• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga IV 1 Praktek Pembelian dan Penjualan

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Sistem Saluran Tataniaga Wortel

6.3.4 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga IV 1 Praktek Pembelian dan Penjualan

Petani wortel di Kecamatan Pacet hanya melakukan praktek penjualan saja. Petani pada saluran tataniaga IV menjual hasil panennya kepada PPK. Praktek penjualan yang terjadi pada umumnya terjadi dengan sistem borongan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Sistem pembayarannya pun dilakukan secara tunai setelah pemborong melakukan

panen. Pada saluran tataniaga IV secara umum tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena biaya ditanggung oleh pemborong (PPK), biaya yang dikeluarkan melainkan hanya biaya produksi.

PPK kemudian membawa wortel yang telah dipanen ke tempat penyimpanannya (gudang) untuk kemudian dibersihkan (cuci) dan dijual. Pada saluran tataniaga IV ini PPK menjual wortelnya kepada STA. Sistem pembayaran yang dilakukan yaitu dengan cara tunai atau paling lambat satu hari yaitu pada pengiriman berikutnya. STA menerima wortel dalam kondisi wortel telah dibersihkan tanpa dicuci dan telah di packing dengan karung. Setelah wortel diantarkan PPK ke STA, STA kemudian melakukan sortasi, grading, dan wrapping sebelum selanjutnya dijual kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer berasal dari Pasar Senen dan Supermarket (giant). Selanjutnya setelah barang siap, STA mengantarkan ke pedagang pengecer tersebut. pedagang pengecer selanjutnya menjual kepada konsumen akhir yang membeli wortel untuk konsumsi. Konsumen akhir secara langsung datang ke pasar tradisional untuk melakukan pembelian wortel tersebut.

6.3.4.2 Sistem Penentuan Harga

Petani tidak dapat mempengaruhi penetapan harga, dimana petani hanya bertindak sebagai price taker (penerima harga) yang berlaku di pasar. Petani tidak memiliki kuasa karena penentuan harga terbentuk secara alami dengan adanya mekanisme pasar. Petani di lokasi penelitian dapat dengan bebas memilih untuk mendistribusikan wortelnya kepada PPK manapun. PPK yang menyalurkan komoditinya ke STA menghadapi struktur pasar bersaing, dimana harga mengikuti harga pasaran yang berlaku ditingkat pedagang besar. PPK maupun STA tidak dapat mempengaruhi terbentuknya harga disebabkan harga terbentuk atas mekanisme pasar.

Sistem penentuan harga pada saluran tataniaga IV dapat di bedakan menjadi dua, yaitu antara sistem penetuan harga oleh pedagang pengecer dari pasar modern (supermarket) dan sistem penentuan harga oleh pedagang pengecer di Pasar Senen. Harga yang ditentukan pedagang pengecer supermarket lebih

tinggi dibanding dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang pengecer di pasar tradisional. Sistem penentuan harga berdasarkan kualitas wortel yang diperjualbelikan, kualitas wortel di supermarket lebih baik dibanding dengan wortel yang dipasarkan di pasar tradisional. Selain itu biaya tataniaga yang dikelurakan serta keuntungan yang diinginkan juga mempengaruhi penentuan harga jual di supermarket. Penentuan harga jual di pasar tradisonal berbeda dengan penentuan harga di supermarket dikarenakan oleh penentuan harga dipasar tradisional lebih kepada mengikuti harga keseimbangan atau harga pasaran.

6.3.4.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga

Kerjasama antar lembaga tataniaga dalam sistem saluran tataniaga IV dapat dilihat dari jalinan kerjasama antara petani dengan PPK. PPK dengan STA, STA dengan pedagang pengecer serta pedagang pengecer dengan konsumen akhir.

a. Kerjasama Antara Petani dengan Pedagang Pengumpul Kebun

Kerjasama antara petani dengan PPK pada umumnya terjalin karena kedua belah pihak sudah saling mengenal sebab masih bermukim di satu wilayah (desa) yang sama. Oleh sebab itu hubungan kemitraan dilandasi oleh keuntungan dan kekerabatan. Kerjasam lain yang terbentuk antara petani dan PPK yaitu biasanya PPK memberi bantuan pinjaman modal kepada petani yang kekurangan modal. Modal tersebut umumnya dibayar setelah panen dimana panennya kemudian dibeli oleh PPK.

b. Kejasama Antara Pedagang Pengumpul Kebun dengan Sub Terminal Agribisnis (STA)

