra penutupan lahan kota Medan

2. Dari setiap areal yang terpilih sebagai daerah penelitian, diambil sejumlah

responden. Penentuan responden dilakukan secara purposive sampling dan

dipilih responden berdasarkan karakteristik tertentu (pemilik lahan RTH).

Jumlah sampel minimal 30 titik yang tersebar merata di seluruh kawasan kota

Medan

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil pada beberapa

(30)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

ini diambil sebagai sampel yang dianggap telah mewakili dari pada daerah-daerah

lain yang ada di kota Medan.

2. Pengumpulan Data

a. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur,

terdiri dari :

1. Citra Landsat TM Kota Medan (path/row 129/57 dan 129/58)

(sumber : Biotrop Training and Information Centre / BTIC)

2. Peta administrasi kota Medan

3. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan

b. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan titik koordinat

bumi di kota Medan untuk klasifikasi daerah bervegetasi. Data ini

diperlukan dalam analisis penutupan lahan.

c. Kuisioner dibuat untuk mengetahui bagaimana preferensi masyarakat

terhadap perencanaan RTH. Dalam metode ini responden yang digunakan

adalah masyarakat yang memiliki lahan RTH, baik yang sesuai RTRWK

maupun tidak.

3. Pengolahan Data

a. Analisis Citra

Citra Landsat TM dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta

luasan ruang terbuka hijau dari kawasan yang diteliti. Analisis citra dapat

dilakukan dalam enam tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti

(31)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

a. Mosaik Image

Mosaik image adalah penggabungan dua citra yakni citra landsat

129/57 dan citra landsat 129/58 sehingga gambaran pada kedua

citra tersebut bertampalan.

b. Subset Image

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan

daerah kawasan yang diteliti dari kedua citra tersebut.

c. Koreksi Citra

Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang

sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor

penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan

oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya

sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali.

Koreksi citra terdiri dari :

1. Koreksi Geometris

Koreksi geometris dilakukan sesuai dengan atau penyebab

kesalahannya, yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan

random dengan sifat distorsi geometrik pada citra. Tujuan

koreksi geometrik antara lain :

- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat

citra sesuai dengan koordinat geografi

- Mencocokkan (registrasi) posisis citra dengan citra lainnya

ataua mentransformasikan sistem koordinat citra

(32)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat

citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem

proyeksi tertentu.

2. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau

kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik,

kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik

pada atmosfer dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi

matahari.

d. Klasifikasi Citra (Image classification)

Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi

terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan

menggunakan teknik kuantitaif. Klasifikasi citra yang digunakan

yakni klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi

terbimbing adalah proses klasifikasi dengan pemilihan kategori

informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap

kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.

e. Uji Ketelitian

Uji ketelitian dilakukan dengan menggunakan metode maksimum

likelihood Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari

hasil interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di

lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang

dipilih dari setiap bentuk penutup/penggunaan lahan yang

(33)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Dari hasil uji ketelitian akan diperoleh akurasi yang dihitung dari

matriks analisis akurasi dengan formulasi sebagai berikut:

Producer’s accuracy = x100%

X

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan

r = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas)

Xkk= Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (diagonal matriks)

Xkt = ∑Xij (jumlah semua kolom pada baris ke i)

Xtk = ∑Xij (jumlah semua kolom pada lajur ke j)

f. Penentuan kawasan RTH yang ada di kota Medan

Setelah dilakukan pengecekan lapangan, langkah selanjutnya

adalah menentukan kawasan dan luasan ruang terbuka hijau yang

(34)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Tahapan analisis citra

Gambar 1. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan

Interpretasi visual

Groundcheck

Klasifikasi Terbimbing (Supervised)

Uji Akurasi

Subset Image

Koreksi Radiometri,

Geometrik

Citra Landsat

129/58 Citra

Landsat 129/57

Peta Tutupan

Lahan Mosaik

(35)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

b. Analisis Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Dengan Kondisi Sebenarnya RTH kota Medan

