• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA SAMA PT. RIMBA MUJUR MAHKOTA DENGAN CV. MITRA NATAKO GROUP DALAM LANGSIRAN TANAH TIMBUN DI KABUPATEN MANDAILING NATAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

M. Arsyad Hanafiah 130200193

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

(2)

Universitas Sumatera Utara

(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : M. ARSYAD HANAFIAH

NIM : 130200193

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM

KEKHUSUSAN PERDATA BW

JUDUL SKRIPSI : Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerja Sama PT. Rimba Mujur Mahkota Dengan CV. Mitra Natako Group Dalam Langsiran Tanah Timbun Di Kabupaten Mandailing Natal.

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar dan tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2018

M. ARSYAD HANAFIAH NIM. 130200193

Universitas Sumatera Utara

(4)

i ABSTRAK M. Arsyad Hanifiah*

Hasim Purba**

Rabiatul Syahriah***

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.Menurut Pasal 1313 KUH perdata perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang saling berjanji untuk melakukan suatu hal.Penelitian ini dilakukan untuk membahas mekanisme pelaksanaan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group sesuai KUH Perdata dan surat penjanjian kerja No.01/SPK-TEK/RMM/I/2018. Adapun permasalahan yang dibahas adalahmekanisme pelaksanaan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group tentang tanah timbun,kendala-kendala dalam pelaksanaan perjanjian yang dilakukan oleh PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group dalam langsiran tanah timbun di Kabupaten Mandailing Natal, serta penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group tentang tanah timbun.

Metode penelitian yang diguna kan penulis adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif.Data yang digunakan adalah data sekunder serta data-data yang diperoleh setelah diadakannya survey kelapangan yang kemudian disusun secara sistematis untuk menggambarkan secara jelas hal-hal yang dipersoalkan dalam skripsi ini.

Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah mekanisme pelaksanaan perjanjian langsiran tanah timbun di Desa Sikara-kara yang dilakukan oleh pihak pertama (PT. Rimba Mujur Mahkota) dengan pihak kedua (CV. Mitra Natako Garoup) dinilai sudah baik. Perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun yang dilakukan sesuai dengan ketentuan perjanjian dalam KUH Perdata. Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun di Desa Sikara-kara adalah kendala teknik. Kendala yang dimaksud adalah kerusakan peralatan, mesin yang mogok dan cuaca yang tidak mendukung (hujan).Penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara pihak pertama (PT. Rimba Mujur Mahkota) dengan pihak kedua (CV.

Mitra Natako Group) berdasarkan Surat Perjanjian Kerja No. 01/SPK- TEK/RMM/I/2018 adalah secara musyawarah untuk mufakat, namun apabila tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka akan diselesaikan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Medan di Medan.

Kata Kunci: Perjanjian Kerja Sama, Tanah Timbunan, KUH Perdata

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I/ Dosen Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II/ Dosen Fakultas Hukum USU

Universitas Sumatera Utara

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas menyusun skripsi ini guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis memilih judul Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerja Sama PT. Rimba Mujur Mahkota Dengan CV. Mitra Natako Group Dalam Langsiran Tanah Timbun Di Kabupaten Mandailing Natal. Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk mendekati kesempurnaan dalam skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun yang tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama penulis menempuh perkuliahan, khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH,M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Prof. Dr, Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

3. Prof. Dr. Saidin, SH. M.hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Puspa Melati Hasibuan, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

(6)

iii

5. Dr. Jelly Leviza, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

7. Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

8. Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini

9. Seluruh jajaran Staf dan Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik penulis.

10. Orangtua penulis Ayahanda Ali Anapiah SH dan Ibunda Zeiniar yang selalu mendoakan serta memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

11. Kepada sahabat, Arifin Bahagia, Ikbal Reza, Fadlan Nst, Risky Subali, Ramadhan Abdillah, Ian Nst, yang terus mengkritik sehingga penulis termotivasi.

12. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Nuraswara Syahputra, Geralndo Sitinjak, Parulian Sirait, Ali Nidal, dan kawan- kawan seangkatan, seluruh kakak senior dan junior yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

13. Seluruh Orang- orang yang tetap berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung baik yang terdahulu dan masa depan nanti yang telah memberikan bumbu- bumbu kehidupan kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara

(7)

iv

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis seraya meminta maaf sekaligus sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaaan dan kemanfaatannya.

Akhir kata penulis menucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di Negara Republik Indonesia.

Medan, April 2018 Penulis,

M.ARSYAD HANAFIAH

Universitas Sumatera Utara

(8)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penulisan ... 9

F. Keaslian Penulisan... 10

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KERJA SAMA LANGSIRAN TANAH TIMBUN ... 12

A. Tinjauan Umum dan Syarat-syarat Sahnya Perjanjian ... 12

B. Perjanjian KerjaSama Langsiran Tanah Timbun Ditinjaudari Hukum Perdata ... 26

C. Proses Pembuatan Perjanjian Kerja Sama Langsiran TanahTimbun ... 36

BAB III :KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJA SAMA LANGSIRAN TANAH TIMBUN ... 40

A. Pengaturan Perjanjian Kerja Sama Langsiran Tanah Timbun.. 40

B. Bentuk Perjanjian Kerja Sama Langsiran Tanah Timbun ... 51

Universitas Sumatera Utara

(9)

vi

C. Hak dan KewajibanPara Pihakdalam Perjanjian Kerja

……Sama Langsiran Tanah Timbun ... 56

BAB IV : PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA PT. RIMBA MUJUR MAHKOTA DENGAN CV. MITRA NATAKO GROUP DALAM LANGSIRAN TANAH TIMBUN DI KABUPATEN MANDAILING NATAL ... 60

A. Mekanisme Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama LangsiranTanah Timbun Antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group Tentang Tanah Timbun ... 60

B. Kendala-kendala dalam PelaksanaanPerjanjian Kerja SamaLangsiran Tanah Timbun Antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group Tentang Tanah Timbun ... 69

C. Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian KerjaSama LangsiranTanah Timbun Antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group. ... 73

BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ……. ... 78

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu hukum yang dipelajari bahwa suatu perjanjian dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda.Perikatan ialah suatu hal yang lebih bersifat abstrak, yang mana lebih menunjuk dalam hubungan hukum pada suatu harta kekayaan antara dua orang ataupun dua pihak atau lebih.Perikatan lebih luas dari perjanjian, yang mana tiap-tiap perjanjian adalah perikatan, tetapi perikatan belum tentu sesuatu perjanjian. Dengan demikian berarti suatu perjanjian ini juga akan melahirkan suatu hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut1

1. Tahap pra-contractual, yaitu tahap terjadinya penawaran dan penerimaan.

.