Kerjasama antara PPK dengan STA yang dimaksud merupakan kerjasama yang terjalin atas kebutuhan masing-masing pihak untuk menerima dan menyalurkannya kembali kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Dalam hal ini, PPK sebagai pihak yang menyalurkan (menjual) wortel kepada pedagang besar. STA sangat terbantu dengan keterlibatannya karena dapat membantu petani sebagai wadah pemasaran selain itu tujuan dari adanya STA juga dapat

membantu petani yang belum memiliki pasar. PPK juga terbantu dengan adanya pasar sasaran atas wortel yang dibelinya dari petani.

c. Kerjasama Antara Sub Terminal Agribisnis (STA) dengan Pedagang Pengecer

Bentuk kerjasama yang terjalin antara kedua belah pihak ini (STA dan pedagang pengecer) yaitu STA secara kontinyu dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga pemasaran dan menyalurkan wortel kepada pedagang pengecer sehingga pedagang pengecer selalu memiliki persedian wortel untuk memenuhi permintaan konsumen akhir. Sehingga kerjasama yang terjalin akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

d. Kerjasama Antara Pedagang Pengecer dengan Konsumen

Kerjasama antara pedagang pengecer dan konsumen yang dimaksud ialah kerjasama yang terbentuk di Pasar Senen dan Supermarket. Selanjutnya konsumen akhir mempersiapkan biaya berupa modal untuk membeli wortel dari pedagang pengecer tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka analisis tentang perilaku pasar wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 17. Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012

Saluran dan Lembaga Tataniaga Perilaku Pasar Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga I Petani v - v Pedagang Pengumpul Kebun v v v Pedagang Besar v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga II Petani v - v Pedagang Besar v v v Pedagang Pengecer v v v

Saluran Tataniaga III

Petani v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga IV Petani v - v Pedagang Pengumpul Kebun v v v

Sub Terminal Agribisnis

(STA) v v v

Pedagang Pengecer v v v

Keterangan : ( v ) Dilakukan oleh lembaga tataniaga ( - ) Tidak dilakukan oleh lembaga tataniaga

6.4 Keragaan Pasar

Keragaaan pasar umumnya dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Keragaan pasar mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga wortel, keuntungan lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat serta nilai margin yang terletak pada saluran tataniaga. Pada Tabel 18 dapat dilihat presentasi total biaya tataniaga, keuntungan, dan margin tataniaga wortel di Kecamatan Pacet.

Tabel 18. Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012

Uraian Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV

Biaya Tataniaga (%) 37,47 23,11 25,67 20,45

Keuntungan (%) 39,19 58,00 61,96 29,85

Margin Tataniaga (%) 76,67 81,11 87,63 50,30

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa perbedaan-perbedaan antara biaya tataniaga, keuntungan serta margin tataniaga wortel yang diperoleh. Pada saluran tataniaga I, saluran tataniaga II dan saluran tataniaga III terdapat margin yang tinggi. Hal ini dikarenakan karakteristik pasar yang dihadapai oleh ketiga saluran tataniaga tersebut merupakan pasar persaingan sempurna yaitu ang dicirikan dengan banykanya penjual dan pembeli, produk yang dijual homogen, mudahnya keluar masuk pasar serta tidak adanya hambatan untuk masuknya pelaku pasar kedalam pasar tersebut.

6.4.1 Margin Tataniaga

Efisiensi tataniaga suatu produk salah satunya dapat dilihat melalui analisis margin tataniaga yaitu dengan melihat perbedaan yang terjadi disetiap lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Besar dan kecilnya margin tataniaga dapat ditentukan oleh besarnya biaya dan keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga.

Besarnya biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga sesuai dengan saluran-saluran yang ditempuhnya, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya-biaya yang dikeluarkan antara lain biaya tenaga kerja, penyusutan, transportasi, pengemasan, komunikasi, bongkar muat, retribusi, listrik dan sewa kios. Sedangkan dari sisi keuntungan dapat diukur dari besarnya imbalan jasa yang diterima atas biaya yang dikelurkan dalam penyaluran wortel.

Pada saluran tataniaga I, petani tidak mengelurkan biaya tataniaga tetapi biaya ditanggung oleh PPK selaku lembaga tataniga selanjutnya. Jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh PPK yaitu sebesar Rp 372,5/kg wortel. Biaya tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, penyusutan, pengemasan, komunikasi dan

listrik yang masing-masing sebesar Rp 200/kg, Rp 100/kg, Rp 40/kg, Rp 2,5/kg dan Rp 10/kg wortel.