Analisis dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kondisi sebenarnya RTH

kota Medan berdasarkan kondisi dan luasan ruang terbuka hijau yang telah

diperoleh dari analisis citra satelit kemudian di bandingkan dengan rencana tata

ruang wilayah kota (RTRWK) Medan. Secara teknis, prosesnya dilakukan dengan

bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan tumpangsusun

(overlay) data spasial kota Medan dengan data spasial rencana tata ruang wilayah

kota Medan. Hal yang menjadi perhatian utama adalah keberadaan lahan RTH

yang sesuai RTRWK dan lahan RTH yang tidak sesuai RTRWK

c. Analisis Deskriptif

Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data yang

diperoleh dari hasil kuisioner. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

keadaan subyek atau obyek penelitian (Nawawi, 1983). Data yang terkumpul dari

hasil kuisioner dinyatakan dalam bentuk tabel (tabulasi) frekuensi silang yang

berupa data karakteristik responden dan data perencanaan penghijauan.

d. Analisis Regresi Binari Logistik

Analisis regresi binari logistik yaitu salah satu pendekatan model

matematis yang digunakan untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa

variabel independen dengan sebuah variabel dependen yang bersifat binari

(variabel yang mempunyai dua nilai variasi, ya atau tidak)

(36)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Pada regresi logistik (Logistic Regression) bila regresi dengan variabel

bebas (X) berupa variabel dummy, maka dikatagorikan sebagai regresi dummy.

Regresi logistik digunakan jika variabel terikatnya (Y) berupa variabel masuk

katagori klasifikasi. Misalnya, variabel Y berupa dua respon yakni gagal

(dilambangkan dengan nilai 0) dan berhasil (dilambangkan dengan nilai 1).

Seperti pada analisis regresi berganda, untuk regresi logistik variabel bebas (X)

bisa juga terdiri lebih dari satu variabel (Pusdatin, 2008).

Dalam Trihendradi (2007) model regresi logistik dinyatakan sebagai berikut:

Y = Zi

e

+ 1

1

atau Log Preferensi = Zi

Zi = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5+ b6X6+ b7X7+ b8X8+b9X9

Dimana : Zi = preferensi pemilik lahan

b0 = intercept

b = koefisien penduga dari X

X1 = umur responden

X2 = tingkat pendidikan responden

X3 = pendapatan responden

X4 = harga jual tanah

X5 = luas lahan

X6 = jarak lahan dengan jalan raya

X7 = Persepsi ekonomi

X8 = Persepsi kualitas lingkungan

(37)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Analisis data yang dilakukan menggunakan bantuan program SPSS

(Statistical Program for Social Science) Versi 12.0. Model ini dipilih karena ingin

mengetahui besarnya kontribusi pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak

bebas.

4. Batasan Operasional

- Kuisioner diberikan hanya kepada pemilik lahan yang memiliki lahan RTH

(38)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Citra Satelit Landsat ETM 7+ (Tutupan Lahan Kota Medan)

Citra Landsat ETM 7+ path/row 129/57 dan 129/58 tahun 2006 merupakan

citra yang belum diolah dan bukan hanya mencakup kota medan, tetapi juga

mencakup beberapa kabupaten lainnya. Untuk memperoleh citra medan sebagai

lokasi penelitian, maka kedua citra tersebut perlu digabungkan dengan proses

mosaik image kemudian dipotong (cropping) berdasarkan peta batas administrasi

kota Medan. Peta medan tersebut kemudian dikoreksi secara geometris dan

radiometrik agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya.

Citra yang sudah dikoreksi kemudian dapat diklasifikasi dengan metode

klasifikasi supervised untuk mengelompokkan dan mengenali kembali segala

kenampakan obyek yang berhasil ditangkap oleh alat sensor citra satelit.

Kenampakan citra dalam penyajian data dipengaruhi oleh resolusi. Citra Landsat

TM mempunyai resolusi 30m x 30m, oleh karena itu obyek yang ukurannya lebih

kecil dari 30m tidak dapat dikenali. Obyek pada citra tidak dapat langsung

dikenali, sehingga perlu dilakukan interpretasi visual. Kenampakan citra

diidentifikasikan berdasarkan warna, bentuk dan asosiasinya. Ada enam tutupan

lahan yang di interpretasikan secara visual yaitu mangrove, RTH/lahan budidaya,

pemukiman, industri, badan air dan awan.