Menurut Teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.Dalam teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus melihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori tersebut, yaitu:

2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak,

1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004, Perikatan yang lahir Dari Perjanjian, Ed.

I, Cet.II, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, hal 2.

Universitas Sumatera Utara

(11)

3. Tahap post-contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian2

Terkait dengan kepemilikan dan perjanjian kerja sama pengalihan hak tanah telah diatur di dalam perUndang-Undangan yang berlaku. Salah satunya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tanah serta bentuk kerja sama terkait tanah harus sesuai dengan ketentuan perUndang- Undangan yang berlaku. Berikut ini merupakan ketentuan yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bagian VII Pasal 44, yaitu:

(1)Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan : a. satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;

b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam Pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

.

Kemudian muncul kembali pendapat dari para sarjana terkait pengertian perjanjian yaitu menurut Charless L.Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan yaitu,“contract is an agreement between two or more persons- not merely a shared belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them”. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-

2Salim HS, 2014, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia (buku kesatu), Sinar Grafika, Jakarta, hal 15-16.

Universitas Sumatera Utara

(12)

sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka3

a. Jual-beli

.

Sebelum Undang-Undang pokok agraria diberlakukan terdapat perbedaan pendapat dalam pandangan hukum terkait dengan hak tanah yang disebut sebagai dualisme dalam hukum. Permasalahan tanah merupakan permasalahan kompleks yang sering menimbulkan konflik. Oleh karena itu, permasalahan tentang hak tanah tidak dapat dipandang secara sederhana. Dualisme yang dimaksud adalah hak yang berstatus hak barat dan diatur dalam kitab Undang-Undang hukum perdata (B.W). Kedua, hak yang diatur dengan hukum adat yang pelaksanaannya diatur oleh kepala desa setempat. Namun, setelah UUPA dikeluarkan dualisme tersebut dihapuskan. Semua peralihan hak atas tanah dilakukan oleh pejabat pembuat akta tanah, peralihan-peralihan yang harus dilakukan perjabat akta tanah adalah:

b. Pemberian hak tanggungan c. Akta pembagian hak bersama d. Tukar menukar

e. Hibah

f. Akte pemasukan kedalam perusahaan

g. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik h. Surat kuasa membebani hak tanggungan4

Maksud dari UUPA adalah kewenangan negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untukmengatur peruntukkan dan penyelenggaraan

.

3Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

4Rustam Efendy Rasyid, Teknik Pembuatan Akte PPAT, Medan, 2007, hal 11-15.

Universitas Sumatera Utara

(13)

penggunaan seluruh hak atastanah,dalam pengertian bukan pemilik.Pengaturan ditujukan demi kemakmuran seluruhrakyat, penyelenggaraannya diserahkan kepada lembaga tertentu. Pendelegasianwewenang pelaksanaan hak menguasai negara ini disebutkan dalam peraturan yangada sebagai Hak Pengelolaan. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negarayang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya5

Pengertian sewa menyewa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1548 adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkandirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan, dari sesuatubarang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang olehpihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.Sewa- menyewa merupakan persetujuan konsensual yang bebas bentuknya,sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan atau yang diperjanjikan, secara lisanmaupun tulisan, yang objeknya meliputi segala jenis benda bergerak maupun tidakbergerak, berwujud dan tidak berwujud, jadi objek sewa-menyewa adalah yang

.

Selain dari Undang-Undang yang dimaksud diatas, teknis pelaksanaannya juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Peraturan yang dimuat di dalam Undang-Undang ini meliputi teknis pelaksanaan peralihan hak tanah, pajak, administrasi yang harus dilengkapi oleh pelaksana peralihan hak tanah dan sebagainya. Oleh karena itu sudah sangat jelas bahwa tanah sebagai sumber daya menjadi sorotan penting bagi pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan peraturan yang ditetapkan pemerintah terkait hak tanah sehingga tidak menimbulkan konflik dikehidupan rakyatnya.

5Tampil Anshari Siregar,Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Multi Grafika,Medan,2007.hal 60.

Universitas Sumatera Utara

(14)

dapatdipersewakan, dengan harga sewa yang sesuai dengan kesepakatan berdasarkankebiasaan dan kepatutan.

Pelaksanaan sewa menyewa, objek sewa bukan ditujukan untuk dimiliki, tapi hanya untuk dinikmati. Atas dasarpenikmatan inilah memungkinkan terjadinya persetujuan sewa-menyewa, artinyauntuk penggunaan penikmatan yang diberikan kepada si penyewa, sipenyewa tersebutharus menyerahkan kontraprestasi berupa sejumlah pembayaran tertentu (uang sewa)penikmatan sebagai salah satu unsur yang ditekankan pada Pasal 1548 KUH Perdata,sebagai apa yang disebut haknya penyewa, sedangkan pembayaran merupakan wujuddari prestasi/ kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyewa atas penikmatan yangditerimanya yang telah diberikan oleh pemilik barang/yang menyewakan,pembayaran yang dilakukan si penyewa merupakan hak dari pemberi sewa bagipembayaran atas kewajibannya menyerahkan barang untuk dinikmati oleh penyewa6

Penggunaan tanah yang diberikan oleh pemilik dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis yang disetujui oleh pihak pemilik dan penyewa. Perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro merupakan suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak tentang harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu

.