Lembaga lain yang terlibat dalam saluaran tataniaga I yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer, dimana total biaya yang dikeluarkan masing- masing sebesar Rp 295,42/kg dan Rp 456,26/kg wortel. Lembaga tataniaga yang memperoleh keuntungan paling besar yaitu pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 743,74/kg wortel. Keuntungan yang diperoleh PPK tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer. Hal ini terjadi karena jauhnya jarak antara kedua lembaga ini sehingga harga yang diterapkan oleh pedagang pengecer lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada PPK karena biaya-biaya yang dikeluarkan.

Pada saluran tataniaga II, yang terlibat antara lain petani, pedagang besar dan pedagang pengecer. Dalam saluran ini, sama halnya dengan saluran tataniaga I dimana petani tidak mengeluarkan biaya tataniga. Total biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar dan pedagang pengecer tersebut masing-masing sebesar Rp 583,90/kg dan Rp 456,26/kg wortel. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kedua lembaga tataniaga tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, transportasi, penyusutan, pengemasan, sewa kios, bongkar muat, retribusi dan listrik.

Pada saluran tataniga III petani mengambil peran PPK dan pedagang besar karena dalam hal ini petani langsung mendistribusikan wortel yang dipanennya ke pedagang pengecer yang berada di Bogor. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani yaitu sebesar Rp 265,83/kg wortel yang terdiri dari biaya panen, pencucian, sortasi, pengemasan dan pengangkutan. Keuntungan yang diperoleh petani pada saluran tataniaga III ini cukup besar yaitu sebesar Rp 1101,22/kg wortel dari harga jual Rp 1.800/kg. Pedagang pengecer selaku lembaga yang menerima wortel sekaligus mendistribusikan kembali wortel ke konsumen akhir mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 632,64/kg dengan keuntungan diterima yaitu sebesar Rp 1067,36/ kg dari harga jual Rp 3.500/kg.

Pada saluran tataniaga IV hampir sama halnya dengan saluran tataniaga I, perbedaannya terletak pada peran pedagang besar dilakukan oleh STA. Petani dalam saluran tataniaga ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena biaya tersebut ditanggung oleh PPK. Biaya yang dikeluarkan PPK terhitung sebesar Rp

180/kg yang terdiri atas biaya tenaga kerja, transportasi,penyusutan, pengemasan, dan biaya listrik. Keuntungan yang diperoleh PPK sebesar Rp 420/kg. PPK kemudian mendistribusikan wortel ke STA yang kemudian dilakukan beberapa perlakuan. Biaya yang dikeluarkan STA sebesar Rp 554,89/kg dengan keuntungan sebesar Rp 645,11/kg dari harga jual sebesar Rp 2.600/kg wortel. Wortel selanjutnya didistribusikan kepada pedagang pengecer. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 632, 64/kg dengan keuntungan sebesar Rp 767,36/kg dari harga jual sebesar Rp 4.000/kg.

Berikut adalah rincian perhitungan dari biaya, margin dan keuntungan tataniaga wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Lampiran 3.

6.4.2 Farmer’s Share

Hasil pembagian harga yang diterima oleh petani dibandingkan dengan harga di konsumen akhir dapat diketahui dengan menggunakan analisis Farmer

Share’s. Farmer Share’s ditentukan dalam persentase (%) perbandingan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir, dimana farmer’s share juga memiliki hubungan negatif dengan margin tataniaga. Semakin tinggi margin tataniaga maka sebaliknya bagian yang didapatkan oleh petani akan semakin kecil. Bagian harga terbesar dalam saluran tataniaga wortel terdapat pada saluran tataniaga III yaitu sebesar 51,43 persen karena petani bertindak juga sebagai PPK dan pedagang besar. Sedangkan farmer’s share terkecil terjadi pada saluran tataniaga II yakni sebesar 18,89 persen. Hal ini menunjukkan bahwa padia saluran tataniaga tersebut kurang menguntungkan karena terdapat margin yang cukup besar antara harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada saluran tataniaga I dan IV cukup menguntungkan dibandingkan dengan saluran tataniaga II. Pada saluran tataniaga II dan IV pedagang besar dan STA juga menyakurkan wortelnya ke pasar modern (supermarket), farmer’s share atas penjualan wortel ke pasar modern akan semakin kecil diakibatkan oleh margin tataniaga yang semakin besar. Farmer Share’s pada sistem tataniaga wortel dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Saluran Tataniaga Harga di Tingkat Petani (Rp/Kg) Harga Di Tingkat Konsumen Akhir (Rp/Kg) Farmer's Share (%) Pasar Lokal Pasar Modern Pasar Lokal Pasar Modern Saluran Tataniaga I 700 3000 - 23,33 - Saluran Tataniaga II 850 4500 6470 18,89 0,13

Saluran Tataniaga III

1800 3500 - 51,43 -

Saluran Tataniaga IV

800 4000 6800 20,00 0,12