Dalam proses klasifikasi terlebih dahulu ditentukan daerah-daerah contoh

(training area) pada citra. Daerah contoh adalah daerah yang menginformasikan

kelas-kelas penutupan lahan yang diklasifikasikan sebagai mangrove, RTH/lahan

(39)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

mempunyai luas minimalnya mencakup piksel berjumlah sepuluh kali jumlah

band yang dipakai untuk klasifikasi (Barbosa et al., 1996). Dalam penelitian ini

luas minimal satu daerah contoh adalah 70 piksel, karena citra Landsat ETM 7+

memiliki 7 band. Setelah daerah contoh ditentukan, selanjutnya perlu dilakukan

pengamatan kondisi lapangan (ground check) untuk mengamati tipe-tipe

penutupan lahan yang ada di areal yang dilakukan klasifikasi. Pengamatan

dilakukan dengan mengambil 120 titik-titik koordinat yang dianggap mewakili

kelas penutupan lahan.

Citra yang telah diklasifikasi secara supervised kemudian diuji

ketelitiannya dengan menggunakan metode maximum likelihood. Uji ketelitian

dilakukan terhadap setiap kelas tutupan lahan yang diklasifikasikan secara visual.

Hasil analisis akurasi dari klasifikasi citra ditampilkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Akurasi

Data Mangrove Awan Badan

Sumber : Hasil Klasifikasi Citra Satelit Landsat TM Tahun 2006

Melalui perhitungan uji akurasi diperoleh tingkat akurasi keseluruhan

(overall accuracy) sebesar 92,11%, rata-rata UA sebesar 92,78%, rata-rata (PA)

sebesar 86,49% dan kappa accuray sebesar 89,44%. Dari hasil ini diketahui citra

terklasifikasi dengan baik sehingga diperoleh peta tutupan lahan kota Medan yang

(40)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

(41)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 2. Peta Tutupan Lahan Kota Medan Hasil Klasifikasi Citra Landsat Tahun 2006

Peta tutupan lahan kota Medan menginformasikan sebaran penggunaan

lahan di Kota Medan yaitu daerah yang tertutup awan, badan air, industri,

pemukiman serta mangrove dan RTH/lahan budidaya yang dalam hal ini

diklasifikasikan sebagai RTH (tabel 4).

Tabel 4. Tutupan Lahan Kota Medan

Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase(%)

Awan 1.110,885 4,19

Badan air 3.187,672 12,02

Industri 820,130 3,09

Mangrove 2.269,837 8,56

Pemukiman 11.741,279 44,28

RTH/Lahan budidaya 7.387,905 27,86

Grand Total 26.517,708 100

Sumber : Hasil Klasifikasi Citra Satelit Landsat TM Tahun 2006

Tutupan lahan paling besar adalah pemukiman dengan luas sebesar

11.741,279 Ha (44,28%), sedangkan yang paling kecil adalah industri seluas

820,13 Ha (3,09%). Ruang terbuka hijau adalah tutupan lahan terbesar ke dua

yaitu seluas 9.657,742 Ha atau sebesar 36,42%. Ruang terbuka hijau terbagi

kedalam dua bentuk yaitu mangrove dan RTH/lahan budidaya.

Awan, 1110.885

(42)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Pada peta tutupan lahan terlihat bahwa keberadaan mangrove hanya ada di

sebelah utara kota Medan, yaitu kawasan yang dekat dengan pesisir pantai.

Penyebaran RTH/lahan budidaya tidak merata, terlihat di bagian tengah kota

Medan keberadaan RTH sangat sedikit sekali. RTH/lahan budidaya pada

umumnya berupa lapangan rumput, kebun campuran, belukar, pekarangan dan

taman kota. Gambaran umum RTH/lahan budidaya dapat di lihat pada gambar 4.

Mangrove Kebun Campuran

Pekarangan Lapangan Rumput

(43)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 4. RTH/lahan budidaya

Analisis Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Dengan Kondisi Tutupan Lahan RTH kota Medan

Kondisi RTH kota Medan

Luas tutupan lahan (hasil klasifikasi citra dan groundcheck) RTH Kota

medan dapat diperoleh dari peta penggunaan lahan kota Medan yaitu mangrove

dan RTH/lahan budidaya dengan total luas 9.657,742 Ha (36,42% dari luas total

kota Medan). Menurut dokumen RTRWK Medan 2006-2016, kota Medan

membutuhkan RTH minimal seluas 20% dari total luas kota Medan. Dapat

disimpulkan bahwa saat ini kota Medan sudah memenuhi kebutuhan RTH nya.

Penyebaran penggunaan lahan termasuk penyebaran RTH di seluruh kecamatan

kota Medan dapat di lihat pada tabel 5.