7

6M.Yahya Harahap, Segi-segi hukum perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal.7.

7R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung 1981, hal 9

. Sedangkan menurut Pasal 1313 KUH perdata , maka pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Universitas Sumatera Utara

(15)

Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diperlukan 4 syarat dalam melaksanakan perjanjian, yaitu:

1) Adanya kata sepakat dari mereka yang melakukan perjanjian 2) Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (perikatan) 3) Perjanjian yang dibuat harus mempunyai objek tertentu

4) Yang diperjanjikan itu adalah suatu sebab yang halal

Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak pemborong), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga pemborongan8

Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang yang seluas – luasya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu untuk tujuannya. Sebagaimana ketentuan pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang – undang bagi mereka yang membuatnya”.

Mensikapi hal tersebut R. Subekti menjelaskan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan

. Di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUHPerdata, pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu (si pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

8R. Subekti (I), Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 58.

Universitas Sumatera Utara

(16)

perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuat seperti undang – undang.

Atau dengan kata lain, dalam soal perjanjian kita diperbolehkan membuat undang – undang bagi kita sendiri. Pasal – pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila atau sekedar kita tidak mengadakan aturan – aturan sendiri dalam perjanjian – perjanjian yang kita adakan itu9

9R. Subekti (II), Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990, hal.14.

.

Dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama ini, para pihak yang terlibat tidak boleh mengabaikan isi perjanjian. Para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja sama harus selalu berpatokan pada isi perjanjian yang telah disepakati bersama, karena apabila terjadi penyimpangan dapat dijadikan alasan untuk menyatakan telah terjadi wanprestasi, dan isi perjanjian harus memperhatikan asas keadilan dan keseimbangan.

Pada masa sekarang ini banyak kontrak yang bermasalah, banyak isi kontrak yang sifatnya hanya menguntungkan salah satu pihak tanpa memperhatikan pihak lain, sehingga asas keadilan dan keseimbangan tidak terlihat lagi sehingga tidak sesuai dengan apa yang diharapkan kedua bela pihak.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan pengkajian terhadap perjanjian langsiran tanah timbun yang dilakukan oleh PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group di Kabupaten Mandaling Natal. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pelaksanaan perjanjian yang dilakukan oleh kedua unit usaha ini disetujui bersama dalam bentuk perjanjian tertulis. Oleh karena itu diperlukan pengkajian mendalam untuk melihat apakah prosedur pelaksanaan perjanjian hak tanah timbun sudah dilakukan sepenuhnya sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

(17)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, ditetapkan penelitian dengan judul

“Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerja Sama PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV.

Mitra Natako Group dalam Langsiran Tanah Timbun di Kabupaten Mandailing Natal.”

Dengan demikian dapat disampaikan perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group tentang tanah timbun?

2. Apa kendala-kendala dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group tentang tanah timbun?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group tentang tanah timbun ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan perjanjian yang dilakukan oleh PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group dalam langsiran tanah timbun di Kabupaten Mandailing Natal.

Universitas Sumatera Utara

(18)

2. Untuk mengetahuikendala-kendala dalam pelaksanaan perjanjian yang dilakukan oleh PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group dalam langsiran tanah timbun di Kabupaten Mandailing Natal dengan perUndang-Undangan yang berlaku.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Memberikan suatu masukan informasi bagi kalangan yang mengkaji terhadap hal ini dalam bentuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pemikiran berkenaan denganpelaksanaan perjanjian tanah timbun yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Secara Praktis

Memberikan masukan bagi instansi/ unit usaha/ organisasi kemasyarakatan ataupun masyarakat itu sendiri terkait dengan pelaksanaan perjanjian tanah timbun selektif yang sesuai dengan ketentuan pemerintah dan supaya terhindar dari konflik yang berpotensi akibat ketidakpuasan salah satu pelaksana perjanjian tersebut.

Universitas Sumatera Utara

(19)

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputus oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)10

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

. Selanjutnya melakukan penelitian lapangan yang berguna untuk melakukan pengumpulan data sekunder.Berdasarkan hasil wawancara dan studi kepustakaan yang diperoleh, maka data tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif.

F. Keaslian Penelitian

Penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerja Sama PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group dalam langsiran tanah timbun di Kabupaten Mandailing Natal” bukan hasil plagiat dari karya orang lain. Kemudian, permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri.Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.

G. Sistematika Penulisan

10Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal 118

Universitas Sumatera Utara

(20)

1. BAB 1 : Berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

2. BAB 2 : Berisi tinjauan umum tentang perjanjian yang meliputi tinjauan umum dan syarat-syarat sahnya perjanjian, perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun ditinjau dari hukum perdata dan proses pembuatan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun.

3. BAB 3 : Berisi tinjauan tentang kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun yang meliputi pengaturan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun, bentuk perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun serta hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun.

4. BAB 4 : Berisi hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan perjanjian kerja sama antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group dalam langsiran tanah timbun di Kabupaten Mandailing Natal yang meliputi mekanisme pelaksanaan perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT. Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group tentang tanah timbun, kendala- kendala dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama langsira tanah timbun antara PT.

Rimba Mujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group tentang tanah langsiran, penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerja sama langsiran tanah timbun antara PT.RimbaMujur Mahkota dengan CV. Mitra Natako Group.

