• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Kerja Sama Langsiran Tanah Timbun Ditinjau dari Hukum Perdata Perdata

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KERJA SAMA LANGSIRAN TANAH TIMBUN

B. Perjanjian Kerja Sama Langsiran Tanah Timbun Ditinjau dari Hukum Perdata Perdata

Timbunan adalah suatu kegiatan meletakkan atau menambah volume material yang sejenis atau material lain dengan tujuan meratakan permukaan yang berupa lubang sebelumnya dan atau meningggikan elevasi permukaan untuk mendapatkan kondisi permukaan yang lebih baik.Kegagalan dapat terjadi pada tanah timbunan berupa longsor ataupun setllement yang terlalu besar dan juga longsor pada sisi timbunan.Tanah timbunan yang dipilih seharusnya disesuaikan dengan kondisi tanah dasar, sehingga nilai shear strength yang dihasilkan memadai untuk syarat minimum dalam perhitungan faktor keamanan.

Timbunan atau urugan dibagi dalam 2 macam sesuai dengan maksud penggunaannya yaitu :

c. Timbunan biasa, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan tanpa maksud khusus lainnya. Timbunan biasa ini juga

25R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1979. hal. 68

Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk penggantian material existing subgrade yang tidak memenuhi syarat.

d. Timbunan pilihan, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan dengan maksud khusus lainnya, misalnya untuk mengurangi tebal lapisan pondasi bawah, untuk memperkecil gaya lateral tekanan tanah dibelakang dinding penahan tanah talud jalan26

Perjanjian borongan menurut KUHP 1601 b adalah perjanjian, dengan mana pihak satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, yang memborongkan dengan menetapkan suatu harga yang telah ditentukan. Secara garis besar KUH Perdata mengklasifikasi jenis-jenis perjanjian sebagai berikut berdasarkan kriteria masing-masing:

.

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak. Perjanjian jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

b. Perjanjian bernama dan tak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian‐perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan, dan lain-lain. Dalam KUH Perdata diatur dalam title V s/d XVIII

26Lintang, Kurnia. Pengaruh Beban Timbunan Terhadap Daya Dukung Pondasi Rakit Menggunakan Program Plaxis. Universitas Lampung. Lampung. 2017. hal 3.

Universitas Sumatera Utara

dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak benama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas yang tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.

c. Perjanjian perjanjian obligatoir dan kebendaan. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi consensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit), misalnya dalam sewa-menyewa, pinjam pakai, gadai.

d. Perjanjian konsensual dan real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak27

Sedangkan menurut Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:

.

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak

27Abdulkadir Muhammad.op.cit. hal.227-228

Universitas Sumatera Utara

yang melakukannya. Misalnya kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak saja yang dibebani suatu kewajiban. Misal, dalam perjanjian pemberian hibah, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani, perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra prestasi tersebut terdapat hubungan menurut hukum meskipun kedudukannya tidak harus sama. Misal, disatu pihak berprestasi sepeda, di pihak lain berprestasi kuda. Jadi disini yang penting adanya prestasi dan kontra prestasi.

c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil, perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya, masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya dalam jual beli kambing tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu. Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan akta tertentu.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti dalam Buku III

Universitas Sumatera Utara

KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya. Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak bernama.

e. Perjanjian kebendaan dan obligatoir, perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan. Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak, misal jual beli.

f. Perjanjian yang sifatnya istimewa:

1) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari kewajiban.

Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasan hutang dan Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata.

2) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.

3) Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada kejadian yang belum tentu terjadi.

4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa.

Contohnya adalah perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas)28

28Achmad Busro. Hukum Perikatan. Semarang, Oetama, 1985. hal 4.

.

Universitas Sumatera Utara

Abdulkadir Muhammad juga mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar.

2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut Pasal 1266 KUHPerdata. Menurut Pasal ini salah satu syarat ada pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.

3. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.

Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut

Universitas Sumatera Utara

hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerahkan suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan Undang-Undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata)

4. Perjanjian bernama dan tidak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

5. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, deliverycontract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, tim bullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

6. Perjanjian konsensual dan perjanjian real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak.

Universitas Sumatera Utara

Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata). Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap prbuatan hukum (perjanjian) yang obyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut

"kontan dan tunai"29

Pada umumnya setiap pihak yang mengadakan suatu perjanjian kerjasama menghendaki agar perjanjian yang telah dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan isi yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain bahwa salah satu pihak menghendaki dapat dipenuhinya prestasi dari pihak lainnya sesuai dengan perjanjian. Sama halnya dengan perjanjian kerja sama langsiran tanah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Akan tetapi dalam praktik tidak semua perjanjian dapat dilaksanakan dengan sempurna. Hal ini dimungkinkan prestasi yang diharapkan tidak dapat dipenuhi pihak lain sehingga pelaksanaan perjanjian itu mengalami hambatan. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama diantaranya, yakni:

.

A. Wanprestasi

Menurut Salim H.S. mengatakan wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.Sedangkan Abdulkadir Muhammad

29Abdulkadir, Muhammad.. Hukum Perdata Indonesia. Cetakan Ke-III. Bandung. PT.

Citra Aditya Bakti. 2000. hal195.

Universitas Sumatera Utara

mengatakan bahwa wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan.

Adapun dalam hal telah ditentukannya tenggang waktu dalam perjanjian tersebut, seorang debitur telah melakukan tindakan wanprestasi atau melalaikan kewajibannya dapat dilihat dalam Pasal 1238 KUH Perdata, yaitu :

“si berutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Menurut Pasal 1238 KUH Perdata tersebut di atas, seorang debitur baru dapat dinyatakan lalai setelah ia ditagih atau ditegur oleh kreditur. Cara ini disebut dengan istilah somasi.Jadi yang dimaksud dengan somasi adalah peringatan yang disampaikan oleh kreditur yang ditujukan kepada debitur yang berisikan ketentuan agar debitur memenuhi prestasinya dengan seketika atau dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam peringatan itu. Berdasarkan akibat wanprestasi tersebut, menurut Abdulkadir Muhammad akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berikut ini :

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1234 KUH Perdata).

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan/pembatalan perikatan melalui Hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).

Universitas Sumatera Utara

c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).

e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkirakan di muka Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.

Selanjutnya sebagai akibat adanya wanprestasi dilihat dari pihak kreditur, dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata yaitu :

1) Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian;

2) Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;

3) Kreditur dapat menuntut ganti rugi saja;

4) Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian;

5) Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti rugi30 B. Resiko pelaksanaan perjanjian

;

Sering terjadi bahwa debitur tidak memenuhi prestasinya dalam suatu perjanjian bukan karena lalai atau wanprestasi, tetapi karena dalam keadaan memaksa.Keadaan ini adalah suatu keadaan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya suatu prestasi dalam perjanjian yang disebabkan oleh suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya dan berada di luar kesalahan debitur.Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur.

30Abdulkadir Muhammad.op.cit. hal.204

Universitas Sumatera Utara

C. Proses Pembuatan Perjanjian Kerja Sama Langsiran Tanah Timbun

Dokumen terkait