Tabel 5. Penyebaran Penggunaan Lahan Di Seluruh Kecamatan Kota Medan

KECAMATAN Awan Badan air Industri Mangrove Pemukiman RTH/Lahan

budidaya Total

Medan Amplas 61,966 56,120 75,828 761,859 591,596 1.547,369

Medan Area 28,789 2,434 8,819 770,026 26,514 836,582

Medan Barat 61,321 21,877 41,841 473,365 171,093 769,497

Medan Baru 116,296 5,382 7,648 534,519 17,110 680,955

Medan Belawan 169,828 17,406 40,440 240,985 14,88 483,539

Medan Deli 385,397 240,375 39,941 1.325,360 1.288,388 3.279,461

Medan Denai 5,424 50,491 33,772 835,664 146,273 1.071,624

Medan Helvetia 4,118 23,992 11,694 267,107 481,437 788,348

Medan Johor 71,243 57,284 36,129 586,483 698,371 1.449,510

Medan Kota 40,009 0,968 4,799 712,271 11,778 769,825

Medan Labuhan 1.344,660 83,186 1.134,492 605,533 820,685 3.988,556

Medan Maimun 183,972 1,103 10,387 273,565 13,591 482,618

Medan Marelan 764,156 26,237 980,460 132,959 176,555 2.080,367

Medan Perjuangan 49,477 29,409 756,603 140,067 975,556

Medan Petisah 69,045 2,307 7,560 268,327 29,740 376,979

Medan Polonia 268,867 5,210 4,193 338,142 15,575 631,987

Medan Selayang 23,403 45,331 17,493 527,793 342,419 956,439

Medan Sunggal 175,666 48,475 29,209 722,361 264,454 1.240,165

Medan Tembung 36,437 47,956 308,995 660,834 1.054,222

Medan Timur 0,766 42,809 67,796 985,006 146,645 1.243,022

Medan Tuntungan 73,934 18,393 314,356 1.404,404 1.811,087

Total 1.110,885 3.187,672 820,130 2.269,837 11.741,279 7.387.905 26.517,708

(44)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Dari enam tipe penggunaan lahan tersebut, RTH merupakan penggunaan

lahan terbesar kedua setelah pemukiman. Penyebaran RTH paling luas terdapat di

kecamatan Medan Tuntungan dengan total luas 1.392.044 Ha, sedangkan

penyebaran RTH paling kecil terdapat di kecamatan Medan kota dengan total luas

11,778Ha. Hal ini sesuai dengan isi dokumen RTRWK Medan yang menyatakan

bahwa Medan Tuntungan merupakan salah satu kecamatan yang penggunaan

lahannya ditujukan untuk kawasan RTH.

Berdasarkan peta tutupan lahan kota medan, kawasan-kawasan RTH

umumnya hanya terdapat di 12 kecamatan yaitu Medan Helvetia, Medan

Tuntungan, Medan Johor, Medan Polonia, Medan Sunggal, Medan Tembung,

Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Labuhan, Medan Amplas, Medan

Belawan dan Medan Deli. Sembilan kecamatan seperti Medan Kota, Medan

Timur, Medan Barat, Medan Petisah, Medan Baru, Medan Maimun, Medan

Perjuangan, Medan Area dan Medan Denai hanya memiliki RTH yang luasannya

kecil. Hal ini disebabkan pada sembilan kecamatan tersebut kawasan pemukiman

dan bangunan lainnya sangat mendominasi (Gambar 5).

(45)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 5. Luas RTH di Setiap Kecamatan Rencana Pengembangan RTH Berdasarkan RTRWK Medan

Melalui analisis spasial gambar peta RTRWK Medan yang ada, peta

penyebaran rencana pengembangan RTH di kota Medan dapat dilihat pada

gambar 6. Pengembangan RTH tersebut terdiri dari hutan mangrove, taman

(46)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 6. Peta Rencana Pengembangan RTH Kota Medan

Dalam dokumen RTRWK Medan tahun 2006-2016, rencana pola

pemanfaatan ruang terbuka hijau di kota Medan terdiri dari hutan mangrove,

sempadan sungai, kawasan sekitar danau, taman kota, jalur hijau dan ruang

terbuka hijau dengan total luas 5.363 Ha (Gambar 7).