5. BAB 5 :Kesimpulan dan saran dari garis-garis besar pokok pembahasan.

Universitas Sumatera Utara

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KERJA SAMA LANGSIRAN TANAH TIMBUN

A. Tinjauan Umum dan Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Berdasarkan kamus bahasa Belanda istilah verbintenis berasal dari kata binden artinya ikat atau mengikat, sedangkan kata perjanjian dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar janji yang dalam bahasa Belanda diartikan overeenkomst. Sedangkan istilah overeenkomst juga bisa diterjemahkan persetujuan dan persetujuan berasal dari kata dasar setuju dan kata setuju sendiri dalam bahasa Belanda diartikan overeenkomtig. Mengenai istilah memang terdapat perbedaan antara ahli hukum satu dengan ahli hukum lain. Hal ini tergantung dari sudut pandang, tinjauan dan argumentasi ahli hukum itu sendiri yang masing-masing tentu berbeda.Perbedaan para ahli hukum dalam menterjemahkan istilah Belanda ke dalam istilah hukum Indonesia adalah wajar saja karena masing-masing ahli hukum mempunyai argumentasi kuat, sudut pandang yang berbeda dan keahlian yang berbeda.Perbedaan dalam menyalin istilah Belanda ke dalam istilah Indonesia justru menunjukkan kesanggupan para ahli dalam mempelajari dan mengembangkan hukum perdata khususnya hukum perjanjian Indonesia11

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.Perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Pengertian

.

11Gunawan Widjaya.2005, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (aanvullend recht) dalam Hukum Perdata. Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, hal 249.

Universitas Sumatera Utara

(22)

perjanjian ini mengandung unsur perbuatan, satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih dan mengikatkan dirinya.Suatu perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Selain itu merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal12

Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.Perikatan merupakan salah satu bentuk perjanjian yang merupakan peristiwa hukum berupa perbuatan, misalnya jual beli dan hutang-piutang.Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainya

.

13

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut Setiawan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Menurut Sudikmo Mertokusumo perjanjian adalah hubungan hukum antar dua belah pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.Dua pihak itu sepakat untuk menentukan peraturan atau kaedah hukum atau hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan dijalankan.Kesepakatan itu menimbulkan

.

12Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta. PT Inermasa.1987. hal 29.

13Abdulkadir Muhammad..Hukum Perdata Indonesia. Cetakan Ke-III. Bandung. PT.

Citra Aditya Bakti.2000. hal 225.

Universitas Sumatera Utara

(23)

akibat hukum dan bila kesepakatan dilanggar maka akibat hukumnya si pelanggar dapat dikenai akibat hukum atau sanksi14

1. Asas kebebasan berkontrak, asas ini memiliki landasan hukumnya pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan “semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”

yang juga menjelaskan bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian yang isisnya apa saja yang ia kehendaki.

.

Membuat ataupun melaksanakan suatu perjanjian tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, namun dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian patutnya mengetahui asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian, adapun asas- asas umum hukum dalam perjanjian tersebut antara lain:

2. Asas konsensualitas, asas ini memiliki landasan hukumnya pada Pasal 1320 angka 1 yang dalam bunyi pasalnya menyatakan salah satu sahnya suatu perjanjian jika adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri, hal ini dapat diartikan bahwa kata sepakat berarti telah terjadi konsensus secara tulus tidak ada kekilapan, paksaan atau penipuan (Pasal 1321 KUH Perdata).

3. Asas kepercayaan, ketika seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak.

Dengan kepercayaan ini, para pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai Undang-Undang15

14Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum. Yogyakarta. Liberty. 1990. hal 97

.

15Mariam Darus Badrulzaman,dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, cet.I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. hal 87.

Universitas Sumatera Utara

(24)

4. Asas kedudukan yang sama atau seimbang, asas ini dapat dikatakan memiliki dasar hukumnya pada Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata yaitu “Kecakapan untuk membuat perjanjian”. Hal ini dijabarkan kembali dalam Pasal 1330 KUH Perdata yaitu tentang cakap dalam membuat suatu perjanjian oleh orang yang sudah dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata dan tidak berada di bawah pengampuan seperti pada Pasal 433 KUH Perdata. Karena apabila seseorang yang normal membuat perjanjian dengan orang yang tidak normal dalam hal fisik maupun psikologis, berarti terjadi akan ketidakseimbangan dimana kondisi orang yang secara fisik dan psikologis kuat berhadapan dengan orang yang secara fisik dan psikologis lemah, jadi suatu perjanjian dapat dibuat apabila terdapat suatu kedudukan yang seimbang diantara mereka yang akan mengikatkan diri dalam perjnjian tersebut.

5. Asas itikad baik, asas ini dapat dilihat dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad baik ini menyatakan bahwa sesungguhnya para pihak antara pihak kreditur dan pihak debitur haruslah melaksanakan suatu perjanjian dengan dilandasi itikad baik di dalamnya.

6. Asas kepastian hukum, bahwa pada Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan dalam suatu perjanjian sebagai produk hukum haruslah memiliki suatu kepastian hukum, yang mana kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya bahwa suatu perjanjian yaitu memiliki kekuatan mengikat sebagai Undang-Undang.

7. Asas perjanjian mengikat para pihak, asas ini memiliki landasan hukum pada Pasal 1338 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa perjanjian berlaku

Universitas Sumatera Utara

(25)

(mengikat) sebagai Undang-Undang, dan pada Pasal 1339 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa perjanjian mengikat juga untuk segala sesuatu karena sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan kebiasaan. Secara umumnya suatu perjanjian akan bersifat mengikat para pihak yang ikut dalam perjanjian tersebut untuk saling melaksanakan kewajibannya masing-masing sesuai yang disepakati dalam perjanjian tersebut16

Berbagai hukum perjanjian, apabila suatu perjanjian telah memenuhi semua syarat-syaratnya dan menurut hukum perjanjian telah memenuhi rukun dan syarat- syaratnya perjanjian tersebut mengikat dan wajib dipenuhi serta berlaku sebagai hukum, dengan kata lain, perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya ”.

Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah sah apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

.

a. Ada persetujuan kehendak (consensus)

Persetujuan kehendak adalah kesepakatan/kesetujuan para pihak mengenai pokok-pokok isi perjanjian yang dikehendaki oleh pihak yang satu dan juga dikehendaki oleh pihak lainya. Persetujuan tersebut sudah final, tidak lagi dalam proses perundingan. Artinya kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri, dan kemauan itu harus dinyatakan dengan tegas atau secara diam. Dengan demikian, suatu

16I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Implementasi KetentuanKetentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, 2010, hal 49.

Universitas Sumatera Utara

(26)

perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau didasarkan kepada paksaan, penipuan atau kekhilafan.

b. Kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)

Kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut Undang-Undang dinyatakan tidak cakap.Adapun orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, orang yang di bawah pengampuan dan perempuan yang telah kawin17

1) Orang-orang yang belum dewasa;

.Orang yang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah:

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan; dan

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang- Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. (ketentuan ini telah dicabut oleh Surat Edaran Mahkamah Agung).

Menurut Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin, apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur

17R. Soeroso. Perjanjian di Bawah Tangan (Pedoman Pembuatan dan Aplikasi Hukum), Alumni Bandung. Bandung. 1999. hal 12.

Universitas Sumatera Utara

(27)

mereka genap dua puluh satu tahun mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Pasal 433 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang dewasa, yang dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa juga boleh ditaruh di dalam pengampuan karena keborosannya.

c. Ada suatu hal tertentu (objek)

Suatu hal tertentu yang terdapat dalam isi perjanjian yang wajib dipenuhi/prestasi disebut sebagai objek perjanjian.Kejelasan mengenai isi pokok perjanjian atau objek perjanjian adalah untuk memastikan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak.Jika isi pokok perjanjian, atau objek perjanjian, atau prestasi perjanjian tidak jelas, sulit bahkan bila tidak mungkin dapat dilaksanakan, maka perjanjian itu batal. Menurut KUH Perdata hal tertentu adalah :

1) Suatu hal tertentu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian adalah harus suatu hal atau barang yang cukup jelas atau tertentu yakni paling sedikit ditentukan jenisnya (Pasal 1333 KUH Perdata);

2) Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian (Pasal 1332 KUH Perdata)18

d. Ada suatu sebab yang halal (causa)

;

Causa atau sebab adalah suatu hal yang menyebabkan/mendorong orang untuk membuat perjanjian. Menurut KUHPerdata Pasal 1335 disebutkan bahwa

”suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang

18KUH Perdata Pasal 1332 dan Pasal 1333.

Universitas Sumatera Utara

(28)

palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”. Sebab yang halal menurut Pasal 1337 KUHPerdata adalah sebab yang tidak dilarang oleh Undang- Undang, tidak berlawanan dengan kesusilaan ataupun ketertiban umum19

1) Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu Secara umum dapat dikatakan bahwa undang-undang tidak mensyaratkan suatu perjanjian tertulis untuk sahnya suatu perjanjian, tetapi untuk perjanjian tertentu diperlukan syarat khusus agar perjanjian itu dapat mulai berlaku/mengikat, misalnya perjanjian perdamaian yang memerlukan syarat khusus berupa bentuk tertulis.

Menurut hukum yang berlaku, kedudukan syarat tertulis bagi suatu perjanjian adalah:

. Sedangkan syarat sah yang khusus perjanjian antara lain menurut Munir Fuady adalah:

a. Ketentuan umum tidak mempersyaratkan.

b. Dipersyaratkan untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

c. Dipersyaratkan untuk perjanjian atas barang-barang tertentu.

d. Dipersyaratkan karena kebutuhan praktek.

2) Syarat pembuatan perjanjian di hadapan pejabat tertentu Selain dari syarat tertulis terhadap perjanjian-perjanjian tertentu, untuk perjanjian-perjanjian tertentu dipersyaratkan pula bahwa perjanjian tertulis tersebut harus dibuat oleh/di hadapan pejabat tertentu (dengan ancaman batal), misalnya:

a. Perjanjian hibah yang harus dibuat di hadapan notaris (Pasal 1682 KUH Perdata), untuk perjanjian hibah bagi benda tetap memerlukan syarat tambahan berupa bentuk akta otentik, sedangkan bagi benda bergerak

19KUH Perdata Pasal 1337.

Universitas Sumatera Utara

(29)

berwujud memerlukan syarat tambahan berupa penyerahan langsung bendanya.

b. Perjanjian jual beli tanah yang harus dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan di bidang pertanahan.

3) Syarat mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang Pada prinsipnya suatu perjanjian hanyalah urusan para pihak semata-mata, artinya terserah dari para pihak apa yang mau dianutnya dalam kontrak tersebut, sehingga campur tangan pihak ketiga pada prinsipnya tidak diperlukan. Akan tetapi terhadap kontrak tertentu, campur tangan pihak ketiga diperlukan dalam bentuk keharusan mendapatkan izin, misalnya:

a. Perjanjian peralihan objek tertentu, seperti perjanjian peralihan hak guna usaha atau perjanjian peralihan hak penguasaan hutan, dalam hal ini diperlukan izin dari pihak yang berwenang untuk itu.

b. Perjanjian penitipan barang yang sejati yang memerlukan syarat tambahan berupa penyerahan barangnya secara sungguh-sungguh atau secara dipersangkakan20

Suatu perjanjian di dalamnya terdiri atas subyek dan obyek perjanjian.Pada dasarnya subyek dari perjanjian itu ialah seseorang atau pihak yang melaksanakan perjanjian tersebut.Yang mana di dalam suatu perjanjian pasti terjadi suatu hubungan hukum diantara para pihak dalam perjanjian tersebut yaitu ada yang sebagai kreditur dan ada yang sebagai debitur.Seorang kreditur ialah seseorang atau pihak yang berhak atas sesuatu (prestasi), sedangkan debitur ialah

.