Medan Johor, 99.035

Kebun Binatang Mangrove Stadion Taman Bertema Water Front City

RTH

Gambar 7. Luas Rencana Pengembangan RTH

Dari gambar 7 terlihat bahwa pola-pola RTH yang direncanakan tersebut

terdapat di empat kecamatan yaitu mangrove dan sebagian taman bertema

direncanakan di Kecamatan Medan Marelan, sebagian lagi taman bertema dan

Water Front City direncanakan di Kecamatan Medan Labuhan, stadion

direncanakan di Kecamatan Medan Tembung dan Kebun Binatang di Kecamatan

Medan Johor. Luas dari masing-masing rencana pengembangan RTH dapat dilihat

(47)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 6. Luas Daerah RTRWK Medan di Setiap Kecamatan

KECAMATAN 1 Industri 2

Medan Amplas 1.547,369 1.547,369

Medan Area 836,582 836,582

Medan Barat 769,497 769,497

Medan Baru 680,955 680,955

Medan Belawan 55,685 427,854 483,539

Medan Deli 412,767 2.861,118 5,576 3.279,461

Medan Denai 1.071,624 1.071,624

Medan Helvetia 81,312 707,036 788,348

Medan Johor 99,035 1.350,475 1.449,510

Medan Kota 769,825 769,825

Medan Labuhan 1.075,630 2.492,2 371,385 49,341 3.988,556

Medan Maimun 482,618 482,618

Medan Marelan 864 965,312 251,055 2.080,367

Medan Perjuangan

975,556 975,556

Medan Petisah 376,979 376,979

Medan Polonia 631,987 631,987

Medan Selayang 956,439 956,439

Medan Sunggal 1.240,165 1.240,165

Medan Tembung 908,893 145,329 1.054,222

Medan Timur 1.243,022 1.243,022

Medan Tuntungan

1.811,087 1.811,087

Total 1.569,709 99,035* 919,685* 23.106,593 145,329* 628,016* 49,341* 26.517,708

Sumber : 1 Analisis Citra Satelit Landsat TM Tahun 2006 2 Analisis peta RTRWK Medan

*

luas RTH

Dari tabel 6 diketahui bahwa pemukiman merupakan kawasan

perencanaan yang paling luas, yaitu 23.106,593 (87,14%). Sedangkan luas total

daerah RTH yang di rencanakan dalam peta RTRWK adalah sebesar 1841,406 Ha

(6,9%). Hal ini belum sesuai dengan luas RTH yang di rencanakan di dalam

dokumen RTRWK Medan yaitu seluas 5.363 Ha. Beberapa bentuk RTH yang

direncanakan di dalam dokumen RTRWK seperti sempadan sungai, kawasan

sekitar danau, taman kota, jalur hijau tidak dapat dianalisis karena tidak terdapat

di dalam peta RTRWK yang diperoleh. Selisih luas yang kurang adalah sebesar

(48)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Sebagai alternatif pengembangan RTH, ada beberapa kawasan yang layak

dijadikan daerah rencana pengembangan RTH, yaitu kawasan-kawasan hijau yang

terdapat di Medan Tuntungan, Medan Helvetia, Medan Tembung dan Medan

Labuhan. Pada peta tutupan lahan Medan kawasan ini terlihat memiliki kawasan

hijau yang cukup besar, namun tidak dijadikan sebagai kawasan pengembangan

RTH di dalam dokumen RTRWK. Begitu juga dengan kawasan Medan Kota yang

memiliki RTH paling sedikit, sehingga perlu dilakukan penambahan kawasan

RTH.

Berdasarkan peta RTRWK medan, dua kawasan RTH yang ada pada saat

ini sudah sesuai dengan rencana pengembangan RTH pada dokumen RTRWK

Medan 2006-2016. Kawasan tersebut adalah mangrove yang direncanakan di

Kecamatan Medan Marelan yang pada kenyataannya saat ini memang berupa

hutan mangrove dan begitu juga dengan kebun binatang yang rencananya

dibangun di Kecamatan Medan Johor, pada kenyataannya di lokasi tersebut pada

saat ini memang sudah berupa kebun binatang. Rencana Water Front City yang

akan dibangun di Kecamatan Medan Labuhan belum sesuai dengan kondisi saat

ini, karena lokasi rencana pembangunan Water Front City saat ini pada citra

teridentifikasi sebagai pemukiman dengan sedikit areal RTH. Begitu juga dengan

stadion yang direncanakan dibangun di Kecamatan Medan Tembung, karena saat

ini di lokasi tersebut terbaca sebagai lahan budidaya pada citra satelit. Untuk

rencana pembuatan taman bertema di Kecamatan Medan Marelan dan Medan

Tembung saat ini sudah mulai terealisasi. Pada saat cek lapangan di lahan tersebut

(49)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

kawasan Danau Siombak, yang difungsikan sebagi kawasan rekreasi. Kesesuaian

RTRWK Medan dengan tutupan lahan Medan dapat dilihat pada tabel 7.