20Munir Fuady. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. hal. 2

Universitas Sumatera Utara

(30)

seseorang atau pihak yang berkewajiban untuk memenuhi sesuatu (prestasi) yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Suatu perjanjian tidak dapat dilakukan dengan hanya satu subyek, melainkan perjanjian dapat dilakukan dengan adanya dua subyek atau lebih, karena jika hanya suatu pernyataan sepihak saja tidak akan bisa menimbulkan suatu perjanjian.

Obyek dari suatu perjanjian adalah hal yang diperjanjikan di dalam suatu perjanjian atau yang biasa dikenal dengan istilah prestasi.Yang mana dalam hal ini seorang debitur berkewajiban memenuhi suatu prestasi dan seorang kreditur berhak atas prestasi tersebut.

Suatu prestasi dalam suatu perjanjian adalah dapat berupa barang dan jasa, maksud dari jasa sebagai obyek perjanjian adalah dengan orang dapat menjual jasa mereka sebagai sesuatu yang diperdagangkan, bukan hanya itu namun suatu sikap atau tindakan juga dapat dijadikan sebagai obyek perjanjian. Namun dalam KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa sikap pasif dapat menjadi obyek perjanjian, yang prestasinya dapat berbentuk untuk tidak berbuat sesuatu, begitu juga kebalikan dari sikap pasif yaitu aktif sama halnya dapat menjadi obyek perjanjian21

21 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op.cit, 2010, hal 33.

.

Menurut salah seorang sarjana, Patrik Purwahid, untuk suatu sahnya perjanjian diperlukannya syarat-syarat tertentu terkait obyek perjanjian itu antara lain:

Obyeknya haruslah tertentu atau ditentukan, adalah dalam Pasal 1320 sub 3 dijelaskan bahwa obyeknya tertentu sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian.

Universitas Sumatera Utara

(31)

a) Obyeknya haruslah memungkinkan untuk dilaksanakan atau dipenuhi, suatu obyek yang diperjanjikan haruslah suatu hal yang memungkinkan untuk dilaksanakan atau dipenuhi, karena jika suatu obyek perjanjian itu ialah suatu hal yang tidak mungkin atau mustahil untuk dilakukan atau dipenuhi dalam kond isi yang ditentukan maka obyek tersebut tidaklah dapat dijadikan suatu obyek perjanjian.

b) Obyeknya tidaklah suatu yang dilarang (diperbolehkan), sesuai dengan Pasal 1335 Jo. 1337 KUH Perdata yaitu bahwa suatu perjanjian tidak memiliki kekuatan mengikat jika obyeknya tidak asli atau palsu ataupun suatu hal terlarang. Dikatakan terlarang jika obyek tersebut dilarang oleh Undang- Undang ,ataupun bertentangan dengan kesusilaan ataupun ketertiban umum.

c) Obyeknya dapat dinilai dengan uang, maksudnya ialah sesuai dengan definisi yang ditentukan untuk suatu perikatan ialah sesuatu yang berhubungan hukum yang lingkupnya dalam harta kekayaan22

Dalam ilmu hukum, dikenal beberapa ajaran mengenai kapan suatu perjanjian dianggap lahir. Menurut Setiawan saat terjadinya perjanjian yaitu:

.

1. Teori kehendak (wilstheorie) Teori ini adalah yang tertua dan menekankan kepada faktor kehendak. Menurut teori ini jika kita mengemukakan suatu pernyataan yang berbeda dengan apa yang dikehendaki, maka kita tidak terikat kepada pernyataan tersebut.

2. Teori pernyataan (Verklaringstheorie) Menurut teori ini, kebutuhan masyarakat menghendaki bahwa kita dapat berpegang kepada apa yang dinyatakan.

22Patrik Purwahid, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 3-4.

Universitas Sumatera Utara

(32)

3. Teori kepercayaan (Vetrouwenstheorie) Teori yang sekarang dianut, juga oleh yurisprudensi adalah teori kepercayaan, di mana menurut teori ini kata sepakat terjadi jika ada pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya.

4. Teori ucapan (Uitingstheorie) Menurut teori ini bahwa persetujuan terjadi pada saat orang yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban bahwa ia menyetujui penawaran tersebut. Kelemahan teori ini adalah bahwa sulit untuk menentukan saat terjadinya persetujuan dan selain itu jawabannya setiap saat masih dapat berubah.

5. Teori pengiriman (Verzendingstheorie) Menurut beberapa sarjana, terjadinya persetujuan adalah pada saat dikirimkannya surat jawaban. Diterangkan selanjutnya bahwa dengan dikirimkannya surat tersebut si pengirim kehilangan kekuasaan atas surat tersebut dan lagi pula saat pengiriman dapat ditentukan secara tepat.

6. Teori pengetahuan (Vernemeningstheorie) Teori ini mengemukakan bahwa persetujuan terjadi setelah orang yang menawarkan mengetahui bahwa penawarannya disetujui. Kelemahan teori ini adalah sulit untuk menentukan saat diketahuinya isi surat tersebut.

7. Teori penerimaan (Ontvangstheorie) Menurut teori ini, bahwa persetujuan terjadi pada saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan23

Sedangkan menurut Munir Fuady, teori yang lainnya mengenai saat lahirnya perjanjian yaitu:

.

23Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Alumni, Bandung. 1979. hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

(33)

1. Teori penawaran dan penerimaan (offer and acceptance) Yang dimaksudkan dengan teori penawaran dan penerimaan adalah bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam perjanjian tersebut. Teori ini diakui secara umum dalam setiap sistem hukum, namun pengembangan dari teori ini banyak dilakukan di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law.

2. Teori kotak pos (mailbox theory) Menurut teori ini, suatu penerimaan tawaran dari suatu perjanjian sehingga perjanjian dianggap mulai terjadi adalah pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tersebut dimasukkan ke dalam kotak pos (mailbox). Pemikiran di belakang teori ini adalah bahwa perjanjian efektif setelah pihak yang ditawari perjanjian sudah menerimanya dan sudah terlepas dari kekuasaanya, yakni ketika dia membalas surat penawaran dan memasukkannya ke dalam kotak surat.

3. Teori dugaan Teori dugaan yang bersifat subjektif ini antara lain dianut oleh Pitlo. Menurut teori ini, saat terjadinya suatu perjanjian adalah pada saat pihak yang menerima tawaran telah mengirim surat jawaban dan dia secara patut dapat menduga bahwa pihak lainnya (pihak yang menawarkan) telah mengetahui isi surat itu24

Perjanjian yang telah dibuat dan dilaksanakan oleh para pihak dapat berakhir atau hapus.Ada logika hukum tentang ini, bahwa jika perjanjian berakhir atau hapus, maka perikatan yang bersumber dari kontrak itu juga menjadi berakhir atau hapus.Sebaliknya, jika perikatan yang bersumber dari kontrak berakhir atau

.

24Munir Fuady, Op.cit., hal. 49.

Universitas Sumatera Utara

(34)

hapus, maka kontraknya juga berakhir atau hapus. Dalam kaitannya juga dengan pelaksanaan kontrak pengadaan di Indonesia, ketentuan mengenai pemutusan kontrak dapat dijumpai dalam Pasal 93 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah (selanjutnya disebut Perpres No.54/2010), sedangkan untuk penghentian kontrak diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah (selanjutnya disebut Perpres No.54/2010), melainkan dituangkan dalam Perka LKPP No.6/2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Selanjutnya disebut Perpres No.70/2012) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (Selanjutnya disebut Perpres No.54/2010) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.33 Penghentian kontrak dikaitkan dengan terjadinya keadaan memaksa/keadaan kahar (force majeur), sedangkan pemutusan dilakukan jika penyedia barang/jasa dinilai gagal melaksanakan kewajibannya.

Aturan hukum mengenai keadaan memaksa secara fragmentaris tertuang dalam BW, yakni Pasal 1235, 1244, 1245 dan 1444.Namun demikian BW tidak merumuskan batasan keadaan memaksa ini.Penilaian ada tidaknya keadaan memaksa dengan demikian, diserahkan kepada kedua belah pihak. Jika kemudian terjadi sengketa mengenai hal ini, maka pengadilan hanya akan menilai terjadinya keadaan memaksa bertitik tolak dari jenis-jenis peristiwa yang telah ditetapkan di kontrak. Penghentian kontrak juga dapat dilakukan karena pekerjaan telah selesai.

Suatu kontrak dapat terhapus atau berakhir juga, karena:

1. Para pihak menentukan berlakunya kontrak untuk jangka waktu tertentu;

2. Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya kontrak;

Universitas Sumatera Utara

(35)

3. Salah satu pihak meninggal dunia, misalnya dalam kontrak pemberian kuasa, kontrak perburuhan, dan kontrak perseroan;

4. Satu pihak atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan kontrak, misalnya dalam kontrak kerja atau kontrak sewa menyewa;

5. Karena putusan hakim;

6. Tujuan kontrak telah tercapai;

7. Dengan persetujuan para pihak25.

B. Perjanjian Kerja Sama Langsiran Tanah Timbun Ditinjau dari Hukum Perdata

Timbunan adalah suatu kegiatan meletakkan atau menambah volume material yang sejenis atau material lain dengan tujuan meratakan permukaan yang berupa lubang sebelumnya dan atau meningggikan elevasi permukaan untuk mendapatkan kondisi permukaan yang lebih baik.Kegagalan dapat terjadi pada tanah timbunan berupa longsor ataupun setllement yang terlalu besar dan juga longsor pada sisi timbunan.Tanah timbunan yang dipilih seharusnya disesuaikan dengan kondisi tanah dasar, sehingga nilai shear strength yang dihasilkan memadai untuk syarat minimum dalam perhitungan faktor keamanan.

Timbunan atau urugan dibagi dalam 2 macam sesuai dengan maksud penggunaannya yaitu :

c. Timbunan biasa, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan tanpa maksud khusus lainnya. Timbunan biasa ini juga

25R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1979. hal. 68

Universitas Sumatera Utara

(36)

digunakan untuk penggantian material existing subgrade yang tidak memenuhi syarat.

d. Timbunan pilihan, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan dengan maksud khusus lainnya, misalnya untuk mengurangi tebal lapisan pondasi bawah, untuk memperkecil gaya lateral tekanan tanah dibelakang dinding penahan tanah talud jalan26

Perjanjian borongan menurut KUHP 1601 b adalah perjanjian, dengan mana pihak satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, yang memborongkan dengan menetapkan suatu harga yang telah ditentukan. Secara garis besar KUH Perdata mengklasifikasi jenis-jenis perjanjian sebagai berikut berdasarkan kriteria masing-masing:

.

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak. Perjanjian jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

b. Perjanjian bernama dan tak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian‐perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa- menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan, dan lain-lain. Dalam KUH Perdata diatur dalam title V s/d XVIII

26Lintang, Kurnia. Pengaruh Beban Timbunan Terhadap Daya Dukung Pondasi Rakit Menggunakan Program Plaxis. Universitas Lampung. Lampung. 2017. hal 3.

Universitas Sumatera Utara

(37)

dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak benama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas yang tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.

c. Perjanjian perjanjian obligatoir dan kebendaan. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi consensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit), misalnya dalam sewa-menyewa, pinjam pakai, gadai.

d. Perjanjian konsensual dan real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak27

Sedangkan menurut Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:

.

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak

27Abdulkadir Muhammad.op.cit. hal.227-228

Universitas Sumatera Utara

(38)

yang melakukannya. Misalnya kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak saja yang dibebani suatu kewajiban. Misal, dalam perjanjian pemberian hibah, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani, perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra prestasi tersebut terdapat hubungan menurut hukum meskipun kedudukannya tidak harus sama. Misal, disatu pihak berprestasi sepeda, di pihak lain berprestasi kuda. Jadi disini yang penting adanya prestasi dan kontra prestasi.

c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil, perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya, masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya dalam jual beli kambing tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu. Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan akta tertentu.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti dalam Buku III

Universitas Sumatera Utara

(39)

KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya. Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak bernama.

e. Perjanjian kebendaan dan obligatoir, perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan. Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak, misal jual beli.

f. Perjanjian yang sifatnya istimewa:

1) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari kewajiban.

Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasan hutang dan Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata.

2) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.

3) Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada kejadian yang belum tentu terjadi.

4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa.

Contohnya adalah perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas)28

28Achmad Busro. Hukum Perikatan. Semarang, Oetama, 1985. hal 4.

.

Universitas Sumatera Utara

(40)

Abdulkadir Muhammad juga mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar.

2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut Pasal 1266 KUHPerdata. Menurut Pasal ini salah satu syarat ada pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.

3. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.

Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut

Universitas Sumatera Utara

(41)

hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerahkan suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan Undang-Undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata)

4. Perjanjian bernama dan tidak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian- perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

5. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, deliverycontract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, tim bullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

6. Perjanjian konsensual dan perjanjian real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak.

Universitas Sumatera Utara

(42)

Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata). Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap prbuatan hukum (perjanjian) yang obyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut

"kontan dan tunai"29

Pada umumnya setiap pihak yang mengadakan suatu perjanjian kerjasama menghendaki agar perjanjian yang telah dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan isi yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain bahwa salah satu pihak menghendaki dapat dipenuhinya prestasi dari pihak lainnya sesuai dengan perjanjian. Sama halnya dengan perjanjian kerja sama langsiran tanah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Akan tetapi dalam praktik tidak semua perjanjian dapat dilaksanakan dengan sempurna. Hal ini dimungkinkan prestasi yang diharapkan tidak dapat dipenuhi pihak lain sehingga pelaksanaan perjanjian itu mengalami hambatan. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama diantaranya, yakni:

.

A. Wanprestasi

Menurut Salim H.S. mengatakan wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.Sedangkan Abdulkadir Muhammad

29Abdulkadir, Muhammad.. Hukum Perdata Indonesia. Cetakan Ke-III. Bandung. PT.

Citra Aditya Bakti. 2000. hal195.

Universitas Sumatera Utara

(43)

mengatakan bahwa wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan.

Adapun dalam hal telah ditentukannya tenggang waktu dalam perjanjian tersebut, seorang debitur telah melakukan tindakan wanprestasi atau melalaikan kewajibannya dapat dilihat dalam Pasal 1238 KUH Perdata, yaitu :

“si berutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Menurut Pasal 1238 KUH Perdata tersebut di atas, seorang debitur baru dapat dinyatakan lalai setelah ia ditagih atau ditegur oleh kreditur. Cara ini disebut dengan istilah somasi.Jadi yang dimaksud dengan somasi adalah peringatan yang disampaikan oleh kreditur yang ditujukan kepada debitur yang berisikan ketentuan agar debitur memenuhi prestasinya dengan seketika atau dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam peringatan itu. Berdasarkan akibat wanprestasi tersebut, menurut Abdulkadir Muhammad akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berikut ini :

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1234 KUH Perdata).

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan/pembatalan perikatan melalui Hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).

Universitas Sumatera Utara

(44)

c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).

e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkirakan di muka Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.

Selanjutnya sebagai akibat adanya wanprestasi dilihat dari pihak kreditur, dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata yaitu :

1) Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian;

2) Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;

3) Kreditur dapat menuntut ganti rugi saja;

4) Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian;

5) Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti rugi30 B. Resiko pelaksanaan perjanjian

;

Sering terjadi bahwa debitur tidak memenuhi prestasinya dalam suatu perjanjian bukan karena lalai atau wanprestasi, tetapi karena dalam keadaan memaksa.Keadaan ini adalah suatu keadaan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya suatu prestasi dalam perjanjian yang disebabkan oleh suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya dan berada di luar kesalahan debitur.Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur.

30Abdulkadir Muhammad.op.cit. hal.204

Universitas Sumatera Utara

(45)

C. Proses Pembuatan Perjanjian Kerja Sama Langsiran Tanah Timbun Bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa perjanjian kerja sama harus berdasarkan ketentuan KUH Perdata yang berlaku. Kerjasa sama langsiran tanah timbun dibuat atas kesepakatan oleh kedua belah pihak yang melakukan kerja sama. Dalam suatu perjanjian kerja sama harus diperhatikan pula beberapa asas yang dapat diterapkan antara lain :

1. Asas konsensualisme, yaitu asas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat.

2. Asas kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat perjanjian.

3. Asas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku.

4. Asas persamaan hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.

5. Asas keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

6. Asas moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.

7. Asas kepastian hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pembuatnya.

8. Asas kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang

Universitas Sumatera Utara

Gambar

Tabel 1Tarif Biaya Ongkos Angkut Timbun Tanah

Referensi

Dokumen terkait

yang memberikan laporan atau kesaksian mengenai suatu dugaan tindak pidana kepada aparat penegak hukum dalam proses peradilan pidana. Siapa pun pada akhirnya dapat

Apabila seluruh sumber daya intelektual yang dimiliki perusahaan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga

Arah aliran fluida yang menuju keatas berjalan satu arah melewati fluida yang menuju keatas berjalan satu arah melewati elbow sehingga tidak ada pengaruh tekanan

peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan penyakit gondok dengan kadar yodium dalam urin pada anak Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Korong

Respon guru tentang pentingnya tujuan pelatihan media pembelajaran berbasis e- learning , Schoology bagi guru SMK Program Keahlian Administrasi Perkantoran Di

Adapun yang dimaksud talak menurut Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam, adalah ikrar suami dihadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Sedangkan

Jumlah sel spermatogenik adalah jumlah sel spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa yang terletak pada tubulus seminiferus yang