Kesesuaian RTRWK Dengan Tutupan Lahan Kota Medan

Tabel 7. Perbandingan RTRWK dengan Tutupan Lahan

RTRWK Luas (Ha) 1 Tutupan Lahan Luas (Ha) 2

Industri 1.569,709 Badan air

Industri

Kebun Binatang (RTH) 99,035 Badan air

Industri

Mangrove (RTH) 919,685 Badan Air

Industri

Pemukiman 23.106,593 Awan

Badan air

Stadion 145,329 Badan air

Industri

Taman Bertema 628,016 Badan air

Industri

Water Front City 49,341 Badan air Industri

2 Hasil Klasifikasi Citra Satelit Landsat TM Tahun 2006

Pengembangan RTH seperti kebun binatang, mangrove, stadion, taman

bertema dan water front city seluruhnya tidak memiliki luas seperti yang

direncanakan. Berdasarkan hasil perbandingan antara tutupan lahan kota Medan

dengan RTRWK Medan terlihat bahwa sebagian dari lahan tersebut masih berupa

(50)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan RTH Kota Medan

Analisis Deskriptif

Keseluruhan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini

adalah 32 orang, menyebar mulai dari Kecamatan Medan Belawan sampai Medan

(51)

Selvi L. Lehurlawal : Analisis Spasial Dan Preferensi Pemilik Lahan Terhadap Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 8. Peta Penyebaran Responden Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas Umur

Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Umur(tahun) Jumlah(orang) Persen(%)

1 20-30 5 15.63

2 31-40 10 31.25

3 41-50 12 37.5

4 ≥51 5 15.63

Total 32 100

Sumber : Data Primer

Responden yang berumur antara 20-51 tahun keatas merupakan responden

yang dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas lahan yang dimiliki ataupun

disewa. Dianggap pada umur ini responden dapat dijadikan sumber informasi

mengenai preferensi mereka terhadap keberadaan lahannya sebagai RTH.

Responden yang paling banyak adalah yang berumur 41-50 tahun dengan jumlah

12 orang (375%) dan yang paling sedikit adalah yang berumur 20-30 tahun serta

yang berumur 51 tahun keatas masing-masing berjumlah 5 orang (15,63%).

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah(orang) Persen(%)

1 SD 1 3.12

2 SMP 7 21.88

3 SMA 16 50

4 PT(Perguruan Tinggi) 8 25

Total 32 100

Sumber : Data Primer

Pada umumnya responden pada penelitian ini tersebar pada tingkat

pendidikan mulai dari SD-PT, namun yang mendominasi adalah responden

berpendidikan SMA yakni 16 orang (50%). Sedangkan responden yang

Gambar

Tabel 1. Jenis, Fungsi dan Tujuan Pembangunan RTH  (Purnomohadi, 2001) Fungsi
Tabel 2. Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan  Tahun 2001 – 2005
Gambar 1. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan
Tabel  3. Hasil Analisis Akurasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merumuskan bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui bagaimana persepsi siswa tentang metode mengajar Rasulullah yang diterapkan guru. 2) mengetahui bagaimana kemandirian

Dalam pembangunan jaringan jalan disuatu daerah harus melibatkan masyarakat yang ada di daerah tersebut karena motiasi dan partisipasi aktif masyarakat sangat membantu

(1) Perpanjangan studi bagi mahasiswa program magister yang belum dapat menyelssaikan belajarnya dalam kurun waktu 2 (dua) tahun akademik atau 4 (empat) semester sebagaimana

Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi, namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka

Respon Kalus Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) pada Kondisi Cekaman Salinitas (NaCl) secara In Vitro. Institut Teknologi

Kecemasan diri yang sifatnya abstrak akan sulit jika divisualkan secara langsung tanpa ditampilkan secara simbolik. Maka dari itu ungkapan secara simbolik digunakan

  Perubahan   morfologi  tersebut  dianalisa  berdasarkan  hasil  penjalaran  serta  transpor  sedimen  berupa   perubahan  profil  pantai,  kemunduran  garis